Sejarah Penyebaran Tanaman Durian Lemak

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Penyebaran Tanaman Durian

Sejarah tentang tanaman durian, seumur dengan sejarah tentang manusia. Tahun yang tepat sulit disebutkan, tetapi seabad yang lalu sudah banyak yang memperbincangkan waktu ditemukan tempo dulu, tanaman aneh tersebut memang masih tumbuh liar dan terpencar-pencar di hutan raya “Malesia” yang sekarang ini meliputi daerah Malaysia, Sumatera, dan Kalimantan. Para ahli menafsirkan, dari daerah asal tersebut durian menyebar ke seluruh Indonesia, lantas melalui Muangthai menyebar ke Birma, India dan Pakistan. Adanya penyebaran sampai sejauh itu, karena akibat pola kehidupan masyarakat saat itu tidak menetap. Mereka merambah daerah hutan yang satu menuju daerah hutan yang lain. Setiap daerah yang selesai dihuninya ditinggalkan begitu saja, tumbuhlah tanaman durian bersamaan dengan tumbuhnya semak-belukar disekitar situ. Rupanya kebiasaan mereka dulu untuk membuang apa saja di sembarang tempat, membuat biji-biji durian juga berceceran di mana-mana. Tidak cuma disekitar tempat tinggalnya saja tetapi juga disepanjang jalan yang dilalui ketika ia mencari buah ini. Dengan begitu, biji-biji tersebut tumbuh secara alami dan berkembang biak secara alami pula. Tidak beraturan tempatnya, juga tidak beraturan tumbuhnya Setiadi, 1996. Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009.

2.2 Tanaman Durian

Tanaman durian termasuk marga Durio, dari species Durio zibethinus, family bombaceae yang mempunyai hubungan erat dengan kerabat kapuk randu ciebapetandra . Durian tergolong jenis tanaman buah yang sudah banyak dikenal dan sudah umum dibudidayakan, maka tidak mengherankan kalau durian mempunyai banyak nama tambahan untuk menunjukkan kekhasannya, sehingga durian mempunyai banyak varietas. Dari berbagai jenis buah durian tersebut ada beberapa diantaranya yang hampir mirip, ada kesamaannya. Beberapa orang yang menekuni bidang tanaman buah-buahan menggolongkan durian lokal unggul dengan melihat ciri-ciri sebagai berikut . 1. Buah : Kecil sampai besar 2. Biji : Kecil sampai besar 3. Daging : Tebal 4. Kadar alkohol : Tinggi 5. Kadar air : Sedikit, malah hampir kering 6. Rasa : Manis legit 7. Tangkai buah : Pendek Tidak kurang dari 300 spesies durian berhasil ditemukan oleh para ahli. Dari jumlah itu diketahui jumlah generanya, yakni sebanyak 31 genera. Dari sekian banyak genera yang ditemukan itu, baru 6 spesies saja yang sudah dipastikan bisa dimakan oleh manusia. Di Indonesia terdapar beberapa spesies durian antara lain, antara lain 19 spesies tumbuh di Kalimantan, dan 7 spesies di P.Sumatra. Akan tetapi, menurut perkiraan masih banyak lagi spesies lain, baik yang bisa dimakan maupun yang tidak bisa dimakan. Keenam spesies durian yang bisa dimakan adalah 1. Durio murr, dengan nama lokal durian biasa 2. Durio kutejensis Hass Bece, dengan nama lokal Lai 3. Durio oxleyamis Griff. Dengan nama lokal Kerantongan 4. Durio graveolens Bece, dengan nama lokal Tabelak Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009. 5. Durio delcis, dengan nama lokal Lahong 6. Durio grandiflorus Mast Dari keenam durian itu, D.zibethinus dan D.kutejensis saja yang sudah dibudidayakan oleh masyarakat pedesaan. Akan tetapi, yang sering dibudidayakan adalah jenis D.zibethinus. Spesies ini lebih menyebar dan lebih merata. Di samping itu,spesies ini mudah ditemukan di daerah tropis lain di luar negeri. Spesies D.kutejensis barangkali hanya ada di Pulau Kalimantan. itu pun hanya terbatas pada daerah sekitar habitatnya, yaitu sekitar Kalimantan Timur.Spesies D.oxleyanus dan D.graveolens konon tergolong liar di belantara Kalimantan, Sumatra, dan Malaysia . Pembudidayaan spesies durian tersebut juga masih tergolong primitif karena penyebarannya dengan menggunakan biji Aak, 1997.

2.2.1. Klasifikasi Durian

Dalam sistematika taksonomi tumbuhan, tanaman durian diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae tumbuh-tumbuhan Divisi : Spermatophyta tumbuhan berbiji Sub-divisi : Angiospermae berbiji tertutup Kelas : Dycotyledonae biji berkeping dua Ordo : Bombaceae Famili : Bombaceae Genus : Durio Species : Durio zibethinus Murr Rahmat,R.,1996

2.2.2. Perbandingan Kandungan Nutrisi biji durian dan kedelai

Berikut ini adalah kandungan kimia 100 gram biji durian Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009. Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji durian Komponen Per 100 g biji segar tanpa kulit Per 100 g biji telah dimasak tanpa kulit Kadar air 51.5 g 51.1 g Lemak 0.4 g 0.2 – 0.23 g Protein 2.6 g 1.5 g Karbohidrat total 43.6 g 46.2 g Serat kasar 0.7 – 0.71 g Nitrogen 0.297 g Abu 1.9 g 1.0 g Calcium 17 mg 39 -88.8 mg Phosphor 68 mg 86.65 – 87 mg Besi 1.0 mg 0.6 – 0.64 mg Natrium 3 mg Kalium 962 mg Beta carotene 250 g Riboflavin 0.05 mg 0.05 – 0.052 mg Thiamine 0.03 – 0.032 mg Niacin 0.9 mg 0.89 – 0.9 mg http:www.juntak.comsearch_c.htm. Tabel 2.2 Komposisi kimia kedelai kering per 100 g Komposisi Jumlah Kalori kka l 331,0 Protein gram 34,9 Lemak gram 18,1 Karbohidrat gram 34,8 Kalsium mg 227,0 Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009. Posformg 585,0 Besi mg 8,0 Vitamin A SI 110,0 Vitamin B 1 mg 1,1 Air gram 7,5 Sutrisno,K. 1992

2.3 T e m p e

Tempe adalah makanan tradisonal Indonesia yang merupakan hasil fermentasi kedelai. Fermentasi terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus sp.pada kedelai sehingga membentuk massa yang padat dan kompak. Tempe merupakan sumber protein potensial bagi penduduk, khususnya di Indonesia hal ini disebabkan kedelai sebagai bahan baku tempe telah banyak dikonsumsi oleh masyarakat negara berkembang karena harganya yang murah, sedangkan nilai gizinya seimbang dengan sumber protein hewani seperti daging sapi, susu sapi, dan telur ayam Protein kedelai mempunyai kandungan lisin yang tinggi. Lisin merupakan asam amino pembatas pada produk yang berasal dari biji-bijian. Sedangkan biji-bijian termasuk beras kaya akan asam amino yang mengandung atom belerang metionin, sistein, yang merupakan jenis asam amino yang sangat kurang pada tempe. Selama proses fermentasi banyak bahan dalam kedelai menjadi bersifat lebih larut dalam air dan lebih mudah dicerna. Separuh dari kandungan protein awal dipecah menjadi produk yang lebih kecil dan larut dalam air, misalnya asam amino dan peptida. Demikian pula dengan kandungan lemak dari kedelai. Fermentasi kedelai selama 48 jam akan meningkatkan asam lemak bebas dari satu persen pada kedelai menjadi 30 persen. Asam lemak terbesar yang diproduksi adalah asam linolenat. Kenaikan asam lemak linolenat ini penting dari segi gizi karena merupakan asam lemak tidak jenuh essensial. Tabel 2.3 Komposisi kimia tempe dalam 100 gram bahan Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009. Komponen Tempe Air g Kalori kka l Proteing Lemakg Karbohidrat g Kalsiummg Posfor mg Zat besi mg Vitamin ASI Vitamin B 1 mg Vitamin C mg 64 149 18,3 4,0 12,7 129 154 10 50 0,17 Selama proses pembuatan tempe terjadi proses penurunan kadar karbohidrat penyebab flatulensi yaitu stakiosa dan rafinosa. Penurunan kedua oligosakarida tersebut akan meningkatkan daya cerna tempe dan bebasnya flatulensi.Jenis kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak memproduksi toksin racun bahkan sebaliknya mampu melindungi tempe terhadap aflatoksin dan kapang yang memproduksinya. Disamping itu, telah dilaporkan bahwa tempe mengandung senyawa antibakteri. Senyawa penghambat pertumbuhan bakteri tersebut diproduksi oleh kapang tempe selama proses fermentasi Sutrisno,K.,1992

2.3.1. Fermentasi Tempe

Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir, dan jamur. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan – kandungan bahan pangan tersebut. Jika cara-cara pengawetan pangan yang lain misalnya pemanasan, pendinginan, pengeringan, iradiasi dan lain-lainnya ditujukan untuk Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009. mengurangi jumlah mikroba, maka proses fermentasi adalah sebaliknya, yaitu memperbanyak jumlah mikroba dan menggiatkan metabolismenya di dalam makanan. Tetapi jenis mikroba yang digunakan sangat terbatas yaitu disesuaikan dengan hasil akhir yang dikehendaki. Pada mulanya yang dimaksud dengan fermentasi adalah pemecahan gula menjadi alkohol dan CO 2 . Tetapi banyak proses yang disebut fermentasi tidak selalu menggunakan substrat gula dan menghasilkan alkohol serta CO 2 . Selanjutnya diketahui pula bahwa selain karbohidrat, juga protein dan lemak dapat dipecah oleh mikroba dan enzim tertentu yang menghasilkkan CO 2 dan zat-zat lainnya F.G.Winarno,1980. Fermentasi dapat dikatakan sebagai cara paling tua untuk mengawetkan atau meningkatkan sifat organoleptik dari suatu bahan makanan . Sebenarnya berbagai produk fermentasi kedelai telah lama dapat dinikmati, namun minat konsumen terhadap makanan kesehatan yang muncul akhir-akhir ini serta adanya keinginan untuk mencoba jenis makanan baru , menyebabkan topik fermentasi tetap aktual untuk diteliti dan dikembangkan. Sampai saat ini, hampir seluruh proses fermentasi kedelai menjadi tempe di Indonesia masih merupakan kegiatan produksi skala rumah tangga. Meskipun prosesnya cukup sederhana, namun terkait erat dengan aplikasi beberapa ilmu dasar, khususnya mikrobiologi dan biokimia. Mikrobiolog sangat diharapkan partisipasinya dalam pemilihan jenis mikroba yang diperlukan untuk mengubah biji-biji kedelai menjadi bahan makanan yang sifat fisik dan kimianya sangat berbeda dengan bahan bakunya. Derajat aktivitas mikroba menjadi faktor yang sangat penting karena dalam waktu fermentasi yang singkat, dihasilkan produk yang nilai gizinya lebih baik dan penampilan serta cita rasanya diterima konsumen. Pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba, akan menghasilkan enzim yang selanjutnya mengawali terjadinya rangkaian proses biokimia dan terus berlangsung selama didukung oleh kondisi yang sesuai. Pembuatan tempe diawali dengan merendam kedelai dalam air yang tingkat keasamannya pH sekitar 4-5. Kondisi asam ini diperoleh dengan cara menambahkan asam cuka. Dengan menerapkan suatu metode kimia analitik sederhana misalnya Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009. pengukuran dengan kertas litmus, tingkat keasaman tersebut dapat diperoleh dengan mudah. Suasana asam seperti ini, diperlukan untuk mencegah tumbuhnya bakteri yang dapat mengganggu proses fermentasi atau dapat menurunkan mutu tempe yang akan dihasilkan. Pengasaman terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil racun Bacillus cereus Nout,dkk,1987. Asalkan pH tidak kurang dari 3,5, pertumbuhan Rhizopus sp. yaitu kapang yang berperan dalam pembuatan tempe tidak akan terganggu. Bambang,H.,1999. Pembuatan tempe didasarkan proses fermentasi, faktor inokulum dan kapang dari jenis Rhizopus dan oryzae berperan penting dalam proses tersebut. Selama proses fermentasi, jenis-jenis mikroorganisme lain mungkin turut tercampur, tetapi tidak menunjukkan aktivitas yang nyata. Fermentasi kapang hanya berlangsung aktif 1 hari, setelah itu terbentuk spora-spora yang berwarna putih kehitaman. Pada saat itu, kesempatan pertumbuhan dilakukan oleh jenis mikroorganisme lain, terutama bakteri- bakteri yang dapat menimbulkan pembusukan, sehingga tempe harus segera dimakan dan dimasak sebelum pembusukan terjadi. Dari pengamatan visual dan subyektif dapat dilihat perubahan-perubahan pada proses fermentasi, misalnya tempe telah jadi dalam waktu 30 jam setelah inokulasi dan dalam waktu 10-15 jam tempe mulai mengeluarkan bau amoniak, bila dibiarkan pada suhu kamar. Dengan melihat keadaan tersebut, maka terlalu singkat kiranya memperdagangkan tempe secara meluas tanpa diimbangi usaha pengawetan.Untuk membuat tempe yang berkualitas baik dan agak tahan lama, harus diperhatikan sanitasi dan kemurnian inokulumnya F.G.Winarno, 1982. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi tempe, yaitu : a. Oksigen Oksigen memang diperlukan untuk pertumbuhan kapang, tetapi bila berlebihan proses metabolisme kapang menjadi lebih cepat sehingga menghasilkan panas berlebihan dan tidak seimbang dengan pembuangannya panas yang ditimbulkannya menjadi lebih besar daripada panas yang dibuang dari Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009. bungkusan . Bila hal ini terjadi, suhu kacang kedelai yang sedang mengalami fermentasi menjadi tinggi dan akan mengakibatkan kapangnya mati. b. Suhu Kapang tempe bersifat mesofilik, yaitu untuk tumbuhnya memerlukan suhu antara 25-30 C atau suhu kamar, oleh sebab itu suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan ventilasi yang cukup baik. c. Jenis Laru Untuk mendapatkan tempe yang baik maka laru tempe harus dalam keadaan aktif, artinya kapang tempe mampu tumbuh dengan baik . menggunakan laru yang masih baru akan berpeluang menghasilkan tempe yang baik laru sangat berpengaruh terhadap pembentukan rasa, aroma dan flavor tempe yang dihasilkan. d. Nilai pH derajat keasaman Derajat keasaman memegang peranan penting dalam proses pembuatan tempe. Bila kondisinya kurang asam atau pH tingi maka kapang tempe tidak dapat tumbuh dengan baik sehingga pembuatan tempe akan mengalami kegagalan. Disamping untuk memenuhi kondisi yang dibutuhkan oleh kapang tempe, suasana asam berguna untuk mencegah tumbuhnya mikroba lain yang tidak diinginkan dalam pembuatan tempe Syarief,R., 1999. Saat ini banyak orang yang telah mencoba untuk membuat tempe lebih tahan lama. Beberapa peneliti mencoba teknik pengawetan tempe . Diantaranya dengan cara pengeringan menggunakan alat pengering oven. Tempe yang akan dikeringkan mula- mula diris-iris setebal 2,5 cm. kemudian dikukus pada suhu 100 C selama 10 menit. Pengukusan ini penting, karena menurut hasil penelitian Hermana at al 1972 produk tempe kering yang dihasilkan tanpa perlakuan pengukusan ternyata mempunyai rasa pahit. Kemudian tempe dikeringkan dengan oven pada suhu 70 C selama 6-10 jam. Hasil akhir merupakan tempe kering yang mempunyai kadar air 4-8 persen. Tingkat kadar air yang rendah ini memungkinkan tempe dapat disimpan pada suhu kamar dengan cara dibungkus plastik selama berbulan-bulan tanpa terjadi perubahan warna dan citarasa. Jika akan dipakai tempe tersebut harus direkonstitusi dengan cara perendaman menggunakan air panas 90-100 C selama 5-10 menit. Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009.

2.3.2. Inokulum tempe

Inokulum tempe merupakan kumpulan spora kapang yang memegang peranan penting dalam pembuatan tempe karena dapat mempengaruhi mutu tempe yang dihasilkan. Jenis kapang yang memegang peranan utama dalam pembuatan tempe adalah Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae, sedangkan jenis kapang lain yang juga terdapat adalah Rhizopus stolonifer dan Rhizopus arrhizus. Miselium Rhizopus oryzae lebih panjang daripada Rhizopus oligosporus, sehingga tempe yang dihasilkannya kelihatan lebih padat daripada apabila hanya Rhizopus oligosporus yang digunakan. Tetapi diutamakan peningkatan gizi protein kedelai, maka Rhizopus oligosporus memegang peranan tersebut. Hal ini disebabkan selama proses fermentasi Rhizopus oligosporus mensintesis enzim protease pemecah protein lebih banyak, sedangkan Rhizopus oryzae lebih banyak mensintesis enzim alfa-amilase pemecah pati. Oleh karena itu sebaiknya dipakai keduanya dengan kadar Rhizopus oligosporus lebih banyak yaitu 1 : 2 Sutrisno,K.1992. Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk inokulasinya . Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi atas kualitas jamur starter yang baik untuk dipakai sebagai starter tempe antara lain : 1. Mampu memproduksi spora dalam jumlah banyak 2. Mampu bertahan beberapa bulan tanpa mengalami perubahan genetis maupun kemampuan tumbuhnya. 3. Memiliki persentase perkecambahan spora yang tinggi segera setelah diinokulasikan 4. Mengandung biakan jamur tempe yang murni, dan bila digunakan berupa kultur campuran harus mempunyai proporsi yang tepat. 5. Bebas dari mikrobia kontaminan dan jika memungkinkan strain yang dipakai memiliki kemampuan untuk melindungi diri terhadap dominasi mikrobia kontaminan dapat dibantu dengan menciptakan kondisi spesifik yang cocok Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009. untuk strain yang dikehendaki tetapi menjadi faktor menghambat bagi mikrobia kontaminan, misalnya dengan merendahkan pH, pemberian inhibitor, dsb 6. Mampu menghasilkan produk yang stabil berulang-ulang 7. Pertumbuhan miselia setelah diinokulasikan harus kuat, lebat berwarna putih bersih, memiliki aroma spesifik tempe yang enak dan tidak mengalami sporulasi yang terlalu awal Nur , 2006. Apapun jenis ragi yang digunakan , jumlah yang ditambahkan harus sebanding dengan banyaknya kedelai yang difermentasi, sehingga dapat diperoleh produk akhir sesuai dengan yang direncanakan. Bambang,H., 1999.

2.3.2.1 Mikrobiologis Inokolum tempe

Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe dan banyak pula yang menyebut dengan ragi tempe. Meskipun dalam istilah ilmiah ragi, dimaksudkan sebagai inokulum untuk pembuatan tapai, tetapi dikalangan masyarakat umumnya ragi diartikan sebagai agensia pengubah suatu bahan menjadi produk melalui proses fermentasi. Starter tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi menyebabkan kedelai berubah karakteristiknya menjadi tempe.

2.3.2.2 Biokimia dan Fisiologi dari Rhizopus oligosporus

Beberapa spesies Rhizopus juga digunakan dalam pembuatan beberapa makanan fermentasi tradisional, misalnya R.oligosporus dan R.oryzae yang digunakan dalam fermentasi berbagai macam tempe dan oncom hitam. Ciri-ciri spesifik Rhizopus adalah sebagai berikut : 1. Hifa nonseptat 2. Mempunyai stolon dan rhizoid yang warnanya gelap jika sudah tua 3. Sporangiofora tumbuh pada noda dimana terbentuk juga rhizoid Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009. 4. Sporangia biasanya besar dan berwarna hitam 5. Kolumela agak bulat dan apofisis berbentuk seperti cangkir 6. Tidak mempunyai sporangiola 7. Membentuk hifa vegetatif yang melakukan penetrasi pada substrat, dan hifa fertile yang memproduksi sporangia pada ujung sporangiofora 8. Pertumbuhannya cepat, membentuk miselium seperti kapas Srikandi,F., 1992. Rhizopus oligosporus adalah spesies jamur yang paling penting digunakan dalam pembuatan tempe di Indonesia. Beberapa ciri terpenting dari jamur ini antara lain adalah mycelium dan sporangiopornya tidak bersekat, sporangiosporanya mempunyai bentuk tidak beraturan, sporangiumnya berwarna hitam dan mempunyai rhizoid dengan cabang yang pendek. Jamur Rhizopus oligosporus bersifat lipolitik dan proteolitik Hesseltine,1965. Dalam pembuatan tempe melibatkan sejumlah Rhizopus dan strainnya. Hesseltine 1965 menjabarkan 40 strain yan termasuk ke dalam 6 spesies yang diperoleh selama pembuatan tempe.Keenam spesies itu adalah Rhizopus oligosporus, Rhizopus stolonifer, Rhizopus oryzae, Rhizopus formosaensis, dan Rhizopus achlamydosporus. Rhizopus oligosporus lebih sering digunakan di Indonesia. Karakteristiknya sporangiosporanya pendek, tidak bercabang dan rhizoidnya tumbuh berlawanan dan kurang panjang Rhizopus oligosporus mengahsilkan protease, yang menguraikan protein kedelai selama fermentasi. Protein kasar yang larut dalam air meningkat sepuluh kali lipat sebagai hasil fermentasi Van Buret et al, 1972 menunjukkan akumulasi peptide dan asam amino bebas. R. oligosporus menggunakan xilosa, glukosa, galaktosa, triolosa, selubiosa, dan pati terlarut tetapi tidak stakiosa, rafinosa atau sukrosa. Hemiselulosa menurun selama fermentasi, jamur menunjukkan aktivitas yang kuat1,3 lipase. Pada akhirnya 30 dari trigliserida dihidrolisa selama 3 hari waktu fermentasi. Atas dasar ini aktivitas hidrolitik yang kuat, komposisi asam amino dan asam lemak relatif konstan selama fermentasi. Kandungan serat seharusnya meningkat dengan berkembangnya Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009. miselium. Tempe memiliki aktivitas antioksidan yang kuat, di dan trihidroksi isoflavon dihasilkan selama fermentasi dan juga vitamin E alami di dalam kacang kedelai. Thiamine menurun sebagai hasil dari pemanasan dan pemanfaatan oleh Rhizopus oligosporus, riboflavin, niacin , vitamin B-6 dan vitamin B-12 meningkat. Tempe lebih mudah dicerna daripada kedelai yang dimasak. Seharusnya untuk menurunkan kandungan hemiselulosa dan protein terlarut. Rasio efisiensi menurunkan sedikit atau tidak ada perubahan selama fermentasi. Tempe sangat mudah rusak sehingga harus dikonsumsi setelah derajat fermemnatsi terscapai. Amonia dihasilkan sebagai fermentasi lanjutan pada temperatur sekitar memberikan tempe dengan bau dan rasa yang tidak enak Larry,B.,1987

2.3.3 Inkubasi

Inkubasi dikerjakan pada suatu tempat yang mempunyai suhu sekitar 40 C dengan kelembaban sekitar 90 C. Cara inkubasi yang tepat akan menjamin fermentasi dalam waktu yang cepat, kurang dari 24 jam.

2.4 Karbohidrat

Karbohidrat hanya terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa dan lignin. Berbagai polisakarida seperti pati, banyak terdapat dalam serealia dan umbi-umbian. Misalnya kandungan pati dalam beras = 78,3 , jagung = 72,4 , singkong = 34,6 , dan talas = 40 Winarno, 1995. Pati disusun oleh amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida yang linier sedangkan amilopektin adalah yang bercabang. Tiap jenis pati tertentu disusun oleh kedua fraksi tersebut dalam perbandingan yang berbeda-beda.Pada pati jenis yang rekat, amilosa pada pati berkisar antara 20-30. Pati pada beras dan sorgum sebagian terbesar penyusunnya adalah amilopektin Slamet,S.,1989. Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009.

2.4.1 Analisa Kadar Karbohidrat

Ada beberapa analisis yang daapt digunakan untuk memperkirakan kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan kasar proximate analysis atau juga disebut Carbohydrate by difference. Yang dimaksud dengan proximate analysis adalah suatu analisis dimana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan sebagai berikut : karbohidrat = 100 - protein + lemak + abu + air Perhitungan Carbohidrat by Difference adalah penentuan karbohidrat dalam makanan secara kasar, dan hasilnya ini biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan. Winarno, 1995.

2.5 Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C,H,O,N, yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga Winarno, 1995 . Protein juga penting untuk keperluan fungsional maupun struktural dan untuk keperluan tersebut komposisi asam-asam amino pembentuk protein sangat penting fungsinya. Oleh karena itu protein mempunyai mutu yang beraneka ragam tergantung sampai seberapa jauh protein itu dapat menyediakan asam amino essensial dalam jumlah yang memadai Buckle, 1987 . Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronutrien lain lemak dan karbohidrat, protein berperanan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini terpaksa dapat juga dipakai sebagai sumber Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009. energi. Kandungan energi protein rata-rata 4 kilokalorigram atau setara dengan kandungan energi karbohidrat. Slamet,S.,1989.

2.5.1 Analisa Kadar Protein

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode destruksi total dengan asam keras H 2 SO 4 sambil dipanaskan pada suhu mendidih , menurut cara Kjeldahl. Sekitar 2 gram sampel ditimbang ke dalam labu Kyeldhal yang telah ditimbang kosong. Penimbangan dilakukan dengan ketelitian lima desimal, menggunakan timbangan analitik. Kemudian ditambahkan 2 ml H 2 SO 4 pekat dan beberapa butir kaca untuk menghindarkan terlalu banyak terjadi busa, campuran dipanaskan mendidih , yang diatur agar uap yang terjadi mengembun kembali pada bagian leher labu Kjeldahl yang berkapasitas 30-50 ml tersebut. Bahan organik makanan akan didestruksi oksidatif sempurna menjadi H 2 O dan CO 2 dan garam-garam sulfat serta NH 4 2 SO 4 . Pemanasan diteruskan sampai isi labu menjadi bening. Kemudian labu didinginkan sampai suhu kamar. Ke dalam labu ditambahkan 2 ml aqua destilat dan setelah melarut, dipindahkan kuantitatif ke dalam alat distilator uap Kjeldahl ditambah indikator dan 2 ml KOH 1 N, lalu didestilasi dengan uap. Destilat ditampung dalam beaker yang berisi 5 ml larutan asam Borat yang diberi indikator . Destilat ditampung sampai sekitar 20-30 ml. Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N dari buret. Dari jumlah HCl dan titernya yang diketahui dapat dihitung total N yang ditampung dalam asam borat tersebut.Dengan metode ini yang diukur adalah total nitrogen yang dihasilkan oleh bahan makanan yang didestruksi oksidatif. Total nitrogen ini sebenarnya berasal dari protein dan sebagian lagi dari ikatan-ikatan organik non- protein. N total = NiP + NPN NP = nitrogen dari protein NPN = nitrogen non-protein Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009. Dalam metode ini dianggap bahwa seluruh nitrogen berasal dari ikatan protein. Kadar nitrogen dalam protein rata-rata 16 , sehingga 1 gram nitrogen berasal dari 6,25 gram protein. Jadi untuk mendapatkan total protein, hasil total nitrogen dikalikan dengan konversi faktor 6,25 faktor konversi universal. Ketelitian kadar protein tergantung dari komponen NPN,semakin besar NPN semakin tidak teliti angka untuk kadar protein tersebut. Karena itu pada penentuan kadar protein, yang diteliti komponen protein dari bahan itu dipisahkan dahulu dengan cara prespitasi , lalu ditentukan kadar total N, dalam cara ini memang seluruh nitrogen berasal dari komponen protein. Angka konversi menjadi lain dari angka konversi universal. Achmad,J.S.,1987. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : HgO + H 2 SO 4 HgSO 4 + H 2 O 2 HgSO 4 2 HgSO 4 + SO 2 + 2 O n Hg 2 SO 4 + 2 H 2 SO 4 2 HgSO 4 + 2 H 2 O + SO 2 CHON + O n + H 2 SO 4 CO 2 + H 2 O + NH 4 2 SO 4 Slamet,S.,1989

2.6 Lemak

Di dalam tubuh, lemak merupakan sumber energi yang efisien, secara langsung ketika disimpan dalam jaringan. Sebagai insulator panas dalam jaringan dan sekitar organ, dan lipid non-polar bereaksi sebagai insulator listrik membolehkan propagasi pada gelombang depolarisasi saraf myelin. Lemak mengandung jaringan saraf yang khusus. Gabungan lemak dan protein lipoprotein merupakan bahan sel yang penting , keduanya terjadi di membran sel dan mitokondria dengan sitoplasma, dan juga berarti transportasi lipid dalam darah. Robert,K.M.,1996. Lemak berbeda dari karbohidrat dan protein karena tidak terdiri dari polimer satuan – satuan molekuler. Setiap gram lemak mengandung kalori 2,25 kali dari jumlah kalori yang dihasilkan oleh satu gram protein atau karbohidrat Lemak selalu tercampur dengan komponen-komponen lain di dalam makanan misalnya vitamin-vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E, K, sterol, skool misalnya zoo-zterol, di dalam lemak Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian Durio zibethinus, 2009. hewan dan fitosterol di dalam lemak sayuran, fosfolipida yang bersifat sebagai zat pengemulsi, dengan protein yaitu lipoprotein , atau dengan karbohidrat yaitu glikolipid Winarno,1980

2.6 Analisa Kadar Lemak