Laporan Praktik Kerja Profesi Di RSUP H. Adam Malik

(1)

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI DI RSUP H. ADAM MALIK

STUDI KASUS

CLOSED (R) NEGLECTED FRAKTUR FEMUR (Fx)

Disusun Oleh:

Desi Diana, S. Farm. NIM 103202012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

RINGKASAN

Telah dilakukan studi kasus pada Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Farmasi Rumah Sakit di Instalasi Rawat Inap Terpadu (Rindu) B3 Pasca Bedah Ortopedi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Studi kasus dilaksanakan pada tanggal 12 Mei s/d 31 Mei 2011 mengenai Closed (R) Neglected Fraktur Femur (Fx). Kegiatan studi kasus meliputi visite (kunjungan) terhadap pasien, memberikan pemahaman dan dorongan kepada pasien untuk tetap mematuhi terapi yang telah ditetapkan dokter, memberikan informasi obat kepada pasien dan keluarga pasien, melihat rasionaitas penggunaan obat terhadap pasien dan memberikan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain dalam meningkatkan rasionalitas penggunaan obat.

Penilaian rasionalitas penggunaan obat meliputi 4T+1W yaitu Tepat Pasien, Tepat Obat, Tepat Indikasi, Tepat Dosis dan Waspada Efek samping. Obat-obat yang dipantau dalam kasus ini adalah IVFD RL, injeksi Ceftriaxon, injeksi Ketorolac, injeksi Ranitidin, Ranitidin, Meloxicam, Parasetamol dan Cefadroksil.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

RINGKASAN ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Femur ... 4

2.2 Fraktur ... 4

2.1.1 Defenisi ... 4

2.2.1 Fraktur Femur ... 5

2.2.2 Jenis – jenis fraktur ... 5

2.2.3 Fraktur Femur ... 5

2.2.4 Etiologi... 6

2.2.5 patofisiologi ... 7

2.2.6 Diagnostis... 8

2.2.7 Penatalaksanaan fraktur... 9


(4)

2.3.1 Tinjauan Obat ... 12

2.3.1 Ceftriaxone ... 12

2.3.2 Ketorolak ... 13

2.3.3 Ranitidin ... 14

2.3.4 Parasetamol... 15 2.4 2.3.5 Cefadroxil ... 17

BAB III PENATALAKSANAAN UMUM ... 19

3.1 Identitas Pasien ... 19

3.2 Ringkasan pada Waktu Pasien Masuk RSUP H. Adam Malik ... 19

3.3 Pemeriksaan ... 20

3.3.1 Pemeriksaan Fisik ... 20

3.3.1 Pemeriksaan Fisik ... 20

3.3.2.1 Pemeriksaan Patologi klinik ... 20

3.3.2.2 Pemeriksaan Radiologi ... 22

3.4. Terapi ... 23

BAB IV PEMBAHASAN ... 26

4.1 Pembahasan Tanggal 3 Mei 2011 ... 27

4.1.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 27

4.1.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 28

4.1.3 Pengkajian Tepat Obat ... 28

4.1.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 30

4.1.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 32

4.1.6 Rekomendasi untuk Dokter ... 33


(5)

4.2.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 33

4.2.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 34

4.2.3 Pengkajian Tepat Obat ... 35

4.2.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 36

4.2.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 38

4.2.6 Rekomendasi untuk Dokter ... 39

4.3 Pembahasan Tanggal 5 Mei 2011 ... 40

4.3.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 40

4.3.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 41

4.3.3 Pengkajian Tepat Obat ... 42

4.3.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 43

4.3.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 45

4.3.6 Rekomendasi untuk Dokter ... 46

4.4 Pembahasan Tanggal 6 Mei 2011 ... 46

4.4.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 47

4.4.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 48

4.4.3 Pengkajian Tepat Obat ... 49

4.4.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 50

4.4.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 53

4.4.6 Rekomendasi untuk Dokter ... 55

4.5 Pembahasan Tanggal 7-13 Mei 2011 ... 56

4.5.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 56

4.5.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 57


(6)

4.5.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 58

4.5.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 59

4.5.6 Rekomendasi untuk Dokter ... 60

4.6 Pembahasan Tanggal 14-19Mei 2011 ... 61

4.6.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 61

4.6.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 62

4.6.3 Pengkajian Tepat Obat ... 62

4.6.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 63

4.6.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 64

4.6.6 Rekomendasi untuk Dokter ... 65

4.7 Pembahasan Tanggal 20- 31 Mei 2011 ... 65

4.7.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 66

4.7.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 66

4.7.3 Pengkajian Tepat Obat ... 67

4.7.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 67

4.7.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 68

4.7.6 Rekomendasi untuk Dokter ... 68

4.8 Rekomendasi untuk Perawat ... 69

4.9 Pelayanan Konseling, Informasi, dan Edukasi Pasien... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik ... 20

Tabel 3.2 Daftar Obat-obat yang digunakan pasien ... 23

Tabel 3.3 Daftar Obat-obat untuk ganti perban (GP) yang digunakan pasien 25

Tabel 4.1 Daftar obat-obat yang digunakan pada Tanggal 3 Mei 2011 ... 27

Tabel 4.2 Pengkajian tepat dosis Tanggal 3 Mei 2011 ... 30

Tabel 4.3 Efek samping dan interaksi obat Tanggal 3 Mei 2011 ... 32

Tabel 4.4 Daftar obat-obat yang digunakan pada Tanggal 4 Mei 2011 ... 33

Tabel 4.5 Pengkajian Tepat Dosis Tanggal 4 Mei 2011 ... 36

Tabel 4.6 Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal 4 Mei 2011 ... 38

Tabel 4.7 Daftar obat-obat yang digunakan pada Tanggal 5 Mei 2011 ... 40

Tabel 4.8 Pengkajian tepat dosis Tanggal 5 Mei 2011 ... 43

Tabel 4.9 Efek samping dan interaksi obat Tanggal 5 Mei 2011 ... 45

Tabel 4.10 Daftar obat-obat yang digunakan pada Tanggal 6 Mei 2011 ... 46

Tabel 4.11 Pengkajian tepat dosis Tanggal 6 Mei 2011 ... 50

Tabel 4.12 Efek samping dan interaksi obat Tanggal 6 Mei 2011 ... 53

Tabel 4.13 Daftar Obat-Obat yang digunakan pada Tanggal 7 - 13Mei 2011 ... 56

Tabel 4.14 Pengkajian Tepat Dosis Tanggal 7 - 13Mei 2011 ... 58

Tabel 4.15 Efek samping dan interaksi obat Tanggal 7 - 13Mei 2011 ... 59

Tabel 4.16 Daftar Obat-Obat yang digunakan pada Tanggal 14 – 19 Mei 2011 61

Tabel 4.17 Pengkajian Tepat Dosis Tanggal 14 – 19 Mei 2011 ... 63


(8)

Tabel 4.19 Daftar Obat-Obat yang digunakan pada Tanggal 20 – 31 Mei 2011 65

Tabel 4.20 Pengkajian Tepat Dosis Tanggal 20 – 31 Mei 2011 ... 67

Tabel 4.21 Efek samping dan interaksi obat Tanggal 20 – 31 Mei 2011 ... 78

Tabel 4.22 Rekomendasi untuk Perawat ... 69


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Tulang Femur ... 4

Gambar 2.1.2 Jenis – jenis fraktur ... 5

Gambar 2.5.1 Ceftriaxone ... 12

Gambar 2.5.2 Ketorolak ... 13

Gambar 2.5.3 Ranitidin ... 14

Gambar 2.5.4 Parasetamol ... 15


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data Kesesuaian Antara Obat yang Tercatat

dalam Rekam Medis, Catatan Pemberian Obat (CPO), Catatan Perawat, dan Obat yang

Digunakan oleh Pasien ... 76 Lampiran 2. Lembaran Penilaian PPOSR ... 94 Lampiran 3. Tabel rRkaman Pemberian Antibiotik... .... 98 Lampiran 4. Blanko peleporan Monitoring

Efek samping Obat(MESO) ... 100 Lampiran 5. Contoh Laporan Visite Pasien Rawat Inap

RSUP H. Adam Malik ... 102 Lampiran 6. Contoh Lembar Pelayanan

Informasi Obat RSUP H. Adam Malik ... 103 Lampiran 7. Laporan Pelayanan Informasi Obat ... 104 Lampiran 7. Contoh Lembaran Pemantauan

Penggunaan Obat ... ... 105 Lampiran 7. Contoh Kartu Konseling Pasien

Rawat Jalan RSUP H. Adam Malik . ... 110

                       


(11)

RINGKASAN

Telah dilakukan studi kasus pada Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Farmasi Rumah Sakit di Instalasi Rawat Inap Terpadu (Rindu) B3 Pasca Bedah Ortopedi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Studi kasus dilaksanakan pada tanggal 12 Mei s/d 31 Mei 2011 mengenai Closed (R) Neglected Fraktur Femur (Fx). Kegiatan studi kasus meliputi visite (kunjungan) terhadap pasien, memberikan pemahaman dan dorongan kepada pasien untuk tetap mematuhi terapi yang telah ditetapkan dokter, memberikan informasi obat kepada pasien dan keluarga pasien, melihat rasionaitas penggunaan obat terhadap pasien dan memberikan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain dalam meningkatkan rasionalitas penggunaan obat.

Penilaian rasionalitas penggunaan obat meliputi 4T+1W yaitu Tepat Pasien, Tepat Obat, Tepat Indikasi, Tepat Dosis dan Waspada Efek samping. Obat-obat yang dipantau dalam kasus ini adalah IVFD RL, injeksi Ceftriaxon, injeksi Ketorolac, injeksi Ranitidin, Ranitidin, Meloxicam, Parasetamol dan Cefadroksil.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan (Siregar dan Amalia, 2003). Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana keshatan, merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien (Depkes RI, 2004).

Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama drug oriented ke paradigma baru patient oriented dengan filosofi Pharmaceutical Care (pelayanan kefarmasian).

Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan.


(13)

Kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi pengkajian resep, dispensing, pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pelayanan informasi obat, konseling, pemantauan kadar obat dalam darah, ronde/visite pasien dan pengkajian penggunaan obat (Depkes RI, 2004).

Salah satu misi dari praktek farmasi di rumah sakit adalah melakukan pelayanan farmasi klinis di rumah sakit yaitu dengan melakukan pemantauan penggunaan obat. Pemantauan penggunaan obat ini berguna untuk memastikan bahwa penggunaan obat tersebut tepat karena tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kearmasian adalah pelayanan secara langsung kepada pasien berkaitan dengan obat, untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan obat dan menghindari ketidakrasionalan penggunan obat agar meningkatkan kualitas hidup pasien. Adapun hal-hal yang menyebabkan ketidakrasionalan obat yaitu peresepan yang boros (extravagant), beresepan berlebihan (over prescribing), peresepan yang kurang (under prescribing), peresepan majemuk (multiple prescribing) dan peresepan yang salah (incorrect prescribing).

Dalam rangka menerapkan pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan meningkatkan penggunaan obat yang rasional untuk mengatasi Drug Related Problem maka mahasiswa apoteker perlu diberi perbekalan dan pengalaman dalam bentuk Praktek Kerja Profesi (PKP) di rumah sakit. PKP di rumah sakit merupakan salah satu praktek pelayanan kefarmasian yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan pasien. Adapun pelayanan kefarmasian yang difokuskan untuk dilaksanakan adalah ronde/visite pasien dan pengkajian penggunaan obat Adapun studi Pengkajian Penggunaan Obat Secara Rasional


(14)

(PPOSR) yang diambil adalah kasus pasca bedah Ortopedi dengan diagnosis closed (R) neglected fraktur femur.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukan studi kasus ini adalah:

a. Melaksanakan beberapa aplikasi farmasi klinis dalam meningkatkan kepatuhan dan pemahaman penggunaan obat kepada pasien

b. meningkatkan rasionalitas penggunaan obat di RSUP H. Adam Malik. c. memberikan masukan dan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain di

rumah sakit dalam rangka peningkatan rasionalitas penggunaan obat kepada pasien.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Femur

Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu bersendi dengan asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini menjulur medial ke lutut dan membuat sendi dengan tibia. Tulangnya berupa tulang pipa dan mempunyai sebuah batang dan dua ujung yaitu ujung atas, batang femur dan ujung bawah (Pearce, 1990).

Gambar 2.1. Tulang Femur

2.2 Fraktur 2.2.1. Defenisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).


(16)

Rusaknya kontinuitas tulang ini dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis (Anonim , 2011). a

2.2.2. Jenis jenis fraktur

1. Fraktur komplit: garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang.

2. Fraktur tidak komplit: garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang. 3. Fraktur terbuka: bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur

dengan udara luar atau permukaan kulit.

4. Fraktur tertutup: bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit (Rahmad, 1996).

Oblik /miring Kominuta Spiral Majemuk

Gambar 2.2. Jenis - jenis fraktur

2.2.3 Fraktur Femur

Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot , kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Batang Femur dapat mengalami fraktur akibat trauma langsung, puntiran, atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam posisi fleksi ketika kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2000).


(17)

2.2.4. Etiologi

Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan (Rahmad, 1996 ).

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu : a. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

i. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.

ii. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.

iii. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

b. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :


(18)

i. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.

ii. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.

iii.Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

c. Secara spontan :

disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

2.2.5 Patofisiologi

Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan disekitarnya, seperti di ligamen, otot tendon, persyarafan dan pembuluh darah, oleh karena itu pada kasus fraktur harus ditangani cepat, dan perlu dilakukan tindakan operasi.

Tanda dan Gejala :

a. Nyeri hebat ditempat fraktur


(19)

c. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, sepsis pada fraktur terbuka dan deformitas

2.2.6 Diagnosis

a. Anamnesis

Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada, dan perut (Mansjoer, 2000).

b. Pemeriksaan Umum

Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel, fraktur pelvis, fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi (Mansjoer, 2000).

c. Pemeriksaan Fisik

Menurut Rusdijas (2007), pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk fraktur adalah:

- Look (inspeksi): bengkak, deformitas, kelainan bentuk. - Feel/palpasi: nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur.

- Movement/gerakan: gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit krepitasi. d. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah “pencitraan” menggunakan sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi


(20)

yaitu antero posterior (AP) atau AP lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) atau indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena adanya superposisi. Untuk fraktur baru indikasi X-ray adalah untuk melihat jenis dan kedudukan fraktur dan karenanya perlu tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung persendian).

2.2.7 Penatalaksanaan Fraktur

Tujuan pengobatan fraktur adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan, selain itu menjaga agar tulang tetap menempel sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi (Corwin, 2010).

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulating), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi , baru lakukan amnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam , bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan amnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat , singkat dan lengkap. Kemudian, lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto (Mansjoer, 2000).


(21)

Penatalaksanaan fraktur telah banyak mengalami perubahan dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini. Traksi dan spica casting atau cast bracing mempunyai banyak kerugian karena waktu berbaring lebih lama, meski pun merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak. Oleh karena itu tindakan ini banyak dilakukan pada orang dewasa (Mansjoer, 2000).

Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat dimobilisasi dengan salah satu cara dibawah ini:

a. traksi

Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk menahan anggota gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang digunakan. Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar.

b. fiksasi interna

Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi interna merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi (Djuwantoro, 1997).


(22)

Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat yaitu benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang (Anonim , 2010). b

d. Pemasangan Gips atau Operasi Dengan Orif

Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara keras daerah yang mengalami patah tulang. Pemasangan gips bertujuan untuk menyatukan kedua bagian tulang yang patah agar tak bergerak sehingga dapat menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan cara mengimobilisasi tulang yang patah tersebut (Anonim , 2010). b

e. Penyembuhan Fraktur

Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang , sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan beban secara lebih awal. Tujuan ini tercakup dalam tiga keputusan yang sederhana : reduksi, mempertahankan dan lakukan latihan.

Menurut (Carter, 2003) jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak di sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat dan bekuan darah akan terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan darah akan membentuk jaringan granulasi didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) dan berdiferensiasi menjadi krodoblas dan osteoblas. Krodoblas akan mensekresi posfat, yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen tulang dan menyatu.


(23)

Penyatuan dari kedua fragmen terus berlanjut sehingga terbentuk trebekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur.

2.2.8 Neglected

Neglected fraktur adalah yang penanganannya lebih dari 72 jam. sering terjadi akibat penanganan fraktur pada extremitas yang salah oleh bone setter Umumnya terjadi pada yang berpendidikan dan berstatus sosioekonomi yang rendahNeglected fraktur dibagi menjadi beberapa derajat, yaitu:

a. Derajat 1 : fraktur yang telah terjadi antara 3 hari -3 minggu

b. Derajat 2 : fraktur yang telah terjadi antara 3 minggu -3 bulan

c. Derajat 3 : fraktur yang telah terjadi antara 3 bulan ± 1 tahun

d. Derajat 4 : fraktur yang telah terjadi lebih dari satu tahun (Anonimd, 2011).

2.3 Tinjauan Obat 2.3.1 Ceftriaxon

Cefriaxon adalah antibiotik sefalosporin generasi ketiga yang memiliki aktivitas bakterisidal yang luas dengan cara menghambat sintesis dinding sel, dan mempunyai masa kerja yang panjang. Secara in vitro memiliki aktivitas luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, memiliki stabilitas yang tinggi terhadap β-laktamase baik penisilase maupun sefalosporinase yang dihasilkan bakteri gram positif dan gram negatif.


(24)

Secara struktural cefriaxon ditunjukkan pada Gambar 2.3 berikut ini.

Gambar 2.3.1 Struktur Cefriaxon

Cefriaxon diindikasikan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap cefriaxon antara lain: infeksi saluran pernafasan bawah (pneumonia), infeksi kulit dan struktur kulit, infeksi tulang dan sendi, infeksi intraabdominal, infeksi saluran kemih dan meningitis.

Ceftriaxon memiliki waktu paruh 7-8 jam dapat diinjeksikan sekali tiap 24 jam pada dosis 15-50 mg/kg/hari. Dosis harian tunggal 1 g ceftriaxone cukup untuk mengatasi infeksi yang serius, dengan dosis 4 g sekali perhari dianjurkan untuk pengobatan meningitis (Katzung, 2007). Ceftriaxon yang terikat pada protein plasma umunya sekitar 83-96%, diekskresikan sebesar 33–67% melalui ginjal dan sebesar 35–45% melalui feses. Ceftriaxon dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat mencapai kadar obat yang cukup tinggi dalam cairan cerebrospinal. Pemberian cefriaxon bersamaan dengan aminoglikosida dapat meningkatkan efek nefrotoksik. Pemberian bersama diuretik kuat seperti furosemida dapat mempengaruhi fungsi ginjal (Mc Evoy, 2004).

Serbuk steril cefriaxone dalam vial dapat disimpan pada suhu tidak kurang 300 C dan larutan cefriaxone natrium disimpan pada suhu -200 C. Serbuk steril untuk injeksi dan larutan cefriaxone harus dikemas dalam wadah yang gelap dan terhindar dari cahaya matahari. Larutan dapat tahan selama 24 jam jika disimpan pada temperatur ruang dan 5 hari jika disimpan di lemari es suhu 50C dan 13 minggu jika dibekukan (Mc Evoy, 2004).


(25)

2.3.2 Ketorolak

Ketorolak adalah salah satu dari obat anti inflamasi non steroid (NSAID), yang biasa digunakan untuk analgesik, antipiretik dan anti inflamasi. Obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PG2 terganggu. Ketorolak merupakan penghambat siklooksigenase yang non selektif.

Ketorolak dikontraindikasikan terhadap pasien angioedema atau bronkospasme, pasien yang menderita tukak peptik aktif, perdarahan gastrointestinal, dan pasien yang menggunakan NSAID yang lain, pasien yang menderita gangguan ginjal.

Secara struktural ketorolak ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.3.2 Struktur Ketorolak

Ketorolak diserap dengan cepat dan lengkap. Bioavaibilitasnya mencapai 100 %. Ketorolak dimetabolisme di hati dengan waktu paruh plasma 3.5-9.2 jam pada dewasa muda dan 4.7-8.6 jam pada orang lanjut usia (usia 72 tahun). Kadar steady state plasma dicapai setelah diberikan dosis tiap 6 jam dalam sehari. Ketorolak diekskresikan melalui ginjal rata sebesar 91.4% dan sisanya rata-rata sebesar 6.1% diekskresikan melalui feses .

Ketorolak akan berinteraksi bila diberikan bersamaan dengan warfarin yang dapat menyebabkan pendarahan, ACE inhibitor dapat menyebabkan semakin tingginya resiko gagal ginjal, diuretik dapat berkurang efeknya (ISFI, 2008).


(26)

Ranitidin merupakan antagonis histamin reseptor H2 (antagonis H2)

menghambat kerja histamin pada semua reseptor H2 yang penggunaan klinisnya

ialah menghambat sekresi asam lambung, dengan menghambat secara kompetitif ikatan histamin dengan reeseptor H2, zat ini mengurangi konsentrasi cAMP

intraseluler sehingga sekresi asam lambung juga dihambat (Mycek, 2001). Secara struktural ranitidin ditunjukkan pada gambar 2.3.3 berikut:

Gambar 2.3.3 Struktur Ranitidin

Ranitidin diabsorbsi 50% setelah pemberian oral. Pada ginjal normal, volume distribusi 1,7 L/Kg sedangkan klirens kreatinin 23-25 ml/menit. Konsentrasi puncak plasma dicapai 2-3 jam setelah pemberian dosis 150 mg. absorbsi tidak dipengaruhi secara signifikan oleh makanan dan antasida. Waktu paruhnya 2,5 – 3 jam pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan iv dan 30% yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin dalam bentuk asal (Mc Evoy, 2004).

2.3.4 Parasetamol

Parasetamol merupakan metabolit fenacetin yang berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran serta tidak menyebabkan ketagihan.


(27)

Gambar 2.3.4 Struktur parasetamol

Daya antipiretik parasetamol didasarkan pada rangsangan pusat penghantar kalor di hipotalamus, menimbulkan vasodilatasi perifer (di kulit) sehingga terjadi pengeluaran panas yang disertai banyak keringat (Tjay, 2007).

Parasetamol diindikasikan untuk pengobatan demam (selesma, pilek), dan nyeri ringan hingga sedang. Parasetamol tidak diberikan kepada pasien yang mengalami kerusakan fungsi hati dan ginjal serta dengan ketergantungan akohol (ISFI, 2008).

Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat dan hampir sempurna, kadar plasma tertinggi dicapai dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh plasma 1,2-5 jam (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

Parasetamol diabsorpsi secara cepat dan sempurna di saluran gastro intestinal pada pemberian oral. Parasetamol terdistribusi secara cepat dan merata pada kebanyakan jaringan tubuh. Sekitar 25% parasetamol di dalam darah terikat pada protein plasma, dimetabolisme oleh sistem enzim mikrosomonal di dalam hati. Memilki waktu paruh plasma 1,25-3 jam, dan mungkin lebih lama pada pasien dengan kerusakan hati.

Sekitar 80-85% parasetamol di dalam tubuh mengalami konjugasi terutama dengan asam glukoronat dan asam sulfat. Dieksresi melalui urin kira-kira sebanyak 85% dalam bentuk bebas dan terkonjugasi.


(28)

Efek samping yang timbul akibat penggunaan parasetamol antara lain, reaksi hipersensitifitas, ruam kulit dan kelainan darah, kerusakan hati. Dalam keadaan overdosis, mual, muntah dan anoreksia

2.3.5 Cefadroxil

Cefadroxil adalah antibiotik sefalosporin generasi pertama yang memiliki aktivitas bakterisidal yang luas dengan cara menghambat sintesis dinding sel, dan mempunyai masa kerja yang panjang. Secara in vitro memiliki aktivitas luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, memiliki stabilitas yang tinggi terhadap β-laktamase baik penisilase maupun sefalosporinase yang dihasilkan bakteri gram positif dan gram negatif.

Cefadroxil diindikasikan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap cefadroxil antara lain: infeksi saluran pernafasan bawah (pneumonia), infeksi kulit dan struktur kulit, infeksi tulang dan sendi, infeksi intraabdominal, infeksi saluran kemih dan meningitis.

Struktur kimia cefadroxil dapat dilihat pada gambar 2.3.5

Gambar 2.3.5 Struktur cefadroxil

Sefadroksil hampir sempurna diabsorpsi di saluran cerna. Setelah pemberian dosis oral 500 mg dan 1 g, konsentrasi plasma puncak sekitar 16 dan 30 µg/mL yang dicapai pada 1,5-2 jam. Dosis bersamaan dengan makanan tidak


(29)

menunjukkan adanya pengaruh absorpsi dari sefadroksil. Sekitar 20% dari sefadroksil berikatan dengan protein plasma. Waktu paruh sefadroksil sekitar 1,5 jam dan diperpanjang pada pasien gangguan ginjal (Sweetman, 2009).

Lebih dari 90% sefadroksil diekskresikan dalam bentuk tak berubah di urin dalam 24 jam oleh filtrasi glomerular dan sekresi tubular, konsentrasi puncak di urin 1,8 mg/mL setelah dosis 500 mg (Sweetman, 2009).


(30)

BAB III

PENATALAKSANAAN UMUM 3.1 Identitas Pasien

Nama : PR

No. RM : 00.46.99.75

Umur : 18 Tahun

Jenis Kelamin : Laki - Laki

Tempat/Tanggal Lahir : Kabanjahe / 15-03-1993

Agama : Protestan

Suku : Karo

Alamat : Desa Rumah Kabanjahe

Berat Badan : 55 kg

Ruangan : RB3 Ortopedi

Status : Jamkesmas

Tanggal Masuk : 3 Mei 2011

Tanggal Keluar : -

3.2 Ringkasan Pada Waktu Pasien Masuk

Pasien masuk ke RSUP H. Adam Malik melalui IRJ, yaitu mengunjungi poli bedah, pada tanggal 3 Mei 2011 dalam keadaan sadar, dengan keluhan jalan pincang karena kecelakaan lalu lintas yang dialami pasien 9 bulan yang lalusebelum masuk rumah sakit. Pasien telah disarankan operasi tapi menolak.


(31)

pasien berobat ke dukun patah selama 4 bulan dan tidak ada perbaikan. Pasien lalu dirujuk ke bagian radiologi untuk pemeriksaan X-Ray tulang. Hasil menunjukkan pasien mengalami dislokasi sepanjang 4 cm direncanakan menjalani operasi pada tanggal 4 Mei 2011.

3.3 Pemeriksaan

Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien telah menjalani pemeriksaan untuk menunjang tepatnya diagnosis berupa pemeriksaan laboratorium patologi klinik dan mikrobiologi klinik meliputi urinalisis, hematologi, elektrolit darah, faal ginjal, faal hati dan pemeriksaan radiologi.

3.3.1 Pemeriksaan Fisik

Berdasarkan Standar Pelayanan Medik, pemeriksaan fisik untuk fraktur adalah:

a. Look (inspeksi): bengkak, deformitas, kelainan bentuk b. Feel/palpasi: nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur

c. Movement/gerakan: gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit

3.3.2 Pemeriksaan Laboratorium 3.3.2.1 Pemeriksaan Patologi Klinik

Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik pasien telah melakukan pemeriksaan di laboratorium Patologi Klinik divisi hematologi pada tanggal 4 Mei 2011. Hasil pemeriksaan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.1;3.2 berikut:

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik

Tanggal Jenis Pemeriksaan Satuan Unit

4 Mei 2011 27Mei2011

Keterangan Nilai Normal HEMATOLOGI


(32)

Darah Lengkap (CBC): Hemoglobin (HGB) Eritrosit (RBC) Leukosit (WBC) Hematokrit Trombosit (PLT) MCV MCH MCHC RDW MPV PCT PDW LED Hitung Jenis: - Neutrofil - Limfosit - Monosit - Eosinofil - Basofil

- Neutrofil Absolut - Limfosit Absolut - Monosit Absolut - Eosinofil Absolut - Basofil Absolut

g % 106/mm3 103/mm3 % 103/mm3 fL pg g % % fL % fL mm/jam % % % % % 103/µL 103/µL 103/µL 103/µL 103/µL

14.90 5.19 10.69 43.20 271 83.20 28.70 34.50 12.50 8.20 0.22 8.5 82.20 9.40 5.40 2.90 0.100 8.79 1.00 0.58 0.31 0.01 12,60 4.54 4.99 38.60 355 85.00 27.80 32.60 13.50 8.60 0.30 8.9 15 48.10 28.90 11.00 11.40 0.600 2.40 1.44 0.55 0.57 0.03

13,2 - 17,3 4,20 - 4,87 4,5-11,0 43 - 49 150 - 450 85 - 95 28 - 32 33 - 35 11,6-14,8 7,0 - 10,2

< 15

37 - 80 20 - 40 2 - 8 1 - 6 0 - 1 2,7 - 6,5 1,5 - 3,7 0,2 - 0,4 0 - 0,10 0 - 0,1


(33)

Tabel 3.2 Hasil pemeriksaan patologi klinik Jenis Pemeriksaan Satuan

Unit

Tanggal 27 Mei 2011

Keterangan Nilai Normal FAAL HEMOSTASIS PT+INR Waktu Protombin  ontrol  asien INR APTT  ontrol  asien WAKTU TROMBIN  ontrol  asien KIMIA KLINIK HATI Bilirubin Total Billirubin Direk Fosfatase alkali (ALP) AST/SGOT ALT/SGPT METABOLISME KARBOHIDRAT Glukosa Sewaktu  lukosa darah Ginjal  reum  reatinin  sam Urat Elektrolit detik detik detik detik detik detik mg/dl mg/dl U/L U/L U/L Mg/dl Mg/dl Mg/dl Mg/dl mEq/L mEq/L mEq/L 1 2.80 14.5 1.21 30.0 33.1 11.9 14.9 0.34 0.15 117 24 51 93.90 20.60 0.72 6.3 137 4.1 103 <1 0 – 0.2 40 - 129 <38 <41

<200 <50

0.70 – 1.20 <7.0

135 – 155 3.6 – 5.5 96 – 106


(34)

atrium 

alium 

lorida

3.3.2.2 Pemeriksaan Radiologi

Pasien telah melakukan pemeriksaan radiologi (foto basah) pada tanggal 4 Mei 2011. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dislokasi sepanjang 4 cm.


(35)

Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik pasien mendapat terapi obat-obatan, tindakan non operatif dan tindakan operatif. Pemberian obat-obatan sesuai dengan daftar obat yang tercantum dalam pedoman pelaksanaan (Manlak) yang dikeluarkan oleh Menkes RI. Adapun obat-obatan yang digunakan pasien dapat dilihat pada Tabel 3.3; 3.4 berikut ini.

Tabel 3.3 Daftar Obat-Obat yang Digunakan Pasien

Sediaan Tanggal Jenis Obat

Bentuk Dosis Dosis Sehari

Route

3 Mei 2011

IVFD RL Ceftriaxone Dulkolak Dulcolak Infus Injeksi Tablet Suppositoria 500 ml/botol 1 g/vial 5 mg/ tablet 10 mg / suppositoria

20 gtt/menit 1 g/12 jam 5mg/24 jam 10 mg/24 jam

Iv iv iv Rectal

4 Mei 2011 (OPERASI) IVFD RL Ceftriaxone Ranitidin Ketorolak Dulcolak Infus Injeksi Tablet Tablet Supositoria 500 ml/botol 1 gram/vial 50mg/ampul 30 mg/ampul 10 mg/ suppositoria 20 gtt/menit 1 g/12 jam 5mg/24 jam 90 mg / 24 jam 10 mg/24 jam

Iv iv iv iv Rectal

5 Mei 2011

IVFD RL Ceftriaxone Ranitidin Ketorolak Infus Injeksi Tablet Tablet 500 ml/botol 1 gram/vial 50mg/ampul 30 mg/ampul 20 gtt/menit 1 g/12 jam 5mg/24 jam 90 mg / 24 jam

Iv iv iv iv

6 Mei 2011

Ceftriaxone Ranitidin Ketorolak Cefadroxil Paracetamol Ranitidin Meloxicam Injeksi Injeksi Injeksi Tablet Tablet Tablet Tablet 1 gram/vial 50mg/ampul 30 mg/ampul 500 mg 500 mg 150 mg 7,5 mg

1 g/12 jam 5mg/24 jam 90 mg / 24 jam 2 X 1

3 X 1 2X 1 3 X 1

Iv iv iv Oral Oral Oral Oral

7 Mei 2011

Cefadroxil Paracetamol Ranitidin Meloxicam Tablet Tablet Tablet Tablet 500 mg 500 mg 150 mg 7,5 mg

2 X 1 3 X 1 2X 1 3 X 1

Oral Oral Oral Oral

8 Mei 2011

Cefadroxil Paracetamol Ranitidin Meloxicam Tablet Tablet Tablet Tablet 500 mg 500 mg 150 mg 7,5 mg

2 X 1 3 X 1 2X 1 3 X 1

Oral Oral Oral Oral


(36)

9 Mei 2011 Cefadroxil Paracetamol Ranitidin Meloxicam Tablet Tablet Tablet Tablet 500 mg 500 mg 150 mg 7,5 mg

2 X 1 3 X 1 2X 1 3 X 1

Oral Oral Oral Oral

10 Mei 2011

Cefadroxil Paracetamol Ranitidin Meloxicam Tablet Tablet Tablet Tablet 500 mg 500 mg 150 mg 7,5 mg

2 X 1 3 X 1 2X 1 3 X 1

Oral Oral Oral Oral

11 Mei 2011

Cefadroxil Paracetamol Ranitidin Meloxicam Tablet Tablet Tablet Tablet 500 mg 500 mg 150 mg 7,5 mg

2 X 1 3 X 1 2X 1 3 X 1

Oral Oral Oral Oral

12 Mei 2011

Cefadroxil Paracetamol Ranitidin Meloxicam Tablet Tablet Tablet Tablet 500 mg 500 mg 150 mg 7,5 mg

2 X 1 3 X 1 2X 1 3 X 1

Oral Oral Oral Oral

13 Mei 2011

Cefadroxil Paracetamol Ranitidin Meloxicam Tablet Tablet Tablet Tablet 500 mg 500 mg 150 mg 7,5 mg

2 X 1 3 X 1 2X 1 3 X 1

Oral Oral Oral Oral 14 Mei 2011 Cefadroxil

Ranitidin Tablet Tablet 500 mg 150 mg 2X 1 2X 1 Oral Oral 15 Mei 2011 Cefadroxil

Ranitidin Tablet Tablet 500 mg 150 mg 2X 1 2X 1 Oral Oral 16 Mei 2011 Cefadroxil

Ranitidin Tablet Tablet 500 mg 150 mg 2X 1 2X 1 Oral Oral 17 Mei 2011 Cefadroxil

Ranitidin Tablet Tablet 500 mg 150 mg 2X 1 2X 1 Oral Oral 18 Mei 2011 Cefadroxil

Ranitidin Tablet Tablet 500 mg 150 mg 2X 1 2X 1 Oral Oral 19 Mei 2011 Cefadroxil

Ranitidin Tablet Tablet 500 mg 150 mg 2X 1 2X 1 Oral Oral

20 Mei 2011 Cefadroxil Tablet 500 mg 2X 1 Oral

21 Mei 2011 Cefadroxil Tablet 500 mg 2X 1 Oral

22 Mei 2011 Cefadroxil Tablet 500 mg 2X 1 Oral

23 Mei 2011 Cefadroxil Tablet 500 mg 2X 1 Oral

24 Mei 2011 Cefadroxil Tablet 500 mg 2X 1 Oral

25 Mei 2011 Cefadroxil Tablet 500 mg 2X 1 Oral

26 Mei 2011 Cefadroxil Tablet 500 mg 2X 1 Oral

27 Mei 2011 Cefadroxil Tablet 500 mg 2X 1 Oral

28 Mei 2011 Cefadroxil Tablet 500 mg 2X 1 Oral

29 Mei 2011 Cefadroxil Tablet 500 mg 2X 1 Oral

30 Mei 2011 Cefadroxil Tablet 500 mg 2X 1 Oral

31 Mei 2011 Cefadroxil Tablet 500 mg 2X 1 Oral


(37)

Jenis Obat Bentuk Sediaan Rute

NaCl 0,9% Larutan non steril Topikal

Daryantulle® Kasa steril mengandung obat framisetin 1%

Topikal

Betadin® Larutan mengandung povidon iodin 10% Topikal

BAB IV PEMBAHASAN


(38)

Pasien masuk ke RSUP H. Adam Malik melalui Instalasi Rawat Jalan (IRJ), pada tanggal 3 Mei 2011 dalam keadaan sadar dengan keadaan pincang akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami pasien 9 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, telah disarankan untuk operasi tapi pasien menolak. Setelah kecelakaan pasien berobat ke pengobatan alternatif yaitu dukun patah selama 4 bulan tetapi tidak menghasilkan perbaikan dan mengalami keluhan pincang sehingga pasien memutuskan untuk pindah berobat ke RSUP H. Adam Malik. Pasien masuk melalui instalasi rawat jalan yaitu poli bedah, kemudian diperiksa oleh dokter, diagnosa awal pasien closed (R) neglected femur fracture, tanggal 4 Mei 2011 diberi tindakan Release fracture dan skeletal traksi, selanjutnya pasien dibawa ke bagian rawat inap di Rindu B3 bedah Ortopedi.

Selama dirawat, pasien mendapat terapi obat-obatan, tindakan non operatif dan operatif. Tindakan non operatif yang dilakukan adalah penderita tidur terlentang dengan kemiringan kepala 300 (head up 300). Satu sampai dua jari di bawah tuberositas tibia, dibor dengan Steinman pin, dipasang staple, ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan satu sampai dua bantal. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk callus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat dilatih untuk gerakan ekstensi dan fleksi. Terapi operatif dilakukan untuk pemasangan pen. Setelah itu, dilakukan traksi untuk mempertahankan reduksi dan merangsang penyembuhan.


(39)

Pasien pada tanggal 3 Mei 2011 didiagnosa neglected (R) femur fracture dengan kondisi subjektif adalah stabil. Pemeriksaan objektif yang dilakukan adalah sensorium: compos mentis (CM); tekanan darah (TD): 120/80 mmHg; denyut nadi (HR): 80x/menit; respiratory rate (RR): 18 x/menit; serta temperatur: 37oC. Pasien diberikan terapi berupa obat-obat yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Daftar Obat-Obat yang Digunakan pada Tanggal 3 Mei 2011

Sediaan Tanggal Jenis Obat

Bentuk Kekuatan Dosis Sehari Route

3/05/2011

IVFD RL Ceftriaxon Dulcolax Dulcolax

Infus Injeksi

Tablet Suppositoria

500 ml/botol 1 g/vial 5 mg / tab 10 mg /supp

20 gtt/menit 1 g/12 jam Pre op. Pre op.

iv iv oral rectal

4.1.1 Pengkajian Tepat Pasien

Data hasil pemeriksaan laboratorium patologi klinik menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan normal. Hasil diagnosis dokter menyatakan bahwa pasien mengalami closed (R) neglected femur fracture berdasarkan foto radiologi (X-Ray) dimana terlihat tungkai kaki kanan pendek sebelah. Kriteria diagnosis untuk fraktur adalah adanya riwayat cedera seperti: jatuh, benturan langsung atau kecelakaan lalu lintas. Pemeriksaan fisik pasien berupa:

- Look (inspeksi): deformitas (+) - Feel/palpasi: NVD (+)

- Movement/gerakan: DOF (+)

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan radiologi nampak dua sendi dan dua pandang (AP lateral) (Rusdijas, 2007). Diagnosis dokter sudah tepat pasien.


(40)

IVFD ringer laktat diindikasikan untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi (Kasim, 2008), rehidrasi pada seluruh tipe dehidrasi dan mengembalikan volume cairan tubuh yang hilang (Phillips, 2005). Namun, dari pemeriksaan patologi klinik terlihat bahwa pasien tidak mengalami dehidrasi. Pemberian infus ringer laktat dimaksudkan sebagai jalan obat suntik untuk mempermudah masuk ke dalam darah. Pemberian infus ringer laktat sudah tepat indikasi.

Injeksi seftriakson diindikasikan untuk pengobatan infeksi saluran nafas bagian bawah, infeksi kulit, infeksi tulang dan sendi, infeksi intraabdominal, dan infeksi saluran urin. Penyakit inflamasi pelvis, gonorhoea, dan mengitis (Anderson, et. al., 2002). Injeksi seftriakson tepat indikasi dengan keadaan pasien yang dari pemeriksaan patologi klinik diduga sedang mengalami infeksi. Terapi antibiotik sering diberikan ketika diduga terjadi infeksi meskipun belum terbukti (Kasim, 2008).

Dulkolax suppositoria dan dulkolax tablet mengandung senyawa bisakodil dengan indikasi laksatif stimulant, digunakan untuk persiapan radiologi, sigmoidoskopi, atau pembedahan (Depkes R.I., 2007). Pemberian dulcolax suppositoria dan tablet sudah tepat indikasi.

4.1.3 Pengkajian Tepat Obat

IVFD ringer laktat diindikasikan untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi (Kasim, 2008), rehidrasi pada seluruh tipe dehidrasi dan mengembalikan volume cairan tubuh yang hilang (Phillips, 2005). Namun, dari pemeriksaan patologi klinik terlihat bahwa pasien tidak mengalami dehidrasi. Pemberian infus ringer laktat dimaksudkan sebagai jalan obat suntik untuk


(41)

mempermudah masuk ke dalam darah. Pemberian infus ringer laktat sudah tepat indikasi.

Menurut Standar Pelayanan Medis Buku 4, antibiotik yang digunakan untuk terapi fraktur adalah antibiotika golongan sefalosporin dan golongan quinolon akan tetapi sebaiknya sebelum menentukan jenis antibiotik yang digunakan, harus dilakukan uji sensitivitas kultur kuman (jasad renik) terlebih dahulu. Uji kultur harus dilakukan sebelum suatu antibiotik diberikan, sebelum uji kultur dilakukan boleh diberikan antibiotik empirik, tetapi selanjutnya harus mengikuti hasil uji kultur (Miller, et al., 1997). Kelompok bakteri, meskipun berasal dari jenis yang sama, dapat bervariasi sensitivitasnya terhadap antibiotik. Informasi tentang antibiotik terhadap mikroorganisme penginfeksi menjadi sangat penting untuk seleksi obat yang tepat (Brunton, et al., 2006).

Seftriakson adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang mempunyai aktivitas menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan berikatan dengan satu atau lebih ikatan protein yang selanjutnya akan menghambat tahap transpeptidase pada sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akan mengalami lisis karena aktivitas enzim autolitik (autosilin dan murein hidrolase) saat dinding sel bakteri terhambat (Craig and Stitzel, 2005). Seftriakson adalah antibiotik yang paling aktif melawan bakteri yang resisten terhadap penicillin dan antibiotik ini dianjurkan sebagai antibiotik emperikal untuk infeksi yang serius (Katzung, 2007). Pemberian seftriakson tepat obat.

Bisakodil merupakan laksatif stimulant. Pemberian rektal menyebabkan pengosongan kolon dalam waktu 15 menit sampai 1 jam sedangkan pemberian


(42)

oral menyebabkan pengosongan kolon dalam waktu ± 10 jam. Laksatif stimulan menginduksi defekasi dengan merangsang aktivitas peristaltik usus yang bersifat propulsive yang selektif pada saraf dari otot halus usus sehingga meningkatkan motilitas (Depkes R.I., 2007). Penggunaan dulcolax sudah tepat untuk persiapan operasi.

4.1.4 Pengkajian Tepat Dosis

Ketepatan dosis meliputi ketepatan cara pemberian, lama pemberian, saat pemberian dan interval dosis. Adapun kajian ketepatan dosis dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Pengkajian Tepat Dosis Tangal 3 Mei 2011

Jenis Obat Bentuk Sediaan Kekuat an Sediaan Regimen Dosis Route Pemberian Lama Pemberi an Saat Pemberi an Interval Pemberi an IVFD RL Infus (Ano-nimc,

2000) 500 ml/botol (Pramud i-anto, 2008) 2,5 ml/kg BB/jam (Pramudi anto, 2008) iv (Anonimc,

2000) Karena digunaka n sebagai jalan obat maka tetap digunaka n selama penggun a-an obat iv lainnya (Anonim e , 2000) Sebelum penggun a-an obat iv lainnya Tergantu ng dosis indivi-dual (Pramudi anto, 2008) Seftriak son Injeksi (DepkesR.I ., 2007) 1 g/vial (Depkes R.I., 2007) 1-2 g (Depkes R.I., 2007) iv (Depkes R.I., 2007) 7-14 hari (Depkes R.I., 2007) Diberika n perlahan-lahan Setiap 12 jam (DepkesR .I., 2007)


(43)

Dulcola x Suppositor ia (Depkes R.I., 2007) 10 mg/supp Dosis lazim 10 mg dosis tunggal Rectal Lama pemberia n tidak lebih dari 7 hari (Depkes R.I., 2007) Supposit oria harus diberikan 1-2 jam sebelum prosedur Dosis tunggal setiap 24 jam Dulcola x Tablet (Depkes R.I., 2007)

5 mg/tab Dosis lazim 5

mg diminum langsung 2 tablet

Oral Tablet

diberikan 2 sebelum

tidur

IVFD Ringer Laktat berbentuk infus dengan kekuatan sediaan 500 ml/botol. Menurut MIMS 2008, dosis Infus Ringer Laktat adalah 2,5 ml/kg BB/jam. Perhitungan dosis ini berlaku bila pasien menjalani puasa sehingga untuk mencegah terjadinya dehidrasi maka dosis perlu disesuaikan. Dalam hal ini, infus RL hanya digunakan sebagai jalan obat suntik kedalam darah sehingga dosis yang diberikan dianggap tepat.

Dari tabel dapat dilihat Seftriakson berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 1 g/vial. Dosis lazim untuk dewasa = 1-2 g setiap 12 jam Dosis pemberian pada pasien 1 g/12 jam. Jadi dosis yang diberikan sudah tepat.

Dosis suppositoria dulcolax adalah 10 mg sehari merupakan dosis tunggal, dan dosis tablet dulcolax adalah 5 mg. Pemberian dulcolax suppositoria dan tablet tepat dosis.

4.1.5 Pengkajian Waspada Efek Samping

Setiap obat memiliki efek samping dan interaksi obat yang tidak diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi


(44)

obat oleh apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam mengoptimalkan terapi pasien. Efek samping dan interaksi obat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal 10 s/d 14 Desember 2010

Jenis Obat Efek Samping Interaksi obat

IVFD RL Komplikasi lokal biasanya dapat dilihat pada atau disekitar lokasi penyisipan atau terjadi sebagai hasil kegagalan mekanis, yaitu panas dan iritasi. Komplikasi ini adalah lebih umum dibanding komplikasi yang sistemik. Komplikasi sistemik adalah terjadi di dalam sistem pembuluh (Philips, 2005)

Seftriakson Diare, mual, muntah, sakit pada tempat suntikan, rash dan pruritus (Depkes R.I., 2007)

Dulkolak

Pemberian secara rectal dapat menyebabkan iritasi dan rasa terbakar pada mukosa rectum ( depkes R.I,.2007)

Obat-Hasil lab: Metronidazol

meningkatkan nilai SGOT dan enzim lainnya (Hardjosaputra, dkk, 2008)

 Obat-Makanan: Tidak ada obat yang berinteraksi (Stockley, 2006)

4.1.6 Rekomendasi Untuk Dokter

Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi pengkajian dan perencanaan.

Assessment/Pengkajian:

Pemberian antibiotik seharusnya berdasarkan hasil uji sensitivitas kultur kuman. Uji sensitivitas kultur kuman (jasad renik) harus dilakukan untuk


(45)

memastikan bakteri atau mikroorganisme patogen jenis apa yang menyerang tubuh sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat (Miller, et all., 2003).

Planning/Perencanaan:

Dilakukan uji kultur untuk menetapkan antibiotik yang tepat (Aslam, dkk., 2003).

4.2 Pembahasan Tanggal 4 Mei 2011

Pasien pada tanggal 4 Mei 2011 didiagnosa marulion fracture d/t (R) femur dengan kondisi subjektif adalah stabil. Pemeriksaan objektif yang dilakukan adalah sensorium: compos mentis (CM); tekanan darah (TD): 120/80 mmHg; denyut nadi (HR): 80x/menit; respiratory rate (RR): 18 x/menit; serta temperatur: 370C. Pasien diberikan terapi berupa obat-obat yang dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Daftar Obat-Obat yang Digunakan pada Tanggal 4 Mei 2011

Sediaan Tanggal Jenis Obat

Bentuk Kekuatan Dosis Sehari

Rout e

4/05/2011

IVFD RL Ceftriaxon Dulcolax Ranitidin Ketorolak

Infus Injeksi Suppositoria

Injeksi injeksi

500 ml/botol 1 g/vial 10 mg/supp 50 mg/Ampul 30 mg /Ampul

20 gtt/menit 1 g/12 jam

Pre op 50 mg/12 jam

30 mg/8 jam

Iv iv rectal

iv iv

4.2.1 Pengkajian Tepat Pasien

Data hasil pemeriksaan laboratorium patologi klinik menunjukkan keadaan yang normal dari pasien. Hasil diagnosis dokter menyatakan bahwa pasien mengalami marulion fracture d/t (R) femur berdasarkan foto radiologi (X-Ray) dimana terlihat tungkai kaki kanan pendek sebelah. Kriteria diagnosis untuk fraktur adalah adanya riwayat cedera seperti: jatuh, benturan langsung atau kecelakaan lalu lintas. Pemeriksaan fisik pasien berupa:


(46)

- Feel/palpasi: NVD (+)

- Movement/gerakan: DOF (+)

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan radiologi nampak dua sendi dan dua pandang (AP lateral) (Rusdijas, 2007). Diagnosis dokter sudah tepat pasien.

4.2.2 Pengkajian Tepat Indikasi

Pemberian infus ringer laktat dimaksudkan sebagai jalan obat suntik untuk mempermudah masuk ke dalam darah. Pemberian infus ringer laktat sudah tepat indikasi.

Injeksi Seftriakson diindikasikan untuk infeksi saluran nafas bagian bawah, infeksi kulit, infeksi tulang dan sendi, infeksi intraabdominal, infeksi saluran urin. Penyakit inflamasi pelvis, gonorrhea, dan meningitis (Anderson, et.al., 2002). Terapi antibiotik sering diberikan ketika diduga terjadi infeksi meskipun belum terbukti (Kasim, 2008). Injeksi seftriakson tepat indikasi dengan keadaan pasien pasca operasi yang rentan terhadap infeksi.

Dulcolax suppositoria dan dulcolax tablet mengandung senyawa bisakodil dengan indikasi laksatif stimulan, digunakan untuk persiapan radiologi, sigmoidoskopi, atau pembedahan (Depkes R.I., 2007). Pemberian dulcolax suppositoria dan tablet sudah tepat indikasi.

Injeksi Ranitidin tepat indikasi dengan keadaan hipersekresi asam lambung pada pasien pasca bedah dan sebagai anti histamin penghambat reseptor H2 (AH2) untuk mencegah ulkus yang dapat disebabkan oleh injeksi ketorolak


(47)

lambung sehingga dengan pemberian ranitidin sekresi cairan lambung akan dihambat (Ganiswara, 1995)

Injeksi Ketorolak tepat indikasi dengan keadaan pasien yang mengalami nyeri setelah operasi. Injeksi Ketorolak diindikasikan untuk pengobatan jangka pendek nyeri akut sedang sampai dengan berat pasca operasi (Depkes RI, 2007; Tatro, 2003; Pramudianto, dkk., 2008; Sweetman, 2007).

4.2.3 Pengkajian Tepat Obat

Pemberian IVFD RL tepat obat dimana digunakan sebagai jalan masuknya obat injeksi kedalam darah.

Pemberian seftriakson tepat obat karena digunakan sebagai antibiotik pasca bedah dimana pasien rentan terhadap infeksi.

Bisakodil merupakan laksatif stimulant. Pemberian rektal menyebabkan pengosongan kolon dalam waktu 15 menit sampai 1 jam. Laksatif stimulan menginduksi defekasi dengan merangsang aktivitas peristaltik usus yang bersifat propulsive yang selektif pada saraf dari otot halus usus sehingga meningkatkan motilitas (Depkes R.I., 2007). Penggunaan dulcolax sudah tepat untuk persiapan operasi.

Pemberian Injeksi Ketorolak sudah tepat obat sebagai analgetik pasca operasi. Ketorolak termasuk golongan obat AINS dengan kerja sebagai analgetik. AINS bekerja menghambat enzim siklooksigenase yang secara langsung menghambat biosintesis prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat

(Sweetman, 2007; Depkes RI, 2007).

Pemberian Injeksi Ranitidin sudah tepat obat sebagai Anti Histamin Penghambat Reseptor H2 (AH2) untuk mencegah ulkus yang dapat disebabkan


(48)

oleh injeksi ketorolak (Gol. AINS). Ranitidin bekerja dengan menghambat reseptor H2 yang merangsang sekresi asam lambung. Ranitidin bekerja cepat,

spesifik dan reversibel melalui pengurangan kadar ion hidrogen cairan lambung (Hardjosaputra, 2008).

4.2.4 Pengkajian Tepat Dosis

Ketepatan dosis meliputi ketepatan cara pemberian, lama pemberian, saat pemberian dan interval dosis. Adapun kajian ketepatan dosis dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Pengkajian Tepat Dosis Tangal 4 Mei 2011

Jenis Obat Bentuk Sediaan Kekuatan Sediaan Regimen Dosis Route Pemberian Lama Pemberian Saat Pemberian Inter-val Pemberian

IVFD RL Infus

(Ano-nimc, 2000) 500 ml/botol (Pramudi-anto, 2008) 2,5 ml/kg BB/jam (Pramudia nto, 2008) iv (Anonimc,

2000) Karena digunakan sebagai jalan obat maka tetap digunakan selama pengguna-an obat iv

lainnya (Anonimc,

2000)

Sebelum pengguna-an obat iv lainnya Tergantung dosis indivi-dual (Pramudian to, 2008) Seftriakso n Injeksi (Depkes R.I., 2007) 1 g/vial (Depkes R.I., 2007) 1-2 g (Depkes R.I., 2007) iv (Depkes R.I., 2007) 7-14 hari (Depkes R.I., 2007) Diberikan perlahan-lahan Setiap 12 jam (DepkesR.I. , 2007) Dulcolax Supposit oria (Depkes R.I., 2007) 10 mg/supp Dosis lazim 10 mg dosis tunggal rektal Lama pemberian tidak lebih dari 7 hari (Depkes Suppositori a harus diberikan 1-2 jam sebelum Dosis tunggal setiap 24 jam


(49)

R.I., 2007) prosedur Ketorolak/ Injeksi / 30 mg /ampul (Sweetma n, 2007)

injeksi 30 mg / ampul

Dosis lazim

10-30 mg setiap 4- 6

jam mak-simum 120 mg per hari (Sweetma n, 2007)

Iv 2 hari

(Sweetman, 2007). 30 menit sebelum mengingin kan efek analgesik (Tatro, 2003) Setiap 4-6 jam (Sweetman, 2007)

Ranitidine injeksi 50 mg /ampul Dosis lazim untuk dewasa 50 mg setiap 12 jam (Mehta, 2006). iv (Depkes R.I., 2007 Lama pemberian 2 minggu (Anderson,

et al., 2002; Mehta, 2006) Diberikan perlahan tidak kurang dari 2 menit (Sweetman, 200) Setiap 12 jam (Ander-son, et al., 2002;

Mehta, 2006)

IVFD Ringer Laktat berbentuk infus dengan kekuatan sediaan 500 ml/botol. Menurut MIMS 2008, dosis Infus Ringer Laktat adalah 2,5 ml/kg BB/jam. Dalam hal ini, infus RL hanya digunakan sebagai jalan masuknya obat suntik sehingga Dosis yang diberikan dianggap tepat.

Seftriakson berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 1 g/vial. Dosis lazim untuk dewasa = 1-2 g setiap 12 jam (Roach, 2007). Pemberian iv secara lambat 3-5 menit dan melalui infus 20-60 menitdengan interval pemberian setiap 12 jam (Sweetman, 2007; Anderson, et al., 2002).Dosis pemberian pada pasien 1 g/12 jam. Jadi dosis yang diberikan sudah tepat.


(50)

Dosis suppositoria dulcolax adalah 10 mg sehari merupakan dosis tunggal, Pemberian dulcolax suppositoria dan tablet tepat dosis.

Ketorolak berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 30 mg/ampul. Dosis lazim untuk dewasa 10-30 mg setiap 4-6 jam maksimum 120 mg per hari (Sweetman, 2007). Lama pemberian 2 hari dengan interval setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan (Sweetman, 2007). Berdasarkan literatur pemberian injeksi ketorolak seharusnya 30 mg/6 jam, akan tetapi melihat kondisi pasien yang tidak mengalami nyeri hebat maka pemberian injeksi ketorolak 30 mg/8 jam bila diperlukan sudah tepat .

Ranitidin berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 50 mg/ampul. Dosis lazim untuk dewasa 50 mg setiap 12 jam (Mehta, 2006). Lama pemberian 2 minggu dengan interval setiap 12 jam (Anderson, et al., 2002; Mehta, 2006). Dosis pemberian pada pasien 50 mg/12 jam sudah tepat.

4.2.5 Pengkajian Waspada Efek Samping

Setiap obat memiliki efek samping dan interaksi obat yang tidak diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi obat oleh apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam mengoptimalkan terapi pasien. Efek samping dan interaksi obat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4..

Tabel 4.6 Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal 4 Mei 2011

Jenis Obat Efek Samping Interaksi obat

IVFD RL Komplikasi lokal biasanya dapat dilihat pada atau disekitar lokasi penyisipan atau terjadi sebagai hasil kegagalan mekanis, yaitu panas dan iritasi. Komplikasi ini

Obat-Hasil lab: Metronidazol

meningkatkan nilai SGOT dan


(51)

adalah lebih umum dibanding komplikasi yang sistemik. Komplikasi sistemik adalah terjadi di dalam sistem pembuluh (Philips, 2005)

Seftriakson Diare, mual, muntah, sakit pada tempat suntikan, rash dan pruritus (Depkes R.I., 2007)

Dulkolak

Pemberian secara rectal dapat menyebabkan iritasi dan rasa terbakar pada mukosa rectum ( depkes R.I,.2007)

Ketorolak Sakit kepala, pusing, cemas, depresi, sulit konsentrasi, mual, diare, konstipasi, sakit lambung, perasaan kenyang, muntah, kembung, luka lambung, tidak ada nafsu makan, sampai pendarahan lambung & saluran pembuangan, sakit di daerah tempat penyuntikan (Depkes RI, 2007) Ranitidin Aritmia, bradikardia, sakit kepala,

fatigue, pusing, insomnia, halusinasi, depresi, rash, mual, diare, konstipasi, agranulositosis (Tatro, 2003)

enzim lainnya (Hardjosaputra, dkk, 2008)

4.2.6 Rekomendasi Untuk Dokter

Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi pengkajian dan perencanaan.


(52)

Pengkajian:

Penggunaan antibiotik seftriakson tanpa adanya uji kultur kuman. Uji sensitivitas kultur kuman (jasad renik) harus dilakukan untuk memastikan bakteri atau mkroorganisme patogen jenis apa yang menyerang tubuh sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat (Miller, et. al., 2003).

Planning/Perencanaan:

Uji kultur kuman harus tetap dilaksanakan meskipun tidak terlihat adanya pus atau nanah pada pasien.

4.3 Pembahasan Tanggal 5 Mei 2011

Pasien pada tanggal 5 Mei 2011 didiagnosa marulion fracture d/t (R) femur dengan kondisi subjektif adalah stabil. Pemeriksaan objektif yang dilakukan adalah sensorium: compos mentis (CM); tekanan darah (TD): 120/80 mmHg; denyut nadi (HR): 80x/menit; respiratory rate (RR): 18 x/menit; serta temperatur: 36,70C. Pasien diberikan terapi berupa obat-obat yang dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Daftar Obat-Obat yang Digunakan pada Tanggal 5 Mei 2011

Sediaan Tanggal Jenis Obat

Bentuk Kekuatan Dosis Sehari

Rout e

5/05/2011

IVFD RL Ceftriaxon Ranitidin Ketorolak

Infus Injeksi Injeksi Injeksi

500 ml/botol 1 g/vial 50 mg/Ampul 30 mg /Ampul

20 gtt/menit 1 g/12 jam 50 mg/12 jam

30 mg/8 jam

Iv iv iv iv

4.3.1 Pengkajian Tepat Pasien

Data hasil pemeriksaan laboratorium patologi klinik menunjukkan keadaan yang normal dari pasien. Hasil diagnosis dokter menyatakan bahwa pasien mengalami marulion fracture d/t (R) femur berdasarkan foto radiologi (X-Ray)


(53)

dimana terlihat tungkai kaki kanan pendek sebelah. Kriteria diagnosis untuk fraktur adalah adanya riwayat cedera seperti: jatuh, benturan langsung atau kecelakaan lalu lintas. Pemeriksaan fisik pasien berupa:

- Look (inspeksi): deformitas (+) - Feel/palpasi: NVD (+)

- Movement/gerakan: DOF (+)

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan radiologi nampak dua sendi dan dua pandang (AP lateral) (Rusdijas, 2007). Diagnosis dokter sudah tepat pasien.

4.3.2 Pengkajian Tepat Indikasi

Pemberian infus ringer laktat sudah tepat indikasi yaitu sebagai jalan masuknya obat injeksi dimana kondisi pasien yang masih menggunakan obat injeksi.

Injeksi seftriakson tepat indikasi dengan keadaan pasien pasca operasi yang rentan terhadap infeksi.

Injeksi Ketorolak diindikasikan untuk pengobatan jangka pendek nyeri akut sedang sampai dengan berat pasca operasi (Depkes RI, 2007; Tatro, 2003; Pramudianto, dkk., 2008; Sweetman, 2007). Injeksi Ketorolak tepat indikasi dengan keadaan pasien yang mengalami nyeri setelah operasi.

Injeksi Ranitidin diindikasikan untuk pengobatan dan pemeliharaan terhadap ulkus duodenal, penanganan refluks esofagitis, pengobatan jangka pendek ulkus gaster benign, pengobatan pada kondisi hipersekretori patologik dan hipersekresi pasca bedah (Tatro, 2003; Depkes RI, 2007; Hardjosaputra, 2008).


(54)

Injeksi Ranitidin tepat indikasi dengan keadaan hipersekresi asam lambung pada pasien pasca bedah.

4.3.3 Pengkajian Tepat Obat

Pemberian IVFD RL tepat obat untuk jalan masuknya obat injeksi, karena pasien masih menggunakan obat injeksi.

. Pemberian injeksi seftriakson tidak tepat obat sebagai antibiotik pasca operasi karena tidak dilakukannya uji kultur terlebih dahulu. Menurut Standar Pelayanan Medis Buku 4, antibiotik yang digunakan untuk terapi fraktur adalah antibiotika golongan sefalosforin dan golongan quinolon akan tetapi sebaiknya sebelum menentukan jenis antibiotik yang digunakan, harus dilakukan uji sensitivitas kultur kuman (jasad renik) terlebih dahulu. Kelompok bakteri, meskipun berasal dari jenis yang sama, dapat bervariasi sensitifitasnya terhadap antibiotik. Informasi tentang antibiotik terhadap mikroorganisme penginfeksi menjadi sangat penting untuk seleksi obat yang tepat (Brunton, et al., 2006).

Pemberian Injeksi Ketorolak sudah tepat obat sebagai analgetik pasca operasi. Ketorolak termasuk golongan obat AINS dengan kerja sebagai analgetik. AINS bekerja menghambat enzim siklooksigenase yang secara langsung menghambat biosintesis prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat

(Sweetman, 2007; Depkes RI, 2007).

Pemberian Injeksi Ranitidin sudah tepat obat sebagai Anti Histamin Penghambat Reseptor H2 (AH2) untuk mencegah ulkus yang dapat disebabkan

oleh injeksi ketorolak (Gol. AINS). Ranitidin bekerja dengan menghambat reseptor H2 yang merangsang sekresi asam lambung


(55)

Ketepatan dosis meliputi ketepatan cara pemberian, lama pemberian, saat pemberian dan interval dosis. Adapun kajian ketepatan dosis dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Pengkajian Tepat Dosis Tangal 5 Mei 2011

Jenis Obat Bentuk Sediaan Kekuatan Sediaan Regimen Dosis Route Pemberian Lama Pemberian Saat Pemberian Interval Pemberian

IVFD RL Infus

(Ano-nimc, 2000) 500 ml/botol (Pramudi-anto, 2008) 2,5 ml/kg BB/jam (Pramudia nto, 2008)

iv (Anonimc, 2000) Karena digunakan sebagai jalan obat maka tetap digunakan selama pengguna-an obat iv

lainnya (Anonimc,

2000)

Sebelum pengguna-an obat iv lainnya Tergantung dosis indivi-dual (Pramudian to, 2008) Seftriakson Injeksi (Depkes R.I., 2007) 1 g/vial (Depkes R.I., 2007) 1-2 g (Depkes R.I., 2007)

iv (Depkes R.I., 2007) 7-14 hari (Depkes R.I., 2007) Diberikan perlahan-lahan Setiap 12 jam (DepkesR.I. , 2007) Ketorolak/

Injeksi / 30 mg /ampul (Sweetman,

2007)

injeksi 30 mg / ampul

Dosis lazim

10-30 mg setiap 4-

6 jam mak-simum 120 mg per hari (Sweetma n, 2007)

Iv 2 hari

(Sweetman, 2007). 30 menit sebelum mengingin kan efek analgesik (Tatro, 2003) Setiap 4-6 jam (Sweetman, 2007)


(56)

Ranitidine injeksi 50 mg /ampul

Dosis lazim untuk dewasa

50 mg setiap 12

jam (Mehta,

2006).

iv (Depkes R.I., 2007

Lama pemberian

2 minggu (Anderson,

et al., 2002; Mehta,

2006)

Diberikan perlahan

tidak kurang dari

2 menit (Sweetman,

200)

Setiap 12 jam (Ander-son, et al., 2002;

Mehta, 2006)

IVFD Ringer Laktat berbentuk infus dengan kekuatan sediaan 500 ml/botol. Menurut MIMS 2008, dosis Infus Ringer Laktat adalah 2,5 ml/kg BB/jam. Perhitungan dosis ini berlaku bila pasien menjalani puasa sehingga untuk mencegah terjadinya dehidrasi maka dosis perlu disesuaikan. Dalam hal ini, infus RL hanya digunakan sebagai jalan obat sehingga dosis yang diberikan dianggap tepat.

Seftriakson berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 1 g/vial. Dosis lazim untuk dewasa = 1-2 g setiap 12 jam (Roach, 2007). Pemberian iv secara lambat 3-5 menit dan melalui infus 20-60 menitdengan interval pemberian setiap 12 jam (Sweetman, 2007; Anderson, et al., 2002).Dosis pemberian pada pasien 1 g/12 jam. Jadi dosis yang diberikan sudah tepat.

Ketorolak berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 30 mg/ampul. Dosis lazim untuk dewasa 10-30 mg setiap 4-6 jam maksimum 120 mg per hari (Sweetman, 2007). Lama pemberian 2 hari dengan interval setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan (Sweetman, 2007). Berdasarkan literatur pemberian injeksi ketorolak seharusnya 30 mg/6 jam, akan tetapi melihat kondisi pasien yang tidak mengalami nyeri hebat maka pemberian injeksi ketorolak 30 mg/8 jam bila diperlukan sudah tepat .


(57)

Ranitidin berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 50 mg/ampul. Dosis lazim untuk dewasa 50 mg setiap 12 jam (Mehta, 2006). Lama pemberian 2 minggu dengan interval setiap 12 jam (Anderson, et al., 2002; Mehta, 2006). Dosis pemberian pada pasien 50 mg/12 jam sudah tepat.

4.3.5 Pengkajian Waspada Efek Samping

Setiap obat memiliki efek samping dan interaksi obat yang tidak diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi obat oleh apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam mengoptimalkan terapi pasien. Efek samping dan interaksi obat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal 5 Mei 2011

Jenis Obat Efek Samping Interaksi obat

IVFD RL Komplikasi lokal biasanya dapat dilihat pada atau disekitar lokasi penyisipan atau terjadi sebagai hasil kegagalan mekanis, yaitu panas dan iritasi. Komplikasi ini adalah lebih umum dibanding komplikasi yang sistemik. Komplikasi sistemik adalah terjadi di dalam sistem pembuluh (Philips, 2005)

Seftriakson Diare, mual, muntah, sakit pada tempat suntikan, rash dan pruritus (Depkes R.I., 2007)

Obat-Hasil lab: Metronidazol

meningkatkan nilai SGOT dan enzim lainnya (Hardjosaputra, dkk, 2008)

 Obat-Makanan: Tidak ada obat yang berinteraksi (Stockley, 2006)


(58)

Ketorolak Sakit kepala, pusing, cemas, depresi, sulit konsentrasi, mual, diare, konstipasi, sakit lambung, perasaan kenyang, muntah, kembung, luka lambung, tidak ada nafsu makan, sampai pendarahan lambung & saluran pembuangan, sakit di daerah tempat penyuntikan (Depkes RI, 2007) Ranitidin Aritmia, bradikardia, sakit kepala,

fatigue, pusing, insomnia, halusinasi, depresi, rash, mual, diare, konstipasi, agranulositosis (Tatro, 2003)

4.3.6 Rekomendasi Untuk Dokter

Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi pengkajian dan perencanaan.

Pengkajian:

Pemberian antibiotik seharusnya berdasarkan hasil uji sensitivitas kultur kuman. Uji sensitivitas kultur kuman (jasad renik) harus dilakukan untuk memastikan bakteri atau mikroorganisme patogen jenis apa yang menyerang tubuh sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat (Miller, et all., 2003).

Saran:

Dilakukan uji kultur untuk menetapkan antibiotik yang tepat (Aslam, dkk., 2003).

4.4 Pembahasan Tanggal 6 Mei 2011

Pasien pada tanggal 6 Mei 2011 didiagnosa marulion fracture d/t (R) femur dengan kondisi subjektif adalah stabil. Pemeriksaan objektif yang dilakukan adalah sensorium: compos mentis (CM); tekanan darah (TD): 120/80 mmHg;


(59)

denyut nadi (HR): 80x/menit; respiratory rate (RR): 18 x/menit; serta temperatur: 36,70C. Pasien diberikan terapi berupa obat-obat yang dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Daftar Obat-Obat yang Digunakan pada Tanggal 6 Mei 2011

Sediaan Tanggal Jenis Obat

Bentuk Kekuatan Dosis Sehari

Rout e 6/05/2011 IVFD RL Ceftriaxon Ranitidin Ketorolak Sefadroksil Paracetamol Ranitidin Meloxicam Infus Injeksi Injeksi injeksi Tablet Tablet Tablet Tablet 500 ml/botol 1 g/vial 50 mg/Ampul 30 mg /Ampul

500 mg 500 mg 150 mg 7,5 mg

20 gtt/menit 1 g/12 jam 50 mg/12 jam 30 mg/8 jam 2 X 1

3 X 1 2X 1 3 X 1

Iv iv iv iv Oral Oral Oral Oral

4.4.1 Pengkajian Tepat Pasien

Data hasil pemeriksaan laboratorium patologi klinik menunjukkan keadaan yang normal dari pasien. Hasil diagnosis dokter menyatakan bahwa pasien mengalami marulion fracture d/t (R) femur berdasarkan foto radiologi (X-Ray) dimana terlihat tungkai kaki kanan pendek sebelah. Kriteria diagnosis untuk fraktur adalah adanya riwayat cedera seperti: jatuh, benturan langsung atau kecelakaan lalu lintas. Pemeriksaan fisik pasien berupa:

- Look (inspeksi): deformitas (+) - Feel/palpasi: NVD (+)

- Movement/gerakan: DOF (+)

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan radiologi nampak dua sendi dan dua pandang (AP lateral) (Rusdijas, 2007). Diagnosis dokter sudah tepat pasien.


(60)

4.4.2 Pengkajian Tepat Indikasi

Pemberian infus ringer laktat sudah tepat indikasi yaitu sebagai jalan masuknya obat injeksi dimana kondisi pasien yang masih menggunakan obat injeksi pada pagi harinya sebelum digantikan dengan obat oral pada malam harinya.

Injeksi seftriakson tepat indikasi dengan keadaan pasien pasca operasi yang rentan terhadap infeksi.

Injeksi Ketorolak tepat indikasi dengan keadaan pasien yang mengalami nyeri setelah operasi.

Injeksi Ranitidin tepat indikasi dengan keadaan hipersekresi asam lambung pada pasien pasca bedah dan sebagai Anti Histamin Penghambat Reseptor H2 (AH2) untuk mencegah ulkus yang dapat disebabkan oleh injeksi

ketorolak (Gol. AINS)

Sefadroksil diindikasikan untuk pengobatan infeksi ringan sampai sedang (Sweetman, 2007), infeksi saluran nafas atas dan bawah, kulit dan jaringan lunak, saluran kemih, tulang dan persendian (Hardjosaputra, 2008). Pemberian Sefadroksil tepat indikasi dengan keadaan pasien pasca operasi yang rentan terhadap infeksi.

Parasetamol diindikasikan untuk pengobatan nyeri ringan sampai sedang dan pengobatan demam (Sweetman, 2007). Dalam hal ini kondisi pasien tidak demam, nyeri dan mengalami nyeri hebat maka penggunaan paracetamol tidak tepat indikasi.

Pemberian Meloxicam tepat indikasi. Meloxikam diindikasikan untuk analgesik. Meloxikam merupakan analgesik golongan NSAID yang bekerja


(61)

menghambat menghambatsiklooksigenase(COX), yangenzimyang bertanggung jawab untuk mengubahasam arakidonatmenjadiprostaglandin H 2 -langkah pertama dalam sintesisprostaglandin, yang merupakan mediator peradangan.

4.4.3 Pengkajian Tepat Obat

Pemberian IVFD RL tepat obat untuk jalannya masuknya obat injeksi karena pasien masih menggunakan obat injeksi.

Pemberian seftriakson tidak tepat obat karena pemberian seftriakson tanpa dilakukan uji kultur terlebih dahulu.

Pemberian Injeksi Ketorolak sudah tepat obat sebagai analgetik pasca operasi. Ketorolak termasuk golongan obat AINS dengan kerja sebagai analgetik. AINS bekerja menghambat enzim siklooksigenase yang secara langsung menghambat biosintesis prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat

(Sweetman, 2007; Depkes RI, 2007).

Pemberian Injeksi Ranitidin sudah tepat obat untuk mencegah ulkus yang dapat disebabkan oleh injeksi ketorolak (Gol. AINS). Ranitidin bekerja dengan menghambat reseptor H2 yang merangsang sekresi asam lambung. Ranitidin

bekerja cepat, spesifik dan reversibel melalui pengurangan kadar ion hidrogen cairan lambung (Hardjosaputra, 2008).

Pemberian Sefadroksil tidak tepat obat. Secara defenitif (Antimicrobial Drug Documented Therapy) dan menurut Standar Pelayanan Medis Rusdijas 2007 antibiotik yang digunakan untuk terapi fraktur adalah antibiotika golongan sefalosforin dan golongan quinolon akan tetapi sebaiknya sebelum menentukan jenis antibiotik yang digunakan, harus dilakukan uji sensitivitas kultur kuman (jasad renik) terlebih dahulu. Kelompok bakteri, meskipun berasal dari jenis yang


(62)

sama, dapat bervariasi sensitifitasnya terhadap antibiotik. Informasi tentang antimikrobial terhadap mikroorganisme penginfeksi menjadi sangat penting untuk seleksi obat yang tepat (Brunton, 2006). Sefadroksil merupakan antibiotika golongan sefalosporin generasi pertama dengan kerja penghambatan dinding sel bakteri (Sweetman, 2007).

Pemberian paracetamol tidak tepat obat karena pasien mengalami nyeri hebat dan tidak demam.

Pemberian meloxicam tepat obat dimana pasien membutuhkan analgesik untuk menangani rasa nyeri yang dirasakan pasien pasca operasi.

4.4.4 Pengkajian Tepat Dosis

Ketepatan dosis meliputi ketepatan cara pemberian, lama pemberian, saat pemberian dan interval dosis. Adapun kajian ketepatan dosis dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Pengkajian Tepat Dosis Tangal 6 Mei 2011

Jenis Obat Bentuk Sediaan Kekuat an Sediaan Regimen Dosis Route Pemberian Lama Pemberian Saat Pemberian Interval Pemberian

IVFD RL Infus

(Ano-nimc, 2000) 500 ml/botol (Pramud i-anto, 2008) 2,5 ml/kg BB/jam (Pramudian to, 2008) iv (Anonimc,

2000) Karena digunakan sebagai jalan obat maka tetap digunakan selama pengguna-an obat iv

lainnya (Anonimc,

2000)

Sebelum pengguna-an obat iv lainnya Tergantung dosis indivi-dual (Pramudian to, 2008)


(63)

Seftriakson Injeksi (Depkes R.I., 2007) 1 g/vial (Depkes R.I., 2007) 1-2 g (Depkes R.I., 2007) iv (Depkes R.I., 2007) 7-14 hari (Depkes R.I., 2007) Diberikan perlahan-lahan Setiap 12 jam (DepkesR.I. , 2007) Ketorolak/

Injeksi / 30 mg /ampul (Sweetman,

2007)

injeksi 30 mg / ampul

Dosis lazim 10-30 mg setiap 4- 6

jam mak-simum 120 mg per hari (Sweetman,

2007)

Iv 2 hari

(Sweetman, 2007). 30 menit sebelum mengingin kan efek analgesik (Tatro, 2003) Setiap 4-6 jam (Sweetman, 2007) Parasetamol Tablet (Sweet-man, 2007) 500 mg/table t (Sweet-man, 2007) Dosis lazim untuk dewasa 500 mg-1000 mg (Sweet-man, 2007) oral (Sweet-man, 2007) 10 hari (Sweetman, 2007) Dapat dimakan dengan atau tanpa makanan (Pramudian to, dkk., 2008) Parasetamo l Sefadroksil Kapsul (Sweet-man, 2007) 500 mg/kaps ul (Sweet-man, 2007) Dosis lazim untuk dewasa 1-2 g sehari dalam dosis tunggal atau dibagi dalam 2 dosis (Sweetman, 2007); 0.5–

1 g setiap 12 jam (Mehta, 2006) oral (Sweet-man, 2007) 7-10 hari (McEvoy, 2005; Mehta, 2006). Dapat diberikan bersama makanan untuk me-ngurangi rasa tidak nyaman pada GI (Pramudian to, dkk., 2008) Sefadroksil


(64)

Ranitidine injeksi 50 mg /ampul

Dosis lazim untuk dewasa 50

mg setiap 12 jam (Mehta,

2006).

iv (Depkes R.I., 2007

Lama pemberian

2 minggu (Anderson,

et al., 2002; Mehta,

2006)

Diberikan perlahan

tidak kurang dari

2 menit (Sweetman,

200)

Setiap 12 jam (Ander-son, et al., 2002;

Mehta, 2006)

Meloxicam Tablet 75 mg

/tablet

Tidak lebih dari 15 mg per hari

oral 7,5 mg 1

kali sehari atau dapat ditingkatka n 15 mg 1 kali sehari.

IVFD Ringer Laktat berbentuk infus dengan kekuatan sediaan 500 ml/botol. Menurut MIMS 2008, dosis Infus Ringer Laktat adalah 2,5 ml/kg BB/jam. Dalam hal ini, infus RL hanya digunakan sebagai jalan obat dosis yang diberikan dianggap tepat.

Seftriakson berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 1 g/vial. Dosis lazim untuk dewasa = 1-2 g setiap 12 jam (Roach, 2007). Pemberian iv secara lambat 3-5 menit dan melalui infus 20-60 menitdengan interval pemberian setiap 12 jam (Sweetman, 2007; Anderson, et al., 2002).Dosis pemberian pada pasien 1 g/12 jam. Jadi dosis yang diberikan sudah tepat.

Ketorolak berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 30 mg/ampul. Dosis lazim untuk dewasa 10-30 mg setiap 4-6 jam maksimum 120 mg per hari (Sweetman, 2007). Lama pemberian 2 hari dengan interval setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan (Sweetman, 2007). Berdasarkan literatur pemberian injeksi ketorolak seharusnya 30 mg/6 jam, akan tetapi melihat kondisi pasien yang tidak mengalami


(65)

nyeri hebat maka pemberian injeksi ketorolak 30 mg/8 jam bila diperlukan sudah tepat .

Ranitidin berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 50 mg/ampul. Dosis lazim untuk dewasa 50 mg setiap 12 jam (Mehta, 2006). Lama pemberian 2 minggu dengan interval setiap 12 jam (Anderson, et al., 2002; Mehta, 2006). Dosis pemberian pada pasien 50 mg/12 jam sudah tepat.

Sefadroksil dengan kekuatan 500 mg/kapsul, diberikan secara per oral. Lama pemberian 7-10 hari. Dosis lazim untuk dewasa 1-2 g sehari dalam dosis tunggal atau dibagi dalam 2 dosis (Sweetman, 2007);0.5–1 g setiap 12 jam.Dosis pemberian pada pasien 500 mg/8 jam, pemakaian maksimum sehari 1,5 g per hari. Dosis Cefadroksil yang diberikan sudah tepat 500 mg/12 jam.

Paracetamol dengan kekuatan 500 mg/tablet, diberikan secara per oral. Dosis lazim untuk dewasa 500 mg – 1g diberikan setiap 4-6 jam maximum 4 gram/hari (Sweetman, 2007). Dosis pemberian pada pasien 500 mg/8 jam. Jadi dosis yang diberikan sudah tepat.

Meloxicam dengan kekuatan 7,5 mg per tablet, diberikan secara per oral. Dosis lazim untuk dewasa 7,5 mg sehari dan dapat ditingkatrkan menjadi 15 mg perhari, dosis pada pasien diberikan 7,5 mg per 8 jam. Jadi dosis yang diberikan tidak tepat.

4.4.5 Pengkajian Waspada Efek Samping

Setiap obat memiliki efek samping dan interaksi obat yang tidak diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi obat oleh apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam


(66)

mengoptimalkan terapi pasien. Efek samping dan interaksi obat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal 6 Mei 2011

Jenis Obat Efek Samping Interaksi obat

IVFD RL Komplikasi lokal biasanya dapat dilihat pada atau disekitar lokasi penyisipan atau terjadi sebagai hasil kegagalan mekanis, yaitu panas dan iritasi. Komplikasi ini adalah lebih umum dibanding komplikasi yang sistemik. Komplikasi sistemik adalah terjadi di dalam sistem pembuluh (Philips, 2005)

Seftriakson Diare, mual, muntah, sakit pada tempat suntikan, rash dan pruritus (Depkes R.I., 2007)

Obat-Hasil lab: Metronidazol

meningkatkan nilai SGOT dan enzim lainnya (Hardjosaputra, dkk, 2008)

 Obat-Makanan: Tidak ada obat yang berinteraksi (Stockley, 2006)

Ketorolak Sakit kepala, pusing, cemas, depresi, sulit konsentrasi, mual, diare, konstipasi, sakit lambung, perasaan kenyang, muntah, kembung, luka lambung, tidak ada nafsu makan, sampai pendarahan lambung & saluran pembuangan, sakit di daerah tempat penyuntikan (Depkes RI, 2007) Ranitidin Aritmia, bradikardia, sakit kepala,

fatigue, pusing, insomnia, halusinasi, depresi, rash, mual, diare, konstipasi, agranulositosis (Tatro, 2003)


(67)

kecuali ruam kulit, kelainan darah, pankreatitis akut (setelah penggunaan jangka panjang) (Depkes RI, 2007); overdosis menyebakan kerusakan hati dan terkadang nekrosis tubular ginjal (Sweetman, 2007)

Sefadroksil Diare, abdominal pain, agranulositosis, anafilaksis, kolestasis, dispepsia, erythema multiforme, demam, mual, neutropenia, pruritus, rash, trombositopenia, vaginitis, muntah, kembung, anoreksia (Depkes RI, 2007; Tatro, 2003)

Meloxicam Gangguan pencernaan: sakit perut, konstipasi, diare, dispepsia, flatulence, mual dan muntah,Seluruh tubuh: edema, pain, Sistem saraf pusat dan periferal: pusing, sakit kepala, Hematologi: anemia, Musculo-skeletal: artralgia, back pain, Psikiatri: insomnia, Sistem pernafasan: batuk, sistem pernafasan bagian atas, infeksi saluran pernafasan, Kulit: pruritus, rash, Saluran kemih: micturition frequency, infeksi saluran kemih.

4.4.6 Rekomendasi Untuk Dokter

Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi pengkajian dan perencanaan.


(1)

Lampiran 4. Blanko Pelaporan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) a. Bagian Depan


(2)

(3)

 

Lampiran 1 :

Lampiran 5. Format Laporan Visite Pasien Rawat Inap RSUP H. Adam Malik dan Format Konsultasi dengan Tenaga Medis Lainnya

LAPORAN VISITE PASIEN RAWAT INAP RSUP H. ADAM MALIK

Jumlah Pasien yang di visite : ………Orang

Uraian Masalah pasien terhadap Obat (Drug Related Problem)

Pasien/RM : Diagnosa: Ruangan :

Hari/ Tgl/ Bln/ Thn : Masalah Obat Pasien :

... ... ... ...

Rekomendasi :

... ... ... ...


(4)

Apoteker :

(………..)

FORMAT KONSULTASI DENGAN

*(DOKTER/PERAWAT/TENAGA MEDIS ) LAINNYA

Pasien/RM : Diagnosa: Hari/ Tgl/ Bln/ Thn:

Masalah Obat Pasien:

... ... ... ...

Rekomendasi :

... ... ... ...

Apoteker : *(Dokter/Perawat/Tenaga Medis Lainnya)


(5)

Lampiran 6 . Format Lembar Pelayanan Informasi Obat

 

LEMBAR PELAYANAN INFORMASI OBAT

NO :……… .Tgl : ………… Waktu : ………….Metode lisan/pertelp/tertulis

1. Identitas Penanya

Nama : Status :

No Telp :

2. Data Pasien :

Umur :……. Berat :…… .Kg Jenis Kelamin : L/K

Kehamilan : Ya /

Tidak………Minggu

Menyusui : Ya/ Tidak Umur bayi

:………

3. Pertanyaan :

Uraian permohonan

... ...


(6)

 Identifikasi Obat  Antiseptik  Stabilitas  Kontra Indikasi  Ketersediaan

 Harga Obat

 ESO

 Dosis

 Interaksi Obat

 Farmakokinetik/Farmak

odinamik

 Keracunan

 Penggunaan Terapeutik

 Cara Pemakaian

 Lain - Lain

4. Jawaban : ... ...

5. Referensi : ...

6. Penyampaian Jawaban Segera dalam waktu 24 jam, > 24

jam

Apoteker yang menjawab : ...

Tgl : ... Waktu : ... Metode jawaban : Lisan / Tertulis / Pertelp.