Analisis Teknik Penerjemahan dan Pergeseran pada Teks Kontrak AXA Life Indonesia

(1)

ANALISIS TEKNIK PENERJEMAHAN DAN PERGESERAN

(SHIFTS) PADA TEKS KONTRAK

AXA-LIFE INDONESIA

TESIS

Oleh

P A N T A S

097009011/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K O L

A

H

P A

S C

A S A R JA

N A


(2)

ANALISIS TEKNIK PENERJEMAHAN DAN PERGESERAN

(SHIFTS) PADA TEKS KONTRAK

AXA-LIFE INDONESIA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Linguistik pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

P A N T A S

097009011/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS TEKNIK PENERJEMAHAN DAN PERGESERAN (SHIFTS) PADA TEKS KONTRAK

AXA-LIFE INDONESIA

Nama Mahasiswa : P a n t a s Nomor Pokok : 097009011 Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr. Syahron Lubis, M.A) (Dr. Roswita Silalahi, M.Hum)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 23 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Syahron Lubis, M.A

Anggota : 1. Dr. Roswita Silalahi, M.Hum 2. Dr. Muhizar Muchtar, M.S 3. Dr. Asmyta Surbakti, M.Si


(5)

ANALISIS TEKNIK PENERJEMAHAN DAN PERGESERAN (SHIFTS) PADA TEKS KONTRAK AXA-LIFE INDONESIA

ABSTRAK

Untuk memperoleh hasil terjemahan yang baik dan ekivalen, dibutuhkan strategi serta penerapan beberapa teknik dan pergeseran (shifts), sehingga akan diperoleh hasil dengan tingkat keterbacaan dan keberterimaan yang memadai. Penelitian ini menganalisis penerapan teknik penerjemahan serta pergeseran bentuk sebagai bahagian dari pergeseran kategori (category shifts) dalam suatu produk legal teks.

Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif – kualitatif atas data terpancang merujuk pada teori analisis data kualitatif Seiddel melalui pemrosesan data yang dilakukan dalam beberapa tahapan, yakni penyuntingan, identifikasi, dan tabulasi. Hasilnya mengindikasikan bahwa ada 13 jenis teknik penerjemahan yang diimplementasikan, yakni teknik amplifikasi (37%), teknik peminjaman (2%), teknik

calque (2%), teknik kompensasi (1%), teknik diskripsi (2%) teknik kreasi diskursif

(5%) teknik generalisasi (5%), penerjemahan harfiah (10%), teknik modulasi (8%), teknik partikularisasi (5%) teknik reduksi (5%) teknik penambahan (4%), dan teknik penghilangan (14%). Sementara pergeseran bentuk yang terjadi dalam proses penerjemahan teks adalah pergeseran intra-system 90 (52,02%), pergeseran unit 46 (26,59%), pergeseran struktur 24 (13,88%), serta pergeseran kelas 13 (7,51%).

Dalam proses analisis teknik dan pergeseran pada penelitian ini, ditemukan ketidakakuratan penerjemahan atas 5 frasa, yang kemudian menghasilkan terjemahan yang tidak ekivalen dalam penerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.


(6)

ANALYZE TECHNICS OF TRANSLATION AND SHIFTS ON AXA-LIFE INDONESIAN CONTRACT TEXT

ABSTRACT

Achieving a readable, acceptable and equivalent translation, appropriate technics of translation, includes the shifts are urgently required. This research analyses the implementation of elictic technics and formed shifts as the part of category-shifts in the process of a translation of a legislative text.

The research was carried out on descriptive qualitative method on a

legislative text as a product of translation. Data analysis data referred to Seiddel’s

qualitative data analysis where the data processing is conducted by selecting, identification, and tabulating.

The finding indicates that the technic implemented in the entirely translation covered 13 (thirteen) technique, they are amplification (37), borrowing (2%), calque (2%), compensation (1%), description (2%) discursive creation (5%) generalization (5%), literal translation (10%), modulation (8%), particularization (5%) reduction (5%) completion (4%), and dilation (14%).

Meanwhile, the four category shifts are implemented as the following frequence: Intra-system Shifts; 90 (52,02%), followed by Unit Shifts 46 (26,59%), Structural Shifts 24 (13,88%), and then Class Shifts 13 (7,51%).

Other finding was inaccurate translation. It was found that there were imprecise translation for 5 phrases, and resulted inaccurate translation in rendering the source language into the target language.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karuniaNya yang tidak terhingga, telah menganugerahi penulis kesehatan serta ketekunan dalam mengerjakan proses penyelesaian tesis ini.

Tesis berjudul Analisis Teknik Penerjemahan dan Pergeseran pada Teks Kontrak AXA Life Indonesia ini membahas tentang hasil penerjemahan sebagai produk yang merupakan perjanjian antara suatu perusahaan asuransi/lembaga keuangan (unit link) internasional yang memiliki cabang di berbagai negara, termasuk salah satunya di Indonesia.

Tesis ini dapat penulis selesaikan berkat dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Secara khusus Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Syahron Lubis, MA dan Ibu Dr. Roswita Silalahi, M.Hum sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan akademik yang konstruktif dalam berbagai aspek kepada penulis, sejak awal hingga penyelesaian penulisan tesis ini.

Atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti pendidikan Program Magister Linguistik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan ketersediaan fasilitas yang sangat mendukung, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K).

2. Direktur Sekolah Pascasarjana USU, Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE.

3. Ketua Program Studi Magister Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU, Ibu Prof. Tengku Silvana Sinar, Ph.D, MA.

4. Sekretaris Program Studi Magister Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU, Ibu Dr. Hj. Nurlela, M.Hum.


(8)

5. Segenap Dosen Pengajar serta staf administrasi pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kontribusi, baik selama penulis mengikuti program perkuliahan hingga selama proses penyelesaian penulisan tesis ini.

Harapan penulis, kiranya hasil penelitian ini akan memberi manfaat bagi kalangan yang membutuhkan pengayaan referensi dalam bidang linguistik terapan, dan pada bidang penerjemahan khususnya.

Medan, 23 Juni 2011 Penulis,

P a n t a s NIM. 097009011


(9)

RIWAYAT HIDUP

1. Identitas Diri

Nama Lengkap : Pantas Simanjuntak

NIM : 097009011

Program Studi : Linguistik

Tempat Tanggal Lahir : Pematang Siantar, 10 Juli 1956

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Tenaga Edukatif Politeknik Negeri Medan

Alamat : Jl. Nusa Indah I/171, Komplek Pemda I,

Tanjung Sari, Medan - 20135.

Telepon : 061-8365544

2. Riwayat Pendidikan

No. Nama Institusi/Sekolah Tahun Lulus Keterangan

1 SD Negeri No. 4 Kerasaan 1970 Ijazah

2 SMP Satrya Budi Perdagangan 1973 Ijazah

3 SMA Negeri Perdagangan 1976 Ijazah

4 S1 IKIP Negeri Medan 1984 Ijazah

5 Pelatihan Bidang Metodologi Pengajaran di PEDC Bandung.

1986 Sertifikat

6 Bridging English Course for Academic

English Communication, Curtin University, Australia

2006 Cerificate

3. Riwayat Pekerjaan


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……… i

ABSTRACT……….. ii

KATA PENGANTAR………. iii

RIWAYAT HIDUP………. v

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL……… viii

DAFTAR GAMBAR………... ix

DAFTAR LAMPIRAN……… x

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang………. 1

1.2. Perumusan Masalah………. 8

1.3. Tujuan Penelitian………. 8

1.4. Manfaat Penelitian………... 9

1.5. Batasan Masalah……….. 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA……… 11

2.1. Pengertian Penerjemahan………. 11

2.2. Jenis-jenis Terjemahan………. 13

2.3. Kompleksitas Penerjemahan……… 15

2.4. Ekivalensi dalam Penerjemahan………... 17

2.5. Teknik Penerjemahan………... 18

2.6. Pergeseran dalam Penerjemahan……….. 23

2.6.1. Pergeseran Makna……….. 23

2.6.2. Pergeseran Bentuk………. 24

2.6.2.1. Pergeseran berjenjang (level shift)…………... 29

2.6.2.2. Pergeseran kategori (category shift)………… 30

2.6.2.2.1. Pergeseran struktur (structural shift)………. 31

2.6.2.2.2. Pergeseran kelas (class shift)……… 32

2.6.2.2.3. Pergeseran unit (unit shift)………… 32

2.6.2.2.4. Pergeseran intra-sistem (intra-system shifts)………. 34

2.7. Teks Kontrak sebagai Legal Teks (Legislative Text)……….. 37

2.8. Keterbacaan Teks………. 41


(11)

2.10. Teknik Penerjemahan pada Teks Kontrak AXA-Life…………. 44

2.11. Pergeseran Bentuk pada Teks Kontrak AXA-Life……….. 45

2.12. Penelitian Sejenis………. 47

BAB III METODE PENELITIAN... 51

3.1. Pendekatan Penelitian... 51

3.2. Sumber Data... 52

3.3. Pengolahan Data... 52

3.4. Analisis Data... 54

3.5. Tempat dan Waktu Penelitian... 54

BAB IV HASIL DAN ANALISIS... 55

4.1. Hasil Penelitian... 55

4.1.1. Teknik Penerjemahan... 55

4.1.2. Rangkuman... 61

4.1.3. Pergeseran Kategori pada Penerjemahan Teks Kontrak 63 4.1.3.1. Pergeseran struktural (structural shifts)... 64

4.1.3.2. Pergeseran kelas (class shifts)... 65

4.1.3.3. Pergeseran unit (unit shifts)... 65

4.1.3.4. Pergeseran Intra-sistem (intra-system shifts)... 66

4.1.4. Rangkuman... 67

4.2. Pembahasan atas Teknik Penerjemahan dan Pergeseran... 68

4.3. Teknik Amplifikasi sebagai Penerapan dengan Frekuensi Tertinggi... 76

4.4. Pergeseran Kategori (Category Shifts)... 77

4.5. Pergeseran Intra-Sistem sebagai Pergeseran Dominan... 81

4.6. Ketidakakuratan Penerjemahan... 83

BAB V SIMPULAN DAN SARAN... 86

5.1. Simpulan... 86

5.2. Saran... 87


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Frekuensi Penerapan Teknik Penerjemahan……….. 62


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Frekuensi Penerapan Teknik Penerjemahan……….. 63


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Identifikasi Teknik Penerjemahan……….. 91


(15)

ANALISIS TEKNIK PENERJEMAHAN DAN PERGESERAN (SHIFTS) PADA TEKS KONTRAK AXA-LIFE INDONESIA

ABSTRAK

Untuk memperoleh hasil terjemahan yang baik dan ekivalen, dibutuhkan strategi serta penerapan beberapa teknik dan pergeseran (shifts), sehingga akan diperoleh hasil dengan tingkat keterbacaan dan keberterimaan yang memadai. Penelitian ini menganalisis penerapan teknik penerjemahan serta pergeseran bentuk sebagai bahagian dari pergeseran kategori (category shifts) dalam suatu produk legal teks.

Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif – kualitatif atas data terpancang merujuk pada teori analisis data kualitatif Seiddel melalui pemrosesan data yang dilakukan dalam beberapa tahapan, yakni penyuntingan, identifikasi, dan tabulasi. Hasilnya mengindikasikan bahwa ada 13 jenis teknik penerjemahan yang diimplementasikan, yakni teknik amplifikasi (37%), teknik peminjaman (2%), teknik

calque (2%), teknik kompensasi (1%), teknik diskripsi (2%) teknik kreasi diskursif

(5%) teknik generalisasi (5%), penerjemahan harfiah (10%), teknik modulasi (8%), teknik partikularisasi (5%) teknik reduksi (5%) teknik penambahan (4%), dan teknik penghilangan (14%). Sementara pergeseran bentuk yang terjadi dalam proses penerjemahan teks adalah pergeseran intra-system 90 (52,02%), pergeseran unit 46 (26,59%), pergeseran struktur 24 (13,88%), serta pergeseran kelas 13 (7,51%).

Dalam proses analisis teknik dan pergeseran pada penelitian ini, ditemukan ketidakakuratan penerjemahan atas 5 frasa, yang kemudian menghasilkan terjemahan yang tidak ekivalen dalam penerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.


(16)

ANALYZE TECHNICS OF TRANSLATION AND SHIFTS ON AXA-LIFE INDONESIAN CONTRACT TEXT

ABSTRACT

Achieving a readable, acceptable and equivalent translation, appropriate technics of translation, includes the shifts are urgently required. This research analyses the implementation of elictic technics and formed shifts as the part of category-shifts in the process of a translation of a legislative text.

The research was carried out on descriptive qualitative method on a

legislative text as a product of translation. Data analysis data referred to Seiddel’s

qualitative data analysis where the data processing is conducted by selecting, identification, and tabulating.

The finding indicates that the technic implemented in the entirely translation covered 13 (thirteen) technique, they are amplification (37), borrowing (2%), calque (2%), compensation (1%), description (2%) discursive creation (5%) generalization (5%), literal translation (10%), modulation (8%), particularization (5%) reduction (5%) completion (4%), and dilation (14%).

Meanwhile, the four category shifts are implemented as the following frequence: Intra-system Shifts; 90 (52,02%), followed by Unit Shifts 46 (26,59%), Structural Shifts 24 (13,88%), and then Class Shifts 13 (7,51%).

Other finding was inaccurate translation. It was found that there were imprecise translation for 5 phrases, and resulted inaccurate translation in rendering the source language into the target language.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada saat membicarakan perihal bahasa dalam konteks global, berarti kita sedang membicarakan bahasa yang digunakan oleh seluruh bangsa-bangsa di dunia ini. Dalam hal tersebut terlintas dalam pikiran kita suatu pertanyaan klasik, yakni:

“Bagaimana jika bahasa manusia di seluruh dunia ini sama atau seragam?”. Agar setiap orang dengan suku bangsa dan negara berbeda dapat dengan mudah saling berkomunikasi. Jika demikian halnya, maka tidak akan ada masalah dengan penerjemahan atau terjemahan. Singkatnya, dalam kondisi demikian, penerjemahan tidak diperlukan. Namun kenyataannya adalah bahwa manusia yang mendiami belahan bumi yang terdiri dari ratusan suku bangsa ini memiliki ratusan bahkan ribuan jenis bahasa berbeda. Untuk dapat berinteraksi satu dengan lainnya, mutlak dibutuhkan penerjemahan antar bahasa, dikarenakan bahwa bahasa, baik lisan maupun tulisan, adalah merupakan media komunikasi yang paling efektif dalam kehidupan manusia.

Penerjemahan merupakan salah satu cabang dari linguistik terapan sebagai bagian dari kegiatan dalam komunikasi antar manusia dengan berbagai bahasa berbeda. Menurut Bassnett (2002: 74) pada tahun 1800 kegiatan penerjemahan atas berbagai teks sudah dilakukan untuk keperluan terkait dengan harta dan kepemilikan. Pada masa itu secara signifikan bahasa sumber masih dianggap lebih bernilai


(18)

daripada produk terjemahannya. “In the 1800, translation and texts become an issue of property and ownership. The original was considered to have significantly more worth than translation”. Dibandingkan dengan cabang-cabang ilmu lainnya, sebagai disiplin ilmu dalam tataran akademis, penerjemahan merupakan suatu cabang ilmu yang masih tergolong baru yang secara bertahap dikenal dan kemudian berkembang cukup pesat akhir-akhir ini baik sebagai profesi, untuk keperluan bisnis, maupun untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Dari perspektif pandangan awam ada anggapan bahwa menerjemahkan teks adalah pekerjaan yang sangat sederhana, sesederhana yang terlihat di permukaan sebagai suatu pekerjaan mengartikan kata demi kata dari bahasa sumber (source language) ke bahasa lainnya sebagai bahasa sasaran (target language). Kenyataannya, penerjemahan meliputi beberapa aspek, lebih dari sekedar menggantikan fungsi sebuah kamus. Beberapa aspek dimaksud, seperti penguasaan tata bahasa (grammatical skill), keterampilan membaca (reading skill), dan analisis wacana (discourse analysis) – yang jika tidak dimiliki oleh seorang penerjemah akan menjadi penghambat yang kemudian akan mempengaruhi kualitas hasil terjemahan serta bermuara kepada ketidakpuasan pengguna (users).

Hal yang melatarbelakangi diadakannya penelitian yang bertemakan teknik penerjemahan ini, antara lain diawali munculnya suatu kerangka pikir dalam dua bentuk pertanyaan, yakni: 1) “Apakah yang dimaksud dengan penerjemahan itu?” dan 2) Apakah penerjemahan itu merupakan sesuatu yang sederhana atau kompleks? Bell (1991: 5) menjawab pertanyaan pertama dengan menjelaskan definisi


(19)

penerjemahan sebagai suatu proses pengungkapan suatu bahasa ke bahasa lain dengan mempertimbangkan faktor semantik dan kesetaraan atau ekivalensi (Translation as the expression in another language (TL) of what has been expressed

in another, source language, preserving semantic and stylistic equivalences).

Sementara Hatim (2001: 10) menjawab pertanyaan kedua dengan menyatakan bahwa penerjemahan adalah sesuatu yang kompleks. Dalam proses penerjemahan tidak hanya menyangkut kosa kata dan tata bahasa semata, akan tetapi juga menyangkut perihal budaya. (A translation work is a multi-faceted activity; it is not a simple matter of

vocabulary and grammar only but that it can never be separated from the culture).

Permasalahan dalam berinteraksi baik secara tulisan (translasi) maupun lisan (interpretasi) semakin kompleks dikarenakan selain perbedaan bahasa dari sisi linguistik, juga dikarenakan perbedaan pada sisi budaya. Perlu digaris bawahi bahwa faktor perbedaan budaya adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam penerjemahan antar bahasa. Bangsa Indonesia sebagai representasi penganut budaya Timur, misalnya dihadapkan dengan bangsa Inggris sebagai salah satu penganut budaya Barat (Eropah), maka dalam proses penerjemahan dari bahasa Inggris sebagai bahasa sumber ke bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran, dalam proses penerjemahannya faktor wawasan mengenai budaya kedua bangsa akan sangat berperan dalam pencapaian hasil terjemahan yang ekivalen.

Namun demikian, para pakar linguistik, khususnya mereka yang mendalami linguistik terapan pada bidang penerjemahan menawarkan solusi untuk pemecahan masalah atas kompleksitas penerjemahan antar berbagai ragam bahasa berbeda


(20)

di dunia ini, yakni antara lain dengan tersedianya berbagai teori dan metode serta teknik penerjemahan untuk diaplikasikan.

Sebagai salah satu cabang pada bidang linguistik terapan, penerjemahan merupakan suatu kebutuhan sebagaimana diuraikan pada bahagian terdahulu. Namun dalam dinamika perjalanannya, penerjemahan sering memunculkan perdebatan dikarenakan adanya anggapan bahwa menerjemahkan teks adalah pekerjaan yang sangat sederhana, sesederhana yang terlihat di permukaan sebagai suatu pekerjaan mengartikan kata demi kata dari suatu bahasa sebagai sumber (L1) ke bahasa lainnya sebagai bahasa sasaran (L2). Pendapat lain menyatakan bahwa penerjemahan adalah suatu pekerjaan seni, dan bahkan ada juga pendapat yang menyatakan bahwa penerjemahan adalah sesuatu yang sifatnya suka-suka (arbitrary).

Masalah penerjemahan adalah persoalan pengalihan arti (rendering) baik secara leksikal, semantik dan atau secara pragmatik dari suatu bahasa ke bahasa lainnya. Dalam penerjemahan teks bahasa Inggris-Indonesia misalnya, sering ditemukan berbagai hambatan yang antara lain disebabkan ketidaktersediaan kosa kata dalam bahasa sasaran untuk mengakomodir kata dan makna pada bahasa sumber (Inggris) serta perbedaan sistem pada kedua bahasa tersebut.

Ada dua jenis perspektif yang berbeda atas objek yang sama antara ahli bahasa (linguists) dan penerjemah (translators), di mana pada satu sisi, linguist memandang teks sebagaimana adanya (how things are); proses penerjemahan terjadi secara alami (the nature of translation process); serta keterkaitan antara teks dalam penerjemahan (the relation between texts in translation). Pada sisi lainnya, seorang


(21)

penerjemah memandang bagaimana teks seharusnya disusun (how things ought to

be); susunan seperti apa yang menjadikan teks baik atau efektif (what constitutes good or effective translation) serta faktor apa yang dapat mendukung pencapaian

hasil terjemahan yang lebih baik dan efektif (what can help to achieve better or more

effective translation) (Bell, 1991: 54).

Dalam kegiatan penerjemahan, penerjemah berhadapan dengan berbagai varian

corpus teks seperti teks keagamaan, teks hukum, teks sastra dan budaya, teks medis, dan

lain sebagainya. Teks hukum (legal texts) misalnya, meliputi teks-teks berita acara pengadilan, perjanjian kontrak kerja atau Memorandum Of Understanding (MOU) serta berbagai model teks-teks kontrak yang mengikat lainnya. Adalah merupakan suatu fenomena bahwa pada umumnya teks-teks kontrak atau yang dikenal dengan legal

texts, sebagai salah satu genre teks yang lazim disebut dengan legislative documents,

menggunakan bahasa yang sangat spesifik dan relatif sulit dipahami oleh kaum awam, bahkan cenderung kaku (awkward). Dalam terminologi penerjemahan, hal ini dikenal dengan sebutan keterbacaan, di mana legal teks ditandai dengan teks yang tingkat keterbacaannya tidak sebaik teks ilmiah popular misalnya, sehingga sulit dicerna. Pemahaman akan bahasa legal teks terkesan lebih tertuju pada sesama komunitas para profesional di lingkugan mana teks tersebut digunakan.

Pandangan-pandangan dan fenomena terurai di atas merupakan latar belakang ketertarikan peneliti untuk menjadikan masalah penerjemahan sebagai topik penelitian dalam penulisan tesis ini. Suatu penelitian mengenai penerjemahan teks sebagai data terpancang dari suatu produk yang diterbitkan oleh suatu perusahaan jasa


(22)

yang memadukan dua jenis bidang jasa, yakni bidang asuransi jiwa dan keuangan/perbankan (Unit-Link) internasional yang berpusat di Paris, Prancis.

Penelitian dengan judul: “Analisis Teknik Penerjemahan dan Pergeseran (Shifts) pada Teks Kontrak AXA-Life Indonesia” mengkaji suatu produk terjemahan atas teks kontrak sebagai genre legal teks dari segi teknik yang diterapkan serta pergeseran bentuk sebagai bagian dari pergeseran kategori (category shifts) yang terjadi dalam proses penerjemahan atas teks kontrak (legal text) yang mengikat dua belah pihak, yakni antara AXA-Life Indonesia sebagai pihak pertama (first party) dengan para nasabah di Indonesia sebagai pihak kedua (second party).

Pengamatan awal yang dilakukan terkait judul penelitian ini adalah pengidentifikasian teks kontrak terkait dengan proses penerjemahan, yang pada umumnya adalah dengan pendekatan-pendekatan word-for-word translation, literal

translation, faithful translation, semantic translation pada sisi bahasa sumber dan adaptation, free translation, idiomatic translation, serta commuicative translation pada

sisi bahasa sasaran akan sangat membantu untuk ‘menjembatani’ pemahaman antara dua bahasa (bahasa sumber dan bahasa sasaran). Untuk memudahkan pekerjaannya, dalam pencapaian hasil penerjemahan yang diinginkan secara teknis penerjemah menggunakan beberapa teknik penerjemahan dan pergeseran-pergeseran (shifts) sebagai acuan dalam proses penerjemahan yang kemudian menghasilkan produk terjemahan yang baik di mana terdapat kesesuaian makna antara bahasa sumber (source text) dan bahasa sasaran (sasaran text). Dengan demikian terjemahan akan menjadi sesuatu produk yang terbaca dan berterima bagi khalayak penggunanya.


(23)

Keakuratan dalam proses penerjemahan perlu untuk menghindari hasil terjemahan yang buruk yakni distorsi atau bahkan hilangnya makna bahasa sumber pada teks terjemahan yang dapat mengaburkan makna bahasa sumber dalam bahasa sasaran. Maka selain dari beberapa kriteria keterampilan yang telah diuraikan di atas, diperlukan kepiawaian dalam penerapan teknik-teknik spesifik dalam proses penerjemahan. Melalui

paraprhrasing misalnya, dengan memodifikasi, menambah, menghilangkan, dan

teknik-teknik penerjemahan yang relevan lainnya yang ada diantara beberapa teknik-teknik penerjemahan yang lazim digunakan, serta pergeseran-pergeseran (shifts) adalah opsi-opsi yang dapat membantu dalam kebuntuan demi pencapaian hasil terjemahan yang ekivalen, terbaca dan berterima.

Penerapan teknik penerjemahan yang tepat atas legal teks adalah suatu keniscayaan. Apakah penerapan teknik dan aplikasi pergeseran (shifts) yang tepat dan akurat terjadi atas teks kontrak sebagai data pada penerjemahan teks kontrak

AXA-Life Indonesia?

Perolehan jawaban atas pertanyaan tersebut menjadi salah satu latar belakang terpilihnya Analisis Teknik Penerjemahan dan Pergeseran (Shifts) pada Teks Kontrak AXA-Life Indonesia” sebagai judul penelitian ini.


(24)

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan seperti berikut:

a. Teknik penerjemahan apakah yang digunakan pada proses penerjemahan teks

kontrak AXA-Life Indonesia?

b. Pergeseran (shifts) apakah yang terdapat pada proses penerjemahan teks kontrak AXA-Life Indonesia?

c. Teknik dan Pergeseran apakah yang dominan dalam penerjemahan teks kontrak AXA-Life Indonesia?

d. Apakah teks kontrak AXA-Life Indonesia diterjemahkan dengan akurat?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mendeskripsikan teknik penerjemahan yang digunakan dalam proses

penerjemahan teks kontrak AXA-Life Indonesia.

b. Mendiskripsikan Pergeseran (shifts) yang terdapat pada proses penerjemahan teks kontrak AXA-Life Indonesia.

c. Mengetahui Teknik dan Pergeseran yang dominan dalam penerjemahan teks kontrak AXA-Life Indonesia.


(25)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dalam bidang

penerjemahan.

b. Memberi pemahaman mengenai teknik-teknik penerjemahan atas teks kontrak sebagai legal teks.

c. Memberi pemahaman mengenai pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam

penerjemahan teks kontrak sebagai legal teks. 2. Manfaat Praktis

Sebagai media informasi bagi komunitas nasabah AXA-Life Indonesia untuk lebih memahami naskah kontrak yang mengikat yang harus ditandatangani.

1.5. Batasan Masalah

Ruang lingkup penelitian yang tercermin dari judul penelitian ini relatif luas karena mencakup berbagai jenis teknik penerjemahan, jenis pergeseran, serta berbagai aspek yang terkait dengan kedua variabel tersebut sebagaimana tercantum pada judul penelitian. Oleh karenanya, untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan agar penelitian lebih fokus maka peneliti membuat suatu batasan, yakni:


(26)

1. Dalam analisis teknik penerjemahan, adalah memungkinkan teknik penerjemahan berbasiskan frase dan atau klausa dengan teknik dengan frekuensi kuplet, triplet, dan

kwartet (Silalahi, 2010). Namun dalam penelitian ini terbatas hanya pada analisis

teknik tunggal; yaitu hanya satu unsur teknik penerjemahan saja pada tiap frase atau klausa.

2. Analisis pergeseran pada penerjemahan yang terdiri atas dua bagian utama, yakni Pergeseran Tingkatan (Level Shifts) dan Pergeseran Kategori (Category Shifts), peneliti membuat batasan kajian hanya pada bidang category shifts yang terdiri atas


(27)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Penerjemahan

Pengertian terjemahan menurut Munday adalah peralihan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dalam bentuk teks tulis. “...as changingof an original written text in the original verbal language into a written text in a different verbal language

(Munday, 2001: 5).

Terkait dengan perihal ekivalensi yang ditetapkan sebagai suatu kata kunci, Catford mendefinisikan penerjemahan sebagai penempatan (replacement) teks bahasa sumber dengan teks yang ekivalen dalam bahasa sasaran. “The replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL) and the term equivalent is a clearly a key term” (Catford, 1965: 20-21). Meskipun sangat jarang terdapat padanan suatu kata dalam bahasa sumber yang sama dengan arti dalam bahasa sasaran, namun keduanya dapat berfungsi secara ekivalen pada saat keduanya dapat saling dipertukarkan (interchangeable).

Berdasarkan ketiga definisi mengenai penerjemahan tersebut di atas, terlihat adanya kesepakatan bahwa penerjemahan adalah suatu pekerjaan yang menyangkut keterkaitan antara dua bahasa atau lebih (multy-language) yang menekankan suatu kesamaan, yakni adanya ekivalensi. Dalam penerjemahan, yang kemudian terjadi


(28)

adalah transfer makna dari bahasa sumber (source language) ke bahasa sasaran (sasaran language), dengan keakuratan pesan, keterbacaan, dan keberterimaan produk (Nababan 2010).

Dari perspektif yang agak berbeda namun masih relevan dengan translasi sebagai penggunaan interpretatif bahasa (interpretative use of language), Ernst dan Gutt memberi pengertian penerjemahan sebagai suatu upaya yang dimaksudkan untuk pernyataan ulang (restate) apa yang telah dinyatakan atau dituliskan oleh seseorang dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lainnya. “The translation is intended to restate in one language what someone else said or wrote in another language” (Ernst & Gutt

dalam Hickey, 1998: 46).

Terkait dengan perihal makna, Larson mendefinisikan penerjemahan sebagai pengalihan maknadari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran melalui tiga langkah pendekatan, yakni: 1) mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks budaya dari teks bahasa sumber; 2) menganalisis teks bahasa sumber untuk menemukan maknanya; dan 3) mengungkapkan kembali makna yang sama dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran (Larson, 1984: 3).

Adakah keterkaitan antara penerjemahan dengan seni? Bell mengemukakan suatu perdebatan mengenai status proses penerjemahan sebagai suatu ilmu pengetahuan atau suatu seni. Keduanya mengarah pada dua hal berbeda; di mana ilmu pengetahuan (science) adalah identik dengan objektivitas, sementara seni (art) cenderung merujuk pada sesuatu yang tidak objektif (not amenable to objective).


(29)

Terlepas dari dikotomi seni dan ilmu pengetahuan, Bell menegaskan pengertian penerjemahan yang hampir sama dengan Catford, yakni penerjemahan sebagai suatu bentuk pengungkapan suatu bahasa dalam bahasa lainnya sebagai bahasa sasaran, dengan mengedepankan semantik dan ekivalensi. “Translation is the expression in another language (or sasaran language) of what has been expressed in another, source language, preserving semantic and stylistic equivalences” (Bell, 1991: 4-5).

Berdasarkan beberapa definisi mengenai penerjemahan tersebut di atas, terlihat adanya kesepakatan bahwa penerjemahan merupakan suatu kegiatan yang menyangkut keterkaitan antara dua bahasa atau lebih (multy-language) yang kemudian adanya transfer makna dari bahasa sumber (SL) ke bahasa sasaran. (TL), dengan keakuratan pesan, keterbacaan, dan keberterimaan yang akan bermuara pada produk terjemahan yang baik, sebagaimana dikemukakan Halliday dalam Steiner bahwa terjemahan yang baik adalah suatu teks yang merupakan terjemahan ekivalen terkait dengan fitur-fitur linguistik yang bernilai dalam konteks penerjemahan. “A good translation is a text which is a translation (i.e.is equivalent) in respect of those linguistic feautures which are most valued in the given transalation” (2001: 17).

2.2. Jenis-jenis Terjemahan

Pada dasarnya terjemahan dapat dibedakan ke dalam tiga jenis: (1) terjemahan intralingual atau rewording, yakni interpretasi tanda verbal dengan menggunakan tanda lain dalam bahasa yang sama; (2) terjemahan interlingual atau translation


(30)

(bahasa-bahasa) lain; dan (3) terjemahan intersemiotik atau transmutation, yakni `interpretasi tanda verbal dengan tanda dalam sistem tanda non-verbal (Jakobson dalam Venuti, 2000: 114). Tipe penerjemahan pertama atau “intralingual” menyangkut proses menginterpretasikan tanda verbal dengan tanda lain dalam bahasa yang sama. Dalam penerjemahan tipe yang kedua (interlingual translation) tidak hanya menyangkut mencocokkan/membandingkan simbol, tetapi juga padanan kedua simbol dan tata aturannya atau dengan kata lain mengetahui makna dari keseluruhan ujaran. Terjemahan tipe ketiga yakni transmutation, menyangkut pengalihan suatu pesan dari suatu jenis sistem simbol ke dalam sistem simbol yang lain seperti lazimnya dalam Angkatan Laut Amerika suatu pesan verbal bisa dikirimkan melalui pesan bendera dengan menaikkan bendera yang sesuai dalam urutan yang benar (Nida, 1964: 4). Jenis terjemahan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah terjemahan interlingual atau

translation proper.

Sementara Larson dalam Choliluddin (2005: 22) mengklasifikasi terjemahan dalam dua tipe utama, yakni terjemahan berdasarkan bentuk (Form-based

translation) dan terjemahan berdasarkan makna (Meaning-based translation).

Terjemahan berdasarkan bentuk, cenderung mengikuti bentuk bahasa sumber yang dikenal dengan terjemahan harfiah, sementara terjemahan berdasarkan makna cenderung mengkomunikasikan makna teks bahasa sumber dalam bahasa sasaran secara alami. Terjemahan tersebut dikenal dengan terjemahan idiomatik.

Teori pembagian jenis terjemahan berdasarkan Larson memiliki persamaan dengan teori pergeseran-pergeseran (shifts) Carford yang mengembangkan


(31)

Form-based translation menjadi pergeseran-pergeseran berdasarkan kategori (category shifts) dalam empat jenis pergeseran, yakni (1) pergeseran struktural (Structural Shifts), (2) pergeseran kelas (Class Shifts), (3) pergeseran unit (Unit Shifts), serta

(4) pergeseran intra-sistem (Intra-system Shifts).

2.3. Kompleksitas Penerjemahan

Penerjemahan bukanlah suatu hal yang sederhana, melainkan sesuatu yang dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang kompleks. Disebut kompleks karena penerjemahan tidak terlepas dari berbagai faktor lain yang terkait dengan linguistik, seperti faktor budaya misalnya. Kompleksitas penerjemahan yang telah disinggung pada bahagian latar belakang sebelumnya ditegaskan oleh Hatim, bahwa dalam proses penerjemahan tidak hanya menyangkut kosa kata dan tata bahasa semata, melainkan juga menyangkut perihal budaya. (A translation work is a multi-faceted activity; it is not a simple matter of

vocabulary and grammar only but that it can never be separated from the culture (Hatim,

2001: 10).

Di samping keharusan akan kemahiran dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran, penerjemahan sebagai proses juga mensyaratkan keterampilan lain; keluwesan, dan kepemilikan wawasan mengenai berbagai disiplin ilmu, tergantung jenis teks yang sedang diterjemahkan. Pada poin ini, Hatim yang dikutip oleh Richards menjelaskan: “Translation as very probably the most complex type of event yet produced in the evolution of the cosmos” (Hatim, 2001: 11).


(32)

Kompleksnya masalah yang dihadapi oleh seorang penerjemah seperti diuraikan di atas, menuntut keterampilan lebih untuk menerapkan penggunaan dua pilar utama sebagai penyangga penerjemahan, yakni yang pertama penerapan teknik-teknik penerjemahan dan penerapan penggeseran-pergeseran pada teks yang diterjemahkan.

Oleh karena kompleksitas proses penerjemahan, maka profesionalisme adalah sesuatu yang mutlak. Profesionalisme dalam hal ini ditandai dengan beberapa kompetensi, yakni:

1) Kompetensi dalam dua bahasa (ideal bilingual competence),

2) Memiliki keahlian (expertise) dalam pengetahuan dasar genre teks serta terampil menyimpulkan (inference), dan

3) Kompetensi dalam komunikasi (Bell, 1991: 38-41).

Kepemilikan keahlian serta kompetensi tersebut di atas merupakan penanda seorang penerjemah ideal, yang seterusnya akan dapat dengan piawai menerapkan teknik-teknik penerjemahan dalam pekerjaannya. Dalam melaksanakan kegiatan penerjemahan, penerjemah tidak terlepas dari permasalahan teknis. Berbagai jenis teknik penerjemahan tersebut di atas adalah suatu keniscayaan yang harus dimiliki.

Untuk memecahkan permasalahan kompleksitas penerjemahan sebagaimana dipaparkan pada bahagian terdahulu, maka seorang penerjemah sangat membutuhkan penerapan berbagai teknik penerjemahan seperti yang telah disebut di atas, yang pada praktiknya diterapkan secara tentatif. Di samping penerapan berbagai teknik penerjemahan, hal kedua, yang lazim diterapkan adalah pergeseran-pergeseran (shifts) dalam proses penerjemahan.


(33)

2.4. Ekivalensi dalam Penerjemahan

Bahasa sasaran yang menjadi produk atau hasil suatu proses penerjemahan, idealnya adalah merupakan hasil yang ekivalen dengan keakuratan pesan dari bahasa sumber, keterbacaan, dan keberterimaan produk. Ekivalensi tersebut menyangkut ekivalensi pada tataran leksem (kata), frasa (above word level), gramatikal, tekstual, maupun pada tataran pragmatik. Namun dalam hal ini, Mona Baker menyatakan bahwa keseluruhan tataran tersebut digunakan dengan syarat bahwa meskipun ekivalensi dapat dipraktikkan, hal itu tetap dipengaruhi oleh berbagai faktor linguistik dan budaya; yang oleh karena itu sifatnya adalah relatif. “It is used here with the proviso that although equivalence can usually be obtained to some extent, it is influenced by a variety of linguistic and cultural factors and is therefore always relative” (Baker, 1992: 6).

Oleh karena adanya konsep yang menyatakan bahwa penerjemahan merupakan penempatan atau representasi suatu teks yang ekivalen dari suatu bahasa ke bahasa lainnya, maka teks bahasa yang berbeda dapat menjadi ekivalen pada tingkatan yang berbeda; baik secara keseluruhan, maupun sebahagian dalam kaitannya dengan konteks semantik, sintaksis, leksem, dan lain-lain; serta dalam tingkatan penerjemahan kata demi kata, frasa demi frasa, dan klausa demi klausa.

Text in different language can be equivalent in different degrees, level of presentation, and ranks” (Bell, 1991: 6).


(34)

Berbeda dengan Baker, Mary Snell dan Hornby menggunakan istilah paralel

teks sebagai pengganti ekivalen. Suatu hasil terjemahan selalu diperoleh dari teks

lain; teks paralel, yakni hasil dari dua teks yang independen dari sisi linguistik dan berasal dari suatu situasi yang sangat identik. “A translation is always derived from another text. Parallel texts are two linguistically independent product arising from identical situation” (Snell, 1998: 86). Namun secara substansi keduanya adalah sama, karena ekivalensi dengan keparalelan adalah dua terminologi yang bersinonim - yakni bahwa pesan yang dikandung oleh bahasa sumber sampai kepada pembaca melaui bahasa sasaran.

Ketidakakuratan dalam penerjemahan ditandai dengan ketidakekivalenan antara bahasa sumber dengan bahas sasaran, yang kemudian disebut sebagai produk terjemahan yang tidak baik sebab baik bahasa sumber maupun bahasa sasaran tidak mengandung ide yang sama, sebagaimana dikemukakan oleh Halliday: “that translation equivalence is define in ideational terms; if a text does not match its source text idetionally, it does not quality as a translation, so the question whether it is a god translation does not arise (Halliday in Steiner, 2001: 16).

2.5. Teknik Penerjemahan

Menurut Collins English Dictionary, a technique is a practical method, skill,

or art applied to a particular task (Teknik adalah suatu metode, keahlian atau seni

praktis yang diterapkan pada suatu tugas tertentu). Dalam definisi ini terdapat dua hal penting, yakni (1) teknik sebagai hal yang bersifat praktis dan (2) teknik diberlakukan


(35)

terhadap tugas tertentu; dalam hal ini tugas penerjemahan yang secara langsung berkaitan dengan masalah penerjemahan dan pemecahannya (Machali, 2000: 77).

Kompleksitas dalam proses penerjemahan menuntut suatu persiapan holistik. Sebelum melaksanakan penerjemahan teks, masalah metode, strategi, dan teknik harus dipersiapkan oleh seorang penerjemah. Molina dan Albir (2002: 507-508) mengartikan metode penerjemahan sebagai proses penerjemahan yang dilakukan dalam kaitannya dengan tujuan penerjemah. Metode penerjemahan merupakan pilihan secara makro, yang mempengaruhi keseluruhan teks.

Sementara teknik penerjemahan adalah prosedur pengolahan teks secara lokal maupun individual yang beroperasi pada skala kecil (pada unit terjemahan) yang lebih kecil dari daripada teks dan digunakan untuk mencapai hasil linguistik yang nyata, misalnya transposisi, parafhrase, dan penghilangan. Baik metode maupun teknik berorientasi pada tujuan, sedangkan strategi berorientasi pada masalah, yaitu digunakan ketika penerjemah menyadari bahwa prosedur yang biasa tidak cukup untuk mencapai tujuan tertentu (Setia, 2010). Hal lain yang menjadi pertimbangan dalam penerjemahan adalah dua model penekanan yang bersifat teknis dari dua sisi, yakni penekanan bahasa sumber (Source Language Emphasis) dan penekanan bahasa sasaran (Target Language Emphasis).

SL Emphasis TL Emphasis

Word-for-word translation Adaptation Literal translation Free translation Faithful translation Idiomatic translation Semantic translation * Communicative translation


(36)

Diagram V Metode Penerjemahan (Newmark, 1998: 45)

Metode penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber

direpresentasikan oleh metode penerjemahan kata-demi-kata, metode penerjemahan harfiah, metode penerjemahan setia, dan metode penerjemahan semantik. Metode penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran direpresentasikan oleh metode penerjemahan adaptasi, metode penerjemahan bebas, metode penerjemahan idiomatis, dan metode penerjemahan komunikatif.

Molina dan Albir mengembangkan 20 teknik yang dapat digunakan untuk

menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan terjemahan

berlangsung yang diterapkan pada berbagai satuan lingual. Pada bagian berikut ini dikemukakan teknik penerjemahan versi Molina-Albir.

1. Adaptasi (adaptation) adalah teknik penerjemahan di mana penerjemah menggantikan unsur budaya bahasa sumber dengan unsur budaya yang mempunyai sifat yang sama dalam bahasa sasaran, dan unsur budaya tersebut akrab bagi pembaca sasaran.

2. Amplifikasi (amplification) adalah teknik penerjemahan yang mengeksplisitkan atau memparafrase suatu informasi yang implisit dalam bahasa sumber.

3. Peminjaman (borrowing). Teknik penerjemahan di mana penerjemah meminjam kata atau ungkapan dari bahasa sumber. Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure

borrowing) atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi (naturalized borrowing).

4. Calque adalah teknik penerjemahan di mana penerjemah menerjemahkan frasa


(37)

5. Kompensasi (compensation) yaitu teknik penerjemahan di mana penerjemah memperkenalkan unsur-unsur informasi atau pengaruh stilistik teks bahasa sumber di tempat lain dalam teks bahasa sasaran.

6. Deskripsi (description) merupakan teknik penerjemahan yang diterapkan dengan menggantikan sebuah istilah atau ungkapan dengan deskripsi bentuk dan fungsinya.

7. Kreasi diskursif (discursive creation) dimaksudkan untuk menampilkan kesepadanan sementara yang tidak terduga atau keluar dari konteks. Teknik ini lazim diterapkan dalam menerjemahkan judul buku atau judul film.

8. Kesepadanan Lazim (established equivalent) adalah teknik untuk menggunakan istilah atau ungkapan yang sudah lazim (berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari). Teknik ini mirip dengan penerjemahan harfiah.

9. Generalisasi (generalization) direalisasikan dengan menggunakan istilah yang lebih umum atau lebih netral.

10. Amplifikasi linguistik (linguistic amplification) yakni teknik penerjemahan dengan menambah unsur-unsur linguistik dalam teks bahasa sasaran. Teknik ini lazim diterapkan dalam pengalihbahasaan secara konsekutif atau dalam sulih suara (dubbing).

11. Kompresi linguistik (linguistic compression) merupakan teknik penerjemahan yang dapat diterapkan penerjemah dalam pengalihbahasaan simultan atau dalam penerjemahan teks film, dengan cara mensintesa unsur-unsur linguistik dalam teks bahasa sasaran.


(38)

12. Penerjemahan harfiah (literal translation) merupakan teknik penerjemahan di mana penerjemah menerjemahkan ungkapan kata demi kata.

13. Modulasi (modulation) merupakan teknik penerjemahan dengan mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan teks sumber. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat leksikal atau struktural. 14. Partikularisasi (particularization) adalah teknik penerjemahan dengan

menggunakan istilah yang lebih konkrit atau presisi.

15. Reduksi (reduction) merupakan kebalikan dari teknik amplifikasi. Informasi teks bahasa sumber dipadatkan dalam bahasa sasaran.

16. Substitusi (substitution) merujuk pada pengubahan unsur-unsur linguistik dan paralinguistik (intonasi atau isyarat).

17. Variasi (variation) adalah dengan mengubah unsur-unsur linguistik atau paralinguistik yang mempengaruhi variasi linguistik: perubahan tekstual, gaya bahasa, dialek sosial, dialek geografis. Teknik ini lazim diterapkan dalam menerjemahkan naskah drama.

18.Pergeseran atau Transposisi. Transposisi merupakan teknik penerjemahkan dengan mengubah tataran (level) maupun kategori (category).

19.Penambahan adalah teknik yang lazim diterapkan dalam kegiatan penerjemahan berupa penambahan informasi yang pada dasarnya tidak ada dalam kalimat sumber.

20.Penghilangan (deletion) mirip dengan teknik reduksi yang ditandai oleh penghilangan secara parsial sedangkan teknik penghilangan ditandai oleh adanya


(39)

penghilangan informasi secara menyeluruh. (Molina-Albir dalam Silalahi, 2010: 4-5).

2.6. Pergeseran dalam Penerjemahan

Ruang lingkup pergeseran-pergeseran dalam penerjemahan meliputi materi pembahasan yang cukup luas. Disebut pembahasan luas disebabkan adanya dua bagian besar yang menjadi topik bahasan, yakni pertama, perihal pergeseran makna (meaning-based) dan yang kedua membahas perihal pergeseran bentuk (form-based). 2.6.1. Pergeseran Makna

Dalam konteks pergeseran makna, kata, frase, klausa adalah tetap; yang bergeser adalah maknanya. Pergeseran makna tersebut terjadi disebabkan satu kata memiliki makna primer dan makna sekunder. Penjelasannya terlihat dalam pergeseran makna pada morfem run pada contoh berikut:

(1) The deer runs = rusa itu berlari (2) The river runs = sungai itu mengalir (3) My nose runs = saya pilek

(4) His firm runs in export-import = perusahaannya bergerak di bidang export-import. Dalam pergeseran makna, makna dari kata, frase, klausa (bentuk) yang sama bergeser dari makna primer ke makna sekunder pada konteks yang berubah.


(40)

2.6.2. Pergeseran Bentuk

Larson (1984: 3) mengkaitkan kata ‘makna’ dalam mendefinisikan penerjemahan, yang menyatakan bahwa penerjemahan merupakan pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Maknalah yang harus dipertahankan, sedangkan bentuk boleh diubah.

Catford memberi uraian yang lebih lengkap mengenai teori pergeseran bentuk (Shifts), lebih dari sekedar perubahan dalam konteks tata bahasa (grammatical). Menurut Catford (1965: 20), penerjemahan berarti mentransfer bahasa sumber ke bahasa sasaran. Penerjemahan merupakan penggantian materi tekstual pada bahasa sumber ke bahasa sasaran. Dalam proses penerjemahan, penerjemah selalu berusaha mendapatkan unsur bahasa sasaran yang sepadan dengan bahasa sumbernya agar dapat mengungkapkan pesan yang sama dalam teks sasaran.

Dalam suatu proses penerjemahan, masalah yang lazim ditemukan adalah fakta bahwa tidak adanya kesamaan arti yang mutlak (absolute synonymy) antara leksem-leksem dalam bahasa yang sama. Dalam hal inilah multak diperlukan praktik pergeseran (shifts) sebagai suatu alternatif.

To shifts from one language to another is to alter the forms. Further, the

contrasting forms convey meanings which cannot but fail to coincide totally; there is no absolute synonymy between words in the same language” (Bell, 1991: 6).

Suatu teks dalam bentuk wacana bukanlah murni merupakan suatu phenomena linguistik semata, akan tetapi harus juga dipandang sebagai suatu alat dari segi fungsinya, yakni sebagai alat komunikasi. “The text is not purely a linguistic


(41)

phenomenon, but also be seen in terms of its communicative function” (Hornby and Snell, 1988: 69) Pandangan Snell dan Hornby menegaskan bahwa sebagai alat komunikasi (as a means of communication), terkait dengan perihal penerjemahan, diperlukan berbagai pendekatan untuk menghantar (to render) bahasa sumber ke bahasa sasaran secara komunikatif, yang dalam hal ini, pergeseran (shifts) merupakan salah satu pendekatan yang mutlak diperlukan implementasinya.

Newmark (1988: 85) mendefinisikan pergeseran sebagai suatu prosedur yang melibatkan suatu perubahan pada tata bahasa dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.

A translation procedure involving a change in the grammar from source language to target language”. Newmark memberi batasan pergeseran dalam hal tata bahasa saja, yang selanjutnya menguraikannya dalam tiga tipe, yakni: 1) pergeseran dari bentuk tunggal ke jamak; 2) perubahan yang diakibatkan ketidaktersediaan struktur dalam bahasa sasaran (SL grammatical structure does not exist in the TL); dan 3) pergeseran yang diakibatkan memungkinkannya proses penerjemahan literal secara gramatikal namun tidak selaras dengan penggunaan secara natural dalam bahasa sasaran. Literal translation is grammatically possible but may not accord with natural usage in the target language” (Newmark, 1988: 85-86).

Teori lainnya yang terkait dengan perihal pergeseran dalam proses penerjemahan dijelaskan oleh Simatupang (2000: 74) yang menyatakan bahwa setiap bahasa adalah unik dan memiliki aturan-aturan tersendiri. Karena setiap bahasa mempunyai aturan tersendiri, maka perbedaan aturan ini akan menyebabkan


(42)

terjadinya pergeseran. Selanjutnya Simatupang (2000: 82) menyebutkan jenis-jenis pergeseran dalam terjemahan sebagai berikut:

1. Pergeseran pada tataran morfem:

Contoh: Bahasa Sumber: Bahasa Sasaran:

Reexamine memeriksa kembali

Impossible tidak mungkin

Recycle daur ulang

2. Pergeseran pada tataran sintaksis kata ke frasa:

Contoh: Bahasa Sumber: Bahasa Sasaran:

Girl anak perempuan

Stallion kuda jantan

3. Pergeseran pada tataran frasa ke klausa: Contoh: Bahasa Sumber:

Not knowing what to say, (he just kept quiet) Bahasa Sasaran:

(Karena) dia tidak tahu apa yang hendak dikatakannya. 4. Pergeseran pada tataran frasa ke kalimat:

Contoh: Bahasa Sumber:

His misinterpretation of the situation (caused his downfall) Bahasa Sasaran:

Dia salah menafsirkan situasi (dan itulah yang menyebabkan kejatuhannya).


(43)

5. Pergeseran pada tataran klausa ke kalimat: Contoh: Bahasa Sumber:

Her unusual voice and singing style thrilled her fans, who reacted by

screaming, crying, and clapping.

Bahasa Sasaran:

Suaranya yang luar biasa dan gayanya bernyanyi memikat para penggemarnya. Mereka memberikan reaksi dengan cara berteriak-teriak dan bertepuk tangan.

Selanjutnya, Moentaha (2006: 57) menguraikan permasalahan dengan substansi yang sama dengan sebutan berbeda. Terminologi pergeseran seperti yang disebutkan Catford dan Simatupang disebut dengan penggantian (replacements) oleh Montaha. Selanjutnya Moentaha membagi teknik penggantian dalam proses penerjemahan dalam lima bagian, yakni: 1) penggantian kelas kata, 2) penggantian bagian-bagian kalimat, dan 3) penggantian leksikal.

Diantara ketiga bagian tersebut, penggantian kelas kata memiliki persamaan dengan dua kategori pergeseran versi Catford; yakni pergeseran struktural (structural

shifts) dan pergeseran kelas (class shifts) seperti pada contoh penggantian di tingkat

kata berikut ini:

1 2 3 4

Bahasa Sumber: Severe acute respiratory syndrome

4 3 2 1


(44)

Pada contoh tersebut di atas terjadi penggantian posisi di tingkat kata di mana dalam versi Catford fenomena tersebut masuk dalam kategori pergeseran struktural (structural shifts). Sementara penggantian kelas kata pada contoh berikut, pada pergeseran versi Catford masuk pada category pergeseran kelas (class shifts).

Bahasa Sumber Bahasa Sasaran

They insist on higher wages, better living conditions and shorter working hours.

Mereka menuntut kenaikan gaji,

perbaikan syarat-syarat kehidupan dan pengurangan jam kerja.

Pada contoh tersebut di atas, adjektiva higher, better, dan shorter bergeser menjadi nomina kenaikan, perbaikan dan pengurangan.

Baik Catford maupun Simatupang dan Moentaha memiliki kesamaan pendapat dalam hal pergeseran bentuk, namun perbedaan ketiganya adalah bahwa Simatupang dan Moentaha tidak membagi pergeseran secara lebih tegas seperti pembagian kategori yang dilakukan oleh Catford; structural shifts, unit shifts, class

shifts, serta intra system shifts.

Kompleksitas masalah yang dihadapi oleh seorang penerjemah seperti diuraikan pada bagian terdahulu, menuntut keterampilan lebih untuk menerapkan penggeseran. Pergeseran (shifts) adalah suatu proses formal dalam penerjemahan yang menjembatani dua konsep dalam dua bahasa berbeda untuk sampai kepada hasil terjemahan yang ekivalen. “...departures from formal correspondence in the process of going from the


(45)

(Catford, 1965: 73). Pergeseran leksikal, frasa, maupun klausa diyakini dapat mengatasi kebuntuan yang diakibatkan perbedaan-perbedaan diantara dua bahasa berbeda.Untuk

dapat menyampaikan informasi yang terdapat dalam suatu teks atau pesan

implisit dalam bahasa sumber penerjemah sebaiknya juga memperhatikan

prosedur penerjemahan. Catford (1965: 82) mengemukakan pergeseran

bentuk sebagai prosedur penerjemahan yang lazim ditemukan, dan

memperjelasnya dalam tahapan seperti akan diuraikan pada bagian berikut

ini.

Menurut Catford pergeseran dalam proses penerjemahan dibagi dalam dua bagian utama, yaitu Pergeseran Tataran (Level Shifts) dan Pergeseran Kategori (Category

Shifts).

2.6.2.1. Pergeseran berjenjang (level shifts)

Level Shifts merupakan pergeseran berjenjang; di mana sesuatu yang

diungkapkan dengan indikator tata bahasa pada bahasa sumber, kemudian terungkap dalam leksem pada bahasa sasaran. “Something which is expressed by grammar in one language and lexis in another” (Catford dalam Munday, 2010: 60).

Contoh:


(46)

John swims on Saturdays” “John berenang pada setiap Sabtu”

Simple Present (grammar) yang ditandai dengan s pada swims tidak dijelaskan pada leksem ‘berenang.

Penggeseran tataran (level shifts) terjadi bila transposisi menghasilkan

unsur bahasa sasaran yang berbeda tatarannya, baik tataran gramatikal,

ataupun tataran leksikal “SL item at one liguistic level has a TL translation equivalence at a different level” (Catford, 1965: 73).

Misalnya: ”have been waiting” dalam bahasa Inggris (sumber) – pada tataran gramatikal - menjadi “menunggu” dalam bahasa sasaran (Indonesia), di mana.

pergeseran tersebut diakibatkan oleh tata bahasa pada bahasa sumber diterjemahkan berbeda pada bahasa sasaran.

2.6.2.2.Pergeseran kategori (category shifts)

Dalam konteks pergeseran kategori, Curzan Adams menjelaskan bahwa jika sebuah bentuk kata yang digunakan dalam suatu kategori leksikal beralih kepada kategori lain, maka kata tersebut mengalami pergeseran fungsi. “When a word form employed in one lexical category moves into another category, it undergoes a functional shifts

(Adams dalam Lubis, 2009: 56).

Catford lebih jauh menguraikan empat jenis pergeseran bentuk sebagai bahagian dari pergeseran kategori dalamproses penerjemahan, yakni: 1) Structural Shifts, 2) Class


(47)

Shifts, 3) Unit Shifts, dan 4) Intra-system Shifts (Catford, 1965: 73). Teori pergeseran

versi Catford lebih sempurna dibandingkan dengan teori Newmark. Oleh sebab itu peneliti menjadikannya sebagai landasan teoretis utama sebagai ‘pisau bedah’ dalam penelitian ini, sedangkan teori-teori pergeseran lainnya tetap digunakan sebagai teori yang memperkuat landasan teori utama.

Dalam teks-teks yang genrenya bukan termasuk genre profesional, dikategorikan sebagai teks umum. Penjelasan mengenai keempat pergeseran menurut pembagian Catford pada tahapan pertama berikut ini adalah dengan mengambil contoh-contoh dalam teks umum atau non-profesional.

2.6.2.2.1. Pergeseran struktur (structural shifts)

Pergeseran struktur adalah pergeseran pada tataran struktur kata dalam frasa atau klausa pada proses penerjemahan. Pergeseran struktur, misalnya: dari frasa

berstruktur Diterangkan-Menerangkan (DM) menjadi frasa berstruktur

Menerangkan-Diterangkan (MD) “Shifts from MH (Modifier + Head) to MHQ

(Modifier Head Qualifier) (Catford, 1965: 145).

Contoh:


(48)

“She stayed in a five-star hotel “Dia menginap di hotel berbintang

lima”

‘A five staradalah adjektiva atau modifier yang menerangkan nomina

’hotel pada bahasa sumber dan kemudian bergeser strukturnya

diterangkan-menerangkan pada bahasa sasaran.

Pergeseran gramatikal lainnya dapat terjadi pada semua tingkatan. “In

grammar, structure shifts can occur in all ranks (1965: 78). Dalam hal ini,

Nida menyebutnya dengan penyesuaian struktural (Structural Adjustment)

sebagai strategi untuk mencapai ekivalensi. Structural adjustment is another

important strategy for achieving equivalence(1964: 226).

Bahasa Sumber Bahasa Sasaran

“She catches the bus on Mondays “Dia naik bus setiap hari


(49)

‘On Mondays’ dengan penanda gramatikal/kala simple present tense

bergeser menjadi ‘setiap hari Senin’ pada bahasa sasaran.

2.6.2.2.2. Pergeseran kelas (class shifts)

Pergeseran kelas (Class Shifts) terjadi ketika jenis kata tertentu pada bahasa sumber bergeser menjadi jenis kata lainnya pada bahasa sasaran (Comprise shifts from

one part of speech to another). Pergeseran kelas kata dapat terjadi misalnya dari

nomina menjadi verba atau adjektiva, dan sebaliknya. Penerjemahan klausa

berikut memperjelas pengertian tentang pergeseran kelas.

a. Pergeseran dari Adjektiva ke Nomina:

Bahasa Sumber Bahasa Sasaran

They insisted higher wages Mereka menuntut kenaikan

gaji

b. Pergeseran dari Nomina ke Verba:

Bahasa Sumber Bahasa Sasaran


(50)

2.6.2.2.3. Pergeseran unit (unit shifts)

Pergeseran unit (Unit shifts), di mana dalam proses penerjemahan terjadi perubahan tingkatan (involve change ranks) pada kata playfully misalnya, diterjemahkan menjadi “cekikikan geli dalam kalimat the two young lovers are

playfully. They are teasing”. Demikian juga halnya pada contoh berikut: “Teasing”

yang diterjemahkan menjadi saling menggoda pada bahasa sasaran; terjadi pergeseran dari kata menjadi frase sebagai reciprocal expression yang tidak ditemukan pada TL.

Pergeseran Unit (Unit Shifts) atau Pergeseran Tingkatan (Rank Shifts) adalah pergeseran yang terjadi di mana hasil terjemahan ekivalen pada bahasa sasaran (TL) berbeda tingkatan dengan bahasa sumber (SL). Tingkatan atau rank dalam hal ini merujuk pada unit-unit hirarkis linguistik dari kalimat, klausa, kelompok kata dan morfem. Pergeseran yang terjadi pada pergeseran unit, misalnya dari kata

menjadi frasa, atau frasa menjadi klausa, klausa menjadi frasa, frasa menjadi

kata dan seterusnya.

Misalnya,

Pergeseran pada tataran kata ke frasa:

Bahasa Sumber Bahasa Sasaran


(51)

ram domba jantan dewasa

lamb anak domba

Dalam terjemahan dengan pergeseran unit, terlihat pada kata teasing yang diterjemahkan menjadi saling menggoda. Dengan kata lain, pada proses penerjemahan terjadi pergeseran dari kata ke frasa reciprocal yang tidak terdapat pada bahasa sumber. Di samping pergeseran ini dikategorikan sebagai pergeseran unit (unit shifts), dalam kasus seperti ini, penerjemah juga sekaligus menerapkan pergeseran struktural (structural shifts) dengan adanya perubahan secara gramatikal antara struktur bahasa sumber (ST) dan struktur bahasa sasaran (TT). Dalam bahasa sumber, hanya terdapat satu kata saja, namun dalam bahasa sasaran terdapat dua kata. Contoh lainnya terlihat pada pergeseran berikut: frasa She had a litlle figure diterjemahkan menjadi perawakannya kecil, pergeseran yang terjadi adalah pergeseran dari klausa ke frase.

2.6.2.2.4. Pergeseran intra-sistem (intra-system shifts)

Dalam penerapan pergeseran pada penerjemahan seperti diuraikan pada pergeseran kategori 1, 2, dan 3 di atas, ada kemungkinan terjadinya perubahan sistem yang mempengaruhi kategori-kategori fundamental lainnya seperti pada bagian struktur, kelas dan unit. Perubahan sistem dapat berarti sebuah pergeseran di mana satu sistem dalam bahasa sumber yang berbeda dengan sistem dalam bahasa sasaran memiliki terjemahan ekivalen. Namun demikian, jelasnya, pergeseran-pergeseran dari


(52)

satu sistem ke sistem lainnya sering terkait dengan pergeseran struktur, unit atau pergeseran kelas.

Pergeseran intra-sistem (Intra-system Shifts) adalah pergeseran yang terjadi ketika bahasa sumber dan bahasa sasaran berada dalam satu sistem yang hampir sama (possess approximately corresponding systems) namun hasil terjemahan tidak

menunjukkan kaitan yang terlihat dalam terms pada sistem bahasa sasaran. Misalnya: sistem penjumlahan dan artikel yang meskipun memiliki sistem yang sama dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, namun keduanya tidak selamanya bermakna sama. Advice tanpa indikator jamak dalam bahasa Inggris menjadi nasihat-nasihat (jamak) dalam bahasa Indonesia. Demikian juga dengan artikel the dan a/an yang berarti sebuah dalam bahasa Indonesia. Artikel a dalam bahasa Inggris, dalam klausa He has a broken leg tidak diterjemahkan menjadi ‘Dia memiliki sebuah kaki yang patah melainkan Dia

mengalamai patah kaki’ atau kakinya patah’ dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran (Catford, 1965: 81).

Teori Catford mengenai pergeseran intra sistem mendapat dukungan dari Ernst dan Gutt yang menegaskan bahwa pada situasi tertentu, pada saat munculnya masalah dalam proses penerjemahan, penerjemah dimungkinkan untuk mengantisipasinya dengan mencari makna yang tepat untuk mengatasinya, yang kemungkinan menempuh cara di luar kebiasaan dalam pelaksanaan penerjemahan atau kemungkinan alternatif lain dengan strategi yang bertujuan untuk memperluas wawasan kontekstual pembaca.

Once aware of the problems arising in secondary communication situations,

translators can anticipate them and look for appropriate means to overcome them, which may well go beyond the usual tasks of translation and may require


(53)

strategies for widening the contextual knowledge of the sasaran audience by additional means”(Ernst and Gutt in Hickey, 1998: 52).

Contoh lain:

Bahasa Sumber: Bahasa Sasaran:

He has his car washed Mobilnya dicuci oleh seseorang

Bahasa Sumber: Bahasa Sasaran:

The sun sets in the west Matahari tenggelam di Barat

Menyangkut pergeseran sistem, seperti halnya dalam sistem untuk

menyatakan plural atau singular. Hoed (1993) mengelompokkan pergeseran

makna atau modulasinya ke dalam dua kelompok yaitu: (1) Pergeseran sudut

pandang dan (2) Pergeseran medan makna. Pergeseran sudut pandang

terjadi apabila unsur bahasa sumber memperoleh padanan pada bahasa

sasaran yang berbeda sudut pandangnya, seperti contoh berikut:

Bahasa Sumber: Bahasa Sasaran:


(54)

Pergeseran medan makna adalah pergeseran yang dihasilkan jika

unsur bahasa sumber memperoleh padanan bahasa sasaran yang medan

maknanya berbeda, seperti contoh berikut:

Bahasa Sumber: Bahasa Sasaran:

Rice Nasi/beras/padi

Pada contoh di atas, unsur bahasa sumber dan bahasa sasaran

memperlihatkan luas cakupan medan makna yang berbeda. Rice memiliki

medan makna yang lebih luas daripada beras. Machali (1996: 72)

mengemukakan dua jenis prosedur penerjemahan, yaitu modulasi wajib dan

modulasi bebas. (1) Modulasi wajib dilakukan apabila suatu kata, frasa, atau

struktur tidak ada padanannya dalam bahasa sasaran, sehingga perlu

dimunculkan yang lain. (2) Modulasi bebas adalah prosedur penerjemahan


(55)

makna, menimbulkan kesetalian dalam bahasa sasaran dan mencari

padanan yang terasa alami dalam bahasa sasaran, misalnya eksplisitasi.

Penerapan berbagai teknik serta implementasi pergeseran (shifts) dalam penerjemahan secara keseluruhan bermuara kepada suatu tujuan yakni keakuratan untuk memperoleh hasil terjemahan yang baik. Keakuratan dalam proses penerjemahan perlu untuk menghindari hasil terjemahan yang buruk yakni terdistorsi atau bahkan hilangnya makna bahasa sumber pada teks terjemahan, misalnya dengan terjadinya paraprhrasing dengan menambah, menghilangkan, dan mengaburkan makna dari bahasa sumber dalam bahasa sasaran.

Sebaliknya untuk menghasilkan terjemahan yang baik yakni dengan terciptanya ekivalensi makna yang dinamis (Dinamic Equivalence); akan menghasilkan makna yang sama. (Nida, 1982: 173) yang dipertegas oleh Catford dengan menjelaskan bahwa masalah utama praktik penerjemahan adalah menemukan kesetaraan makna dalam kedua bahasa (ST dan TT): “The central problem of translation practice is that of finding TL translation Equivalents” (1965: 21) yang kemudian menghasilkan suatu terjemahan yang benar, berterima, dan ekivalen sesuai prinsip dalam ideologi penerjemahan yakni secara utuh mengandung pesan teks bahasa sumber (Hoed dalam Silalahi, 2010).


(56)

Teks kontrak adalah suatu teks yang berisikan perjanjian mengikat antara dua pihak atau lebih yang biasanya terdiri atas rangkaian bagian yang saling terkait satu dengan lainnya. Teks kontrak merupakan salah satu bentuk sebagai bagian dari apa yang dikenal dengan legal texts, sebagai salah satu genre teks yang juga lazim disebut dengan legislative documents, pada umumnya menggunakan bahasa yang sangat spesifik dan relatif sulit dipahami oleh kaum awam, yang maknanya hanya dapat saling dipahami oleh komunitas dari profesi yang sama. “A recocognizable communicative event characterized by a set of communicative purpose(s) identified and mutually understood by members of the professional community in which it regularly occurs” (Bhatia, 1993: 102).

Kespesifikan bahasa teks legal terlihat pada jenis legal dokumen dalam draf bahasa formal dan cenderung kaku. “It has long been known that the language of the legal profession is different from ordinary speech. To some extent, those differences can be accounted for by the fact that legal documents tend to be drafted in formal literary English” (Baker, 1990). Ketidakluwesan bahasa legal teks tersebut menuntut kecermatan pembaca untuk memahaminya secara komprehensif.

Argumentasi tersebut diatas yang menyatakan bahwa teks legal dapat dipahami oleh mereka yang berasal dari komunitas profesi sejenis, dapat diterima. Namun demikian masalah yang kemudian muncul adalah bahwasanya dalam hal penerjemahan Legal teks AXA-Life sebagai objek dalam penelitian ini tidak lagi sebagai konsumsi kalangan terbatas semata (members of the professional), melainkan


(1)

Reinstatement requirements may include the payment of premium arrears.

39 Pembayaran tunggakan premi dapat menjadi salah satu persyaratan pemulihan.

1

Cooling off period 40 Hak bebas lihat 4

Along this cooling off period, the coverage has in force…

41 Selama cooling off period ini, polis telah berlaku…

4 The reinstatement date is

specified by the Insurer in writing.

42 Tanggal berlakunya pemulihan polis ditentukan oleh Penanggung secara tertulis.

2

This Policy will terminate at the earlier of the exact time of the occurance of the following events

43 Keterangan, kejadian atau pemberitahuan dibawah ini akan menyebabkan berakhirnya Pertanggungan

4

The information, statements or descriptions supplied by the policyholder or insured are found to be incorrect

44 Keterangan, pernyataan dan penjelasan yang tidak benar

4

The Payment of the Premiums must be made

45 Premi harus dibayarkan oleh Pemegang Polis

1,4

Payments shall be deemed received when such payment is cleared into the bank account of the insurer.

46 Pembayaran premi dianggap diterima apabila telah berhasil diuangkan dalam rekening Penanggung

4

The Policyholder may apply to the insurer to stop paying premiums or premium holiday.

47 Pemegang Polis dapat mengajukan permohonan penghentian pembayaran premi atau cuti premi

1,4

In the event that the insured is alive at the earlier of the Policy Maturity Date

48 49

Apabila Tertanggung masih hidup lebih awal dari Tanggal Akhir Kontrak

2,4 4

Maximum benefit is the higher of the Sum…

50 Manfaat Maksimum adalah

mana yang lebih tinggi…

2

Grace Period 51 Masa tenggang pembayaran

premi

2

If the regular premium still has not been paid after the grace

52 Jika premi berkala, setelah berakhirnya masa leluasa, tetap


(2)

period ends belum dibayarkan The sum insured deducted by the

aggregate of all withdrawals made

53 Uang pertanggungan dikuragi

dengan jumlah dana yang sudah diambil

4

The insurer reserves the right to pay no Benefit on Policy Termination

54 Penanggung berhak tidak membayar Maslahat apapun apabila pertanggungan dihentikan

1,4

provided the Investment Value…. 55 dengan ketentuan bahwa Nilai Investasi….

2,4

Benefit falls within limits specified by the Insurer.

56 Maslahat tersebut berada dalam batas-batas yang ditentukan oleh Penanggung.

1,4

Using specific investment instruments permitted under the Insurance Law

57 Dengan menggunakan

instrument investasi yang diperbolehkan menurut Ketentuan Perundang-undangan Asuransi.

4

Is allowed a 14 (fourteen) calendar day opportunity

58 memberikan kesempatan selama

14 (empat belas) hari kalender

1

on behalf of the Policyholder 59 untuk kepentingan Pemegang

Polis

2

Other investment Funds at the discretion of the Insurer.

60 Investasi lainnya sesuai dengan

pilihan Penanggung.

2

Investment risks are associated with the choice of Investment Fund

61 Resiko investasi tergantung dari

jenis Dana Investasi yang dipilih

1

The Policyholder is allowed to switch the fund from 1 (one) unit link product to another unit link product, provided the funds are in the same currency

62

63

Pemegang Polis berhak untuk memindahkan dana dari 1 (satu) produk unit link ke produk unit link yang lain, sejauh dana tersebut sesuai dengan mata uang yang dipilih.

3 2

The number of units increased for particular investment Fund hereto will depend on allocation to that Investment Fund as specified in

64 Kenaikan jumlah unit dari suatu

dana Investasi tergantung dari alokasi ke dana investasi seperti yang tercantum dalam data polis


(3)

the Policy Data.

The number of units increased is determined by deviding the investment value of the switching Investment Fund by the Offer Price of the relevant Investment fund.

65

66

Jumlah kenaikan unit ditentukan dengan membagi nilai investasi dari dana investasi yang dialihkan dengan harga jual dari dana investasi yang menerima pengalihan.

1

4

By the Bid Price of the relevant Investment Fund.

67 Bengan harga beli dari dana investasi tersebut.

4

Loyalty bonus 68 Loyalty bonus **

This Policy is subject to the following charges

69 Polis dikenakan biaya sebagai berikut

1

The Premium Charge is a percentage of the Premium. The Premium Charge is deducted as at the Premium Due Date.

70 Biaya atas premi adalah sejumlah persentase tertentu yang dikenakan pada saat pembayaran premi. Biaya atas premi akan dipotong pada saat premi jatuh tempo.

4

Other risks associated with the Insured and riders attached to the Policy. The charge is deducted monthly.

71 Resiko-resiko lainnya yang

berhubungan dengan

tertanggung dan pertanggungan tambahan sebagaimana terlampir pada polis ini. Biaya pertanggungan ini dibebankan tiap bulan.

4

The unit Price is already net of this charge

72 Harga unit investasi yang

diterbitkan sudah

mencerminkan pemotongan biaya ini.

4

The amount and nature of the charges

73 Besar dan jenis biaya 1

Once the Insurer pays the Benefit to the first Beneficiary who is recognized as legally authorized

74 Apabila penanggung telah membayarkan Maslahat pertanggungan kepada Ahli Waris pertama yang dianggap


(4)

resmi secara hukum The Insurer is not obliged to pay

any further Benefits to other legally authorized Beneficiaries

75 Penanggung tidak berkewajiban untuk membayarkan Maslahat apapun kepada Ahli Waris lain yang dianggap resmi secara hukum yang mengajukan setelahnya.

4

Then the insurer shall have the right to reject the said benefit payment.

76 Maka penanggung mempunyai

hak untuk menolak pembayaran maslahat dari polis ini.

4

In The event the Policy Data states that the Policy is denominated in foreign currency

77 Dalam hal polis menggunakan mata uang asing

4

Payments will be made based on equivalent Middle Exchange Rate

78 Pembayaran tersebut akan menggunakan Nilai Tukar Tengah yang ekivalen

1

Immediately following the date the Loyalty Bonus is credited.

79 Segera setelah Loyalti Bonus diberikan.

4

The amount of the Loyalty Bonus is determined by the insurer when due.

80 Besar Loyalti Bonus

ditentukan oleh Penanggung pada saat jatuh tempo.

2

In the event of Force Majeure, the Insurer should make every effort to inform the Policyholder about any obligation which cannot be satisfied

81 Dalam hal terjadi Keadaan Kahar, maka Penanggung diwajibkan memberitahukan

kepada Pemegang Polis mengenai setiap kewajiban-kewajiban Penanggung yang tidak dapat dipenuhi

3

The Insurer has the right to temporarily suspend

82 Penanggung memiliki hak untuk menghentikan sementara

1

Within no later than 1 (one) year after the end of such war

83 Selambat-lambatnya dalam waktu 1 tahun setelah berakhirnya perang

4

Upon the occurrence of Force Majeure.

84 Apabila terjadi keadaan atau kondisi tertentu yang berada di luar kendali Penanggung atau Force Majeure.

4

The Insurer cannot be considered negligent or in breach of the

85 Penanggung tidak dapat

dinyatakan telah melakukan


(5)

insurance agreement kelalaian atau pelanggaran terhadap Polis ini

The insurer shall then pay the unpaid balance of the amount

86 Penanggung akan membayarkan sisa jumlah yang belum dibayarkan

3

All Disputes, controversies or differences that may arise between the Insurer, the Policyholder,

--- The Insured or a Beneficiary out of, or in relation to, or in connection with this Policy, or for any breach thereof shall be decided amicably.

87

88

Apabila terjadi sengketa, kontroversi atau perselisihan antara Penanggung, Pemegang Polis,

--- Tertanggung atau Penerima Maslahat dan/atau yang berkepentingan atau berhubungan dalam Polis ini atau adanya pelanggaran, akan diselesaikan secara musyawarah.

3

4

The Policyholder, the Insured or a Beneficiary or interested party

89 Pemegang Polis Tertanggung atau Penerima Maslahat dan/atau yang berkepentingan dengan Pertanggungan ini

4

The insurer and the Policyholder has the right to select the legal domicile of the District Court of resolution as that closest to the domicile of the Insurer and the Policyholder for purposes of choosing the jurisdiction of Court

90 Penanggung dan pemegang

polis memiliki hak untuk memilih domisili hukum berkenaan dengan pengadilan yang akan menyelesaikan sengketa tersebut pada domisili terdekat Penanggung dan Pemegang Polis.

4

If the paties select the option of settlement of the dispute

91 Bila Penanggung atau Pemegang Polis memilih penyelesaian sengketa

3

The disputes, controversies and conflicts arising

92 Segala sengketa, kontroversi

dan konflik yang timbul

3

The arbitral proceeding according to each of the parties

93 Proses penyelesaian sengketa harus dengan persetujuan dari masing-masing pihak

4

The Board of Arbitration will determine the procedural timetable

94 Dewan Arbitrase akan

memutuskan jadwal

penyelesaian

1

The board of arbitration may amend this timetable from time to

95 Dewan Arbitrase memiliki wewenang untuk mengubah


(6)

time jadwal setiap saat Notwithstanding the provisions of

the Arbitration Law, the mandate of the board

96 Peraturan Arbitrase yang merupakan mandat dari Dewan Arbitrase

3

The arbitral award made and granted by the Board of Arbitration

97 Semua keputusan arbitrase yang dibuat dan diputuskan oleh badan arbitrase

3

All costs of arbitration 98 Semua biaya yang timbul 1 The parties hereto state that the

Arbitrators are bound by strict rules

99 Para pihak dengan ini menyatakan bahwa dalam membuat keputusannya para dewan arbitrase terikat pada hukum yang berlaku

4

The provisions contained in this Article 12 paragraph 4 will survive the termination and/or expiration of this Policy.

100 Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 12 ayat 4 ini akan tetap berlaku apabila Polis ini diakhiri dan/atau berakhir.