Identifikasi Masalah Pembatasan dan Perumusan Masalah Deskripsi Teoritis 1. Pengertian Belajar

B. Identifikasi Masalah

1 Upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam belajar matematika? 2 Apakah penerapan pendekatan reciprocal teaching dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa? 3 Kendala apa saja yang mungkin dihadapi dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan reciprocal teaching? 4 Apakah ada pengaruh pendekatan reciprocal teaching terhadap kemampuan berpikir kritis siswa?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1 Pembatasan Masalah Agar masalah ini dapat dibahas dengan jelas dan tidak meluas, maka penulis membatasi masalah hanya pada: a. Dalam penelitian ini metode yang digunakan pada kelas eksperimen adalah reciprocal teaching pengajaran terbalik, yaitu pendekatan yang mengajarkan siswa keterampilan kognitif penting dengan menciptakan pengalaman belajar. Pada kelas kontrol, metode yang digunakan adalah metode ekspositori b. Sedangkan kemampuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis dalam perspektif edukatif, yang dalam taksonomi bloom berpikir kritis memiliki arti yang sama dengan tingkat berpikir lebih tinggi, terutama evaluasi. Kecakapan untuk mengevaluasi adalah dasar untuk berpikir kritis. Sehingga dibatasi dengan indikator berikut: a Menganalisis, b Mengevaluasi, c dan Membuatmencipta. 2 Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: “Apakah kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran pendekatan reciprocal teaching lebih tinggi dibanding kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran konvensional dalam belajar matematika?”

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a Untuk mengetahui pengaruh penerapan pendekatan reciprocal teaching terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam belajar matematika. b Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa dalam belajar matematika antara kelas yang diberi pendekatan reciprocal teaching dengan kelas yang tidak diberi perlakuan. 2 Manfaat Penelitian Secara umum hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi program pendidikan matematika. Bagi pihak-pihak yang terkait, yakni: a Manfaat bagi para guru, kepala sekolah, dan lembaga pendidikan, penelitian ini dapat dijadikan refrensi sebagai salah satu pendekatan dalam meningkatkan berpikir kritis. b Manfaat bagi siswa dapat memaksimalkan kemampuan berpikir kritisnya dan dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan yang menarik dalam proses belajar. c Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai suatu informasi mengenai penerapan pendekatan pengajaran terbalik dalam meningkatkan kemrampuan berpikir kritis siswa.

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis 1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan masalah dan urusan setiap orang. Tingkah laku dan semua perbuatan manusia dalam rentang kehidupannya terbentuk, disesuaikan dan berubah karena belajar. Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Dikalangan psikolog terdapat keberagaman cara dalam menjelaskan dan mendefinisikan tentang makna belajar. Menurut Anwar Kasim ”Belajar adalah proses interaksi antar individu peserta didik dengan lingkungannya yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang relative permanen pada pusat syaraf sentral otak. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, belajar adalah “Berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu” 7 Sedangkan Hilgard mengungkapkan: ”bahwa belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan didalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.” 8 Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar juga merupakan proses mental yang terjadi didalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Muhibbin Syah menjelaskan bahwa: 7 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, h.17 8 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, Cet..5, h. 112. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada disekolah maupun dilingkungan rumah atau keluarganya sendiri. 9 Biggs mendefinisikan belajar dalam 3 macam rumusan, ”yaitu: rumusan kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Dalam rumusan ini kata- kata seperti perubahan dan tingkah laku tak lagi disebut secara eksplisit mengingat kedua istilah ini sudah menjadi kebenaran umum yang diketahui semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan” 10 Secara kuantitatif ditinjau dari sudut jumlah, belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Secara institusional tinjauan kelembagaan, belajar dipandang sebagai proses ”validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai dengan proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor. Adapun pengertian belajar secara kualitatif tinjauan mutu ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa. Hal ini semakin menguatkan bahwa belajar menambahkan pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apapun sangat memungkinkan untuk diartikan sebagai belajar. Alasannya sampai batas tertentu 9 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, Cet. 9 edisi revisi, h.89 10 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan..., h. 91 pengalaman hidup juga berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian orang yang bersangkutan. Selanjutnya, dalam perspektif keagamaan pun dalam hal ini islam, belajar merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka. Hal ini dinyatakan dalam surat Mujadalah: 11 yang berbunyi: ﻊ ْﺮ ﻪﱠ ا ﺬﱠا اﻮ اء ْ ﻜْ ﺬﱠاو اﻮ وأ ْﻌْا تﺎﺟرد “……..Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat kepada orang-orang beriman dan berilmu” Jadi, secara umum Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Peristiwa belajar disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik dari pada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial dimasyarakat. Belajar dengan proses pembelajaran ada peran guru, bahan ajar dan lingkungan.

a. Ciri - Ciri Belajar

Dari bebrapa definisi para ahli diatas, dapat disimpulkan adanya beberapa ciri belajar, yaitu: 1. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku change behavior . Ini berarti, bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. 2. Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-rubah. 3. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial; 4. perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman 5. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan, Sesuatu yang memperkuat itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku. 11

b. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni: 1. Faktor internal. Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor ini meliputi: a. Faktor fisiologis: Faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua, yang pertama yaitu keadaan tonus jasmani, yang pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Dan yang kedua keadaan fungsi jasmanifisiologis, selama proses belajar berlangsung peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar. b. Faktor psikologis: Keadaan psikologi seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar antara lain: Kecerdasan siswa kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat, motivasi salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa, motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar, minat interest keinginan yang besar terhadap sesuatu, Sikap gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksimerespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek,orang,peristiwa, dan sebagainya baik secara positif maupun negatif, bakataptitude kemampuan yang dimiliki 11 Baharudin Esa Nur Wahyuni ,Teori Belajar dan Pembelajaran, Jokjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008 Cet. III, h.15 seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang 2. Faktor eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu: a. Lingkungan sosial: Berupa Lingkungan sosial sekolah seperti guru, administrasi dan teman-teman sekelas, Lingkungan sosial masyarakat, lingkungan sosial keluarga. b. Lingkungan non sosial: Lingkungan alamiah, faktor instrumental, faktor materi pelajaran. 3. Faktor pendekatan belajar approach to learning, yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. 12 Dari ketiga Faktor-faktor diatas, baik faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar dalam banyak hal sering saling berkaitan dan mempengaruhi antara satu sama lain.

2. Pengertian Belajar Matematika

Dalam abad ke-20 ini seluruh kehidupan manusia sudah mempergunakan matematika, baik matematika ini sangat sederhana hanya menghitung satu, dua, tiga, maupun yang sampai sangat rumit, Misalnya perhitungan antariksa. Berhubungan dengan Perkembangan ilmu pengetahuan tentu saja tidak lepas dari Usaha para Ilmuwan dalam mengembangkannya, maka dalam hal ini akan dibahas tentang berbagai macam definisi dari matematika. a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuam eksak dan terorganisir secara sistematik. b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. 12 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan..., h. 132 c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan berhubungan dengan bilangan. d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah dengan ruang dan bentuk. e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. 13 Istilah mathematics inggris, mathematik Jerman, mathematique perancis, matematico italia, atau matematiceski Rusia berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan yunani, mathematike , yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu knowledge, science. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar berpikir. Jadi berdasarkan etimologis, perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Dalam kamus matematika, matematika adalah Pengkajian logis mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berkaitan; matematika seringkali dikelompokkan kedalam tiga bidang: aljabar, analisis, dan geometri, walaupun demikian tidak dapat dibuat pembagian yang jelas karena cabang-cabang ini telah bercampur baur; pada dasarnya aljabarnya melibatkan bilangan dan pengabstrakannya analisis melibatkan kekontinuan dan limit, sedangkan geometri membahas bentuk dan konsep-konsep yang berkaitan; sains didasarkan atas postulat yang dapat menurunkan kesimpulan yang diperlukan dariasumsi tertentu. 14 James dan James mengatakan bahwa ”matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, sususnan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya dengan jumlah yang banyak yang 13 Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasinal, h. 11 14 Djati Kerami Cormentyna Sitanggang, Kamus Matematika, Balai Pustaka: Jakarta 1999, h.158 terbagi dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.” 15 Namun pembagian yang jelas sangatlah sukar untuk dibuat, sebab cabang-cabang itu semakin bercampur. Menurut Jhonson dan Myklebust Matematika adalah bahasa simbolis yang berfungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan- hubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Lerner mengemukakan bahwa matematika disamping sebagi bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mnegenai elemen dan kuantitas. Kline juga mengemukakan bahwa matematika merupakan bahas simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tapi juga cara bernalar induktif. 16 Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir. Pada permulaanya cabang-cabang matematika yang ditemukan adalah aritmatika atau berhitung, aljabar dan geometri. Setelah itu ditemukan kalkulus yang berfungsi sebagai tonggak penopang terbentuknya cabang matematika baru yang lebih kompleks, antara lain statistika, topologi, aljabar, Linier, abstrak, himpunan, geometri sistem geometri, geometri linier, analisis vektor, dan lain-lain. Matematika juga dikenal sebagai ratunya ilmu, yang dimaksud bahwa matematika adalah sebagai sumber dati ilmu yang lain. Dengan kata lain, banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung dari matematika. Matematika tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri sebagai suatau ilmu, juga untuk melayani kebutuhan ilmu pengetahuan dalam pengembangan dan oprasionalnya. Matematika menurut Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa ”belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam 15 Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Universitas Pendidikan Indonesia, h .16 16 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak yang Berkesulutan Belajar, Jakarta: Rineke Cipta, 1999, Cet. 1, h . 252 pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur.” 17 Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak Belajar matematika juga dikemukakan oleh w. Brownell yang mengatakan ”bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan belajar pengertian. Dia menegaskan bahwa belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses yang bermakna.” 18 Hakekat pendidikan matematika pada prinsipnya membantu peserta didik agar berpikir kritis, bernalar efektif, efisien, bersikap ilmiah, disiplin, bertanggung jawab, berjiwa keteladanan, percaya diri disertai dengan iman dan takwa. Karena itu, tugas guru matematika adalah membantu peserta didik agar memahami dan menghayati prinsip dan nilai matematika, sehingga tumbuh daya nalar, berpikir logis, sistematik, kritis, kreatif, cerdas, mencintai keindahan, bersikap terbuka, dan rasa ingin tahu Dengan uraian-uraian diatas mudah-mudahan membuka cakrawala pengertian kita tentang belajar matematika semakin luas, tidak terlalu sempit dengan hanya memandang dari satu segi saja.

3. Pengertian Berpikir.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa berpikir tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Ia bisa saja memikirkan masalah-masalah yang muncul dari situasi dan kondisi masa kini, masa lampau ataupun masalah-masalah yang akan datang. ”Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar dan berpikir secara kritis, membuat 17 Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelaran..., h. 43 18 Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran..., h. 48 keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah.” 19 sedangkan dalam kamus besar bahasa indonesia berpikir adalah ”menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu” 20 Dalam proses berpikir itu sebenarnya orang tidak diam atau pasif, tetapi jiwanya aktif berusaha mencari penyelesaian masalah. Untuk itu proses berpikir lebih tepat jika dikatakan bersifat dinamis, bukan statis atau pasif, dan mekanistis sebagaimana sering dipersepsikan orang. Namun demikian, pada hakikatnya berpikir adalah ”Suatu rahmat dan karunia dari Allah SWT yang dengannya Dia membedakan dan menaikkan derajatkedudukan manusia dari seluruh ciptaan-Nya” 21 . Firman Allah tentang keutamaan berpikir terdapat dalam surat Al-Rum ayat 8 ْ وأ اوﺮﱠﻜ ْ ﻬﺴ ْأ ﺎ ﻖ ﺧ ﻪﱠ ا تاﻮ ﱠﺴ ا ضْرﺄْاو ﺎ و ﺎ ﻬ ْﺑ ﺎﱠإ ﱢﻖﺤْﺎﺑ ﺟأو ﻰً ﺴ ﱠنإو اًﺮ ﺜآ سﺎﱠ ا ءﺎﻘ ﺑ ْ ﻬﱢﺑر نوﺮ ﺎﻜ . ”Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang kejadian diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan.Dan sesungguhnya kebanyakan diantara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya”Qs.Al- Rum:8 Berpikir merupakan ”hasil dari transfer of training atau latihan yang digunakan secara terus menerus tentang suatu masalah sehingga kerangka logis dan kebiasaan kerja kerasnya dalam berpikir akan berakibat pada kemajuan berpikir untuk bidang lain.” 22 Misalnya seorang anak yang cerdas dibidang ilmu pasti biasanya memiliki prestasi yang baik juga dalam ilmu bahasa. Hal ini mengandung arti bahwa kecerdasan atau 19 Jhon W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2008, Cet.2, h. 357 20 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, h.872 21 Zaleha Izhab Hassoubah, Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis, Bandung: Nuansa, 2007, h. 20 22 Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Mizan Publika, 2004, Cet. 1, h. 109 prestasi ilmu pasti tersebut merupakan kemampuan yang dapat ditransfer dalam kemampuan prestasi bahasa dan akhirnya bisa ditransfer pada bidang-bidang lainnya. Philip L. Harriman mengungkapkan, bahwa berpikir thingking adalah istilah yang sangat luas dengan berbagai definisi misalnya, angan-angan, pertimbangan, kreativitas, tingkah laku, pembicaraan yang lengkap, aktivitas idaman, pemecahan masalah, penentuan, perencanaan, dan sebagainya; aktivitas dalam menanggapi suatu situasi yang tidak objektif yang menyerang organ pancaindra. 23 Menurut Peter ”berpikir thinking adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat remembering dan memahami comprehending . Menurut Reason mengingat dan memahami lebih bersifat pasif dari pada kegiatan berpikir thinking.” 24 Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanana sesuatu yang telah dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan; sedangkan memahami memerlikan pemerolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat keterkaitan antara aspek-aspek dalam memory. Berpikir adalah istilah yang lebih dari keduanya. Berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga diluar informasi yang didengarnya. Misalkan kemampuan berpikir seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan yang harus dihadapi. Perkembangan berpikir seorang anak bergerak dari kegiatan berpikir konkret menuju berpikir abstrak. Perubahan berpikir ini bergerak sesuai dengan meningkatnya usia seorang anak. Seorang guru perlu memahami kemampuan berpikir anak sehingga tidak memaksakan materi-materi pelajaran yang tingkat kesukarannya tidak sesuai dengan usia anak untuk diterima dan dicerna oleh anak. Bila hal ini terjadi maka anak mengalami kesukaran untuk mencerna gagasan-gagasan dari materi pelajaran yang diberikan, maka gagallah usaha guru untuk membelajarkan anak didik. 23 Abdul Rahman Shaleh, Psikologi: Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, Cet.3, h.226 24 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi..., h. 230 Menurut Jean Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Piaget membagi tahap perkembangan kognitif manusia kedalam empat fase. Berikut ini tabel tahap perkembangan kognitif menurut piaget. Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget Tahap UsiaTahun Gambaran Sensorimotor 0 - 2 Bayi bergerak dari tindakan refleks instingtif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik Anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Operational 2 - 7 Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindak fisik. Concrete Operatinal 7 - 11 Pada saat ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda- benda kedalam bentuk-bentuk yang berbeda. Formal Operational 11 - 15 Anak remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik. 25 25 Baharudin Esa Nur Wahyuni ,Teori Belajar…, h.123 Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, oleh sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Artinya, belum tentu orang yang memiliki kemampuan mengingat dan memahami memiliki kemampuan juga dalam berpikir. Sebaliknya, kemampuan berpikir seseorang sudah pasti diikiuti oleh kemampuan mengingat dan memahami. Dengan demikian, berpikir sebagai kegiatan yang melibatkan proses mental memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, sebaliknya untuk dapat mengingat dan memahami diperlukan proses mental yang disebut berpikir. Ditinjau dari kedalaman atau kekompleksan kegiatan matematik, Berpikir dalam matematika dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu berpikir tingkat rendah lower-order thinking dan berpikir tingkat tinggi higher-order thinking a. Berpikir Tingkat Rendah Bloom mengemukakan bahwa berpikir tingkat rendah meliputi tiga aspek pertama dari ranah kognitif yaitu aspek pengetahuan knowledge, pemahaman comprehension, dan aplikasi application. b. Berpikir Tingkat Tinggi berpikir kritis Ruseffendi mengemukakan bahwa tiga ranah kognitif terakhir dari Bloom yaitu aspek analisis, sintesis dan evaluasi, termasuk pada aspek berpikir tingkat tinggi. 26

4. Pengertian Berpikir Kritis

Kata”kritis” muncul dari bahasa yunani yang berarti ”hakim” dan diserap oleh bahasa latin. Kamus Oxford menerjemahkan sebagai ”sensor” atau pencarian kesalahan. 27 Tujuan awal berpikir kritis adalah menyingkapkan kebenaran dengan menyerang dan menyingkirkan semua yang salah supaya kebenaran akan terlihat. Peran berikutnya berpikir kritis 26 http:suchaini.wordpress.com20081215teori-berfikir-kreatif-pendidikan 27 Edward de Bono, Revolusi Berpikir, Bandung, PT. Mizan Pustaka, 2007, Cet. 1, h. 204 adalah memeriksa logika yang digunakan. Dengan logika kita mencoba memperoleh kebenaran yang lebih luas lagi dari kebenaran yang sudah kita miliki. Berpikir kritis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu secara tajam dalam penganalisaannya. Definisi berpikir kritis telah dipresentasikan dengan berbagai cara. Bayer menawarkan definisi yang paling sederhana: “Berpikir Kritis berarti membuat penilaian-penilaian yang masuk akal”. 28 Bayer memandang berpikir kritis sebagai menggunakan kriteria untuk menilai kualitas sesuatu, dari kegiatan yang paling sederhana seperti kegiatan normal sehari-hari sampai konklusi dari sebuah paper penelitian. Menurut Bayer, berpikir kritis adalah sebuah cara berpikir disiplin yang digunakan seseorang untuk mengevaluasi validitas sesuatu pernyataan-pernyataan, ide-ide, argument-argumen, penelitian, dan lain-lain. Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang lain. 29 Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Bagi Rudinow dan Barry 1994 ”berpikir kritis adalah sebuah proses yang menekankan sebuah basis kepercayaan-kepercayaan yang logis dan rasional, memberikan serangkaian standar dan prosedur untuk menganalisis, menguji dan mengevaluasi.” 30 Swartz dan D.N. Perkins mengatakan bahwa berpikir kritis berarti: 28 Dennies K. Filsaime, Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2008 h. 56 29 Johnson. Elaine B, Contextual teaching and learning..., h.. 183 30 Dennies K. Filsaime, Menguak rahasia …, h. 57 a. Bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan yang logis; b. Memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dalam membuat keputusan; c. Menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar tersebut d. Mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian 31 Dimotivasi oleh keinginan untuk menemukan jawaban dan mencapai pemahaman, pemikir kritis meneliti proses berpikir mereka sendiri dan proses berpikir orang lain untuk mengetahui apakah proses berpikir mereka masuk akal. Mereka mengevaluasi pemikiran tersirat dari apa yang mereka dengar dan baca,dan mereka meneliti proses berpikir mereka sendiri saat menulis, memecahkan masalah, membuat keputusan, atau mengembangkan sebuah proyek. Pemikir kritis secara sistematis menganalisis aktivitas mental untuk menguji tingkat keandalannya. Mereka tidak menerima begitu saja cara mengerjakan sesuatu hanya karena selama ini memang begitulah cara mengerjakannya, dan mereka juga tidak menganggap suatu pernyataan benar hanya karena orang lain membenarkannya. Belajar berpikir secara kritis merupakan tugas yang tidak ringan, mereka yang dapat mempertahankan dirinya melakukan tugas ini akan termotivasi oleh dorongan yang bersifat ekstrinsik dan intrinsik yang bermula dari sebuah kemajuan akan tercapai dengan berpikir secara kritis. Latar belakang kepribadian dan kebudayaan seseorang dapat mempengaruhi usaha seseorang untuk berpikir secara kritis terhadap suatu masalah dalam kehidupan. Sedangkan berpikir kritis dalam belajar matematika adalah: 31 Zaleha Izhab Hassoubah, Mengasah Pikiran..., h. 86 Suatu proses kognitif atau tindakan mental dalam usaha memperoleh pengetahuan matematika berdasarkan penalaran matematik. Penalaran matematik meliputi menarik kesimpulan logis; memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan; memperkirakan jawaban dan proses solusi; menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik; menarik analogi dan generalisasi; menyusun dan menguji konjektur; memberikan contoh penyangkal counter-example; mengikuti aturan inferensi; memeriksa validitas argumen; menyusun argumen yang valid; menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan menggunakan induksi matematik. 32 Daniel Perkins dan Sarah Tishman dalam buku psikologi pendidikan bekerja sama dengan para guru untuk memasukkan pelajaran pemikiran kritis dikelas. Berikut ini beberapa keterampilan berpikir kritis yang mereka gunakan untuk membantu perkembangan murid: a. Berpikir terbuka. Ajak murid menghindari pemikiran sempit dan dorong mereka untuk mengeksplorasi opsi-opsi. b. Rasa ingin tahu intelektual. Dorong murid anda untuk bertanya, merenungkan, menyelidiki, dan meneliti. c. Perencanaan dan strategi. Bekerja samalah dengan murid anda dalam menyusun rencana, menentukan tujuan, mencari arah, dan menciptakan hasil. d. Kehati-hatian intelektual. Dorong murid anda untuk mengecek ketidak akuratan dan kesalahan, bersikap cermat dan teratur. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman membuat kita menngerti maksud dibalik ide yang mengarahkan hidup kita setiap hari. Pemahaman mengungkapkan makna dibalik suatu kejadian. 33 32 http:unhalu.ac.idstafffahinu 33 Johnson. Elaine B, Contextual teaching and learning, Bandung: Mizan Learning Center, 2002 h. 185

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berpikir Kritis

Secara Umum faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor situasional dan faktor disposisi. 1. Faktor Situasional adalah ”faktor yang mempengaruhi pada saat seseorang berpikir dalam membuat penilaian terhadap informasi yang diterimanya” 34 , faktor-tersebut antara lain: 1.1. Situasi Accountable: situasi dimana seseorang dituntut untuk mempertanggungjawabkan hasil keputusannya. Faktor ini merupakan faktor situasional terpenting dalam mengambil keputusan. 1.2. Keterlibatan Involvement: Keterlibatan seseorang dalam permasalahan mempengaruhi proses berpikir dan pengambilan keputusan seseorang. Seseorang dikatakan terlibat didalam suatu permasalahan apabila permasalahan tersebut memiliki arti atau relevansi secara pribadi 2. Faktor Disposisi adalah faktor-faktor kebiasaan dan pengalaman masa lalu seseorang yang berpengaruh terhadap penilainnya. Faktor-faktor tersebut adalah: 2.1. Pengalaman Bertukar Peran Role Taking: Pengalaman dimana seseorang memiliki kesempatan untuk bertukar peran dengan orang lain yang memiliki latar belakang berbeda meningkatkan kemampuan seseorang dalam menilai suatu hal dari berbagai sudut pandang. Dengan kemampuan melihat masalah dari berbagai sudut pandang, kemampuan berpikir kritis makin meningkatan. 2.2. Pembiasaan dan Latihan: Berpikir kritis merupakan suatu keterampilan yang bisa diajarkan dan dilatih. Semakin sering seseorang dilatih, semakin mahir ia menggunakannya. 34 Bagus Takwin, Hubungan Antara Berpikir Kritis dengan Situasi Accountable dan Nilai, Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997, h.37 2.3. Ekstrimitas penilaian seseorang terhadap suatu permasalahan: apabila dalam suatu permasalahan seseorang mempersepsikan berbagai nilai yang saling berkonflik satu sama lainnya maka penilainnya terhadap masalah akan menjadi moderat. Sebaliknya, apabila dalam permasalahan tersebut seseorang tidak mempersepsikan adanya konflik nilai, maka penilainnnya terhadap masalah itu akan menjadi ekstrim. Orang yang memiliki penilaian ekstrim cenderung melakukan penilaian pada satu titik ekstrim saja dan tidak lagi melihat permasalahan dari berbagai sisi. Ia jadi mudah menerima dan menilai suatu informasi. Hal ini menunjukkan penurunan perilaku berpikir kritis. 2.4. Pendidikan Tinggi: Pendidikan tinggi mengajarkan mahasiswa untuk berpikir dan menganalisis masalah-masalah tertentu dan menyelesaikannya. 2.5. Nilai Value: Nilai berperan dalam mempengaruhi tingkah laku adalah standar, petunjuk umum dan motivator dalam bertingkah laku. Berpikir kritis adalah salah satu tingkah laku yang juga tidak luput dari pengaruh nilai. 2.6. Metode Pengajaran: Berpikir adalah keterampilan yang bisa dilatih dan diajarkan. Model-model belajar mengajar banyak dikembangkan oleh ahli psikologi, diantaranya model belajar mengajar dari Bloom dan Williams, selain ranah kognitif, juga mencoba mencapai sasaran pada ranah afektif. 2.7. Usia: Usia berpengaruh terhadap kemampuan berpikir. Menurut piaget tahap kemampuan kognitif manusaia berkembang sesuai dengan usianya. Ada perbedaan kemampuan berpikir pada tiap tahap perkembangannya. Kemampuan berpikir kritis dapat membantu manusia membuat keputusan yang tepat berdasarkan usaha yang cermat, sistematis, logis, dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Bukan hanya mengajar kemampuan yang perlu dilakukan, tetapi juga mengajar sifat, sikap, nilai, dan karakter yang menunjang berpikir kritis. Artinya, anak-anak perlu dididik untuk berpikir kritis. 35 Konstruksi berpikir kritis didasarkan pada tiga perspektif pemikiran, yaitu: a Perspektif Filosofis b Perspektif Psikologis c Pespektif Edukatif Dari ketiga konstruksi berpikir kritis diatas, yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruksi berpikir kritis dalam perspektif edukatif, maka hanya akan dijelaskan tentang berpikir kritis dalam perspektif edukatif.

b. Berpikir Kritis dalam Perspektif Edukatif

Salah satu model berpikir kritis yang paling berpengaruh dalam perspektif edukatif adalah taksonomi Bloom. Teori ini telah dipandang sebagai representasi dari perspektif edukatif dari teori berpikir kritis yang juga digunakan sebagai pembatasan masalah dalam penelitian ini. Bloom dan karthwohl telah memberikan banyak inspirasi kepada banyak orang yang melahirkan taksonomi lain. Prinsip yang digunakan ada 4 buah, yaitu: a. Prinsip metodologis: Perbedaan-perbedaan yang besar telah mereflesikan kepada cara-cara guru dalam mengajar b. Prinsip psikologis: Taksonomi hendaknya konsisiten dengan fenomena kejiwaan yang ada sekarang. c. Prinsip logis: Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisiten. 35 http:unisosdem.orgkliping_detail.php?aid=6136coid=1caid=52 d. Prinsip Tujuan: Tingkatan-tingkatan tujuan selaras dengan tingkatan-tingkatan nilai-nilai. Tiap-tiap jenis tujuan pendidikan hendaknya menggambarkan corak yang netral. 36 Taksonomi Bloom sangat dikenal di Indonesia yang menyusun kategori 6 level. Keenam level tersebut diurut dari tingkat intelektual yang rendah tingkat pengetahuan ke tingkat yang paling komplek tingkat evaluasi. Teori Bloom juga telah diterima luas dan diajarkan dalam kelas-kelas disemua bidang dari program pendidikan. Pedagogi berpikir kritis selalu mengacu pada teori Bloom, memberi para siswa praktik pada beberapa tingkatan yang lebih rendah dari kecakapan- kecakapan berpikir kritis sebelum mengarahkan mereka pada tugas-tugas yang lebih sulit dari proses-proses berpikir kritis. Taksonomi ini disusun pertama kali pada tahun 1956 oleh satu tim yang terdiri dari 34 orang dengan editor utama Benyamin S. Bloom dan 4 editor pendamping. Taksonomi ini direvisi pada tahun 2001 dengan editor utama Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl. Perubahan yang paling utama adalah pengubahan istilah tingkatan kognitif dari kata benda menjadi kata kerja. Berikut ini perubahannya: 1. Knowledge Remembering Pengetahuan Mengingat 2. Comprehension Understanding Pemahaman Memahami 3. Application Applying Aplikasi Mengaplikasikan 4. Analysis Analyzing Analisa Menganalisa 5. Syntesis Evaluating Perpaduan Mengevaluasi 6. Evaluating Creating Evaluasi Membuat. 37 36 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2003, h.116 37 Wijaya W Prasetyo, Mengetahui Level Soal Matemtika dengan Taksonomi Bloom dalam http:www.docstoc.comsearchsoal-matematika-bloom?catfilter=1 Dalam penelitian ini tingkatan kognitif yang digunakan adalah yang direvisi pada tahun 2001. Berikut penjelasannya: 1. Remembering Mengingat Pada level ini menuntut siswa untuk mampu mengingat recall informasi yang telah diterima sebelumnya, seperti misalnya: fakta, terminologi, rumus, strategi pemecahan masalah, dan sebagainya. ”Dari sudut respon belajar siswa, pengetahuan itu perlu dihafal, diingat, agar dapat dikuasai dengan baik. Ada beberapa cara untuk dapat menguasai menghafal, misalnya dibaca berulang-ulang, menggunakan teknik mengingat memo teknik”. 38 Dalam menghadapi soal matematika kerja otak hanya mengambil informasi dalam satu langkah dan menulisnya secara apa adanya. Misalnya dalam pembelajaran matematika pada materi lingkaran, Contoh soalnya: ”Apa rumus mencari keliling lingkaran?” 2. Understanding Memahami Tipe Pemahaman ini lebih tinggi satu tingkat dari tipe mengingathafalan. Kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Dalam hal ini siswa diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri. Ada tiga macam pemahaman yang berlaku umum; Pertama pemahaman terjemahan: yakni kesanggupan memahami makna yang terkandung didalamnya. Kedua pemahaman penafsiran: menghubungkan dua konsep yang berbeda. Ketiga pemahaman ekstrapolasi; Kesanggupan melihat dibalik yang tertulis. Ketiga macam tipe pemahaman tersebut kadang-kadang sulit dibedakan dan bergantung pada konteks isi pelajaran. 38 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru: 1989, h. 50 Dalam mengerjakan soal matematika, kerja otak kita mengambil informasi dalam satu langkah dan menjelaskannya secara gamblang. Contoh soalnya: ”Jelaskan apa perbedaan dari luas lingkaran dan keliling lingkaran?” 3. Applying Mengaplikasikan Merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi yang baru, serta memecahkan masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. Jadi dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum, rumus, kemudian dalil hukum tersebut diterapkan dalam pemecahan suatu masalah situasi tertentu. Dengan kata lain, aplikasi bukanlah keterampilan motorik tapi lebih banyak keterampilan mental. Dalam mengerjakan soal matematika, kerja otak kita mengambil informasi dalam satu langkah dan menerapkan informasi itu untuk memecahkan persoalan yang ada. Contoh soal: ”Berapa luas lingkaran dengan jari-jari 12 cm?” 4. Analyzing Menganalisis Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, dan membedakan suatu fakta, atau konsep, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada tidaknya kontrrdiksi. Dalam hal ini siswa diharapakan menunjukan hubungan diantara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip yang telah dipelajari. Analisis memanfatkan kemampuan sebelumnya yakni mengingat, memahami dan mengaplikasi. Dalam mengerjakan soal matematika, kerja otak kita mengambil informasi dalam satu langkah dan menerapkan informasi itu untuk memecahkan persoalan yang ada. Akan tetapi informasi itu belum bisa memecahkan permasalahan, sehingga dibutuhkan informasi lagi yang berbeda dari informasi yang sebelumnya untuk memecahkan permasalahan. Contoh soalnya yaitu: ”Berapa luas lingkaran jika diketahui keliling lingkarannya 100 π”? 5. Evaluating Mengevaluasi Pada level ini siswa diharapkan mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu. Membandingkan kriteria dengan suatu yang nampakaktualterjadi mendorong seseorang menentukan putusan tentang nilai sesuatu tersebut. Dalam proses ini diperlukan kemampuan yang mendahuluinya yakni mengingat, memahami, mengaplikasi dan menganalisis. Dalam mengerjakan soal matematika, kita dihadapkan dalam suatu permasalahan yang menuntut suatu keputusan. Dimana keputusan ini diambil setelah kita melakukan analisa secara menyeluruh. Contoh soal: ”Diketahui lingkaran A mempunyai luas 100 π dan lingkaran B mempunyai keliling 50π. Tentukan apakah lingkaran A dan B mempunyai ukuran yang sama?jelaskan” 6. Creating Membuat Mencipta disini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh. Dalam mengerjakan soal matematika kita diharuskan untuk menghasilkan sesuatau halrumus yang baru yang bisa kita gunakan untuk memecahkan persoalan. Contoh soal: ”Jelaskan secara matematika hubungan antara luas dan keliling lingkaran” Dari semua tingkatan berpikir diatas adalah penting, menurut Bloom, seseorang harus menguasai satu tingkatan berpikir sebelum dia bisa menuju ketingkatan atas berikutnya. Alasannya adalah kita tidak bisa meminta seseorang untuk mengevaluasi jika dia tidak mengetahuinya, tidak memahaminya, tidak bisa menginterpretasikannya, tidak bisa menerapkannya, dan tidak bisa menganalisanya. Pengertian dan isi masing-masing tingkat dari kawasan kognitif dan cakupan kawasan secara utuh dapat tergambar dengan jelas. Kalau kita melihat kebelakang yaitu pada sistem pendidikan dan penataran yang biasa kita selenggarakan selama ini dapat ditarik kesimpulan bahwa umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah seperti: tingkat pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan dan jarang sekali menerapkan analisis, sintesis, dan evaluasi. Apabila semua tingkat pada kawasan kognitif sudah dapat diterapkan secara merata dan terus menerus disetiap kegiatan pengajaran dan latihan, maka kualitas pendidikan yang dihasilkan tentu akan lebih baik. Dalam menerapkan ke enam tingkat kognitif ini juga perlu diperhatikan eksistensi dan kontinuitas dari tingkat yang paling rendah, konkrit, sederhana tingkat pengetahuan sampai pada tingkat paling tinggi, kompleks dan abstrak tingkat evaluasi. ”Bagi Bloom, berpikir kritis memiliki arti yang sama dengan tingkat berpikir yang lebih tinggi, terutama “evaluasi”. Kecakapan untuk mengevaluasi adalah dasar untuk berpikir kritis yang melibatkan ide-ide, solusi-solusi, argumen-argumen dan fakta-fakta.” 39 karena tiga ranah kognitif terakhir dari Bloom yaitu aspek analisis, sintesis dan evaluasi, termasuk pada aspek berpikir tingkat tinggi berpikir kritis maka dalam penelitian ini menggunakan indikator: 1 Menganalisis, 2 Mengevaluasi, 3 dan Membuatmencipta.

5. Pendekatan Reciprocal Teaching Pengajaran Terbalik

a. Pengertian pendekatan Reciprocal Teaching

Reciprocal teaching atau pengajaran terbalik ”merupakan suatu pendekatan terhadap pengajaran siswa akan strategi-strategi belajar. 39 Dennis K. Filsaime, Menguak Rahasia Berpikir…, h. 74 Pengajaran terbalik adalah pendekatan konstruktivistik yang berdasar pada prinsip-prinsip pembuatan pengajuan pertanyaan”. 40 Pengajaran terbalik mengacu pada sekumpulan kondisi belajar dimana siswa pertama-tama mengalami sekumpulan kegiatan kognitif tertentu dan perlahan-lahan baru melakukan fungsi-fungsi itu sendiri. Reciprocal Teaching atau pengajaran terbalik lebih menghendaki guru menjadi model dan pembantu dari pada penyaji proses pendidikan. Menurut Ibrahim Reciprocal Teaching adalah Prosedur pengajaran atau pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan kepada siswa tentang strategi-strategi kognitif serta untuk membantu siswa memahami bacaan dengan baik, Dengan menggunakan pendekatan reciprocal teaching siswa diajarkan empat strategi pemahaman dan pengaturan diri spesifik, yaitu merangkum bacaan, mengajukan pertanyaan, memprediksi, dan mengklarifikasi. 41 Dengan pengajaran terbalik guru mengajarkan siswa keterampilan- keterampilan kognitif penting dengan menciptakan pengalaman belajar, melalui pemodelan perilaku tertentu dan kemudian membantu siswa mengembangkan keterampilan tersebut atas usaha mereka sendiri dengan pemberian semangat, dukungan dan suatu sistem scaffolding bimbingan yang diberikan oleh orang yang lebih tahu kepada orang yang kurang atau belum tahu. Reciprocal teaching refers to an instructional activity that takes place in the form of a dialogue between teachers and students regarding segments of text. The dialogue is structured by the use of four strategies: summarizing, question generating, clarifying, and predicting. The teacher and students take turns assuming the role of teacher in leading this dialogue 42 40 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovativ Berorientasi Konstruktivisme, Surabaya: Prestasi Pustaka, 2007, Cet.1, h. 96 41 Muslimin Ibrahim, Reciprocal Teaching Sebagai Strategi, dalam http:kpicenter.web.idneoindex2.php?option=comcontentdo_pdf=1id=17 42 www.ncrel.orgsdrsareasissues studentsatrisk.at6lk38.htm-8k- Konsep tersebut, menjelaskan tentang penerapan empat strategi pemahaman dalam metode Reciprocal Teaching yaitu: merangkum meringkas, mengajukan pertanyaan untuk kemudian menyelesaikanya menyelesaikan, menjelaskanklarifikasi kembali, dan memprediksi. Menurut Ann Brown dan Annemarie Palincsar guru mengajarkan siswa keterampilan-keterampilan kognitif penting dengan menciptakan pengalaman-pengalaman belajar, pada kesempatan itu mereka memodelkan perilaku tertentu dan kemudian membantu siswa mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut-berkat upaya mereka sendiri dengan pemberian semangat, dukungan, dan suatu sistem scaffolding. 43 Cara pengajaran ini menuntut sekelompok kecil pelajar, Pada saat pelajaran berjalan, situasinya terbalik, yaitu siswa mengambil giliran melaksanakan peran guru dan bertindak sebagai pemimpin diskusi untuk kelompok tersbut, sementara salah seorang siswa berperan sebagai guru, guru tersebut memberikan dukungan, umpan balik, semangat ketika siswa- siswa belajar strategi-strategi tersebut dan membantu mereka saling mengajar satu sama lain. Prosedur ini melibatkan anak secara aktif dalam kegiatan, dan mengajarkan teknik untuk menelaah pemahaman mereka sendiri. “Selain pemantauan kognitif, ada dua kegiatan kognitif lainnya yang amat penting dalam kaitan dengan keterampilan kognitif sehari-hari yaitu pengambilan keputusan dan berpikir kritis” 44 Collins dkk. mengemukakan efektivitas metode reciprocal teaching ini tergantung pada lima faktor sebagai berikut: 1. Reciprocal teaching melibatkan individu dalam serangkaian kegiatan yang membantu mereka membentuk model konseptual baru tentang tugas membaca. Lewat reciprocal teaching individu 43 Mohamad Nur, Strategi-Strategi Belajar, Surabaya: Unesa-Uneversity Press, 200, Cet.1, h. 48 44 Jhon W. Santrock, Adolescence...,h. 140 menyadari bahwa dalam membaca diperlukan kegiatan konstruktivistik seperti merumuskan masalah dan lainya. 2. Reciprocal teaching melibatkan individu dalam penggunaan strategi membaca dan kemampuan metakognitif yang penting dalam membaca tingkat mahir expert reading. b. Merumuskan pertanyaan merupakan kegiatan strategis untuk memahami teks yang sulit karena kegiatan ini memberikan dasar pengecekan apakah teks masuk akal atau tidak. c. Klarifikasi merupakan kegiatan penting dalam memonitor pemahaman yang melibatkan self-diagnosis secara rinci. d. Meringkas merupakan tahap permulaan dari self-diagnosis. 3. Didalam reciprocal teaching, pengajar secara langsung dalam konteks problem mencontohkan bagaimana strategi diterapkan. 4. Reciprocal teaching menyediakan bantuan scaffolding yang berguna bagi terbentuknya keyakinan pada diri individu bahwa mereka dapat menguasai keahlian dalam menyelesaikan tugas dan untuk membantu menguasai kemampuan itu sendiri. 5. Reciprocal teaching memberikan kesempatan bagi individu untuk melakukan dua peran, yaitu produser dan kritikus. Mereka tidak hanya menghasilkan pertanyaan dan ringkasan yang baik tapi juga menilai pertanyaan dan ringkasan yang dibuat orang lain. 45

b. Tahapan Kegiatan Reciprocal Teaching 1. Prosedur Umum

Pada awal pengajaran terbalik guru memperagakan semua langkah pengajaran terbalik, kemudian siswa bergantian menjadi guru, sedangkan guru kelas bertindak sebagai anggota kelompok membantu “siswa guru” siswa yang berperan menjadi guru jika mereka mengalami kesulitan pada langkah-langkah tertentu. Guru meminta 45 Vera Itabiliana, Penerapan Metode Reciprocal Teaching untuk Membantu Siswa Kelas 6 Sekolah Dasar dalam Mengembangkan Strategi Belajar, Skripsi Sarjana Psikologi Universitas Indonesia , Depok: Perpustakaan Psikologi Universitas Indonesia…, h.55-57 siswa membaca buku pelajaran paket dan membuat jawaban terhadap keempat langkah pengajaran terbalik membuat pertanyaansoal yang berkaitan dengan topic, merangkum, menjelaskan kata atau wacana yang sulit, dan memprediksi sebagai persiapan menjadi guru. Selanjutnya guru memilih seorang siswa untuk bertindak sebagai guru memperagakan ke empat langkah pengajaran terbalik secara lisan dan memberikan kesempatan kepada siswa lain bila perlu.

2. Prosedur Harian

Berikut contoh kegiatan belajar mengajar menggunakan reciprocal teaching: 46 a Disediakan teks bacaan sesuai materi yang hendak diselesaikan. b Dijelaskan bahwa pada segmen pertama guru bertindak sebagai guru model c Siswa diminta membaca dalam hati bagian teks yang ditetapkan. Untuk memudahkan mula-mula bekerja paragraf demi paragraf. d Guru memperagakan empat keterampilan setelah semua siswa selesai membaca. e Siswa diminta memberikan komentar tentang pengajaran yang baru berlangsung. f Segmen berikutnya dilanjutkan dengan bagian bacaanparaghrap berikutnya dan akan dipilih satu siswa yang akan berperan sebagai ”guru siswa” g Siswa dilatihdiarahkan berperan sebagai ”gurusiswa” sepanjang kegiatan itu. Mendorong siswa lain untuk berperan serta dalam dialog, namun selalu memberi ”guru siswa” itu untuk kesempatan memimpin dialog. Memberikan banyak umpan balik dan pujian kepada ”guru siswa” untuk peran sertanya. h Pada hari-hari berikutnya, semakin lama guru mengurangi peran dalam dialog, sehingga ”guru-siswa” dan siswa lain berinisiatif 46 Trianto, Model-model Pembelajaran ..., h. 98 sendiri menangani kegiatan itu. Peran guru selanjutnya sebagai moderator, menjaga agar siswa tetap berada dalam jalur dan membantu mengatasi kesulitan. Kegiatan diatas diadopsi dari kegiatan mandiri untuk pengajaran bahasa, sehingga untuk kepentingan pengajaran matematika kegiatan diatas tidak sepenuhnya dipakai. Pada pembelajaran matematika siswa hanya dituntut untuk bisa melakukan keterampilan merangkum, menjelaskan, membuat pertanyaan, dan memprediksi.

c. Reciprocal Teaching dalam belajar matematika

Pada dasarnya reciprocal teaching menekakan pada siswa untuk bekerja dalam suatu kelompok yang dibentuk sedemikian hingga setiap anggotanya dapat berkomunikasi dengan nyaman dalam menyampaikan pendapat ataupun bertanya dalam rangka bertukar pengalaman keberhasilan belajar satu dengan lainnya. Salah satu dasar dari reciprocal teaching ini adalah teori Vygotsky yaitu dialog dalam suatu interaksi social sebagai dasar pokok dalam proses pembentukan pengetahuan. Menurut beliau berpikir keras dan mendiskusikan hasil pemikirannya dapat membantu proses kalrifikasi dan revisi dalam berpikir pada saat belajar Jika dikaitkan dengan pembelajaran matematika, pada dasarnya kemampuan membaca literature matematika memang masih menjadi suatu masalah besar yang tentu saja berdampak langsung pada prestasi belajar matematika siswa, dan keberadaan model pembelajaran resiprokal ini dapat menjadi sebuah peluang solusi yang dapat diteliti lebih lanjut tentu saja dengan penyesuaian-penyesuaian terhadap bentuk dari literature matematika yang unik. 47 Pada pembelajaran matematika dengan metode reciprocal teaching siswa dituntut untuk bisa melakukan keterampilan menjelaskan 47 Wijaya W Prasetyo, Mengetahui Level Soal Matemtika dengan Taksonomi Bloom dalam http:www.docstoc.comsearchsoal-matematika-bloom?catfilter=1 mengklarifikasi, memprediksi, mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan materi dan untuk kemudian menjawabnya dan merangkumnya. Berikut contoh sederhana penerapannya dalam pembelajaran matematika: a Klarifikasi Menjelaskan Setelah bahan teks bacaan diberikan, ini dapat berupa teks mengenai konsep yang ingin diajarkan sekaligus berisi soal yang harus diselesaikan. Pada contoh ini, misalnya teks mengenai lingkaran. Sesuai dengan teorinya pada tahap ini, Siswa diminta untuk mencerna makna dari kata-kata atau kalimat-kalimat yang tidak familier. Maka dibuat pertanyaan apakah mereka mengerti arti kata atau konsep baru dalam teks tersebut, misalnya “Apa yang dimaksud dengan lingkaran pada teks ini?” b Prediksi Pada tahap ini pembaca diajak untuk melibatkan pengetahuan yang sudah diperolehnya dahulu untuk digabungkan dengan informasi yang diperoleh dari teks yang dibaca untuk kemudian digunakan dalam mengimajinasikan kemungkinan yang akan terjadi berdasar atas gabungan informasi yang sudah dimilikinya. Dari uraian tersebut, jelas diketahui bahwa pada tahap ini diharapkan terjadi koneksi antara konsep yang baru dipelajarinya dengan yang sudah dimilikinya. Contohnya “Bagaimana menghitung luas lingkaran?” c Bertanya Strategi bertanya ini digunakan untuk memonitor dan mengevalusi sejauh mana pemahaman pembaca terhadap bahan bacaan. Pembaca dalam hal ini siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada dirinya sendiri, teknik ini seperti sebuah proses metakognitif. Dari uraian tersebut jelas bahwa pada tahap ini siswa bertanya pada dirinya sendiri untuk melakukan crosscheck tentang apa yang sudah diperolehnya dari proses belajar dan apa yang belum dikuasainya dari keseluruhan konsep yang diajarkan oleh gurunya. Misalnya “Apakah saya sudah memahami definisi lingkaran?” d Membuat Rangkuman Untuk tahap ini, tentu sudah jelas sekali yang paling sederhana adalah meminta siswa untuk membuat ikhtisar dari proses pembelajaran yang berlangsung beserta hasilnya menggunakan bahasa sendiri. Misalnya “Konsep apa saja yang telah dipelajari pada topic ini?” 48

6. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran kovensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa sering dilakukan yaitu pembelajaran ekspositori klasikal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ruseffendi bahwa metode ekspositori sama dengan cara mengajar yang biasa tradisional kita pakai pada pengajaran matematika.

a. Pengertian Metode Ekspositori

Gambaran pengajaran matematika dengan ”metode ekspositori adalah sebagai berikut: Guru menyampaikan atau menjelaskan pelajaran dan memberi contoh soal selanjutnya siswa diberi soal latihan.” 49 Guru dapat memerikasa pekerjaan siswa secara individual atau klasikal dan siswa diberi kesempatan bertanya jika ada materi yang tidak dimengerti. Bahkan dalam mengerjakan soal latihan siswa boleh berdiskusi dengan temannya atau disuruh mengerjakan dipapan tulis. Jika dibandingkan dengan metode ceramah pada metode ekspositori siswa lebih aktif dalam belajar dan pembelajarannya tidak hanya berpusat pada guru. Sedangkan menurut Erman Suherman, ia menyatakan bahwa: Metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan kepada guru sebagai pemberi informasi 48 Farida Nurhasanah, Reciprocal Teaching dalam Pembelajaran Matematika, dalam http:hasanahworld .wordpress.com20090301reciprocal-teaching-dalam-pembelajaran- matematika 49 Sri Anitah W dan Janet Trineke Manoy, Strategi Pembelajaran Matematika, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007, Cet. 2, h. 9.24 bahan pelajaran. Tetapi pada metode ekspositori dominasi guru berkurang, karena guru tidak terus menerus berbicara. Guru berbicara pada awal pelajaran, menerangkana materi dan contoh soal, dan pada waktu-waktu yanng diperlukan saja. Siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan, tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti. 50 Berdasarkan perbedaan metode ceramah dan metode ekspositori tersebut diatas maka umumnya banyak guru matematika dalam mengajar menggunakan metode ekspositori dari pada metode ceramah. Hal ini disebabkan karena siswa masih diberi soal-soal latihan agar mengerti materi yang telah dijelaskan guru. Berikut adalah contoh langkah kegiatan belajar mengajar yang menggunakan metode ekspositori: Tabel 2.2 Langkah Kegiatan Pengajaran Metode Ekspositori Langkah Jenis Kegiatan Belajar Mengajar - Persiapan - Pelaksanaan - Evaluasi - Menyiapkan kondisi belajar siswa - Penyajian, tahap guru menyampaikan bahan pelajaran - Asosiasikomparasi, artinya memberi kesempatan pada siswa untuk menghubungkan dan membandingkan materi ceramah yang diterimanya melalui tanya jawab metode tanya jawab - Generalisasikesimpulan, memberikan tugas kepada siswa untuk membuat kesimpulan melalui hasil ceramah - Mengadakan penilaian terhadap pemahaman siswa mengenai bahan yang telah diterimanya, melalui tes lisan dan tulisan atau tugas lain. 51 50 Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran..., h. 203 51 Syaiful Bahri Djamarah Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineke Cipta, 2006, h. 99 Pada metode ekspositori siswa belajar lebih aktif dari pada metode ceramah. Siswa mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga saling bertanya dan mengerjakannya bersama dengan temannya, atau disuruh membuatnya dipapan tulis.

B. Kerangka Berpikir

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran reciprocal teaching (pengajaran berbalik) terhadap hasil belajar Biologi siswa pada konsep protista (eksperimen di MAN 2 Bogor)

1 15 148

Hubungan Model Pembelajaran Reciprocal Teaching Dengan Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Di Sma Negeri 46 Jakarta)

6 25 142

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI Pengaruh Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Reciprocal Teaching Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika SMP AL-ISLAM 1 Surakarta Ta

0 2 11

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL RECIPROCAL TEACHING TERHADAP Pengaruh Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Reciprocal Teaching Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika SMP AL-ISLAM 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2015/20

0 2 16

PENGARUH PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PENGARUH PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA (Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Bulu).

0 0 17

PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP.

2 6 89

PENGARUH PENGGUNAAN STRATEGI RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP.

0 1 54

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS ipi372560

0 0 9

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Studi Eksperimen Siswa di Kelas VIII MTs Negeri 2 Kota Cirebon) - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 0 17

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA SISWA SMP (Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 8 Cirebon ) - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 0 16