B. Identifikasi Masalah
1 Upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam belajar matematika?
2 Apakah penerapan pendekatan reciprocal teaching dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa?
3 Kendala apa saja yang mungkin dihadapi dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan reciprocal teaching?
4 Apakah ada pengaruh pendekatan reciprocal teaching terhadap kemampuan berpikir kritis siswa?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1 Pembatasan Masalah
Agar masalah ini dapat dibahas dengan jelas dan tidak meluas, maka penulis membatasi masalah hanya pada:
a. Dalam penelitian ini metode yang digunakan pada kelas eksperimen adalah reciprocal teaching pengajaran terbalik, yaitu pendekatan
yang mengajarkan siswa keterampilan kognitif penting dengan menciptakan pengalaman belajar. Pada kelas kontrol, metode yang
digunakan adalah metode ekspositori b. Sedangkan kemampuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kemampuan berpikir kritis dalam perspektif edukatif, yang dalam taksonomi bloom berpikir kritis memiliki arti yang sama dengan
tingkat berpikir lebih tinggi, terutama evaluasi. Kecakapan untuk mengevaluasi adalah dasar untuk berpikir kritis. Sehingga dibatasi
dengan indikator berikut: a Menganalisis, b Mengevaluasi, c dan Membuatmencipta.
2 Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: “Apakah kemampuan berpikir kritis siswa pada
pembelajaran pendekatan reciprocal teaching lebih tinggi dibanding kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran konvensional dalam
belajar matematika?”
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a Untuk mengetahui pengaruh penerapan pendekatan reciprocal
teaching terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam belajar
matematika. b Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa dalam belajar
matematika antara kelas yang diberi pendekatan reciprocal teaching dengan kelas yang tidak diberi perlakuan.
2 Manfaat Penelitian
Secara umum hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi program pendidikan matematika. Bagi
pihak-pihak yang terkait, yakni: a Manfaat bagi para guru, kepala sekolah, dan lembaga pendidikan,
penelitian ini dapat dijadikan refrensi sebagai salah satu pendekatan dalam meningkatkan berpikir kritis.
b Manfaat bagi siswa dapat memaksimalkan kemampuan berpikir kritisnya dan dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan yang
menarik dalam proses belajar. c Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai suatu informasi mengenai
penerapan pendekatan pengajaran terbalik dalam meningkatkan
kemrampuan berpikir kritis siswa.
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritis 1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan masalah dan urusan setiap orang. Tingkah laku dan semua perbuatan manusia dalam rentang kehidupannya terbentuk,
disesuaikan dan berubah karena belajar. Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan.
Dikalangan psikolog terdapat keberagaman cara dalam menjelaskan dan mendefinisikan tentang makna belajar. Menurut Anwar Kasim ”Belajar
adalah proses interaksi antar individu peserta didik dengan lingkungannya yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang relative
permanen pada pusat syaraf sentral otak. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, belajar adalah “Berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu”
7
Sedangkan Hilgard mengungkapkan: ”bahwa belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur
latihan baik latihan didalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.”
8
Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar juga merupakan proses mental yang terjadi didalam diri seseorang, sehingga
menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.
Muhibbin Syah menjelaskan bahwa:
7
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, h.17
8
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, Cet..5, h. 112.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang
pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang
dialami siswa baik ketika ia berada disekolah maupun dilingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
9
Biggs mendefinisikan belajar dalam 3 macam rumusan, ”yaitu: rumusan kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Dalam rumusan ini kata-
kata seperti perubahan dan tingkah laku tak lagi disebut secara eksplisit mengingat kedua istilah ini sudah menjadi kebenaran umum yang
diketahui semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan”
10
Secara kuantitatif ditinjau dari sudut jumlah, belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta
sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa.
Secara institusional tinjauan kelembagaan, belajar dipandang sebagai proses ”validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa
atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai dengan proses
mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk
skor. Adapun pengertian belajar secara kualitatif tinjauan mutu ialah
proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini
difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.
Hal ini semakin menguatkan bahwa belajar menambahkan pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apapun sangat memungkinkan
untuk diartikan sebagai belajar. Alasannya sampai batas tertentu
9
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, Cet. 9 edisi revisi, h.89
10
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan..., h. 91
pengalaman hidup juga berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian orang yang bersangkutan.
Selanjutnya, dalam perspektif keagamaan pun dalam hal ini islam, belajar merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar memperoleh
ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka. Hal ini dinyatakan dalam surat Mujadalah: 11 yang berbunyi:
ﻊ ْﺮ ﻪﱠ ا
ﺬﱠا اﻮ اء
ْ ﻜْ ﺬﱠاو
اﻮ وأ ْﻌْا
تﺎﺟرد
“……..Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat kepada orang-orang beriman dan berilmu”
Jadi, secara umum Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman
dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Peristiwa belajar disertai dengan proses pembelajaran akan lebih
terarah dan sistematik dari pada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial dimasyarakat. Belajar dengan proses
pembelajaran ada peran guru, bahan ajar dan lingkungan.
a. Ciri - Ciri Belajar
Dari bebrapa definisi para ahli diatas, dapat disimpulkan adanya beberapa ciri belajar, yaitu:
1. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku change behavior
. Ini berarti, bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. 2. Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan
tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-rubah.
3. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat
potensial;
4. perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman 5. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan, Sesuatu yang
memperkuat itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.
11
b. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni:
1. Faktor internal. Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu.
Faktor ini meliputi: a. Faktor fisiologis: Faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua, yang pertama yaitu keadaan tonus jasmani, yang pada umumnya sangat mempengaruhi
aktivitas belajar seseorang. Dan yang kedua keadaan fungsi jasmanifisiologis, selama proses belajar berlangsung peran fungsi
fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar. b. Faktor psikologis: Keadaan psikologi seseorang yang dapat
mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar antara lain: Kecerdasan siswa
kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat,
motivasi salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa, motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan
kegiatan belajar, minat interest keinginan yang besar terhadap sesuatu, Sikap gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksimerespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek,orang,peristiwa, dan sebagainya baik secara
positif maupun negatif, bakataptitude kemampuan yang dimiliki
11
Baharudin Esa Nur Wahyuni ,Teori Belajar dan Pembelajaran, Jokjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008 Cet. III, h.15
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang
2. Faktor eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi
dua golongan, yaitu: a. Lingkungan sosial: Berupa Lingkungan sosial sekolah seperti guru,
administrasi dan teman-teman sekelas, Lingkungan sosial masyarakat, lingkungan sosial keluarga.
b. Lingkungan non sosial: Lingkungan alamiah, faktor instrumental, faktor materi pelajaran.
3. Faktor pendekatan belajar approach to learning, yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
12
Dari ketiga Faktor-faktor diatas, baik faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar dalam banyak hal sering saling berkaitan
dan mempengaruhi antara satu sama lain.
2. Pengertian Belajar Matematika
Dalam abad ke-20 ini seluruh kehidupan manusia sudah mempergunakan matematika, baik matematika ini sangat sederhana hanya
menghitung satu, dua, tiga, maupun yang sampai sangat rumit, Misalnya perhitungan antariksa.
Berhubungan dengan Perkembangan ilmu pengetahuan tentu saja tidak lepas dari Usaha para Ilmuwan dalam mengembangkannya, maka
dalam hal ini akan dibahas tentang berbagai macam definisi dari matematika.
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuam eksak dan terorganisir secara sistematik.
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
12
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan..., h. 132
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan berhubungan dengan bilangan.
d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah dengan ruang dan bentuk.
e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
13
Istilah mathematics inggris, mathematik Jerman, mathematique perancis, matematico italia, atau matematiceski Rusia berasal dari
perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan yunani, mathematike
, yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu
knowledge, science. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat
dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar berpikir. Jadi berdasarkan etimologis, perkataan
matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Dalam kamus matematika, matematika adalah Pengkajian logis
mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berkaitan; matematika seringkali dikelompokkan kedalam tiga
bidang: aljabar, analisis, dan geometri, walaupun demikian tidak dapat dibuat pembagian yang jelas karena cabang-cabang ini telah
bercampur baur; pada dasarnya aljabarnya melibatkan bilangan dan pengabstrakannya analisis melibatkan kekontinuan dan limit,
sedangkan geometri membahas bentuk dan konsep-konsep yang berkaitan; sains didasarkan atas postulat yang dapat menurunkan
kesimpulan yang diperlukan dariasumsi tertentu.
14
James dan James mengatakan bahwa ”matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, sususnan, besaran, dan konsep-konsep
yang berhubungan satu dengan lainnya dengan jumlah yang banyak yang
13
Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasinal, h. 11
14
Djati Kerami Cormentyna Sitanggang, Kamus Matematika, Balai Pustaka: Jakarta 1999, h.158
terbagi dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.”
15
Namun pembagian yang jelas sangatlah sukar untuk dibuat, sebab cabang-cabang
itu semakin bercampur. Menurut Jhonson dan Myklebust Matematika adalah bahasa simbolis
yang berfungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan- hubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoritisnya
adalah untuk memudahkan berpikir. Lerner mengemukakan bahwa matematika disamping sebagi bahasa simbolis juga merupakan
bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mnegenai elemen dan
kuantitas. Kline juga mengemukakan bahwa matematika merupakan bahas simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar
deduktif, tapi juga cara bernalar induktif.
16
Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir. Pada permulaanya cabang-cabang matematika yang ditemukan adalah
aritmatika atau berhitung, aljabar dan geometri. Setelah itu ditemukan
kalkulus yang berfungsi sebagai tonggak penopang terbentuknya cabang
matematika baru yang lebih kompleks, antara lain statistika, topologi, aljabar, Linier, abstrak, himpunan, geometri sistem geometri, geometri
linier, analisis vektor, dan lain-lain. Matematika juga dikenal sebagai ratunya ilmu, yang dimaksud
bahwa matematika adalah sebagai sumber dati ilmu yang lain. Dengan kata lain, banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya
bergantung dari matematika. Matematika tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri sebagai suatau ilmu, juga untuk melayani kebutuhan ilmu
pengetahuan dalam pengembangan dan oprasionalnya. Matematika menurut Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan
bahwa ”belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam
15
Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Universitas Pendidikan Indonesia, h .16
16
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak yang Berkesulutan Belajar, Jakarta: Rineke Cipta, 1999, Cet. 1, h . 252
pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur.”
17
Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus
dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak
Belajar matematika juga dikemukakan oleh w. Brownell yang mengatakan ”bahwa belajar matematika harus merupakan belajar
bermakna dan belajar pengertian. Dia menegaskan bahwa belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses yang bermakna.”
18
Hakekat pendidikan matematika pada prinsipnya membantu peserta didik agar berpikir kritis, bernalar efektif, efisien, bersikap ilmiah, disiplin,
bertanggung jawab, berjiwa keteladanan, percaya diri disertai dengan iman dan takwa. Karena itu, tugas guru matematika adalah membantu peserta
didik agar memahami dan menghayati prinsip dan nilai matematika, sehingga tumbuh daya nalar, berpikir logis, sistematik, kritis, kreatif,
cerdas, mencintai keindahan, bersikap terbuka, dan rasa ingin tahu Dengan uraian-uraian diatas mudah-mudahan membuka cakrawala
pengertian kita tentang belajar matematika semakin luas, tidak terlalu sempit dengan hanya memandang dari satu segi saja.
3. Pengertian Berpikir.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa berpikir tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Ia bisa saja memikirkan masalah-masalah yang muncul
dari situasi dan kondisi masa kini, masa lampau ataupun masalah-masalah yang akan datang. ”Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan
mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar dan berpikir secara kritis, membuat
17
Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelaran..., h. 43
18
Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran..., h. 48
keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah.”
19
sedangkan dalam kamus besar bahasa indonesia berpikir adalah ”menggunakan akal
budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu”
20
Dalam proses berpikir itu sebenarnya orang tidak diam atau pasif, tetapi jiwanya aktif berusaha mencari penyelesaian masalah. Untuk itu
proses berpikir lebih tepat jika dikatakan bersifat dinamis, bukan statis atau pasif, dan mekanistis sebagaimana sering dipersepsikan orang.
Namun demikian, pada hakikatnya berpikir adalah ”Suatu rahmat dan karunia dari Allah SWT yang dengannya Dia membedakan dan
menaikkan derajatkedudukan manusia dari seluruh ciptaan-Nya”
21
. Firman Allah tentang keutamaan berpikir terdapat dalam surat Al-Rum
ayat 8
ْ وأ اوﺮﱠﻜ
ْ ﻬﺴ ْأ ﺎ
ﻖ ﺧ ﻪﱠ ا
تاﻮ ﱠﺴ ا ضْرﺄْاو
ﺎ و ﺎ ﻬ ْﺑ
ﺎﱠإ ﱢﻖﺤْﺎﺑ
ﺟأو ﻰً ﺴ
ﱠنإو اًﺮ ﺜآ
سﺎﱠ ا ءﺎﻘ ﺑ
ْ ﻬﱢﺑر نوﺮ ﺎﻜ
.
”Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang kejadian diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada
diantara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan.Dan sesungguhnya kebanyakan diantara manusia
benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya”Qs.Al- Rum:8
Berpikir merupakan ”hasil dari transfer of training atau latihan yang
digunakan secara terus menerus tentang suatu masalah sehingga kerangka logis dan kebiasaan kerja kerasnya dalam berpikir akan berakibat pada
kemajuan berpikir untuk bidang lain.”
22
Misalnya seorang anak yang cerdas dibidang ilmu pasti biasanya memiliki prestasi yang baik juga
dalam ilmu bahasa. Hal ini mengandung arti bahwa kecerdasan atau
19
Jhon W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2008, Cet.2, h. 357
20
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, h.872
21
Zaleha Izhab Hassoubah, Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis, Bandung: Nuansa, 2007, h. 20
22
Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Mizan Publika, 2004, Cet. 1, h. 109
prestasi ilmu pasti tersebut merupakan kemampuan yang dapat ditransfer dalam kemampuan prestasi bahasa dan akhirnya bisa ditransfer pada
bidang-bidang lainnya. Philip L. Harriman mengungkapkan, bahwa berpikir thingking
adalah istilah yang sangat luas dengan berbagai definisi misalnya, angan-angan, pertimbangan, kreativitas, tingkah laku, pembicaraan
yang lengkap, aktivitas idaman, pemecahan masalah, penentuan, perencanaan, dan sebagainya; aktivitas dalam menanggapi suatu
situasi yang tidak objektif yang menyerang organ pancaindra.
23
Menurut Peter ”berpikir thinking adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat remembering dan memahami
comprehending . Menurut Reason mengingat dan memahami lebih
bersifat pasif dari pada kegiatan berpikir thinking.”
24
Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanana sesuatu yang telah
dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan; sedangkan memahami memerlikan pemerolehan apa yang didengar dan dibaca serta
melihat keterkaitan antara aspek-aspek dalam memory. Berpikir adalah istilah yang lebih dari keduanya. Berpikir menyebabkan seseorang harus
bergerak hingga diluar informasi yang didengarnya. Misalkan kemampuan berpikir seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan
yang harus dihadapi. Perkembangan berpikir seorang anak bergerak dari kegiatan berpikir
konkret menuju berpikir abstrak. Perubahan berpikir ini bergerak sesuai dengan meningkatnya usia seorang anak. Seorang guru perlu memahami
kemampuan berpikir anak sehingga tidak memaksakan materi-materi pelajaran yang tingkat kesukarannya tidak sesuai dengan usia anak untuk
diterima dan dicerna oleh anak. Bila hal ini terjadi maka anak mengalami kesukaran untuk mencerna gagasan-gagasan dari materi pelajaran yang
diberikan, maka gagallah usaha guru untuk membelajarkan anak didik.
23
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi: Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, Cet.3, h.226
24
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi..., h. 230
Menurut Jean Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai
makna yang berbeda-beda. Piaget membagi tahap perkembangan kognitif manusia kedalam empat fase. Berikut ini tabel tahap perkembangan
kognitif menurut piaget. Tabel 2.1
Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap UsiaTahun Gambaran
Sensorimotor 0 - 2
Bayi bergerak dari tindakan refleks instingtif pada saat lahir sampai permulaan
pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui
pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik
Anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar.
Operational 2 - 7
Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan
pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindak fisik.
Concrete Operatinal
7 - 11 Pada saat ini anak dapat berpikir secara
logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-
benda kedalam bentuk-bentuk yang berbeda.
Formal Operational
11 - 15 Anak remaja berpikir dengan cara yang
lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik.
25
25
Baharudin Esa Nur Wahyuni ,Teori Belajar…, h.123
Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, oleh sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian
terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Artinya, belum tentu orang yang memiliki kemampuan mengingat dan memahami
memiliki kemampuan juga dalam berpikir. Sebaliknya, kemampuan berpikir seseorang sudah pasti diikiuti oleh kemampuan mengingat dan
memahami. Dengan demikian, berpikir sebagai kegiatan yang melibatkan proses mental memerlukan kemampuan mengingat dan memahami,
sebaliknya untuk dapat mengingat dan memahami diperlukan proses mental yang disebut berpikir.
Ditinjau dari kedalaman atau kekompleksan kegiatan matematik, Berpikir dalam matematika dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu
berpikir tingkat rendah lower-order thinking dan berpikir tingkat tinggi higher-order thinking
a. Berpikir Tingkat Rendah Bloom mengemukakan bahwa berpikir tingkat rendah meliputi tiga
aspek pertama dari ranah kognitif yaitu aspek pengetahuan
knowledge, pemahaman comprehension, dan aplikasi application.
b. Berpikir Tingkat Tinggi berpikir kritis Ruseffendi mengemukakan bahwa tiga ranah kognitif terakhir dari
Bloom yaitu aspek analisis, sintesis dan evaluasi, termasuk pada aspek berpikir tingkat tinggi.
26
4. Pengertian Berpikir Kritis
Kata”kritis” muncul dari bahasa yunani yang berarti ”hakim” dan diserap oleh bahasa latin. Kamus Oxford menerjemahkan sebagai
”sensor” atau pencarian kesalahan.
27
Tujuan awal berpikir kritis adalah menyingkapkan kebenaran dengan menyerang dan menyingkirkan semua
yang salah supaya kebenaran akan terlihat. Peran berikutnya berpikir kritis
26
http:suchaini.wordpress.com20081215teori-berfikir-kreatif-pendidikan
27
Edward de Bono, Revolusi Berpikir, Bandung, PT. Mizan Pustaka, 2007, Cet. 1, h. 204
adalah memeriksa logika yang digunakan. Dengan logika kita mencoba memperoleh kebenaran yang lebih luas lagi dari kebenaran yang sudah
kita miliki. Berpikir kritis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu secara tajam dalam penganalisaannya.
Definisi berpikir kritis telah dipresentasikan dengan berbagai cara. Bayer menawarkan definisi yang paling sederhana: “Berpikir Kritis berarti
membuat penilaian-penilaian yang masuk akal”.
28
Bayer memandang berpikir kritis sebagai menggunakan kriteria untuk menilai kualitas
sesuatu, dari kegiatan yang paling sederhana seperti kegiatan normal sehari-hari sampai konklusi dari sebuah paper penelitian. Menurut Bayer,
berpikir kritis adalah sebuah cara berpikir disiplin yang digunakan seseorang untuk mengevaluasi validitas sesuatu pernyataan-pernyataan,
ide-ide, argument-argumen, penelitian, dan lain-lain. Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang
digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan
melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi. Berpikir kritis
merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang lain.
29
Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Bagi
Rudinow dan Barry 1994 ”berpikir kritis adalah sebuah proses yang menekankan sebuah basis kepercayaan-kepercayaan yang logis dan
rasional, memberikan serangkaian standar dan prosedur untuk menganalisis, menguji dan mengevaluasi.”
30
Swartz dan D.N. Perkins mengatakan bahwa berpikir kritis berarti:
28
Dennies K. Filsaime, Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2008 h. 56
29
Johnson. Elaine B, Contextual teaching and learning..., h.. 183
30
Dennies K. Filsaime, Menguak rahasia …, h. 57
a. Bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan
yang logis; b. Memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dalam
membuat keputusan; c. Menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan
untuk menentukan dan menerapkan standar tersebut d. Mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk
dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian
31
Dimotivasi oleh keinginan untuk menemukan jawaban dan mencapai pemahaman, pemikir kritis meneliti proses berpikir mereka sendiri dan
proses berpikir orang lain untuk mengetahui apakah proses berpikir mereka masuk akal. Mereka mengevaluasi pemikiran tersirat dari apa yang
mereka dengar dan baca,dan mereka meneliti proses berpikir mereka sendiri saat menulis, memecahkan masalah, membuat keputusan, atau
mengembangkan sebuah proyek. Pemikir kritis secara sistematis menganalisis aktivitas mental untuk menguji tingkat keandalannya.
Mereka tidak menerima begitu saja cara mengerjakan sesuatu hanya karena selama ini memang begitulah cara mengerjakannya, dan mereka
juga tidak menganggap suatu pernyataan benar hanya karena orang lain membenarkannya.
Belajar berpikir secara kritis merupakan tugas yang tidak ringan, mereka yang dapat mempertahankan dirinya melakukan tugas ini akan
termotivasi oleh dorongan yang bersifat ekstrinsik dan intrinsik yang bermula dari sebuah kemajuan akan tercapai dengan berpikir secara kritis.
Latar belakang kepribadian dan kebudayaan seseorang dapat mempengaruhi usaha seseorang untuk berpikir secara kritis terhadap suatu
masalah dalam kehidupan. Sedangkan berpikir kritis dalam belajar matematika adalah:
31
Zaleha Izhab Hassoubah, Mengasah Pikiran..., h. 86
Suatu proses kognitif atau tindakan mental dalam usaha memperoleh pengetahuan matematika berdasarkan penalaran matematik. Penalaran
matematik meliputi menarik kesimpulan logis; memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan;
memperkirakan jawaban dan proses solusi; menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik; menarik analogi dan
generalisasi; menyusun dan menguji konjektur; memberikan contoh penyangkal counter-example; mengikuti aturan inferensi; memeriksa
validitas argumen; menyusun argumen yang valid; menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan menggunakan
induksi matematik.
32
Daniel Perkins dan Sarah Tishman dalam buku psikologi pendidikan bekerja sama dengan para guru untuk memasukkan pelajaran pemikiran
kritis dikelas. Berikut ini beberapa keterampilan berpikir kritis yang mereka gunakan untuk membantu perkembangan murid:
a. Berpikir terbuka. Ajak murid menghindari pemikiran sempit dan dorong mereka untuk mengeksplorasi opsi-opsi.
b. Rasa ingin tahu intelektual. Dorong murid anda untuk bertanya, merenungkan, menyelidiki, dan meneliti.
c. Perencanaan dan strategi. Bekerja samalah dengan murid anda dalam menyusun rencana, menentukan tujuan, mencari arah, dan
menciptakan hasil. d. Kehati-hatian intelektual. Dorong murid anda untuk mengecek
ketidak akuratan dan kesalahan, bersikap cermat dan teratur.
Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman membuat kita menngerti maksud dibalik ide yang
mengarahkan hidup kita setiap hari. Pemahaman mengungkapkan makna dibalik suatu kejadian.
33
32
http:unhalu.ac.idstafffahinu
33
Johnson. Elaine B, Contextual teaching and learning, Bandung: Mizan Learning Center, 2002 h. 185
a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berpikir Kritis
Secara Umum faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor situasional dan faktor disposisi.
1. Faktor Situasional adalah ”faktor yang mempengaruhi pada saat seseorang berpikir dalam membuat penilaian terhadap informasi
yang diterimanya”
34
, faktor-tersebut antara lain: 1.1.
Situasi Accountable: situasi dimana seseorang dituntut untuk mempertanggungjawabkan hasil keputusannya. Faktor ini
merupakan faktor situasional terpenting dalam mengambil keputusan.
1.2. Keterlibatan
Involvement: Keterlibatan seseorang dalam permasalahan mempengaruhi proses berpikir dan
pengambilan keputusan seseorang. Seseorang dikatakan terlibat didalam suatu permasalahan apabila permasalahan
tersebut memiliki arti atau relevansi secara pribadi 2. Faktor Disposisi adalah faktor-faktor kebiasaan dan pengalaman
masa lalu seseorang yang berpengaruh terhadap penilainnya. Faktor-faktor tersebut adalah:
2.1. Pengalaman Bertukar Peran Role Taking: Pengalaman dimana seseorang memiliki kesempatan untuk bertukar peran
dengan orang lain yang memiliki latar belakang berbeda meningkatkan kemampuan seseorang dalam menilai suatu hal
dari berbagai sudut pandang. Dengan kemampuan melihat masalah dari berbagai sudut pandang, kemampuan berpikir
kritis makin meningkatan. 2.2. Pembiasaan dan Latihan: Berpikir kritis merupakan suatu
keterampilan yang bisa diajarkan dan dilatih. Semakin sering seseorang dilatih, semakin mahir ia menggunakannya.
34
Bagus Takwin, Hubungan Antara Berpikir Kritis dengan Situasi Accountable dan Nilai, Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997, h.37
2.3. Ekstrimitas penilaian seseorang terhadap suatu permasalahan: apabila dalam suatu permasalahan seseorang
mempersepsikan berbagai nilai yang saling berkonflik satu sama lainnya maka penilainnya terhadap masalah akan
menjadi moderat. Sebaliknya, apabila dalam permasalahan tersebut seseorang tidak mempersepsikan adanya konflik
nilai, maka penilainnnya terhadap masalah itu akan menjadi ekstrim. Orang yang memiliki penilaian ekstrim cenderung
melakukan penilaian pada satu titik ekstrim saja dan tidak lagi melihat permasalahan dari berbagai sisi. Ia jadi mudah
menerima dan menilai suatu informasi. Hal ini menunjukkan penurunan perilaku berpikir kritis.
2.4. Pendidikan Tinggi: Pendidikan tinggi mengajarkan mahasiswa untuk berpikir dan menganalisis masalah-masalah tertentu
dan menyelesaikannya. 2.5. Nilai Value: Nilai berperan dalam mempengaruhi tingkah
laku adalah standar, petunjuk umum dan motivator dalam bertingkah laku. Berpikir kritis adalah salah satu tingkah laku
yang juga tidak luput dari pengaruh nilai. 2.6. Metode Pengajaran: Berpikir adalah keterampilan yang bisa
dilatih dan diajarkan. Model-model belajar mengajar banyak dikembangkan oleh ahli psikologi, diantaranya model belajar
mengajar dari Bloom dan Williams, selain ranah kognitif, juga mencoba mencapai sasaran pada ranah afektif.
2.7. Usia: Usia berpengaruh terhadap kemampuan berpikir. Menurut piaget tahap kemampuan kognitif manusaia
berkembang sesuai dengan usianya. Ada perbedaan kemampuan berpikir pada tiap tahap perkembangannya.
Kemampuan berpikir kritis dapat membantu manusia membuat keputusan yang tepat berdasarkan usaha yang cermat, sistematis, logis, dan
mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Bukan hanya mengajar kemampuan yang perlu dilakukan, tetapi juga mengajar sifat, sikap, nilai,
dan karakter yang menunjang berpikir kritis. Artinya, anak-anak perlu dididik untuk berpikir kritis.
35
Konstruksi berpikir kritis didasarkan pada tiga perspektif pemikiran, yaitu:
a Perspektif Filosofis b Perspektif Psikologis
c Pespektif Edukatif Dari ketiga konstruksi berpikir kritis diatas, yang digunakan dalam
penelitian ini adalah konstruksi berpikir kritis dalam perspektif edukatif, maka hanya akan dijelaskan tentang berpikir kritis dalam perspektif
edukatif.
b. Berpikir Kritis dalam Perspektif Edukatif
Salah satu model berpikir kritis yang paling berpengaruh dalam perspektif edukatif adalah taksonomi Bloom. Teori ini telah dipandang
sebagai representasi dari perspektif edukatif dari teori berpikir kritis yang juga digunakan sebagai pembatasan masalah dalam penelitian ini.
Bloom dan karthwohl telah memberikan banyak inspirasi kepada banyak orang yang melahirkan taksonomi lain. Prinsip yang digunakan
ada 4 buah, yaitu:
a. Prinsip metodologis: Perbedaan-perbedaan yang besar telah mereflesikan kepada cara-cara guru dalam mengajar
b. Prinsip psikologis: Taksonomi hendaknya konsisiten dengan fenomena kejiwaan yang ada sekarang.
c. Prinsip logis: Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisiten.
35
http:unisosdem.orgkliping_detail.php?aid=6136coid=1caid=52
d. Prinsip Tujuan: Tingkatan-tingkatan tujuan selaras dengan tingkatan-tingkatan nilai-nilai. Tiap-tiap jenis tujuan pendidikan
hendaknya menggambarkan corak yang netral.
36
Taksonomi Bloom sangat dikenal di Indonesia yang menyusun kategori 6 level. Keenam level tersebut diurut dari tingkat intelektual
yang rendah tingkat pengetahuan ke tingkat yang paling komplek tingkat evaluasi. Teori Bloom juga telah diterima luas dan diajarkan
dalam kelas-kelas disemua bidang dari program pendidikan. Pedagogi berpikir kritis selalu mengacu pada teori Bloom, memberi para siswa
praktik pada beberapa tingkatan yang lebih rendah dari kecakapan- kecakapan berpikir kritis sebelum mengarahkan mereka pada tugas-tugas
yang lebih sulit dari proses-proses berpikir kritis. Taksonomi ini disusun pertama kali pada tahun 1956 oleh satu tim
yang terdiri dari 34 orang dengan editor utama Benyamin S. Bloom dan 4 editor pendamping. Taksonomi ini direvisi pada tahun 2001 dengan
editor utama Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl. Perubahan yang paling utama adalah pengubahan istilah tingkatan kognitif dari kata
benda menjadi kata kerja. Berikut ini perubahannya:
1. Knowledge Remembering
Pengetahuan Mengingat
2. Comprehension Understanding
Pemahaman Memahami
3. Application Applying
Aplikasi Mengaplikasikan 4. Analysis
Analyzing Analisa
Menganalisa 5. Syntesis
Evaluating Perpaduan
Mengevaluasi 6.
Evaluating Creating
Evaluasi Membuat.
37
36
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2003, h.116
37
Wijaya W Prasetyo, Mengetahui Level Soal Matemtika dengan Taksonomi Bloom dalam http:www.docstoc.comsearchsoal-matematika-bloom?catfilter=1
Dalam penelitian ini tingkatan kognitif yang digunakan adalah yang direvisi pada tahun 2001. Berikut penjelasannya:
1. Remembering Mengingat Pada level ini menuntut siswa untuk mampu mengingat recall
informasi yang telah diterima sebelumnya, seperti misalnya: fakta, terminologi, rumus, strategi pemecahan masalah, dan sebagainya.
”Dari sudut respon belajar siswa, pengetahuan itu perlu dihafal, diingat, agar dapat dikuasai dengan baik. Ada beberapa cara untuk
dapat menguasai menghafal, misalnya dibaca berulang-ulang, menggunakan teknik mengingat memo teknik”.
38
Dalam menghadapi soal matematika kerja otak hanya mengambil informasi
dalam satu langkah dan menulisnya secara apa adanya. Misalnya dalam pembelajaran matematika pada materi lingkaran, Contoh
soalnya: ”Apa rumus mencari keliling lingkaran?” 2. Understanding Memahami
Tipe Pemahaman ini lebih tinggi satu tingkat dari tipe mengingathafalan. Kategori pemahaman dihubungkan dengan
kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Dalam hal ini siswa diharapkan
menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
Ada tiga macam pemahaman yang berlaku umum; Pertama pemahaman terjemahan: yakni kesanggupan memahami makna yang
terkandung didalamnya. Kedua pemahaman penafsiran: menghubungkan dua konsep yang berbeda. Ketiga pemahaman
ekstrapolasi; Kesanggupan melihat dibalik yang tertulis. Ketiga macam tipe pemahaman tersebut kadang-kadang sulit dibedakan dan
bergantung pada konteks isi pelajaran.
38
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru: 1989, h. 50
Dalam mengerjakan soal matematika, kerja otak kita mengambil informasi dalam satu langkah dan menjelaskannya secara gamblang.
Contoh soalnya: ”Jelaskan apa perbedaan dari luas lingkaran dan keliling lingkaran?”
3. Applying Mengaplikasikan Merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan
informasi yang telah dipelajari kedalam situasi yang baru, serta memecahkan masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. Jadi
dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum, rumus, kemudian dalil hukum tersebut diterapkan dalam pemecahan suatu masalah
situasi tertentu. Dengan kata lain, aplikasi bukanlah keterampilan motorik tapi lebih banyak keterampilan mental.
Dalam mengerjakan soal matematika, kerja otak kita mengambil informasi dalam satu langkah dan menerapkan informasi itu untuk
memecahkan persoalan yang ada. Contoh soal: ”Berapa luas lingkaran dengan jari-jari 12 cm?”
4. Analyzing Menganalisis Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, dan
membedakan suatu fakta, atau konsep, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada tidaknya kontrrdiksi. Dalam
hal ini siswa diharapakan menunjukan hubungan diantara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan
standar, prinsip yang telah dipelajari. Analisis memanfatkan kemampuan sebelumnya yakni mengingat, memahami dan
mengaplikasi. Dalam mengerjakan soal matematika, kerja otak kita mengambil
informasi dalam satu langkah dan menerapkan informasi itu untuk memecahkan persoalan yang ada. Akan tetapi informasi itu belum
bisa memecahkan permasalahan, sehingga dibutuhkan informasi lagi yang berbeda dari informasi yang sebelumnya untuk memecahkan
permasalahan. Contoh soalnya yaitu: ”Berapa luas lingkaran jika diketahui keliling lingkarannya 100
π”? 5. Evaluating Mengevaluasi
Pada level ini siswa diharapkan mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, atau benda dengan
menggunakan kriteria tertentu. Membandingkan kriteria dengan suatu yang nampakaktualterjadi mendorong seseorang menentukan
putusan tentang nilai sesuatu tersebut. Dalam proses ini diperlukan kemampuan yang mendahuluinya yakni mengingat, memahami,
mengaplikasi dan menganalisis. Dalam mengerjakan soal matematika, kita dihadapkan dalam
suatu permasalahan yang menuntut suatu keputusan. Dimana keputusan ini diambil setelah kita melakukan analisa secara
menyeluruh. Contoh soal: ”Diketahui lingkaran A mempunyai luas 100
π dan lingkaran B mempunyai keliling 50π. Tentukan apakah lingkaran A dan B mempunyai ukuran yang sama?jelaskan”
6. Creating Membuat Mencipta disini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam
mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
Dalam mengerjakan soal matematika kita diharuskan untuk menghasilkan sesuatau halrumus yang baru yang bisa kita gunakan
untuk memecahkan persoalan. Contoh soal: ”Jelaskan secara matematika hubungan antara luas dan keliling lingkaran”
Dari semua tingkatan berpikir diatas adalah penting, menurut Bloom, seseorang harus menguasai satu tingkatan berpikir sebelum dia bisa
menuju ketingkatan atas berikutnya. Alasannya adalah kita tidak bisa meminta seseorang untuk mengevaluasi jika dia tidak mengetahuinya,
tidak memahaminya, tidak bisa menginterpretasikannya, tidak bisa menerapkannya, dan tidak bisa menganalisanya.
Pengertian dan isi masing-masing tingkat dari kawasan kognitif dan cakupan kawasan secara utuh dapat tergambar dengan jelas. Kalau kita
melihat kebelakang yaitu pada sistem pendidikan dan penataran yang biasa kita selenggarakan selama ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah seperti: tingkat pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan dan
jarang sekali menerapkan analisis, sintesis, dan evaluasi. Apabila semua tingkat pada kawasan kognitif sudah dapat diterapkan secara merata dan
terus menerus disetiap kegiatan pengajaran dan latihan, maka kualitas pendidikan yang dihasilkan tentu akan lebih baik.
Dalam menerapkan ke enam tingkat kognitif ini juga perlu diperhatikan eksistensi dan kontinuitas dari tingkat yang paling rendah,
konkrit, sederhana tingkat pengetahuan sampai pada tingkat paling tinggi, kompleks dan abstrak tingkat evaluasi. ”Bagi Bloom, berpikir
kritis memiliki arti yang sama dengan tingkat berpikir yang lebih tinggi, terutama “evaluasi”. Kecakapan untuk mengevaluasi adalah dasar untuk
berpikir kritis yang melibatkan ide-ide, solusi-solusi, argumen-argumen dan fakta-fakta.”
39
karena tiga ranah kognitif terakhir dari Bloom yaitu aspek analisis, sintesis dan evaluasi, termasuk pada aspek berpikir
tingkat tinggi berpikir kritis maka dalam penelitian ini menggunakan indikator:
1 Menganalisis, 2 Mengevaluasi,
3 dan Membuatmencipta.
5. Pendekatan Reciprocal Teaching Pengajaran Terbalik
a. Pengertian pendekatan Reciprocal Teaching
Reciprocal teaching atau pengajaran terbalik ”merupakan suatu
pendekatan terhadap pengajaran siswa akan strategi-strategi belajar.
39
Dennis K. Filsaime, Menguak Rahasia Berpikir…, h. 74
Pengajaran terbalik adalah pendekatan konstruktivistik yang berdasar pada prinsip-prinsip pembuatan pengajuan pertanyaan”.
40
Pengajaran terbalik mengacu pada sekumpulan kondisi belajar dimana siswa pertama-tama
mengalami sekumpulan kegiatan kognitif tertentu dan perlahan-lahan baru melakukan fungsi-fungsi itu sendiri.
Reciprocal Teaching atau pengajaran terbalik lebih menghendaki
guru menjadi model dan pembantu dari pada penyaji proses pendidikan. Menurut Ibrahim Reciprocal Teaching adalah
Prosedur pengajaran atau pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan kepada siswa tentang strategi-strategi kognitif serta
untuk membantu siswa memahami bacaan dengan baik, Dengan menggunakan pendekatan reciprocal teaching siswa diajarkan empat
strategi pemahaman dan pengaturan diri spesifik, yaitu merangkum bacaan, mengajukan pertanyaan, memprediksi, dan
mengklarifikasi.
41
Dengan pengajaran terbalik guru mengajarkan siswa keterampilan- keterampilan kognitif penting dengan menciptakan pengalaman belajar,
melalui pemodelan perilaku tertentu dan kemudian membantu siswa mengembangkan keterampilan tersebut atas usaha mereka sendiri dengan
pemberian semangat, dukungan dan suatu sistem scaffolding bimbingan yang diberikan oleh orang yang lebih tahu kepada orang yang kurang atau
belum tahu. Reciprocal teaching refers to an instructional activity that takes
place in the form of a dialogue between teachers and students regarding segments of text. The dialogue is structured by the use of
four strategies: summarizing, question generating, clarifying, and predicting. The teacher and students take turns assuming the role of
teacher in leading this dialogue
42
40
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovativ Berorientasi Konstruktivisme, Surabaya: Prestasi Pustaka, 2007, Cet.1, h. 96
41
Muslimin Ibrahim, Reciprocal Teaching Sebagai Strategi, dalam http:kpicenter.web.idneoindex2.php?option=comcontentdo_pdf=1id=17
42
www.ncrel.orgsdrsareasissues studentsatrisk.at6lk38.htm-8k-
Konsep tersebut, menjelaskan tentang penerapan empat strategi pemahaman dalam metode Reciprocal Teaching
yaitu: merangkum meringkas, mengajukan pertanyaan untuk kemudian menyelesaikanya menyelesaikan, menjelaskanklarifikasi kembali, dan
memprediksi. Menurut Ann Brown dan Annemarie Palincsar guru mengajarkan
siswa keterampilan-keterampilan kognitif penting dengan menciptakan pengalaman-pengalaman belajar, pada kesempatan itu mereka
memodelkan perilaku tertentu dan kemudian membantu siswa mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut-berkat upaya
mereka sendiri dengan pemberian semangat, dukungan, dan suatu sistem scaffolding.
43
Cara pengajaran ini menuntut sekelompok kecil pelajar, Pada saat pelajaran berjalan, situasinya terbalik, yaitu siswa mengambil giliran
melaksanakan peran guru dan bertindak sebagai pemimpin diskusi untuk kelompok tersbut, sementara salah seorang siswa berperan sebagai guru,
guru tersebut memberikan dukungan, umpan balik, semangat ketika siswa- siswa belajar strategi-strategi tersebut dan membantu mereka saling
mengajar satu sama lain. Prosedur ini melibatkan anak secara aktif dalam kegiatan, dan
mengajarkan teknik untuk menelaah pemahaman mereka sendiri. “Selain pemantauan kognitif, ada dua kegiatan kognitif lainnya yang amat penting
dalam kaitan dengan keterampilan kognitif sehari-hari yaitu pengambilan keputusan dan berpikir kritis”
44
Collins dkk. mengemukakan efektivitas metode reciprocal teaching ini tergantung pada lima faktor sebagai berikut:
1. Reciprocal teaching melibatkan individu dalam serangkaian kegiatan yang membantu mereka membentuk model konseptual
baru tentang tugas membaca. Lewat reciprocal teaching individu
43
Mohamad Nur, Strategi-Strategi Belajar, Surabaya: Unesa-Uneversity Press, 200, Cet.1, h. 48
44
Jhon W. Santrock, Adolescence...,h. 140
menyadari bahwa dalam membaca diperlukan kegiatan konstruktivistik seperti merumuskan masalah dan lainya.
2. Reciprocal teaching melibatkan individu dalam penggunaan strategi membaca dan kemampuan metakognitif yang penting
dalam membaca tingkat mahir expert reading. b. Merumuskan pertanyaan merupakan kegiatan strategis untuk
memahami teks yang sulit karena kegiatan ini memberikan dasar pengecekan apakah teks masuk akal atau tidak.
c. Klarifikasi merupakan kegiatan penting dalam memonitor pemahaman yang melibatkan self-diagnosis secara rinci.
d. Meringkas merupakan tahap permulaan dari self-diagnosis. 3. Didalam reciprocal teaching, pengajar secara langsung dalam
konteks problem mencontohkan bagaimana strategi diterapkan. 4. Reciprocal teaching menyediakan bantuan scaffolding yang
berguna bagi terbentuknya keyakinan pada diri individu bahwa mereka dapat menguasai keahlian dalam menyelesaikan tugas dan
untuk membantu menguasai kemampuan itu sendiri. 5. Reciprocal teaching memberikan kesempatan bagi individu untuk
melakukan dua peran, yaitu produser dan kritikus. Mereka tidak hanya menghasilkan pertanyaan dan ringkasan yang baik tapi juga
menilai pertanyaan dan ringkasan yang dibuat orang lain.
45
b. Tahapan Kegiatan Reciprocal Teaching 1. Prosedur Umum
Pada awal pengajaran terbalik guru memperagakan semua langkah pengajaran terbalik, kemudian siswa bergantian menjadi guru,
sedangkan guru kelas bertindak sebagai anggota kelompok membantu “siswa guru” siswa yang berperan menjadi guru jika mereka
mengalami kesulitan pada langkah-langkah tertentu. Guru meminta
45
Vera Itabiliana, Penerapan Metode Reciprocal Teaching untuk Membantu Siswa Kelas 6 Sekolah Dasar dalam Mengembangkan Strategi Belajar, Skripsi Sarjana Psikologi Universitas
Indonesia , Depok: Perpustakaan Psikologi Universitas Indonesia…, h.55-57
siswa membaca buku pelajaran paket dan membuat jawaban terhadap keempat langkah pengajaran terbalik membuat pertanyaansoal yang
berkaitan dengan topic, merangkum, menjelaskan kata atau wacana yang sulit, dan memprediksi sebagai persiapan menjadi guru.
Selanjutnya guru memilih seorang siswa untuk bertindak sebagai guru memperagakan ke empat langkah pengajaran terbalik secara lisan dan
memberikan kesempatan kepada siswa lain bila perlu.
2. Prosedur Harian
Berikut contoh kegiatan belajar mengajar menggunakan reciprocal teaching:
46
a Disediakan teks bacaan sesuai materi yang hendak diselesaikan. b Dijelaskan bahwa pada segmen pertama guru bertindak sebagai guru
model c Siswa diminta membaca dalam hati bagian teks yang ditetapkan.
Untuk memudahkan mula-mula bekerja paragraf demi paragraf. d Guru memperagakan empat keterampilan setelah semua siswa
selesai membaca. e Siswa diminta memberikan komentar tentang pengajaran yang baru
berlangsung. f Segmen berikutnya dilanjutkan dengan bagian bacaanparaghrap
berikutnya dan akan dipilih satu siswa yang akan berperan sebagai ”guru siswa”
g Siswa dilatihdiarahkan berperan sebagai ”gurusiswa” sepanjang kegiatan itu. Mendorong siswa lain untuk berperan serta dalam
dialog, namun selalu memberi ”guru siswa” itu untuk kesempatan memimpin dialog. Memberikan banyak umpan balik dan pujian
kepada ”guru siswa” untuk peran sertanya. h Pada hari-hari berikutnya, semakin lama guru mengurangi peran
dalam dialog, sehingga ”guru-siswa” dan siswa lain berinisiatif
46
Trianto, Model-model Pembelajaran ..., h. 98
sendiri menangani kegiatan itu. Peran guru selanjutnya sebagai moderator, menjaga agar siswa tetap berada dalam jalur dan
membantu mengatasi kesulitan. Kegiatan diatas diadopsi dari kegiatan mandiri untuk pengajaran
bahasa, sehingga untuk kepentingan pengajaran matematika kegiatan diatas tidak sepenuhnya dipakai. Pada pembelajaran matematika siswa
hanya dituntut untuk bisa melakukan keterampilan merangkum, menjelaskan, membuat pertanyaan, dan memprediksi.
c. Reciprocal Teaching dalam belajar matematika
Pada dasarnya
reciprocal teaching menekakan pada siswa untuk
bekerja dalam suatu kelompok yang dibentuk sedemikian hingga setiap anggotanya dapat berkomunikasi dengan nyaman dalam menyampaikan
pendapat ataupun bertanya dalam rangka bertukar pengalaman keberhasilan belajar satu dengan lainnya.
Salah satu dasar dari reciprocal teaching ini adalah teori Vygotsky yaitu dialog dalam suatu interaksi social sebagai dasar pokok dalam proses
pembentukan pengetahuan. Menurut beliau berpikir keras dan mendiskusikan hasil pemikirannya dapat membantu proses kalrifikasi dan
revisi dalam berpikir pada saat belajar Jika dikaitkan dengan pembelajaran matematika, pada dasarnya
kemampuan membaca literature matematika memang masih menjadi suatu masalah besar yang tentu saja berdampak langsung pada prestasi belajar
matematika siswa, dan keberadaan model pembelajaran resiprokal ini dapat menjadi sebuah peluang solusi yang dapat diteliti lebih lanjut tentu
saja dengan penyesuaian-penyesuaian terhadap bentuk dari literature matematika yang unik.
47
Pada pembelajaran matematika dengan metode reciprocal teaching siswa dituntut untuk bisa melakukan keterampilan menjelaskan
47
Wijaya W Prasetyo, Mengetahui Level Soal Matemtika dengan Taksonomi Bloom dalam http:www.docstoc.comsearchsoal-matematika-bloom?catfilter=1
mengklarifikasi, memprediksi, mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan materi dan untuk kemudian menjawabnya dan merangkumnya.
Berikut contoh sederhana penerapannya dalam pembelajaran matematika:
a Klarifikasi Menjelaskan Setelah bahan teks bacaan diberikan, ini dapat berupa teks mengenai
konsep yang ingin diajarkan sekaligus berisi soal yang harus diselesaikan. Pada contoh ini, misalnya teks mengenai lingkaran.
Sesuai dengan teorinya pada tahap ini, Siswa diminta untuk mencerna makna dari kata-kata atau kalimat-kalimat yang tidak familier. Maka
dibuat pertanyaan apakah mereka mengerti arti kata atau konsep baru dalam teks tersebut, misalnya “Apa yang dimaksud dengan lingkaran
pada teks ini?” b Prediksi
Pada tahap ini pembaca diajak untuk melibatkan pengetahuan yang sudah diperolehnya dahulu untuk digabungkan dengan informasi yang
diperoleh dari teks yang dibaca untuk kemudian digunakan dalam mengimajinasikan kemungkinan yang akan terjadi berdasar atas
gabungan informasi yang sudah dimilikinya. Dari uraian tersebut, jelas diketahui bahwa pada tahap ini diharapkan terjadi koneksi antara
konsep yang baru dipelajarinya dengan yang sudah dimilikinya. Contohnya “Bagaimana menghitung luas lingkaran?”
c Bertanya Strategi bertanya ini digunakan untuk memonitor dan mengevalusi
sejauh mana pemahaman pembaca terhadap bahan bacaan. Pembaca dalam hal ini siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada dirinya
sendiri, teknik ini seperti sebuah proses metakognitif. Dari uraian tersebut jelas bahwa pada tahap ini siswa bertanya pada dirinya sendiri
untuk melakukan crosscheck tentang apa yang sudah diperolehnya dari proses belajar dan apa yang belum dikuasainya dari keseluruhan
konsep yang diajarkan oleh gurunya. Misalnya “Apakah saya sudah memahami definisi lingkaran?”
d Membuat Rangkuman Untuk tahap ini, tentu sudah jelas sekali yang paling sederhana adalah
meminta siswa untuk membuat ikhtisar dari proses pembelajaran yang berlangsung beserta hasilnya menggunakan bahasa sendiri. Misalnya
“Konsep apa saja yang telah dipelajari pada topic ini?”
48
6. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran kovensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa sering dilakukan yaitu pembelajaran
ekspositori klasikal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ruseffendi bahwa metode ekspositori sama dengan cara mengajar yang biasa tradisional
kita pakai pada pengajaran matematika.
a. Pengertian Metode Ekspositori
Gambaran pengajaran matematika dengan ”metode ekspositori adalah sebagai berikut: Guru menyampaikan atau menjelaskan
pelajaran dan memberi contoh soal selanjutnya siswa diberi soal latihan.”
49
Guru dapat memerikasa pekerjaan siswa secara individual atau klasikal dan siswa diberi kesempatan bertanya jika ada materi
yang tidak dimengerti. Bahkan dalam mengerjakan soal latihan siswa boleh berdiskusi dengan temannya atau disuruh mengerjakan dipapan
tulis. Jika dibandingkan dengan metode ceramah pada metode ekspositori siswa lebih aktif dalam belajar dan pembelajarannya tidak
hanya berpusat pada guru. Sedangkan menurut Erman Suherman, ia menyatakan bahwa:
Metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan kepada guru sebagai pemberi informasi
48
Farida Nurhasanah, Reciprocal Teaching dalam Pembelajaran Matematika, dalam http:hasanahworld
.wordpress.com20090301reciprocal-teaching-dalam-pembelajaran- matematika
49
Sri Anitah W dan Janet Trineke Manoy, Strategi Pembelajaran Matematika, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007, Cet. 2, h. 9.24
bahan pelajaran. Tetapi pada metode ekspositori dominasi guru berkurang, karena guru tidak terus menerus berbicara. Guru
berbicara pada awal pelajaran, menerangkana materi dan contoh soal, dan pada waktu-waktu yanng diperlukan saja. Siswa tidak
hanya mendengar dan membuat catatan, tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti.
50
Berdasarkan perbedaan metode ceramah dan metode ekspositori tersebut diatas maka umumnya banyak guru matematika dalam
mengajar menggunakan metode ekspositori dari pada metode ceramah. Hal ini disebabkan karena siswa masih diberi soal-soal latihan agar
mengerti materi yang telah dijelaskan guru. Berikut adalah contoh langkah kegiatan belajar mengajar yang menggunakan metode
ekspositori: Tabel 2.2
Langkah Kegiatan Pengajaran Metode Ekspositori Langkah
Jenis Kegiatan Belajar Mengajar - Persiapan
- Pelaksanaan
- Evaluasi - Menyiapkan kondisi belajar siswa
- Penyajian, tahap guru menyampaikan bahan pelajaran
- Asosiasikomparasi, artinya memberi kesempatan pada siswa untuk menghubungkan dan
membandingkan materi ceramah yang diterimanya melalui tanya jawab metode tanya
jawab - Generalisasikesimpulan, memberikan tugas
kepada siswa untuk membuat kesimpulan melalui hasil ceramah
- Mengadakan penilaian terhadap pemahaman siswa mengenai bahan yang telah diterimanya,
melalui tes lisan dan tulisan atau tugas lain.
51
50
Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran..., h. 203
51
Syaiful Bahri Djamarah Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineke Cipta, 2006, h. 99
Pada metode ekspositori siswa belajar lebih aktif dari pada metode ceramah. Siswa mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin
juga saling bertanya dan mengerjakannya bersama dengan temannya, atau disuruh membuatnya dipapan tulis.
B. Kerangka Berpikir