Latar Belakang Masalah Pengaruh pendekatan reciprocal teaching terhadap kemampuan berfikir kritis siswa dalam belajar Matematika (studi eksperimen SMP Al-Hasra Depok)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Secara detail, dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 yaitu: Pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. 1 Al-Qur’an merupakan bukti betapa pentingnya penggunaan fungsi ranah cipta dan karsa manusia dalam belajar dan meraih ilmu penegtahuan. Hal ini tersirat dalam firman Allah surat Azzumar ayat 9 yang berbunyi: Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang- orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang yang berakallah yang mampu menerima pelajaran. Oleh karena itu dibutuhkan secara sadar dan kemauan kuat dari setiap individu tersebut untuk berperan aktif dalam dunia pendidikan untuk menumbuhkan potensi sumber daya manusia itu sendiri. 1 Undang- Undang RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Citra Umbara, 2003 h. 20 Dalam dunia pendidikan ada tiga tujuan pendidikan yang sangat dikenal dan diakui oleh para pendidikan, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitif merupakan ranah psikologis siswa yang terpenting yang merupakan sumber sekaligus pengendali dari ranah afektif dan psikomotor. Ranah kognitif juga merupakan kemampuan yang selalu dituntut kepada anak didik untuk dikuasai. Karena penguasaan kemampuan ini menjadi dasar bagi penguasaan ilmu pengetahuan. Ranah kognitif ini dapat dipelajari oleh siswa-siswa dengan guru, kemampuan ini lebih banyak mengajak siswa berfikir dengan memberi bahan atau materi pelajaran yang mana siswa dapat memecahkannya, baik didalam kelas maupun didalam kehidupan sehari-hari diluar sekolah. Jean Piaget melandasi timbulnya strategi kognitif yang disebut teori metakognitif yang merupakan keterampilan yang dimiliki oleh siswa-siswa dalam mengatur dan mengontrol proses berpikirnya. Menurut Preisseisen metakognitif meliputi empat jenis keterampilan, yaitu: 1. Keterampilan pemecahan masalah Problem Solving: Keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta-fakta, analisis informasi, menyususn berbagai alternatif pemecahan, dan memilih pemecahan masalah yang paling efektif. 2. Keterampilan Pengambilan keputusan Decision Making: Keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk memilih suatu keputusan yang terbaik dari beberapa pilihan yang ada melalui pengumpulan informasi, dan pengambilan keputusan yang terbaik berdasarkan alasan-alasan yang rasional. 3. Keterampilan Berpikir Kritis Critical Thinking: Keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menganalisa argumen dan memberikan interpretasi berdasarkan persepsi yang benar dan rasional, analissi asumsi dan bias argumen, dan interpretasi logis. 4. Keterampilan Berpikir Kreatif Creative Thinking Keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menghasilkan gagasan yang baru, konstruktif berdasarkan konsep- konsep dan prinsip-prinsip yang rasional maupun persepsi, dan intuisis individu. 2 Keterampilan-keterampilan diatas sangat penting untuk dimiliki oleh setiap siswa dalam proses belajar mengajar. ”Sayangnya dalam masyarakat sekarang, orang berpikir bahwa berpikir kritis hanya ada dimata kuliah filsafat dan retorika diperguruan tinggi dan bukan sebuah kebiasaan berpikir yang seharusnya ditanamkan sejak usia dini.” 3 Padahal pemikir kritis bukanlah suatu yang sulit yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki nilai IQ berkategori genius. Sebaliknya, berpikir kritis merupakan sesuatu yang dapat dilakukan oleh semua orang. Saat anak-anak menanyakan pertanyaan penting ”Mengapa?” yang mengisyaratkan keengganan mereka untuk menerima penjelasan sederhana, mereka adalah pemikir kritis. Jika kita kembalikan kepada dunia pendidikan di Indonesia, yang menjadi masalah adalah bagaimana cara mengajarkan keterampilan berpikir kritis tersebut di sekolah sehingga ia bisa menjadi sesuatu yang dapat memperbaiki belajar siswa Di Indonesia, pengajaran keterampilan berpikir kritis memiliki beberapa kendala. Salah satunya adalah terlalu dominannya peran guru di sekolah sebagai penyebar ilmu atau sumber ilmu, sehingga siswa hanya dianggap sebagai sebuah wadah yang akan diisi dengan ilmu oleh guru. Kendala lain yang sebenarnya sudah cukup klasik namun memang sulit dipecahkan, adalah sistem penilaian prestasi siswa yang lebih banyak didasarkan melalui tes-tes yang sifatnya menguji kemampuan kognitif tingkat rendah. Siswa yang dicap sebagai siswa yang pintar atau sukses adalah siswa yang lulus ujian. Ini merupakan masalah lama yang sampai sekarang masih merupakan polemik yang cukup seru bagi dunia pendidikan di Indonesia. 4 2 Marintis Yamin, Paradigma Pendidikan Konstruktivistik, Jakarta: GP Press, 2008, Cet. 1, h 11 3 Johnson. Elaine B, Contextual teaching and learning: menjadikan kegiatan belajar- mengajar mengasyikkan dan bermakna , Bandung, Mizan Learning Center, 2007, Cet. 4, h.188 4 http:joko.tblog.compost1969986616 Kurikulum Berbasis Kompetensi yang sudah mulai diterapkan di Indonesia sebenarnya cukup kondusif bagi pengembangan pengajaran keterampilan berpikir, karena mensyaratkan siswa sebagai pusat belajar. Namun demikian, bentuk penilaian yang dilakukan terhadap kinerja siswa masih cenderung mengikuti pola lama, yaitu model soal-soal pilihan ganda yang lebih banyak memerlukan kemampuan siswa untuk menghafal. Dalam dunia pendidikan dan proses belajar mengajar, murid tidak boleh diperlakukan seperti busa spons didalam kelas yang menyerap ilmu dari guru, tanpa diberi kesempatan untuk bertanya, melakukan penilaian atau investigasi, namun alangkah baiknya jika seorang guru memberi kesempatan belajar kepada siswa dengan melibatkan siswa secara aktif dan efektif dalam proses pembelajaran, agar siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya, sehingga dapat memecahkan suatu persoalan melalui berbagai jalan yang mula-mula tidak jelas akhirnya menjadi jelas, dimengerti dan dipahami. Berpikir kritis membantu kita memahami bagaimana kita memandang diri sendiri, bagaimana kita memandang dunia, dan bagaimana kita berhubungan dengan orang lain. Berpikir kritis merupakan sebuah keterampilan hidup, bukan hanya dikembangkan dibidang akademik melainkan dapat dikembangkan oleh setiap orang, maka dari itu berpikir kritis harus diajarkan disekolah dasar, SMP, dan SMA agar dapat menghadapi era persaingan global, karena tingkat kompleksitas permasalahan dalam segala aspek kehidupan modern yang semakin tinggi. Dalam buku Genius Learning ada 3 Alasan utama mengapa kita harus melatih kemampuan murid untuk bisa menggunakan proses berpikir kritis atau berpikir level tinggi: 1 Untuk mengerti informasi, 2 Untuk proses berpikir yang berkualitas, 3 Untuk hasil akhir yang berkualitas. Ketiga alasan ini melibatkan proses berpikir yang bersifat kreatif dan kritis. 5 Berpikir tingkat tinggi adalah operasi kognitif yang banyak dibutuhkan pada proses-proses berpikir yang terjadi dalam short-term memory. 5 Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategi, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2006, Cet. 3 h. 171 Pemilihan taksonomi Bloom tentang ranah kognitif terbagi dalam tiga kelompok, kelompok pengetahuan rendah, menengah dan tinggi. Kemampuan kognisi tertinggi menurut gagne adalah strategi kognisi, atau analisis, sintesis dan evaluasi, juga kemampuan kognisi tertinggi menurut Bloom. Strategi kognitif ini dapat dipelajari oleh siswa-siswa dengan guru, kemampuan ini lebih banyak mengajak siswa berpikir dengan memberi bahan atau materi pelajaran yang mana siswa dapat memcahkannya, baik didalam kelas maupun didalam kehidupan sehari-hari diluar sekolah. Beberapa penulis percaya bahwa kecakapan yang kurang didalam berpikir kritis secara langsung mempengaruhi kapasitas bagi individu untuk maju dalam penerapan secara efektif informasi yang sampai kepada mereka. Oleh karena itu, mereka menaksir bahwa nampak penting bagi kita untuk tidak hanya belajar berpikir kritis, tetapi juga mengajarkan berpikir kritis kepada orang lain. Setiap orang dapat belajar berpikir dengan kritis karena otak manusia secara konstan berusaha memahami pengalaman. Belajar yang banyak memerlukan berpikir secara kritis yaitu belajar matematika, dimana matematika kaya akan simbol-simbol dan angka-angka yang semuanya memerlukan pemikiran untuk dapat mengartikan dan menentukan penyelesaian yang ada didalamnya matematika yang timbul karena pikiran- pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran. ”Matematika terdiri dari 4 wawasan yang luas ialah: aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis. Selain itu matematika sering disebut sebagai ratunya ilmu Mathematics is the Queen of the sciences, maksudnya antara lain bahwa matematika tidak bergantung kepada bidang studi lain.” Ketika remaja terlibat dalam kegiatan seperti membaca, menulis, atau memecahakan soal matematika, mereka sering sekali mencatat apa yang sedang mereka kerjakan dan apa yang akan dilakukan selanjutnya. Para orang tua, guru dan teman sebaya dapat berfungsi sebagai model penting dalam menjalankan pemantauan kognitif salah satunya berpikir kritis dan juga dapat berinteraksi dengan remaja dengan berbagai cara untuk meningkatkan kemampuan kognitif. Ada salah satu metode yang menggunakan pemantauan kognitif diletakkan ditangan teman sebaya remaja, yaitu tugas memberi tahu hal yang harus dilakukan dan memantau hasil kerja remaja tidak dilakukan oleh orang dewasa, melainkan oleh remaja lain. Reciprocal teaching pengajaran terbalik adalah prosedur pengajaran yang digunakan Brown dan Palincsar untuk mengembangkan kemampuan kognitif. ”Selain pemantauan kognitif, ada dua kegiatan kognitif lainnya yang amat penting dalam kaitan dengan keterampilan kognitif sehari-hari, yaitu pengambilan keputusan dan berpikir kritis.” 6 Sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran yang cukup dianggap menarik, dan diharapkan dapat mendorong dan meningkatkan siswa untuk berpikir kritis dalam pembelajaran matematika. Dengan pemahaman terhadap kondisi kognitif anak dan kemampuan belajar mereka yang tinggi, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan untuk berpikir kritis secara bertahap hendaknya sudah diberikan pada anak sejak masih sangat muda. Selain untuk mempersiapkan mereka di masa dewasa kelak, juga untuk membiasakan keterbukaan pada berbagai informasi sejak dini. Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas terlihat bahwa anak-anak dan remaja perlu diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya menggunakan pemikiran dalam tingkatan yang lebih tinggi disetiap tingkat kelas, yang pada akhirnya mereka akan terbiasa membedakan antara, fakta dan opini ataupun pengetahuan dan keyakinan. Oleh karena itu, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Pengaruh Pendekatan Reciprocal Teaching Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Belajar Matematika” 6 Jhon W. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja, Jakarta: Erlangga, 2003, h. 140

B. Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran reciprocal teaching (pengajaran berbalik) terhadap hasil belajar Biologi siswa pada konsep protista (eksperimen di MAN 2 Bogor)

1 15 148

Hubungan Model Pembelajaran Reciprocal Teaching Dengan Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Di Sma Negeri 46 Jakarta)

6 25 142

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI Pengaruh Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Reciprocal Teaching Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika SMP AL-ISLAM 1 Surakarta Ta

0 2 11

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL RECIPROCAL TEACHING TERHADAP Pengaruh Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Reciprocal Teaching Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika SMP AL-ISLAM 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2015/20

0 2 16

PENGARUH PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PENGARUH PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA (Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Bulu).

0 0 17

PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP.

2 6 89

PENGARUH PENGGUNAAN STRATEGI RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP.

0 1 54

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS ipi372560

0 0 9

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Studi Eksperimen Siswa di Kelas VIII MTs Negeri 2 Kota Cirebon) - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 0 17

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA SISWA SMP (Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 8 Cirebon ) - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 0 16