Unsur-unsur Dakwah LANDASAN TEORI

hendak dicapai. Namun secara global dapatlah dikatakan bahwa materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu masalah keimanan aqidah, masalah keislaman syariah, masalah budi pekerti akhlakul karimah. 40 1. Aqidah Aqidah dalam Islam mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Di bidang aqidah ini bukan saja pembahasannya tertuju pada masalah- masalah yang wajib diimani, akan tetapi materi dakwah meliputi juga masalah- masalah yang dilarang, misalnya syirik, ingkar dengan Tuhan dan sebagainya. 41 2. Syariah Syariah dalam Islam erat hubungannya dengan amal lahir nyata dalam rangka mentaati semua peraturanhukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia. 3. Akhlakul Karimah Materi dakwah yang terakhir yaitu masalah akhlak, yang merupakan pelengkap keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak kurang penting, akan tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna keimanan dan keislaman. d. Metode Dakwah Kata metode sering dipakai dalam bahasa Indonesia yang dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan, ..metode ialah cara yang teratur dan terpikir baik- baik untuk mendapatkan maksud cara kerja yang bersistem untuk 40 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983, h. 60 41 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009, h. 90 memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan... .” 42 Akan tetapi yang dimaksud dengan metode di sini adalah metode dakwah, yakni sebuah cara menyampaikan ide kepada orang lain dengan tujuan perubahan sikap atau tingkah laku sehingga yang diajak mau mengikuti dan melaksanakan apa yang disampaikan oleh seorang dai. Berdasarkan bentuk-bentuk penyampaiannya metode dakwah dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: 1. Bil Lisan Dakwah bil lisan adalah dakwah yang dilaksanakan melalui lisannya. Metode ini sangat umum digunakan oleh para dai di dalam ceramah, pidato, nasihat, dan lain-lain. Menurut Ki Moesa A. Machfoed, disebutkan “…dakwah ini bentuknya dapat berupa ceramah keagamaan, pengajian dengan berbagai bentuknya. Dalam ceramahnya tersebut, dapat juga diselingi dengan humor, baik melalui kata-kata atau gerakan badan dan mimik wajah ….” 43 Dakwah bil lisan merupakan sebuah ajakan dakwah dengan menggunakan lisan atau perkataan, antara lain melalui: a. Mudzakarah Mengingatkan orang lain jika berbuat salah, baik dalam ibadah maupun perbuatan. b. Qaulun Marufan Dengan berbicara dalam pergaulannya sehari-hari yang disertai dengan 42 Depdikbud R.I, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989, h. 915 43 Ki Moesa A. Machfoed, Filsafat Dakwah dan penerapannya, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2004, h. 190 misi agama Allah dan agama Islam. c. Nasehatuddin Memberi nasehat kepada orang lain yang tengah dilanda masalah kehidupan agar mampu melaksanakan agamanya yang baik. d. Majlis Talim Penjelasan terhadap bab-bab ajaran agama dengan menggunakan kitab dan diakhiri dengan dialog. e. Pengajian Umum Menyajikan materi dakwah di depan umm. Isi dari materi dakwah tidak terlalu banyak, tetapi dapat menarik perhatian madu pendengar. f. Mujadalah Berdebat dengan menggunakan argumentasi serta alas an dan diakhiri dengan kesepakatan bersama dengan menarik suatu kesimpulan. 44 2. Bil Hal Dakwah bil hal adalah dakwah yang dilakukan dengan perbuatan nyata yang meliputi keteladanan. Kata hal dalam bahasa berarti berubah, hal, ikhwal, bisa juga berarti perpindahan, gerakan bergerak, berarti menunjukkan keadaan hal keadaan. Aqib Suminto memberikan pengertian dakwah bil hal adalah amaliah yang berupa mengembangkan masyarakat dalam rangka mewujudkan tatanan sosial, ekonomi, budaya yang sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. 45 44 Maman Abdul Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah Islam, Jakarta: Pustaka Setia, 1997, h. 58 45 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983, h. 60 3. Bil Qalam Dakwah bil qalam adalah dakwah yang dilakukan melalui tulisan. Dakwah ini memerlukan keahlian khusus dalam hal menulis dan merangkai kata-kata sehingga penerima dakwah akan tertarik untuk membacanya tanpa mengurangi maksud yang terkandung di dalamnya, dakwah tersebut dapat dilakukan di media massa seperti surat kabar, majalah, buku, buletin, maupun lewat internet. 46 “Menurut Jalaluddin Rakhmat dalam buku Islam Aktual, memberikan definisi dakwah bil qalam adalah berdakwah melalui media cetak, mengingat kemajuan teknologi sehingga memungkinkan seorang berkomunikasi secara intens serta pesan dakwah dapat menyebar seluas-luasnya. ” 47 e. Media Dakwah Media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat membantu juru dakwah dalam menyampaikan dakwah secara efektif dan efisien. Kata media berasal dari bahasa Latin median, yang merupakan jamak dari medium, yang berarti alat perantara. 48 Sedangkan pengertian istilah, adalah peralatan yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah kepada penerima dakwah. Media dakwah dalam arti sempit adalah alat dakwah. Merupakan media dakwah yang memiliki peran atau kedudukan sebagai penunjang tercapainya tujuan. Pada zaman modern seperti sekarang ini, seperti televise, video, kaset rekaman, majalah, dan surat kabar. 49 Hamzah Ya’qub membagi media dakwah menjadi lima macam, yaitu : 46 Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek dalam Berdakwah di Indonesia, Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 39 47 Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual: Refleksi Sosial Cendikiawan Muslim, Bandung: Mizan, 1998, h. 172 48 Asmuni Syukri, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya : Al-Ikhlas, 1983, h. 163 49 Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Dakwah, Jakarta: Logos, 1997, h. 35 1. Lisan, inilah media dakwah paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk khotbah, pidato, ceramah, kuliah, diskusi, dan sebagainya. 2. Tulisan, dilakukan dengan perantara tulisan umpamanya: buku, majalah, surat kabar, spanduk, surat menyurat, dan sebagainya. 3. Lukisan, yakni gambar-gambar hasil seni lukis, kaligrafi, karikatur, dan sebagainya. 4. Audio Visual, yaitu alat dakwah yang sekaligus merangsang indera penglihatan atau pendengaran seperti televisi, film, slide, OHP, internet, dan sebagainya. 5. Akhlak, yaitu perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam. 50 beberapa media yang dapat digunakan sebagai saluran pengiriman pesan dakwah antara lain, yaitu: Lembaga-lembaga dakwah Islam, lingkungan keluarga, organisasi-organisasi Islam, majlis taklim, hari-hari besar Islam, media masa, seni budaya, dan lain-alin. 50 Hamzah Ya’cub, Publisistik Islam Teknik Dakwah Dan Leadership, Bandung: CV Diponegoro, 1981, h. 47-48. 41

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA KALIGRFI AL-QUR

’AN LEMKA

A. Sejarah Berdirinya Lembaga Kaligrafi Al-Qur ’an LEMKA

1. Lahirnya Sebuah Gagasan

Ide pertama untuk mendirikan LEMKA berasal dari Drs. Didin Sirojuddin AR, seorang dosen Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri UIN Jakarta. Dimulai dari keinginan yang sebetulnya mirip khayalan itu, untuk mendirikan semacam organisasi atau lembaga untuk mengembangkan seni kaligrafi atau khat yang menjadi hobinya. Khayalan itu muncul pada tahun 1975, ketika Sirojuddin akan menamatkan masa belajar enam tahun sebagai santri Pondok Modern Gontor. 1 Tahun 1976 Sirojuddin resmi menjadi mahasiswa Fakultas Adab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Keinginan itu bertambah kuat, setelah ternyata di Jakarta lebih leluasa menyalurkan bakat menulis khatnya di pelbagai penerbitan dan badan-badan lain. Tetapi, sampai menamatkan kuliah pada 1982, khayalan masih tetap sebagai khayalan. Meskipun telah diusahakan mencari teman-teman sesama khatat para penulis khat untuk sepakat membuat wadah tempat bernaung, gagasan itu sama sekali tidak menarik perhatian mereka. Mencari kawan-kawan yang kurang commit terhadap kaligrafi, lebih mustahil lagi. Namun, rasa penasaran masih terus bergolak. Sementara itu, melukis dan melukis hanya untuk diri sendiri terasa membosankan, meskipun diakuinya telah menghasilkan 1 Wawancara pribadi dengan D. Sirajuddin AR, Ciputat, 21 Februari 2015 banyak uang. 2 Setahun kemudian, tahun 1983, ada panggilan mengajar pada mata kuliah yang secara kebetulan adalah kaligrafi. Dengan demikian, dosen kaligrafi di Fakultas Adab menjadi dua orang, yang sebelumnya hanya Prof. H.M. Salim Fachry. Masa mengajar pada tahun-tahun pertama kerap dipenuhi kebingungan, karena tidak adanya petunjuk pelaksanaan dan BCO Basic Course Outline yang jelas. Sedangkan pengetahuan tentang sejarah kaligrafi, demikian diakui sendiri oleh Sirojuddin, sama sekali tidak dimilikinya karena pada waktu itu buku-buku mengenai kaligrafi sulit didapat dan masalah semacam itu belum dipopulerkan. Di tahun 1983 itu, Sirojuddin bersama Prof. H.M. Salim Fachry dan Ustadz K.H.M. Abd. Razzaq Muhili al-Khattat dari Tangerang sama-sama diangkat menjadi Dewan Hakim Sayembara Kaligrafi MTQ Nasional ke-13 di Padang. Kedua orang tersebut merupakan guru kaligrafi Sirojuddin. K.H.M. Abdur Razzaq dikenal sebagai penulis khat professional paling terkemuka di Indonesia yang goresan tangannya terentang di antara ratusan buku agama di Tanah Air. Sedangkan Prof. H.M. Salim Fachry adalah penulis Al-Quran Pusaka atas pesanan almarhum Presiden Soekarno. Saat terbang di pesawat menuju Padang, keinginan Sirojuddin itu dikemukakan kepada kedua gurunya itu yang serta merta disambut ucapan Alhamdulillah. Bahkan, Prof. H.M. Salim Fachry kemudian mengatakan, bahwa sesungguhnya ia pun sudah lama menginginkan adanya asosiasi para khattat, tapi bagaimana mewujudkannya? Ia pun mendesak Sirojuddin untuk segera melaksanakan rencana itu. Sayang, 2 Situs LEMKA, ”Tentang LEMKA”, diakses pada tanggal 25 Januari 2015 dari http:www.lemka.netptentang-lemka.html?m=1 rencana itu lagi-lagi terlantar sampai dua tahun kemudian. 3 Bukan karena salah bunda mengandung jika rencana itu berulang-ulang tertunda. Pasalnya, terkait dengan siapa-siapa saja orang-orang yang akan dihimpun dan bagaimana teknisnya? Apa program yang akan dilaksanakan? Siapa tutor-tutor kaligrafinya? Ke mana sayap organisasi harus dikembangkan? Setelah gagasan itu mulai marak dan berbunga, kesulitan untuk memetik dan menerapkannyalah yang muncul. Jika organisasi itu lahir, bagaimana mekanisme kerjanya, sedangkan pada waktu itu Prof. H.M. Salim Fachry yang berusia lebih 80 tahun sudah mulai uzur, K.H.M. Abd. Razzaq sendiri sudah mendekati 70 tahunan. Di Jakarta, mencari khattat-khattat muda yang berpengalaman dalam organisasi juga sulit. 4 Sambil menunggu adanya jalan keluar, Sirojuddin iseng-iseng menyusun diktat kuliah kaligrafi. Modalnya: dari tidak tahu sama sekali hakekat kaligrafi. Ia mondar-mandir dan meminjam beberapa buku refrence kepada K.H.M. Abd. Razzaq di Tangerang. Di luar dugaan, diktat yang direncanakan maksimal 50 halaman, berkembang tak terkendali sampai 430 halaman. Di situ ia menghentikan karangannya. Dari luasnya isi diktat itu, ada kesimpulan sangat penting yang jadi renungan: bahwa kaligrafi itu sangat filosofis dan strategis untuk dikembangkan. Kejutan selanjutnya, ketika diktat itu iseng-iseng dilemparkan ke penerbit Pustaka Panjimas, Jakarta, kemudian dicetak 5.000 eksemplar, ternyata habis dalam 7 bulan saja. Akhirnya Sirojuddin semakin yakin, bahwa massa yang akan digarap memang benar-benar ada, dan mereka 3 Situs LEMKA, Tentang LEMKA, diakses pada tanggal 25 Januari 2015 dari http:www.lemka.netptentang-lemka.html?m=1 4 Wawancara pribadi dengan D. Sirajuddin AR, Ciputat, 21 Februari 2015 benar- benar menunggu pembinaan, terbukti dari puluhan surat yang diterimanya yang mengeluh tentang sulitnya mengembangkan bakat di daerah. Tidak ada lagi yang harus ditunggu. Kali ini Sirojuddin terpaksa nekad. Caranya sangat sederhana. Di malam hari dibuat coret-coretan tata tertib dan acuan job alakadarnya, hanya dua lembar. Seorang mahasiswanya yang paling akrab kepadanya karena sering meminjam buku, bernama Ece Abidin, dipanggil menghadap. Ece, kelahiran Sukabumi, pada waktu itu baru duduk di semester II Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam. Ece disuruh menghubungi kawan-kawan sekelasnya yang telah ditentukan untuk menjalin aliansi kerjasama. Diskusi antar dua orang ini terjadi di malam menjelang bulan sabit 24 Rajab 1405 Hijriyah atau 15 April 1985. Semula kawan-kawan Ece menyatakan gamang, karena sadar tahu apa mereka tentang kaligrafi. Tapi, Ece yang membawa pesan gurunya itu meyakinkan dengan penuh semangat, bahwa yang penting organisasi itu terbentuk dahulu. Soal nanti, jangan dipusingkan sekarang. Sementara Ece melobi kawan-kawan mahasiswanya yang belum berpengalaman organisasi itu, Sirojuddin merancang rencana-rencana lebih lanjut. 5 Para tanggal 17 April 1985 26 Rajab 1405 H, semua komponen pengurus siap menerima gagasan besar tersebut, dan hari itu pula ditentukan sebagai hari dan tanggal kelahiran LEMKA. Kemudian pada tangal 20 April 1985 29 Rajab 1405 H, Dekan Fakultas Adab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. Abd. Muthalib Sulaiman, memberikan pengukuhannya di ruang sidang Fakultas 5 Situs LEMKA, Tentang LEMKA, diakses pada tanggal 25 Januari 2015 dari http:www.lemka.netptentang-lemka.html?m=1