Tujuan pemberdayaan Pemberdayaan Masyarakat

23 diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa peraya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya 34 .

3. Indikator Keberdayaan

Menurut Kiefer pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif. Parson et.al. juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada: a. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar. b.Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain. c. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang yang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan 35 . 34 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, h. 54. 35 Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Bandung: PT Revika Aditama, 2005, Cet ke-1, h.63. 24 Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai Empowerment Index atau indeks pemberdayaan 36 : a. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti kepasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, kerumah tangga. Tingkat mobilitas ini di anggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian. b. Kemampuan membeli komoditas „kecil‟: kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari beras,minyak tanah, minyak goreng, bumbu; kebutuhan dirinya minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo. Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. c. Kemampuan membeli komoditas‟besar‟: kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. d. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga : mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suamiistri mengenai 36 Ibid, h. 63-66.