Pemberdayaan Perempuan melalui Program Keterampilan Menjahit oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur-Depok

(1)

WIRA USAHA BINA SEJAHTERA

DI BULAK TIMUR-DEPOK

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh: Minarti 106054002047

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

Skripsi berjudul:Pemberdayaan Perempuan melalui Program keterampilan Menjahi toleh Koperasi Wanita Wirausaha Bina Sejahtera di Bulak Timur-Depok”.Telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa tanggal 27 Februari 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam.

Jakarta, 27 Februari2014

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jumroni, M.Si M. Hudri, M. Ag

NIP: 19630515 19920031 006 NIP: 19720606 199803 1 003

Anggota

Penguji I Penguji II

Yusra Kilun, M.Pd Nurul Hidayati, S. Ag,

NIP. 19570605 199103 1 004 NIP. 19690322 199603 2 001

Pembimbing

Dr. AsepUsman Ismail, MA


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang sayagunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syrif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 27 Februari 2014


(5)

i

Pemberdayaan Perempuan melalui Program Keterampilan Menjahit oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur, Depok.

Kemampuan ekonomi yang rendah seringkali menyebabkan orang tua harus memilih untuk memprioritaskan pendidikan laki-laki daripada perempuan. Akhirnya, perempuan seringkali berada pada pekerjaan domestik dengan upah yang minim. Selain itu, juga karena dorongan persepsi yang masih kuat di masyarakat bahwa wanita tidak usah terlalu tinggi tingkat pendidikannya karena akhirnya hanya akan masuk dapur saja. Dalam akses pelayanan pinjaman modal atau bahkan bantuan dari pemerintah pun sering kali mengatasnamakan laki-laki. Hal ini tentunya menyulitkan perempuan untuk meraih akses tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program yang dilaksanakan oleh KopWan dalam pemberdayaan perempuan melalui program keterampilan menjahit dan apa saja faktor pendukung dan faktor penghambatnya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera) Bulak timur-Depok.

Dalam pelatihan keterampilan menjahit ini bukan hanya pengetahuan tentang menjahit saja yang mereka dapatkan, akan tetapi juga dapat mempererat ukhuah Islamiyah dari segi silaturahmi. Instruktur pelatihan keterampilan menjahit ini pun sangat berpengalaman bahkan sudah mempunyai usaha konveksi sendiri dan juga toko pakaian dari hasil konveksi milik Ibu Haninah (Instruktur) tersebut, sehingga dia membantu para peserta pelatihan menjahit dalam memberikan pengetahuannya tentang keterampilan menjahit. Peserta pelatihan keterampilan menjahit ini memang tidak terlalu banyak yaitu hanya 10 orang saja, karena pelatihan keterampilan menjahit ini hanya di komunitas Ibu-ibu pengajian saja yang mengikuti program pelatihan keterampilan menjahit ini. Pelatihan dilaksanakan selama 3 bulan, tiap minggunya hanya 3 hari dalam satu minggu yaitu hari senin dan kamis dan sabtu. Pelatihan ini dilaksanakan hanya 2jam mulai dari jam 09.00 - 11.00 WIB. Dari hasil pelatihan keterampilan menjahit diharapkan mereka mampu bersaing dengan para pekerja lain dalam dunia kerja. Tanpa menutup kemungkinan mereka akan membuka usaha rumahan dan merekrut orang lain untuk membantu pekerjaan mereka.


(6)

ii

Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam. Kepada-Nya kita memuji, memohon pertolongan, dan bertaubat hanya kepada-Nya saja. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan kita.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada qudwah hasanah kita, baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta seluruh keluarganya, para sahabatnya, dan kepada seluruh umatnya yang tulus ikhlas mengikuti sunnah-sunnah dan langkah perjuangannya, Amiin.

Selama pembuatan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan bahan-bahan, dan lain sebagainya. Namun berkat kesungguhan disertai dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan itu dapat penulis hadapi.

Selanjutnya penulis menyadari, skripsi ini terwujud atas bantuan berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Ibunda “Sapinah” dan Ayahanda “Naimin” yang begitu tulus mencintai dan tidak henti-hentinya mendo’akan selama ini selama ini. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan karunia nikmat dan kemuliaan sebagai balasan atas cinta kasih dan pengorbanan yang telah diberikan secara tulus dan ikhlas kepada penulis.


(7)

iii

3. Bapak Asep Usman Ismail, M. Ag. sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan banyak waktunya dan dengan sabar memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Ibu Wati Nilamsari, M. Si. sebagai Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak M. Hudri M. A. sebagai Sekertaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam yang telah memberikan kemudahan administrasi.

6. Bapak dan Ibu Dosen FakultasDakwah dan Komunikasi yang telah menyampaikan Ilmu pengetahuan yang bermanfaat kepada penulis, serta masukan dan motivasinya selama perkuliahan.

7. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama, serta Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, terima kasih atas bantuan dalam memberikan kemudahan bagi penulis dalam peminjaman buku.

8. Ketua Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera Ibu Marnih dan para pengurusnya,yang telah bersedia memberikan semua pengetahuan dan informasi yang berkaitan dengan skripsi ini.


(8)

iv

Nurdiana Ratnasari, Siti Wahyuni. Terima kasih atas Support dan do’a yang

diberikan sehingga penulis bisa terus semangat walaupun dalam jatuh dan bangunnya penulis dalam penyusunan skripsi.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT, penulis berdo’a semoga mereka mendapatkan balasan yang mulia.

Akhir kata, karena keterbatasan wawasan, pengetahuan, dan pengalaman, maka tentu saja banyak hal khilaf dan salah didalam skripsi ini. Maka, koreksi dan kritik konstruktif sangat penulis harapkan untuk perbaikan kedepan. Selanjutnya penulis ucapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat, Amiin.

Ciputat, 27 Februari 2014


(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Metodologi Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 14

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II KERANGKA TEORI A. Pemberdayaan ... 17

1.Pengertian Pemberdayaan ... 17

2.Tujuan Pemberdayaan ... 22

3.Indikator Pemberdayaan Masyarakat ... 23

4.Tahapan Pemberdayaan Masyarakat ... 26

5.Strategi Pemberdayaan Masyarakat ... 29

B. Perempuan ... 33

1.Pengertian Perempuan ... 33

2.Kodrat Seorang Perempuan ... 34

3.Pemberdayaan Perempuan ... 34

C.Keterampilan Menjahit ... 37

1.Pengertian Keterampilan ... 37


(10)

vi

A.Profile KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera ... 41

B. Visi dan Misi ... 43

C. Tujuan Berdirinya Koperasi ... 43

D. Landasan Berdirinya Koperasi ... 44

E. Pelayanan Program KopWan Wirausaha Bina Sejahtera………. 45

F. Gambaran Umum Wilayah Depok ... 46

BAB IV ANALISIS ANALISIS TENTANG HASIL PENELITIAN DI KOPERASI WANITA WIRA USAHA BINA SEJAHTERA A. Pelaksanaan Program keterampilan menjahit ... 60

B.Faktor Pendukung dan Penghambat Program keterampilan Menjahit ... 72

1. Faktor Pendukung ... 72

2. Faktor Penghambat ... 73

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pembangunan di indonesia merupakan amanat sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, di mana tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Pembangunan sebagaimana digariskan dalam GBHN, merupakan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Pembangunan mencakup upaya pembangunan aspek fisik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan keamanan dan dapat pula pembangunan ideologi.

Proses pembangunan yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh dua dimensi yaitu: yang pertama dimensi makro yang menggambarkan bagaimana institusi negara melalui kebijakan dan peraturan yang dibuatnya mempengaruhi proses perubahan suatu masyarakat. Sedangkan dimensi yang kedua adalah dimensi mikro yaitu indvidu dan kelompok masyarakat mempengaruhi proses pembangunan itu sendiri1.

Menurut Syaiful Arif, kemiskinan dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan kultural dipahami sebagai akibat struktural bisa terjadi karena adanya struktur dan

1

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2003), Cet 1, h. 1.


(12)

kebijakan pemeritah yang timpang, sebagai akiabat dari terjadinya ketidakadilan dalam kehidupan masyarakat 2.

Definisi lainnya yang senada diberikan F. Magnis suseno. S.J. yaitu kemiskinan dalam arti, bahwa orang tidak menguasai sarana-sarana fisik secukupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, untuk mencapai tingkat minimum kehidupan yang masih dapat dinilai manusiawi 3.

Gender adalah berbagai atribut dan tingkah laku yang dilekatkan pada perempuan dan laki-laki dan dibentuk oleh budaya. Dari sini muncul gagasan tentang apa yang dipandang pantas dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Sebagai contoh, masih menjadi kontroversi bila seorang perempuan duduk sebagai pemegang tampuk kepemimpinan, sedangkan jika posisi itu dipegang oleh laki-laki tidaklah demikian 4.

Secara ideal, perempuan menginginkan keadilan dan persamaan peran pada segala dimensi kesehariannya, seperti keadilan di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Harapan itu sepertinya hanya sebatas mimpi yang sulit diwujudkan. Misalnya pada dimensi sosial, perempuan seringkali tersubordinasi oleh realitas yang meminggirkan perannya di wilayah publik. Ketidaksetaraan muncul dipermukaan masyarakat tatkala perempuan menikah dan harus mengerjakan pekerjaan domestik, serta mengabaikan peran publik

2

Syaiful Arif,Menolak Pembangunanisme, (Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 2000), Cet.1, h. 289.

3

Magnis suseno. S.J. Keadialan dan Analisa Sosial : Segi-Segi Etis, Dalam J.B. Bana Wiratman, S. J. (ed), Kemiskinan dan Pembebasan, Kannisiius, (Yogyakarta: Kannisiius, 1987), Cet.1, h. 37.

4

Edriana Noerdin dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, (Jakarta: Women Research Institute, 2006), Cet ke-1, h. 1.


(13)

Bahkan, pada kasus pernikahan dini, perempuan tidak memiliki kecakapan hidup (life skill) yang memadai untuk berperan aktif pada tataran relasi sosial. Banyaknya perempuan berpendidikan rendah menambah problem pengangguran kerja karena potensinya tenggelam oleh keterbatasan yang memasung kreativitasnya 5.

Menurut data-data yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan ada berbagai alasan kenapa anak perempuan tidak menamatkan sekolahnya atau tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Salah satu alasan tersebut adalah adanya hambatan kultural, yaitu masih kuatnya budaya kawin muda bagi perempuan yang tinggal di daerah pedesaan. Anggapan yang berlaku adalah bahwa setinggi-tingginya perempuan sekolah, akhirnya juga tidak akan bekerja karena perempuan harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan rumah tangga. Hal yang paling dominan adalah hambatan ekonomi, yaitu keterbatasan biaya untuk sekolah sehingga keluarga miskin terpaksa menyekolahkan anak laki-laki ketimbang anak perempuan6.

Pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dilakukan merupakan upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan ekonomi mikro dan kecil lokal yang ada dalam masyarakat agar komunitas ekonomi mikro tersebut mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan. Untuk itu upaya pengembangan ekonomi masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu (dhu‟afa)

5

Najlah Naqiyah, Otonomi Perempuan, (Malang: Bayumedia Publising, 2005), h.1

6

Edriana Noerdin, dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, (Jakarta: Women Research Institute, 2006 ), Cet ke-1, h. 18.


(14)

untuk melepaskan diri dari perangkap-perangkap kemiskinan dan keterbelakangan yang menghinggapinya.

Agar proses perubahan dan pengembangan berjalan lancar menuju era sejahtera dan demokrasi, maka dilakukan pembentukan suatu wadah yang mandiri dan fleksibel, guna mengantisipasi semua problem sosial yang ada dimasyarakat.

KopWan (Koperasi Wanita) memiliki peran penting dalam pemberdayaan perempuan antara lain memberikan pelatihan, konsultasi usaha, peningkatan keterampilan baik dalam hal teknis usaha seperti organisasi, manajemen, administrasi/akuntasi usaha, maupun peningkatan kualitas produk, akses kepada sumber-sumber produktif, peningkatan kesadaran perempuan atas hak-haknya dilingkungan kerja maupun keluarga, sosial, hukum, maupun politik.

Setiap orang secara naluri berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, bentuk usaha tersebut adalah dengan bekerja di suatu tempat baik sektor-sektor swasta maupun sektor negri, jerih payah itu di hargai dengan uang yang sering kali disebut dengan pendapatan, pendapatan pribadi (Personal Income) menunjukan semua jenis pendapatan, baik diperoleh karena fungsi produksi maupun tanpa memberikan suatu kegiatan apapun, yang diterima oleh penduduk suatu Negara 7.

Perempuan perlu diberikan suatu pelatihan, pendidikan, bahkan suatu pemberdayaan, agar mereka memiliki kemampuan untuk hidup layak dan bisa membantu suaminya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Melihat keadaan seperti itu, maka Kelurahan Cipayung melakukan pemberdayaan masyarakat melalui program keterampilan menjahit oleh KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera,

7

Paul A, Samuelson dan William D, Nordhaus, Pemberdayaan Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 1991), h. 151.


(15)

dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang ada. Tujuannya agar perempuan di sana memiliki suatu kemampuan / keahlian.

Adapun pemberdayaan yang dilakukan oleh Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera yaitu dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan, mulai dari menjahit, dan keterampilan membuat tas dari payet-payet. Dengan adanya program tersebut diharapkan agar masyarakat khususnya komunitas ibu-ibu PKK RW 09 dapat meningkatkan kemampuannya dengan cara mengembangkan potensinya serta dapat membantu perekonomiannya.

Dari permasalahan yang telah dipaparkan maka penulis menyimpulkan bahwa agar wanita tidak lagi dianggap sebagai kaum yang lemah, maka penulis tertarik untuk memberi judul skripsi ini yaitu “Pemberdayaan Perempuan melalui

Program keterampilan Menjahit oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur-Depok”.

B.Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Agar penulisan skripsi ini terarah, penulis membatasi pada Pemberdayaan Perempuan melalui Program Ketermpilan Menjahit oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka perumusan masalahnya: a. Bagaimana pelaksanaan Program Keterampilan Menjahit Oleh Koperasi


(16)

b. Apa saja faktor penghambat dan pendukung pada Program Keterampilan Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur – Depok

C.Tujuan dan Manfaat penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Program Keterampilan Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur – Depok.

b. Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat dan pendukung pada Program Keterampilan Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina di Bulak Timur – Depok.

2. Manfaat Penelitian

Sesuai penelitian di atas, maka manfaat dari peneitian ini adalah: a.Manfaat Akademis.

1) Sebagai bahan referensi tentang pengembangan masyarakat dan mutu pembelajaran di Fakutas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah.

2) Untuk memenuhi syarat-syarat menyelesaikan gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulllah Jakarta.


(17)

b. Manfaat Praktis

1)Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh Pengurus masjid Baiturahiim sebagai penghubung antara pengurus masjid dengan peserta (ibu-ibu pengajjian) agar Istiqamah karena keberadaannya program kterampilan menjahit ini dapat membantu perekonomian peserta dan juga sekaligus membantu pemerintah dalam mengurangi tingkat penganguran dan kriminalitas.

2) Penelitian ini diharapkan menjadibahan rekomendasi bagi pekerja sosial atau lembaga sosial atau komunitas sosial yang memiliki kepedulian terhadap pemberdayaan perempuan dalam hal ini adalah ibu-ibu dalam melaksanakan program-program penanganan pemberdayaan perempuan dalam hal ekonomi.

D. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitiaan adalah alat uji dan analisa yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang valid, realibel, dan objektif8.

1. Pendekatan Penelitian.

Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut Taylor penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang di amati.9 Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk

8

Ipah Fatimah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, {Jakarta: UIN Syarief Hidayatullah,2000},h. 34.

9

Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), cet. Ke 1


(18)

mengeksplorasi dan mengklasifikasi suatu fenomena atau kenyataan sosial,dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti10 .

Penelitian kualitatif berupaya menggambarkan dan menganalisis pelaksanaan-pelaksanaan pemberdayaan perempuan dalam program Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera melalui keterampilan menjahit. Dalam penelitian ini peneliti berupaya menggambarkan secara komprehensif melalui pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam dan pengamatan, tentang pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui Kopwan Wira Usaha Bina sejahtera. Pelaksanaan program tersebut dianalisis dengan cara menyesuaikan dan membandingkan konsep-konsep atau teori-teori keilmuan tentang pemberdayaan. Dalam penelitian ini dijelaskan lebih dalam tentang pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera. Sehingga penelitian ini mendeskripsikan mengenai pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui Program Keterampilan oleh Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera.

2. Lokasi Penelitian

Peneliti mengambil tempat penelitian ini di Jl.Bulak timur No.105 Depok. Adapun waktu penelitian dilakukan pada tanggal 10 November 2012 s.d 30 Januari 2013. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena tempat tersebut mudah di akses oleh peneliti dan tempatnya pun strategis. Hal tersebut yang membuat penulis melakukan penelitian dilokasi tersebut.

10

Prof. Dr. H. Syamsir, MS dan Jaenal Aripin, M. Ag, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.13


(19)

3. Tehnik Pemilihan Subjek dan Objek Penelitian

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif tekhnik pemilihan subjek

yang digunakan dalam penelitian ini adalah “sample bertujuan (purpossive

sample), penarikan sample secara purposife menekankan pada pertimbangan karakteristik tertentu dari subjek penelitiannya”11

. Dimana karakeristik tersebut dilihat dari tiga (3) karakteristik yaitu, ibu-ibu yang masih aktif dalam program ini, mewakili setiap tingkat mewakili setiap tingkat keahlian {dasar, terampil dan mahir}dan latar belakang yang sama yaitu ibu-ibu yang ingin maju. Objek dalam penelitian ini adalah peserta [Ibu-ibu] yang ikut dalam program tersebut, dan karakteristik penelitian kualitatif tekhnik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sample bertujuan (purpossive sample)12.

Dalam mencari data peneliti mewawancarai ketua pemberdayaan yaitu 1. Ibu Marnih, dan 2. Pelatih Keterampilan yaitu ibu Haninah dan ibu Dawiyah dan tiga orang ibu-ibu yang mendapatkan pemberdayaan yaitu ibu rita, ibu ety dan ibu ida.

Adapun objek penelitian ini adalah penilaian responden terhadap program keterampilan menjahit yang di laksanoleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur-Depok.

4. Tehnik Pemeriksaan dan Keabsahan Data

Untuk menjaga keabsahan dan validitas data dalam rangkaian penelitian, tentunya diperlukan tekhnik pemeriksaan data guna menjaga keabsahan data dan

11

Lexy. J., Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya 2009), edisi revisi Cet. Ke-26, h. 241.

12

Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya 2009), edisi revisi Cet. Ke-26, h. 241.


(20)

validitas data. Dalam hal ini penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut13:

a. Kriteria kredibilitas atau kepercayaan

Fungsi kriteria ini adalah untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai, kemudian mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktikan oleh penulis pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Ada dua tehnik pemeriksaan yang diantaranya:

1)Ketekunan Pengamatan

Dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan dalam penelitian dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci (triangulasi). Dengan kata lain, peneliti mengadakan pengamatan kepada subjek penelitian, yaitu Ketua koperasi, tim pengajar, peserta KopWan diteliti dan rinci secara berkesinambungan, sehingga data yang dapat benar-benar valid, objektif, dan saling mendukung, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (triangulasi). 2. Triangulasi

yaitu tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan:

a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, misalnya peneliti membandingkan hasil wawancara subjek

13


(21)

penelitian dengan hasil temuan pengamatan lapangan tentang program keterampilan menjahit di KopWan.

b) Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh ketua Kopwan dengan jawaban wawancara dengan peserta.

c) Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Wawancara tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.

3. Kriteria Kepastian

Mengutip pendapat Scriven, yang mengatakan bahwa masih banyak ada unsur “kualitas” yang melekat pada konsep objektif, dalam hal ini dapat digali, dari pengertian bahwa sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Dari sini peneliti dapat membuktikan bahwa data-data ini terpercaya. Kepercayaan ini didasarkan pada hasil data-data yang dapat diperoleh dari hasil rekaman wawancara terhadap subjek penelitian14.

5. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang objektif maka dalam penelitian ini penuis menggunakan metode pengumpulan data yang bersifat kualitatif, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

14


(22)

a. Observasi

Observasi adalah suatu pengamatan yang khusus dan pencatatan yang sistematis yang ditujukan pada sesuatu atau beberapa fase masalah didalam rangka penelitian, dengan maksud untuk mendapatkan data yang diperlukan dn untuk pemecahan persoalan yang dihadapi15. Observasi (pengamatan) yakni menetapkan kejadian, gerak, atau proses peneliti terlibat langsung bersama dengan yang diteliti. Peneliti melihat kegiatan proses pelaksanaan program Dalam observasi peneliti melakukan pencataan apa yang bisa dilihat oleh mata, diraba oleh tangan, didengar oleh telinga kemudian peneliti tuangkan dalam penulisan dalam skripsi sesuai dengan data yang dibutuhkan.

b. Wawancara

Wawancara yaitu pengumpulan data yang diperoleh secara langsung dari partisipan atau sasaran peneltian yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Alat yang digunakan untuk Wawancara berupa alat tulis tape recorder, serta daya ingat peneliti. Adapun responden yang akan diwawancarai antara lain, Ketua koperasi KopWan, tim pelatih, peserta atau unsur yang berhubungan dengan permasalahan yang ingin digali.

15

Sapari Imam Asyari, Pendekatan Penelitian Sosial, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h. 82.


(23)

c. Dokumentasi

Studi Dokumentasi-catatan tertulis yang didapat dari lokasi penelitian16. Dalam studi dokumentasi ini peneliti dokumentasi yakni mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa buku panduan atau catatan membuat dan memfoto copy biodata serta buku-buku yang didapatkan.

6. Tehnik Pencatatan Data

Pencatanan data dilakukan dengan cara pencatatan lapangan yang berisikan hasil wawncara dan pengamatan. Pengamatan secara cermat terhadap kegiatan pemberdayaan perempuan secara langsung di KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera.

Tekhnik wawancara digunakan untuk mengumpulkan keterangan tentang pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui program kopwan dalam hal ini, penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah peneliti siapkan untuk responden, lalu di jawab pertanyaan itu oleh responden dengan bebas dan terbuka.

7. Teknik Analisa Data

Pada saat menganalisa data hasil observasi, peneliti menginterpretasikan catatan lapangan yang ada kemudian menyimpulkannya. Setelah itu peneliti menganalisa kategori-kategori yang nampak pada data tersebut.

Analisa data melibatkan upaya mengidentipikasi ciri-ciri suatu objek dan kejadian. Kategori dan analisa data diperoleh berdasarkan fenomena yang nampak pada pelatihan keterampilan menjahit dalam pengembangan ekonomi keluarga di di kelurahan Cipayung RW 09 Bulak Timur, Depok.

16


(24)

8. Sumber Data.

Dalam penelitian sumber data diambil dari data primer dan data sekunder yaitu:

a. Data primer diperoleh secara langsung melalui proses penelitian secara langsung dari partisipan atau sasaran penelitian, yakni data dari ibu-ibu peserta keterampilan menjahit, ketua KopWan, tim pelatih.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan ataupun dokumen yang berkaitan dengan penelitian dari lembaga atau dokumen yang diteliti taupun referensi dan buku-buku dari perpustakaan.

Teknik penulisan skripsi ini, mengacu kepada buku Hamid Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah(Skripsi, Tesis, Disertasi), (CEQDA UIN Jakarta, 2007), cet ke 1.

E.Tinjauan Pustaka

Ada beberapa hasil penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang akan penulis jadikan bahan perbandingan. Pertama, Siti Nafisah, skripsi yang berjudul

“Pemberdayaan Perempuan di Teluk Naga-Tangerang Melalui Keterampilan

Pembuatan Tas (Study Kasus Koperasi Wanita Ibu Mandiri dan Pemberdayaan

Perempuan”, PMI-2009) skripsi ini berisikan pemberdayaan perempuan dengan

cara membuat kerajinan tangan berupa pembuatan tas. Yang kedua, M.Syaichu, Skripsi yang berjudul Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat melalui Wira Usaha Industri Perhiasan di Desa Taman Rahayu (FDK PMI 2006) skripsi ini berisikan pada pemberdayaan perempuan dengan cara industri perhiasan.


(25)

Skripsi yang mengangkat tema “Pemberdayaan Perempuan dan

Peningkatan Ekonomi Keluarga melalui Keterampilan Menjahit (Analisis terhadap program Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera) Bulak

Timur-Depok” adalah kompilasi analisa dari berbagai literatur yang ada. Tentunya dari buku-buku karya ilmiah yang mengangkat Yayasan / LSM yang melakukan pemberdayaan perempuan. Skripsi yang penulis bahas adalah mengenai pemberdayaan perempuan dengan cara keterampilan menjahit dengan perbedaanya dengan literatur-literatur skripsi diatas adalah batasan sasaran peserta dan waktu proses pemberdayaan pelatihan keterampilan.

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis menyusun kedalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub-sub tersendiri. Bab-bab tersebut secara keseluruhan saling berkaitan dengan satu sama lainnya, adapun susunannya adalah sebagai berikut:

Bab 1: Merupakan Pendahuluan yang mendeskripsikan tentang : Latar Belakang Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab 11: Landasan Teoritis yang terdiri dari Pengertian Pemberdayaan, Tujuan Pemberdayaan, Tahapan Pemberdayaan, Strategi Pemberdayaan, Pemberrdayaan Perempuan, Pengertian, Tujuan, Ciri khas Pemberdayaan Perempuan.


(26)

Bab III: Bab ini memuat tentang gambaran umum tentang objek penelitian yang terdiri dari Latar Belakang Berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera, Tujuan Berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera, Visi dan Misi, Struktur Organisasi, Program Kerja atau Kegiatan Koperasi Waanita Bina Sejahtera, Gambaran Umum Program Keterampilan Menjahit dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian.

Bab 1V: Bab ini membahas analisis tentang Pemberdayaan Perempuan di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera yang terdiri dari: Analisis Perencanaan program keterampilan menjahit di koperasi wanita wira usaha bina sejahtera , Analisis Pelaksanaan program keterampilan menjahit dalam melakukan pemberdayaan perempuan di koperasi wanita wira usaha bina sejahtera.


(27)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A.Pemberdayaan Masyarakat

1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat.

Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- menjadi

kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan,

berdaya artinya memiliki kekuatan. Kata “berdaya” apabila diberi awalan

pe-dengan mendapat sisipan-m- dan akhiran –an menjadi “pemberdayaan” artinya

membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai kekuatan17

Kata “Pemberdayaan”adalah terjemahan dari bahasa inggris

“Empowerment”, pemberdayaan berasal dari kata dasar “Power” yang berarti

kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau memungkinkan, awalan “em

pemberdayaan dapat berarti kekuatan dalam diri manusia, suatusumber kreativitas18.

Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan)19. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam: (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas

17

Roesmidi dan Riza Risyanti. Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang: Alqaprint Jatinagor, 2006), h.1.

18

Lili Baridi, Muhammad Zein, M. Hudri, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: CED (Center for Enterprenership Development, 2005), cet. Ke-1, h.53.

19

Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), Cet ke-1, h. 57


(28)

mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisispasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka20.

Menurut Agus Ahmad Syafi‟i, pemberdayaan atau empowerment dapat

diartikan sebagai penguatan, dan secara teknis istilah pemberdayaan dapat disamakan dengan istilah pengembangan21. Berkenaaan dengan istilah di atas, dalam Pengalaman al-Qur‟an tentang Pemberdayaan Dhu'afa, “Community Empowerment” (CE) atau pemberdayaan masyarakat pada intinya adalah “membantu klien” (pihak yang diberdayakan), untuk memperoleh daya guna mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan tentang diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimilikinya antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya22.

Masih dalam Pengamalan Al-Qur‟an, Jim Ife mengatakan bahwa pemberdayaan adalah penyediaan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka sehingga mereka bisa menemukan masa depan mereka lebih baik23. Sedangkan pemberdayaan menurut Gunawan Sumohadiningrat adalah “upaya untuk

20

Ibid., h. 58

21Agus Ahmad Syafi‟i,

Manajemen Masyarakat Islam, (Bandung: Gerbang Masyarakat Baru, 2001), h. 70.

22

Asep Usman Ismail, Pengalaman Al-Qur’anTentang Pemberdayaan Dhu’afa, (Jakarta:

Dakwah Press, 2008), Cet Ke-1, h. 9.

23


(29)

membangun daya yang dimiliki dhu‟afa dengan mendorong, memberikan motivasi dan meningkatkan kesadaran tentang potensi yang dimiliki mereka, serta berupaya untuk mengembangkannya24.

Menurut beberapa pakar yang terdapat dalam buku Edi Suharto, mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan. Menurut Ife dalam Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung25. Masih dalam buku tersebut, Parson mengatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Sedangkan menurut Swift dan Levin dalam Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial26.

Menurut Payne dalam buku yang ditulis Isbandi Rukminto Adi dinyatakan bahwa pemberdayaan (empowerment) adalah membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang

24

Gunawan Sumohadiningrat, Pembangunan Daerah dan Pengembangan Mayarakat, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997), h. 165.

25

Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), Cet ke-1,h. 57

26


(30)

terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki antara lain melalui transfer daya dari lingkungan27.

Berdasarkan beragam definisi pemberdayaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok rentan dan lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan, sehingga mereka memiliki keberdayaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti: memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya28. Adapun cara yang ditempuh dalam melakukan pemberdayaan yaitu dengan memberikan motivasi atau dukungan berupa penyediaan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka, meningkatkan kesadaran tentang potensi yang dimilikinya, kemudian berupaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki mereka tersebut.

27

Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta ; LP FEUI, 2002), h. 162.

28


(31)

Sedangkan istilah masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat diartikan sekelompok orang yang bertempat tinggal disuatu wilayah geografis tertentu dan satu sama lain saling berinteraksi untuk mencapai tujuan hidupnya29.

Menurut pengertian masyarakat adalah kelompok manusia yang saling terkaitoleh sistem, adat istiadat, ritus-ritus serta hukum-hukum khas yang hidup bersama, masyarakat adalah yang terdiri dari individu-individu yang hidup secara berkelompok30.

Dari devinisi tentang pemberdayaan dan masyarakat di atas maka secara sederhana penulis mendevinisikan pemberdayaan masyarakat adalah bagaimana mengembangkan keadaan atau situasi dari tidak berdaya menjadi berdaya ke arah yang lebih baik kepada individu-individu yang hidup secara bersama.

Pemberdayaan masyarakat yang terjadi pada masyarakat bukanlah suatu proses yang berhenti pada suatu titik tertentu, tetapi merupakan suatu upaya berkesinambungan yang dilakukan secara terus menerus untuk meningkatkan daya yang ada menuju ke arah yang lebih baik.

Dengan melihat devinisi dari pemberdayaan dan masyarakat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses peningkatan taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik guna melepaskan masyarakat dari kehidupan yang membelengggunya, salah satunya adalah mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan dan keterbelakangan.

29Nanih Machendrawaty dan Agus A. Syafe‟i,

Pengembangan Masyarakat Islam : Dari Idiologi, strategi sampai tradisi, (Bandung : Rosda Karya, 2001), Cet. Ke-1, h.44.

30

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1987), Cet. Ke-2, h. 75.


(32)

2. Tujuan pemberdayaan

Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil)31.Ada beberapa kolompok yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya meliputi:

a. Kelompok lemah secara strutural, baik lemah secara kelas, gender, maupun etnis.

b. Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja, penyandang cacat, gay dan lesbian, masyarakat terasing.

c. Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami masalah pribadi dan atau keluarga32.

Menurut Agus Ahmad Syafi‟i, tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memandirikan masyarakat atau membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara seimbang. Karenanya pemberdayaan masyarakat adalah upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya33.

Payne mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (Empowerment), pada intinya bertujuan: membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan

31

Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), Cet ke-1,h. 60.

32

Ibid., h. 60.

33Agus Ahmad Syafi‟i,


(33)

diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa peraya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya34.

3. Indikator Keberdayaan

Menurut Kiefer pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif. Parson et.al. juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada:

a.Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar.

b.Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.

c.Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang yang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan35.

34

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, h. 54.

35

Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), Cet ke-1, h.63.


(34)

Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai Empowerment Index atau indeks pemberdayaan36:

a. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti kepasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, kerumah tangga. Tingkat mobilitas ini di anggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian.

b. Kemampuan membeli komoditas „kecil‟: kemampuan individu untuk

membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras,minyak tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

c. Kemampuan membeli komoditas‟besar‟: kemampuan individu untuk

membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. d. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga : mampu

membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suami/istri mengenai

36


(35)

keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha.

e. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga.

f. Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nihak dan hukum-hukumwaris.

g. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap „berdaya‟ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dn keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah.

h. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang di anggap memiliki 4 poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya.

Berdasarkan indikator keberdayaan tersebut, maka sesungguhnya keberhasilan pemberdayaan keluarga miskin dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis jenis. Ketiga aspek tersebut


(36)

within), „kekuasaan untuk‟ (power to), „kekuasaan atas‟ (power over), dan „kekuasaan dengan‟ (power with)37.

4. Tahapan Pemberdayaan

Menurut Isbandi Rukminto Adi, pemberdayaan masyarakat memiliki tujuh tahapan pemberdayaan, yaitu sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan: Pada tahap ini ada dua tahapan yang harus dikerjakan, yaitu : pertama, penyiapan petugas. Yaitu tenaga pemberdayaan masyarakat yang bisa dilakukan oleh community worker, dan kedua, penyiapan lapangan yang pada dasarnya diusahakan dilakukan secara non-direktif.

b. Tahap Pengkajian (Assessment): Pada tahap ini yaitu proses pengkajian dapat dilakukan secara individual melalui tokoh-tokoh masyarakat (key person), tetapi juga dapat melalui kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan (felt needs) dan juga sumber daya yang dimiliki klien.

c. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan: Pada tahap ini petugas sebagai agen perubah (exchange agent) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat dilakukan.

37


(37)

d. Tahap Pemformulasi Rencana Aksi: Pada tahap ini agen perubah membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan dan menentukan program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Disamping itu juga petugas membantu untuk memformulasikan gagasan mereka ke dalam bentuk tertulis, terutama bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada penyandang dana. e. Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Program atau Kegiatan: Dalam upaya

pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat peran masyarakat sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang telah dikembangkan. Kerjasama antara petugas dan masyarakat merupakan hal penting dalam tahap ini karena terkadang sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik melenceng saat dilapangan.

f. Tahap Evaluasi: Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan warga tersebut diharapkan dalam jangka waktu pendek bisa terbentuk suatu sistem komunitas untuk pengawasan secara internal dan untuk jangka panjang dapat membangun komunitas masyarakat yang lebih mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

g. Tahap Terminasi: Tahap terminasi merupakan tahapan pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini diharapakan proyek harus segera berhenti. Petugas harus tetap melakukan


(38)

kontak meskipun tidak secara rutin. Kemudian secara perlahan-lahan mengurangi kontak dengan komunitas sasaran38.

Adapun bagan dari model tahapan pemberdayaan yang telah dijelaskan di atas adalah sebagai berikut:

Bagan 1

Tahapan Pemberdayaan Masyarakat39

Sedangkan menurut Gunawan Sumodiningrat, upaya untuk pemberdayaan masyarakat terdiri dari 3 (tiga) tahapan yaitu:

38

Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2003) h. 54.

39

Ibid., h. 53.

Persiapan

Pengkajian (Assessment)

Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan

Pemformulasian Rencana Aksi

Pelaksanaan Program atau Kegiatan

Evaluasi


(39)

1)Menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi masyarakat itu berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi (daya) yang dapat dikembangkan.

2)Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif dan nyata, serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi semakin berdaya dalam memanfaatkan peluang. 3)Memberdayakan juga mengandung arti menanggulangi40.

5. Strategi Pemberdayaan

Parson menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu-lawan-satu antara pekerja sosial dan klien dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri klien, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan41.

Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro. Untuk lebih jelasnya yaitu sebagai berikut:

a. Aras Mikro: Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam

40

Gunawan Sumodiningrat, Pengembangan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997), h. 165.

41

Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), h. 66.


(40)

menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach.

b. Aras Mezzo: Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

c. Aras Makro: Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak42.

Dengan merujuk pada tujuan pemberdayaan, tahapan pemberdayaan, dan strategi pemberdayaan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya pemberdayaan adalah suatu upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat yang mengalami kerentanan sosial (seperti: masalah kemiskinan, penyandang cacat, manula, perbedaan etnis, dan ketidakadilan

42


(41)

gender). Upaya pemberdayaan tersebut ditujukan agar masyarakat dapat hidup sejahtera.

Dalam penelitian ini peneliti mengangkat tentang pemberdayaan terhadap perempuan yang umumnya sulit dalam mendapatkan akses dalam perkonomian seperti kesempatan mendapatkan modal usaha, kemudahan dalam meraih sumber ekonomi dan pelayanan, kesempatan dalam mendapatkan pekerjaan, pendidikan, dan kesempatan untuk menyalurkan bakat dan minatnya dalam berkarya. Hal ini tentunya terkait oleh peran, tanggung jawab, dan perilakunya sebagai perempuan. Sebagaimana dikatakan oleh Edriana, kontruksi peran yang melekat pada perempuan, tanggung jawab, dan perilakunya sebagai perempuan, juga karena relasinya yang tidak setara dengan laki-laki sehingga menimbulkan ketidakadilan gender. Hal ini bisa berdampak langsung terhadap kesejahteraan perempuan dan mengakibatkan kemiskinan berbasis gender43.Adapun indikator ketidakadilan yang berbasis pada ketimpangan gender dan mengakibatkan kemiskinan perempuan, antara lain adalah:

a. Perempuan kurang memiliki akses terhadap pendidikan dan pelatihan. b. Perempuan kekurangan modal untuk membangun usaha sendiri.

c. Perempuan lebih banyak melakukan pekerjaan domestik dan tidak dibayar dan jam kerja perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki, sementara penghasilan perempuan jauh lebih rendah dibanding laki-laki44.

43

Edriana Noerdin, dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, (Jakarta: Women Research Institute, 2006), Cet.ke-1, h.26.

44


(42)

Maka dengan melihat kondisi perempuan tersebut, pemberdayaan pada perempuan sangat perlu dilakukan demi tercapainya kemandirian dan kesejahteraan pada perempuan.

Sejalan dengan tahapan pemberdayaan yang ada dalam teori di atas, maka dalam penelitian ini peneliti ingin melihat bentuk pemberdayaan ekonomi pada perempuan di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera. Adapun dalam melakukan pemberdayaan pada perempuan adalah dengan cara meningkatkan kapasitas pengetahuan dan skill perempuan agar mampu berdaya saing dan hidup mandiri. Selain itu juga perlu dilakukan pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat perempuan menjadi semakin berdaya, seperti akses pembekalan pengetahuan dan keterampilan, akses pembiayaan modal dan akses pemasaran sehingga perempuan mampu mengembangkan usahanya.

Masih sejalan dengan strategi pemberdayaan seperti diungkapkan sebelumnya, adapun strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera adalah strategi pemberdayaan ‟aras mezzo‟, di mana pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien sebagai media intervensi sehingga lebih efektif dan efisien. Selain itu, dengan pembinaan secara kelompok juga akan menjadi wadah paguyuban, menumbuhkan rasa kekeluargaan dan solidaritas dalam kelompok.


(43)

B.Perempuan

1. Pengertian Perempuan

Kata perempuan secara etimologi berasal dari kata empu yang berarti tuan, orang yang mahir berkuasa, ataupun kepala, hulu atau yang paling besar: maka dikenal kata empu jari “ibu jari”, empu gending orang yang mahir mencipta

tembang.

Kata perempuan juga berakar erat dari kata perempuan kata ini mengalami pasangan kata dari tuan. Sedangkan kata perempuan pada kamus bahasa Indonesia merupakan orang atau manusia yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui45.

Secara harfiyah wanita tersebut kaum perempuan, dimana mereka merupakan kaum yang amat dihormati dalam konsepsi Islam. Sebab, pada telapak kaki wanita terletak surga. Sebagai mana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Anas ra, Nabi Muhammad SAW Bersabda :

اهَّأا مادْقأ ْح َّجْلا

Artinya : “Surga itu terletak ditelapak kaki ibu “. (HR.Muslim)

Hadits ini menggambarkan betapa mulianya tugas dan pungsi seorang ibu sebagai pemimpin.

45


(44)

2. Kodrat Seorang Wanita

Menurut kamus bahasa Indonesia pengertian kodrat adalah ketentuan hidup dan takdir tuhan46. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa kodrat merupakan segala sesuatu yang dilihat dari segi biologis yaitu jika seseorang memiliki vagina maka disebut sebagai seorang perempuan47.

Selain itu, pada buku yang sama didevinisikan bahwa kodrat adalah suatu ketentuan yang datang dari Tuhan. Sebagai kodrat, jenis kelamin bersifat abadi, dalam arti tidak berubah “kepemilikan”. Pengertian kodrat disini lebih kepada biologis dimana perempuan dikodratkan untuk memiliki payudara, mengalami haid, hamil, melahirkan, menyusui48.

Dari pengertian kodrat diatas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan kodrat adalah segala sesuatu yang telah ditentukan oleh Tuhan yang sifatnya Abadi, dan tidak dapat dirubah bentuk serta fungsinya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Tuhan, dan sifat biologis.

3. Pemberdayaan Perempuan.

Pada dasarnya pemberdayaan perempuan menjadi penting dikarenakan beberapa faktor yaitu:

a. Pembangunan dengan perspektif patriakhal mengakibatkan perempuan menjadi tidak berdaya (tidak dapat mengekspresikan kebebasan yang dimilikinya).

b. Tingkat pendidikan perempuan cenderung lebih rendah daripada laki-laki.

46

Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya : Apollo, 1997).

47

Lies Maeceos-Natsir MA, Jender dan Pembangunan, (Kantor Mentri Pemberdayaan Perempuan RI dan Women Suport Project 11/CIDA, 2001), h. 11.

48


(45)

c. Hak reproduksi yang cenderung dipaksakan.

d. Ketinggalan perempuan dalam dunia politik dan sebagainya49.

Oleh karena itu, agar semuanya berjalan dengan seimbang maka diperlukannya upaya untuk mengadakan suatu pemberdayaan perempuan agar mereka mempunyai akses dan kontrol terhadap semua aspek pembangunan. Yang mana tujuan akhirnya adalah kesetaraan anatara laki-laki dan perempuan.

Pengertian diatas sama dengan pendapat menyatakan bahwa pemberdayaan

perempuan dimulai dengan tidak membiarkan mereka “bodoh dan dibodohi”50

. Dimana dalam hal ini perempuan tidak dibiarkan untuk tidak memperoleh informasi yang penting bagi dirinya mengenai kehidupan diluar sana baik tentang pertumbuhan ekonomi, sosial, maupun budaya.

Oleh karena itu, agar perempuan tidak ketinggalan dalam memperoleh informasi, maka penyadaran gender perlu diperhatikan atau dipromosikan baik bagi kaum Adam maupun kaum Hawa yang paling utama.

Pada dasarnya pemberdayaan perempuan ini bertujuan untuk membuat setiap perempuan menjadi seorang yang mandiri yang tidak menggantungkan hidupnya pada keluarganya maupun orang lain. Mandiri, dalam kamus bahasa Indonesia berarti tidak tergantung pada orang lain. Namun mandiri disini tidak hanya sekedar tergantung pada orang lain, tetapi juga menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang berkehendak bebas.

49

Ari Sunarijati,dkk, Perempuan yang Menuntun : Sebuah Perjalann Inspirasi dan Kreasi, {Bandung: Ashoka Indonesia,2000), cet. Ke- 1, h.130

50

A. Nunuk P. Murniati, Gentar Gender Perempuan Indonesia dalam Perspektif Agama, Budaya dan Keluagra, (Magelang: Indonesia Tera,2004), cet.ke-2, h. 215


(46)

Pribadi yang mandiri, berani menyatakan kehendaknya, berani memutuskan, dan bertanggung jawan secara sadar yaitu bahwa dirinya adalah seorang pribadi yang mampu dalam segala hal atau bidang. Akan tetapi sangat sulit bagi perempuan untuk menjadi pribadi yang mandiri, sebab masyarakat selalu menghubungkan perempuan dengan ketergantungan.

Pola ketergantungan yang tercipta dari konstruksi sosial yang bias gender sangat mengganggu perkembangan pribadi seorang perempuan untuk mandiri karena didasarkan pada budaya patriarkhal.

Budaya Patriarkhal ini merupakan suatu sistem yang bercirikan laki-laki (ayah). Dalam sistem ini laki-laki yang berkuasa untuk menentukan, dimana sistem ini dianggap wajar karena disejajarkan dengan pembagian kerja berdasarkan seks51.

Jadi, dalam hal ini pada dasarnya perempuan dapat bergerak dengan bebas dalam bidang ekonomi, sosial, budaya maupun politik sekalipun, jika budaya patriarkhal itu ditiadakan.

Jika budaya tersebut masih dipegang kuat oleh masyarakat pada umumnya maka hal ini masih mempersulit perempuan dalam berkarya, sehingga pribadinya merasa tidak berdaya untuk menghadapi permasalahan tersebut. Dan ini berarti melanggar ketetapan perempuan untuk memperoleh haknya sebagai warga negara yang sah.

51


(47)

C.Keterampilan Menjahit.

1. Pengertian Keterampilan Menjahit

Kata keterampilan berasal dari kata terampil, dengan ditambahkan awalan ke- dan akhiran menjadi keterampilan yang berarti kecakapan.

Jadi keterampilan itu adalah kecakapan seseorang dalam membuat misalnya kecakapan dalam menjahit pakaian, kecakapan dalam membuat kerajinan tangan dan sebagainya. Dari hasil pekerjaannya dapat dilihat : Kerapihannya, penyelesaiannya cepat atau tidak, teliti atau tidak, bagaimana halus kasarnya pekerjaan dan sebagainya.

Menurut Ngalim Purwanto, keterampilan berasal dari kata terampil yang bearti mahir, namun dalam pembahasan ini keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan tangan atau kecekatan kerja52.

Sedangkan Whitherington menyatakan bahwa suatu keterampilan adalah hasil dari latihan yang berulang-ulang yang dapat disebut perubahan meningkat atau progresif atau pertumbuhan yang di alami oleh orang yang mempelajari keterampilan tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu53. Jadi, keterampilan adalah serangkaian latihan terencana dan terarah yang diberikan oleh instruktur. Selain itu keterampilan bergerak dari hal yang teramat sederhana sampai hal yang sangat kompleks.

52

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktikum , (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1986), h. 169.

53


(48)

Keterampilan menurut Mace dikutip oleh Ivor. K. Davies adalah kemampuan untuk menghasilkan secara konsisten suatu akibat yang diharapkan dengan ketepatan, kecepatan, dan penghematan tindakan54.

Keterampilan menjahit dalam arti yang luas bukan hanya sekedar pelajaran jahit menjahit saja, tetapi meliputi pengetahuan tentang kesehatan, keserasian, dan perawatan dalam berpakaian. Seperti apa yang di ungkapkan oleh Moersarah Mangkoesatyoko, dalam bukunya yang berjudul PKK, bahwa keterampilan menjahit adalah pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan dan tata rias diri, memahami peraturan kesehatan untuk mencapai keindahan diri, memiliki keterampilan untuk merawat dan memperindah diri serta memiliki apresiasi terhadap penampilan diri yang menarik55.

Dari penjelasan diatas, keterampilan dapat di artikan bahwa keterampilan merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang dilakukan secara konsisten dengan ketepatan dan kecepatan tertentu serta hemat waktu dalam melakukan tindakan.

2. Macam-macam Keterampilan

Keterampilan kerajinan tangan sangat banyak jenisnya, ada yang khusus untuk pria dan ada yang khusus wanita. Jenis pekerjaan tangan yang dikhususkan untuk pria seperti bengkel, mengukir, menenun, membentuk rotan, dan seni cetak sablon. Sedangkan jenis pekerjaan tangan yang dikhususkan untuk wanita seperti melipat, menjahit, meronce, merangkai bunga, memasak, membatik dan merenda.

54

Ivor. K. Davies, Pengelolaa Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), h. 70

55

Moersarah Mangkoesatyoko et.al, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga 1 (Jakarta: F.A. Hasmar ,1975), h. 7.


(49)

Jenis pekerjaan tangan untuk pria dan wanita dibedakan karena kemampuan taktil yang berbeda, pekejaan tangan untuk pria membutuhkan tangan dan teknik, sedangkan pekerjaan tangan untuk wanita membutuhkan motorik halus dan kesabaran. Adapun macam-macam keterampilan meliputi :

a. Keterampilan rekayasa meliputi : 1). Keterampilan anyaman, 2). Keterampilan sablon, 3). Keterampilan tenun, 4). Keterampilan menjahit, 5). Keterampilan membuat bata.

b. Keterampilan jasa dan pekantoran meliputi : 1). Koperasi, 2). Komputer c. Keterampilan pertanian meliputi: Tanaman hias.

d. Keterampilan seni dan kerajinan meliputi : 1). Ukir kayu, 2). Batik cap. 2. Tujuan Belajar Keterampilan

Berdasarkan kurikulum KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera diadakannya pelatihan keterampilan ini antara lain :

a. Untuk mensejahterakan kehidupan peserta keterampilan menjahit dan dapat meningkatkan ekonomi mereka.

b. Untuk membantu peserta dengan keterampilan atau keahlian hidup sehingga dapat menjadi modal dasar untuk membuka usaha. Diharapkan dengan keterampilan yang telah didapat para peserta dari pelatihan ini, maka secara otomatis peserta dapat memanfaatkan keterampilannya untuk berusaha dalam rangka meningkatkan ekonomi mereka menuju pada pemenuhan kesejahteraannya.

Selain itu tujuan yang hendak dicapai dalam meningkatkan ekonomi peserta antara lain, meningkatkan kemampuan dan keterampilan peserta, tujuan ini agar


(50)

bagaimana peserta keterampilan menjahit ini di upayakan memiliki keterampilan hidup untuk menjadi lebih produktif. Bentuk upaya ini dilakukan dengan cara pelatihan keterampilan selanjutnya setelah pelatihan keterampilan tersebut, maka para peserta akan memiliki keterampilan yang dapat mereka pergunakan untuk melakukan usaha yang menghasilkan.

Ada juga tujuan yang lain yaitu untuk mempersiapkan tenaga kerja yang terampil, ini bertujuan agar peserta siap dengan keterampilannya yang akan digunakan dalam dunia kerja yang akan digelutinya.


(51)

BAB III

GAMBARAN UMUM

KOPERASI WANITA WIRA

USAHA BINA SEJAHTERA

A. Profil Koperasi Wira Usaha Bina Sejahtera

Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera bertujuan membantu para wanita agar lebih mandiri dan bisa membantu suami atau dirinya sendiri secara finansial. Tetapi pada umumnya, Koperasi WanitaWira Usaha Bina Sejahtera tetap bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan khususnya yang berada di wilayah Bulak Timur-Depok, tanpa membedakan jenis kelamin, suku bangsa, ras dan agama. Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera didirikan bukan dengan semangat gender untuk menyaingi laki-laki, tetapi lebih kepada keinginan untuk membuat perempuan lebih „berdaya‟, mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi dan kemampuannya terutama di bidang ekonomi, karena saat ini perempuan masih belum mudah mengakses sumber-sumber permodalan. Koperasi ini adalah juga bentuk persembahan dari perempuan untuk masyarakat, sehingga walau semua anggotanya perempuan, koperasi ini tetap melayani laki-laki dalam kegiatannya. Ibu Marnih pun menambahkan bahwa alasannya membentuk lembaga koperasi adalah karena masih banyaknya diperlukan dukungan terhadap para pengusaha kecil dan menengah akan sumber modal.

Koperasi ini tumbuh dari kelompok arisan ibu-ibu pengajian yang dimotivasi oleh Ibu Marnih (ketua koperasi). Pada awal berdirinya Tahun 2009 bulan Mei,


(52)

Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera hanya memiliki satu unit program yang bernama Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera berusaha melakukan pemberdayaan ekonomi pada masyarakat, yaitu dengan cara memberikan bantuan pinjaman atau pendanaan modal usaha. Melalui produk pembiayaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) melayani kebutuhan penambahan modal terhadap usaha kecil dengan pola pembayaran atau pengembalian yang ringan dengan periode harian, mingguan atau bulanan.

Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera semakin menemukan jati dirinya. Berawal dari keinginan menciptakan kesejahteraan pada masyarakat khususnya di wilayah Bulaktimur-Depok, Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera merasa tidak cukup bila hanya membantu dari segi permodalan saja karena itu hanya akan membuat khalayak sasaran (khasar) menjadi tergantung, potensinya menjadi tidak berkembang dan tidak mandiri. Dalam melakukan pemandirian masyarakat, Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera merasa perlu melakukan peningkatan kapasitas dari sisi sumber daya manusianya yaitu dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan dan pengetahuan.

Untuk itulah, KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera akhirnya membentuk suatu unit program yang khusus memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan dan pengetahuan tersebut. Pelatihan-pelatihan ini khusus diberikan pada perempuan karena selain Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera didirikan dengan legalitas dan dasar hukum koperasi wanita, juga karena hal ini merupakan salah satu upaya bentuk keberpihakan Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera pada perempuan. Adapun program tersebut adalah program keterampilan menjahit.


(53)

Dengan berdirinya Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera, diharapkan bisa membuat wanita itu sadar diri bahwa mereka punya potensi dan mampu melakukan sesuatu yang mereka tidak bayangkan sebelumnya yaitu jadi „wanita yang mandiri‟, yang di dalamnya ada unsur sadar diri, bertanggung jawab, berani mengambil resiko, dan dewasa. Selain itu, Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera juga berusaha memberikan kesempatan kepada para wanita yang berada dalam keanggotaan koperasi, para pengelola dan para nasabah untuk menerjuni bidang baru, mengembangkan usaha, meningkat kapasitas diri dan sebagainya.

B.Visi d an Misi

Adapun vi si dari Koperasi W anit a Wira Usaha Bina S ej ahtera ant ara lai n t erwujudn ya kem andiri an dan partisipasi m as yarakat untuk m engat asi m asal ah -masal ah m asyarakat yang ada dibul ak timur -Depok. S edangkan misi dari Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sej ahtera it u sendi ri yai tu pem berda yaan m as yarakat dan penguat an institusi lokal unt uk m eningkat kan ekonom i dan kesej aht eraan sosial.

C.Tujuan B erdiriny a Kop erasi Wani ta Wira Usah a Bina Sejahtera

Tujuan khusus berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera adalah membantu para wanita agar lebih mandiri dan bisa membantu suami atau dirinya sendiri secara finansial. Hal ini dikarenakan wanita sering kali dikatakan lemah


(54)

dan memang memiliki akses yang minim untuk mendapatkan pembiayaan atau modal usaha di lembaga-lembaga konvensional.

Sedangkan tujuan umum Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, tanpa membedakan jenis kelamin, suku bangsa, ras dan agama. Dengan berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera, diharapkan bukan hanya bisa mendapatkan bantuan modal, tapi juga bisa berkenalan dengan institusi keuangan agar usaha dan kegiatannya bisa maju ke depan.56

D.Landasan B erdirin ya Kop erasi W ani ta Wi ra Us aha B ina Sejahtera.

Adapun l andasan berdi r in ya Koperasi Wanit a Wi ra Usaha Bi na Sej aht era adal ah sebagai berikut.

1. Pasal 2: Koperasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta berasaskan kekeluargaan.

2. Pasal 3: Koperasi melakukan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi, yaitu:

a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis

c. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota

d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal

56


(55)

e. Kemandirian

f. Melaksanakan pendidikan perkoperasian bagi anggota; g. Kerjasama antar koperasi.

3. Koperasi sebagai badan usaha dalam melaksanakan kegiatannya yang mengorganisir pemanfaat dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar prinsip-prinsip koperasi tersebut pada ayat 1 (satu) di atas dan kaidah-kaidah usaha ekonomi57.

E.Pelayanan Program Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera.

Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera berusaha menggalih potensi yang ada pada diri perempuan sehingga dapat berkembang menjadi perempuan-perempuan yang berdaya dan mandiri, serta dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.Pelatihan keterampilan khusus diberikan pada perempuan karena selain Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera didirikan dengan legalitas dan berdasar hukum koperasi wanita, juga sebagai upaya bentuk keberpihakan Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera pada perempuan. Menurut Ibu Marnih58, koperasi ini didirikan bukan dengan semangat gender untuk menyaingi laki-laki, tetapi lebih kepada keinginan untuk membuat perempuan lebih ‟berdaya‟, mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi dan kemampuannya terutama di bidang ekonomi.

Adapun kegiatan pelatihan yang diberikan seperti pelatihan membuat pakaian jadi yang bukan hanya untuk keterampilan pribadi melainkan yang bisa

57

Ibid.

58

Wawancara pribadi dengan Ibu Marnih (Ketua Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera), pada tanggal 19 februari 2013, di kediaman rumahnya,bulak timur-Depok..


(56)

dipasarkan atau dijual dari hasil produksi tersebut seperti membuat baju dan celana. Kegiatan pelatihan ini sengaja dirancang oleh Kopwan dalam rangka meningkatkan kapasitas potensi dan keilmuan perempuan. Pelatihan keterampilan diberikan dalam bentuk kursus dan pelatihan panggilan. Pelatihan dalam bentuk kursus, yaitu pelatihan pribadi di mana peserta mendatangi kantor Kopwan untuk diberikan pelatihan keterampilan. Sedangkan pelatihan panggilan adalah kegiatan pelatihan di mana Kopwan mendatangi kelompok ibu-ibu yang meminta untuk diberikan pelatihan keterampilan. Kelompok ibu-ibu ini bisa berupa kelompok ibu

majelis ta‟lim, ibu-ibu PKK, ibu-ibu dharma wanita, dan sebagainya.

Melalui Program Keterampilan Menjahit, Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera berusaha mengalih potensi yang ada pada diri perempuan sehingga perempuan dapat meningkat kapasitas keilmuannya dan berkembang menjadi perempuan-perempuan yang tangguh, mampu berdaya saing dan mandiri, serta dapat meningkatkan ekonomi keluarganya.

F. Gambaran Umum Tentang Wilayah Depok 1. Sejarah Tentang Depok

Depok bermula dari sebuah Kecamatan yang berada di lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung Kabupaten Bogor, kemudian pada tahun 1976 perumahan mulai dibangun baik oleh Perum Perumnas maupun pengembang yang kemudian diikuti dengan dibangunnya kampus Universitas


(57)

Indonesia (UI), serta meningkatnya perdagangan dan Jasa yang semakin pesat sehingga diperlukan kecepatan pelayanan59.

Pada tahun 1981 Pemerintah membentuk Kota Administratif Depok berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1981 yang peresmiannya pada tanggal 18 Maret 1982 oleh Menteri dalam Negeri (H. Amir Machmud) yang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan dan 17 (tujuh belas) Desa, yaitu :

a. Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Desa, yaitu Desa Depok, Desa Depok Jaya, Desa Pancoram Mas, Desa Mampang, Desa Rangkapan Jaya, Desa Rangkapan Jaya Baru.

b. Kecamatan Beji, terdiri dari 5 (lima) Desa, yaitu : Desa Beji, Desa Kemiri Muka, Desa Pondok Cina, Desa Tanah Baru, Desa Kukusan.

c. Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 6 (enam) Desa, yaitu : Desa Mekarjaya, Desa Sukma Jaya, Desa Sukamaju, Desa Cisalak, Desa Kalibaru, Desa Kalimulya.

Selama kurun waktu 17 tahun Kota Administratif Depok berkembang pesat baik dibidang Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan. Khususnya bidang Pemerintahan semua Desa berganti menjadi Kelurahan dan adanya pemekaran Kelurahan , sehingga pada akhirnya Depok terdiri dari 3 (Kecamatan) dan 23 (dua puluh tiga) Kelurahan, yaitu :

1)Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, yaitu : Kelurahan Depok, Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan Pancoran Mas, Kelurahjn Rangkapan Jaya, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru.

59


(58)

2)Kecamatan Beji terdiri dari (enam) Kelurahan, yaitu : Kelurahan Beji, Kelurahan Beji Timur, Kelurah Pondok Cina, Kelurahan Kemirimuka, Kelurahan Kukusan, Kelurahan Tanah Baru.

3) Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 11 (sebelas) Kelurahan, yaitu : Kelurahan Sukmajaya, Kelurahan Suka Maju,. Kelurahan Mekarjaya, Kelurahan Abadi Jaya, Kelurahan Baktijaya, Kelurahan Cisalak, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Kalimulya, Kelurahan Kali Jaya, Kelurahan Cilodong, Kelurahan Jati Mulya, Kelurahan Tirta Jaya.

Dari tahun 1982 – 1999, penyelenggaraan pemerintah Kota Administratif Depok mengalami pergantian Kepemimpinan sebagai berikut :

a) Drs. Moch Rukasah Suradimadja (Alm) Walikotatif 1982 – 1984 b) Drs. H.M.I Tamdjid Walikotatif 1984 – 1988 c) Drs. Abdul Wachyan Walikotatif 1988 – 1991 d) Drs. Moch. Masduki Walikotatif 1991 – 1992 e) Drs. H.Sofyan Safari Hamim Walikotatif 1992 – 1996 f) Drs. H. Yuyun WS Plh Walikotatif 1996 – 1997 g) H. Badrul Kamal Walikotatif 1997 – 1999

2. Terbentuknya Kota Depok

Dengan semakin pesatnya perkembangan dan tuntutan aspirasi masyarakat yang semakin mendesak agar Kota Administratif Depok diangkat menjadi Kotamadya dengan harapan pelayanan menjadi maksimum. Disis lain Pemerintah Kabupaten Bogor bersama – sama Pemerintah Propinsi Jawa Barat


(59)

memperhatikan perkembangan tesebut, dan mengusulkannya kepada Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Berdasarkan Undang – undang No. 15 tahun 1999, tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tk. II Depok yang ditetapkan pada tanggal 20 April 1999, dan diresmikan tanggal 27 April 1999 berbarengan dengan Pelantikan Pejabat Walikotamadya Kepala Daerah Tk. II Depok yang dipercayakan kepada Drs. H. Badrul Kamal yang pada waktu itu menjabat sebagai Walikota Kota Administratif Depok.

Momentum peresmian Kotamadya Daerah Tk. II Depok dan pelantikan pejabat Walikotamadya Kepala Daerah Tk. II Depok dapat dijadikan suatu landasan yang bersejarah dan tepat untuk dijadikan hari jadi Kota Depok.

Berdasarkan Undang – undang nomor 15 tahun 1999 Wilayah Kota Depok meliputi wilayah Administratif Kota Depok, terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan sebagaimana tersebut diatas ditambah dengan sebagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, yaitu :

a. Kecamatan Cimanggis, yang terdiri dari 1 (satu) Kelurahan dan 12 (dua belas) Desa , yaitu : Kelurahan Cilangkap, Desa Pasir Gunung Selatan, Desa Tugu, Desa Mekarsari, Desa Cisalak Pasar, Desa Curug, Desa Hajarmukti, Desa Sukatani, Desa Sukamaju Baru, Desa Cijajar, Desa Cimpaeun, Desa Leuwinanggung.

b.Kecamatan Sawangan, yang terdiri dari 14 (empat belas) Desa, yaitu : Desa Sawangan, Desa Sawangan Baru, Desa Cinangka, Desa Kedaung, Desa Serua, Desa Pondok Petir, Desa Curug, Desa Bojong Sari, Desa


(60)

Bojong Sari Baru, Desa Duren Seribu, Desa Duren Mekar, Desa Pengasinan Desa Bedahan, Desa Pasir Putih.

c.Kecamatan Limo yang terdiri dari 8 (delapan) Desa, yaitu : Desa Limo, Desa Meruyung, Desa Cinere, Desa Gandul, Desa Pangkalan Jati, Desa Pangkalan Jati Baru, Desa Krukut, Desa Grogol.

d. Dan ditambah 5 (lima) Desa dari Kecamatan Bojong Gede, yaitu : Desa Cipayung, Desa Cipayung Jaya, Desa Ratu Jaya, Desa Pondok Terong, Desa Pondok Jaya.

Kota Depok selain merupakan Pusat Pemerintahan yang berbatasan langsung dengan Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta juga merupakan wilayah penyangga Ibu Kota Negara yang diarahkan untuk kota pemukiman , Kota Pendidikan, Pusat pelayanan perdagangan dan jasa, Kota pariwisata dan sebagai kota resapan air.

3. Kondisi Demografi

Sebagai Kota yang berbatasan langsung dengan Ibukota Negara, Kota Depok menghadapi berbagai permasalahan perkotaan, termasuk masalah kependudukan. Sebagai daerah penyangga Kota Jakarta, Kota Depok mendapatkan tekanan migrasi penduduk yang cukup tinggi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah kawasan permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa.

a. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di Kota Depok tahun 2005 mencapai 1.374.522 jiwa, terdiri atas laki-laki 696.329 jiwa (50,66%) dan perempuan 678.193 jiwa (49,34%), Sedangkan luas wilayah hanya 200,29 km2, maka kepadatan


(61)

penduduk Kota Depok adalah 6.863 jiwa/km2. Tingkat kepadatan penduduk tersebut tergolong “padat”, apalagi jika dikaitkan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Dalam kurun waktu 5 tahun (2000 – 2005) penduduk Kota Depok mengalami peningkatan sebesar 447.993 jiwa. Pada tahun 1999 jumlah penduduk masih dibawah 1 juta jiwa dan pada tahun 2005 telah mencapai 1.374.522 jiwa, sehingga perkembangan rata-rata 4,23 % per tahun. Peningkatan tersebut disebabkan tingginya angka migrasi setiap tahunnya. Pada tahun 2010, diperkirakan jumlah penduduk akan mencapai jumlah 1.610.000 jiwa dan kepadatan penduduk mencapai 7.877 jiwa per km2.

Adapun angka kelahiran penduduk dari tahun 1999 sampai 2004 senantiasa berfluktuasi, demikian juga angka kematian berfluktuasi hampir mendekati pola angka kelahiran. Pada tahun 2004, angka kelahiran sebesar 3.713 jiwa dan angka kematian 1,962 jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk Kota Depok disebabkan tingginya migrasi penduduk ke Kota Depok sebagai akibat pesatnya pengembangan kota yang dapat dilihat dari meningkatnya pengembangan kawasan perumahan. Angka kepergian penduduk Kota Depok tahun 2004 memperlihatkan pula pola yang berfluktuasi, dimana jumlah penduduk yang datang 11,899 jiwa dan penduduk yang pergi 4.503 jiwa, atau rata-rata jumlah pendatang pertahun mencapai 7,396 jiwa. Berdasarkan perkembangan tersebut diperkirakan jumlah penduduk yang datang ke Kota Depok pada waktu mendatang akan meningkat, seiring


(1)

menjahit tersebut.

Depok, 25 February 2013


(2)

Nama : Markonah Usia : 29

Jabatan: Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit (tingkat terampil )

1. Sudah berapa lama ibu mengikuti pelatihan keterampilan disini? Jawab : 1 bulan

2. Dari mana ibu tahu tentang pelatihan keterampilan ini? Jawab : Dari tetangga saya yang ikut kursus itu.

3. Apa kegiatan ibu sebelum mengikuti pelatihan keterampilan disini? Jawab : Saya cuma ibu rumah tangga

4. Bagaimana menurut ibu dengan adanya pelatihan keterampilan ini?

Jawab : senang, karna disini ibu dapat banyak kepinteran saya bisa jahit sendiri lumayan setidaknya buat baju buat ibu dan keluarga ibu

5. Apa saja materi yang ibu dapatkan dari pelatihan keterampilan ini?

Jawab : banyak kaya bikin pola trus belajar jahit masih banyak lagi deh yang saya tau disini.

6. Menurut ibu bagaimana pelatih/pendamping dalam memberikan materi, apakah mudah dimengerti?

Jawab : Ibu Dawiyah sieh ngajarnya bagus dan telaten, dia ngeliatin satu per satu peserta. Jika ada yang ngga dimengerti dia nggak segan-segan untuk ngebantuin dan ngasih tau peserta


(3)

Jawab : keluaga ibu kan ibu punya anak sekolah jadi waktu kursus ibu berkurang.

8. Apa rencara ibu setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan ini?

Jawab : ibu sieh ga muluk-muluk ibu bisa jait buat baju sendiri untk keluarga udah seneng banget tapi jujur pengen juga buka usaha sendiri

Depok, 25 February 2013


(4)

Nama : Ibu Ros Usia : 30

Jabatan: Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit (tingkat terampil )

1. Sudah berapa lama ibu mengikuti pelatihan keterampilan disini? Jawab : Saya sudah 3 bulan disini.

2. Dari mana ibu tahu tentang pelatihan keterampilan ini? Jawab : Dari teman kakak saya ikut pelatihan disini.

3. Apa kegiatan ibu sebelum mengikuti pelatihan keterampilan disini? Jawab : Saya jualan nasi uduk gorengan.

4. Bagaimana menurut ibu dengan adanya pelatihan keterampilan ini?

Jawab : Saya senang, saya dapet ilmu menjahit dan saya bisa membuat pakaian sendiri mudah-mudahan bisa buka toko nanti

5. Apa saja materi yang ibu dapatkan dari pelatihan keterampilan ini?

Jawab : pengenalan mesin dan membuat pola, ya sudah sampai bisa bikin 1 baju sendiri.

6. Menurut ibu bagaimana pelatih/pendamping dalam memberikan materi, apakah mudah dimengerti?

Jawab : Menurut saya sih Ibu Dawiyah mengajarnya bagus dan dapat dimengerti, ibu telaten banget. Ibu sering membantu dan mengarahkan peserta dalam menjahit.


(5)

Jawab : alhamdulillah Saya tidak ada pengahambatnya.

8. Apa rencara ibu setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan ini? Jawab : pengennya sieh punya toko sendiri mudah-mudahan ja ya mba


(6)