Biosolubilisasi Batubara Enzim TINJAUAN PUSTAKA

subbituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, oleh karena itu menjadi sumber panas yang tidak efisien Gambar 1 B. Bituminus adalah batubara yang tebal, biasanya berwarna hitam mengkilat, terkadang coklat tua Gambar 1 C. Batubara bituminus mengandung 86 karbon dari beratnya dengan kandungan abu dan sulfur yang sedikit. Umumnya dipakai untuk PLTU, tapi dalam jumlah besar juga dipakai untuk pemanas dan aplikasi sumber tenaga dalam industri. Antrasit adalah batubara peringkat teratas, biasanya dipakai untuk bahan pemanas ruangan di rumah dan perkantoran. Batubara antrasit berbentuk padat, keras dengan warna hitam mengkilat dan mengandung antara 86 – 98 karbon dari beratnya, terbakar lambat, dengan nyala api berwarna biru dengan sedikit sekali asap Gambar 1 D.

2.2. Biosolubilisasi Batubara

Biosolubilisasi adalah proses pelarutan dalam suatu medium dengan bantuan mikroorganisme. Biosolubilisasi dapat berupa upaya untuk mencairkan batubara yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak bumi. Di samping untuk mencairkan batubara, biosolubilisasi dapat pula digunakan untuk mengurangi kandungan sulfur atau logam toksik pada batubara Faison et al., 1989. Batubara cair yang dihasilkan dari proses biosolubilisasi adalah berupa campuran senyawa yang larut dalam air, senyawa-senyawa polar dengan berat molekul relatif lebih tinggi. Teknologi ini memiliki potensi besar, tetapi masih ada sejumlah masalah yang harus dipecahkan tanpa adanya air atau pelarut yang cocok, produk yang dihasilkan tetap padat. Produk terlarut ini memiliki kandungan energi tinggi dan memungkinkan digunakan sebagai bahan bakar, tetapi belum dapat digunakan sebagi bahan bakar sarana transportasi. Selain itu, kebanyakan mikroorganisme membutuhkan gula dan media pertumbuhan lebih dari dua minggu. Media murah dan mampu mempercepat pertumbuhan mikroorganisme untuk aplikasi komersial. Produksi batubara cair dapat dilakukan dengan memanfaatkan enzim hasil isolasi mikroorganisme Liu et at., 1989.

2.3. Kapang Pengsolubilisasi Batubara

Kapang mouldfilamentous fungi merupakan mikroorganisme anggota Kingdom Fungi yang membentuk hifa Carlile dan Watkinson 1994. Kapang bukan merupakan kelompok taksonomi yang resmi, sehingga anggota-anggota dari kapang tersebar ke dalam filum Glomeromycota, Ascomycota, dan Basidiomycota Hibbett et al., 2007. Sifat-sifat fisiologi kapang dipengaruhi oleh kebutuhan air, suhu pertumbuhan, kebutuhan oksigen dan pH, makanan, dan komponen penghambat. Pada umumnya kebanyakan kapang membutuhkan aw minimal untuk pertumbuhan lebih rendah. Kapang bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan kapang adalah sekitar 25-30°C, tetapi ada beberapa dapat tumbuh pada suhu 35-37°C atau lebih tinggi, misalnya Aspergillus . Semua kapang bersifat aerofilik, yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Kebanyakan kapang dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas, yaitu pH 2-8,5 tetapi biasanya pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH rendah. Kapang dapat menggunakan berbagai komponen makanan dari yang sederhana sampai kompleks. Kapang memproduksi enzim hidrolitik, misalnya amilase, pektinase, proteinase, dan lipase. Kapang mengeluarkan komponen yang dapat menghambat organisme lainnya. Komponen ini disebut antibiotik. Pertumbuhan kapang biasanya berjalan lambat bila dibandingkan pertumbuhan bakteri dan khamir Fardiaz, 1989. Habitat kapang sangat beragam, namun pada umumnya kapang dapat tumbuh pada substrat yang mengandung sumber karbon organik Carlile dan Watkinson 1994. Kapang yang tumbuh dan mengkolonisasi bagian-bagian di dalam ruangan telah banyak diteliti. Kapang tersebut mudah dijumpai pada bagian-bagian ruangan yang lembab, seperti langit-langit bekas bocor, dinding yang dirembesi air, atau pada perabotan lembab yang jarang terkena sinar matahari. Genus kapang yang sering dijumpai tumbuh di dalam ruangan adalah Cladosporium , Penicillium, Alternaria, dan Aspergillus Mazur et al., 2006. Kapang melakukan reproduksi dan penyebaran menggunakan spora. Spora kapang terdiri dari dua jenis, yaitu spora seksual dan spora aseksual Carlile dan Watkinson 1994. Menurut Champe et al. 1981 dan Carlile dan Watkinson 1994, spora aseksual dihasilkan lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan spora seksual. Spora aseksual memiliki ukuran yang kecil diameter 1-10 μm dan ringan, sehingga penyebarannya umumnya secara pasif menggunakan aliran udara. Sejumlah strain jamur dan bakteri berfilamen diketahui berinteraksi dengan batubara kualitas rendah, melalui proses ekstraselular untuk menghasilkan medium yang lebih gelap selama proses kultur atau cairan gelap pada permukaan batubara ketika ditumbuhkan pada permukaan kultur agar. Diketahui bahwa tedapat beberapa jenis mikroorganisme dari jenis bakteri maupun fungi yang dapat mengubah batubara padat menjadi produk cair, dengan minimalisasi hilangnya kandungan energi total awal Faison et al., 1989.

2.3.1. Kapang Trichoderma sp.

Ciri-ciri spesifik kapang Trichoderma sp. adalah mempunyai konidia, sterigmata, konidiofora, miselium berseptat Gambar 2. Koloni kapang Trichoderma sp. tersebut berumur 7 hari, penampakan koloninya dilihat menggunakan mikroskop pada perbesaran 400 X Kuraesin, 2009. Kapang Trichoderma sp. mempunyai konidiofora bercabang banyak, ujung percabangannya merupakan sterigma, membentuk konidia bulat atau oval, berwarna hijau terang, dan berbentuk bola-bola berlendir Fardiaz, 1989. A. Konidia B. Sterigma C. Konidiofora Gambar 2. Kapang Trichoderma sp. Kuraesin, 2009 Kapang Trichoderma sp. diklasifikasikan menurut sistem nama binomial yaitu: Kingdom Fungi; Filum Eumycota; Sub Filum Deuteromycota; Kelas Hyphomycetes; Ordo Hyphomycetales; Famili Moniliaceae; Genus Trichoderma dan Spesies Trichoderma sp. Koloni dari kapang Trichoderma sp. berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Susunan sel kapang Trichoderma sp. bersel banyak berderet membentuk benang halus yang disebut dengan hifa. Hifa pada jamur ini berbentuk pipih, bersekat, dan bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium. Miseliumnya dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta-juta spora, karena sifatnya inilah Trichoderma sp. dikatakan memiliki daya kompetitif yang tinggi. Dalam pertumbuhannya, bagian permukaan akan terlihat putih bersih, dan bermiselium kusam. Setelah dewasa, miselium memiliki warna hijau kekuningan Carlile dan Watkinson, 1994. Trichoderma sp. adalah salah satu jamur tanah yang tersebar luas kosmopolitan, yang hampir dapat ditemui di lahan-lahan pertanian dan perkebunan. Trichoderma sp. bersifat saprofit pada tanah, kayu, dan beberapa jenis bersifat parasit pada jamur lain. Pada spesies saprofit, kapang tumbuh pada kisaran suhu optimal 22-30°C. Suhu optimal untuk pertumbuhan kapang ini adalah 32-35°C dan pH optimal sekitar 4.0. Trichoderma sp. berkembangbiak secara aseksual dengan membentuk spora di ujung fialida atau cabang dari hifa Mazur et al., 2006. Miselium Trichoderma sp. dapat menghasilkan suatu enzim yang bermacam-macam, termasuk enzim selulase pendegradasi selulosa dan kitinase pendegradsi kitin. Oleh karena adanya enzim selulase, Trichoderma sp. dapat tumbuh secara langsung di atas kayu yang terdiri atas selulosa sebagai polimer dari glukosa. Oleh karena adanya kitinase, Trichoderma sp. dapat bersifat sebagai parasit bagi jamur yang lainnya. Secara alami seseorang dapat sering menemukan Trichoderma sp. yang menjadi parasit pada badan buah dan miselia dari jamur yang lain Carlile dan Watkinson, 1994. Penelitian sebelumnya Sugoro et al. 2009 membuktikan bahwa kapang Trichoderma sp. memiliki nilai absorbansi tertinggi, artinya berarti telah melakukan pendegradasian batubara tertinggi pada hari ke-2 inkubasi yaitu 1,936. Kapang Trichoderma sp. mampu tumbuh menggunakan medium batubara dan memiliki nilai pH medium yang berfluktuasi, artinya telah terjadi proses degradasi selama proses inkubasi.

2.3.2. Kapang Penicillium sp.

Ciri-ciri spesifik Penicillium sp. Gambar 3 adalah mempunyai hifa berseptat, konidia, sterigma , konidiospora Kuraesin, 2009. Kapang Penicillium sp. mempunyai hifa berseptat, miselium bercabang, konidiospora septat dan muncul di atas permukaan, kepala yang membawa spora berbentuk seperti sapu dengan sterigma muncul dalam berkelompok, dan konidia membentuk rantai Fardiaz, 1989. A. Konidia B. Sterigma C. Konidiofora Gambar 3. Kapang Penicillium sp. Kuraesin, 2009 Kapang Penicillium sp. diklasifikasikan menurut sistem nama binomial yaitu: Kingdom Fungi; Filum Ascomycota; Kelas Eurotiomycetes; Ordo Eurotiales; Famili Trichocomaceae; Genus Penicillium dan Spesies Penicillium sp. Kapang Penicillium sp. banyak tersebar di alam. Penicillium juga digunakan dalam industri untuk memproduksi antibiotik, misalnya penisilin yang diproduksi oleh Penicillium notatum dan Penicillium chrysogenum Fardiaz, 1989. Pada hasil penelitian Sugoro et al. 2009 membuktikan bahwa kapang Penicillium sp. memiliki nilai absorbansi tertinggi, artinya berarti telah melakukan pendegradasian batubara tertinggi, mampu tumbuh menggunakan medium batubara dan memiliki nilai pH medium yang berfluktuasi, artinya telah terjadi proses degradasi selama proses inkubasi.

2.4. Enzim

Enzim adalah biokatalis atau substansi yang dapat mempercepat atau membantu suatu reaksi kimia tanpa harus ikut terlibat di dalam reaksi itu sendiri. Enzim ditemukan dalam setiap sel hidup, mulai dari organisme bersel tunggal sederhana sampai organisme multiseluler yang kompleks, termasuk manusia. Enzim termasuk molekul protein. Reaksi biokimia yang paling sering saat mengaplikasian enzim secara industri adalah peruraian hidrolitik komponen bahan pangan yang memiliki berat molekul BM tinggi seperti pati, protein, selulosa, dan sebagainya Poedjiadi dan Supriyanti, 2006. Setiap jenis enzim memiliki kisaran pH tertentu yang sangat menentukan enzim beraktivitas secara optimal. Enzim bersifat spesifik artinya hanya mengkatalisis suatu reaksi yang dirancang khusus untuk enzim tertentu, misalnya pektinase hannya dapat mendegradasi pektin, bukan pati atau selulosa. Sekitar 80 dari enzim industrial adalah enzim hidrolitik, yang digunakan untuk depolimerisasi pemecahan molekul-molekul yang kompleks menjadi yang lebih sedarhana bahan-bahan alami Hidayat et al., 2006. Mikroba merupakan sumber penting dari beberapa jenis enzim. Sebagai sumber enzim, mikroba memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan hewan maupun tanaman, yaitu : produksi enzim pada mikroba lebih murah, kandungan enzim dapat diprediksi dan dikontrol, pasokan bahan baku terjamin, dengan komposisi konstan dan mudah dikelola Hidayat et al., 2006. Ada 3 keuntungan yang berkaitan dengan enzim ekstra sel : pertama, tidak memerlukan proses penghancuran sel saat memanen enzim proses penghancuran sel tidak selalu mudah dilakukan dalam skala besar. Kedua, enzim protein yang disekresikan keluar sel umumnya terbatas jenisnya. Ini berarti enzim ekstrim sel terhindar dari kontaminasi berbagai jenis protein. Ketiga, secara alami enzim disekresikan keluar sel umumnya lebih tahan terhadap proses denaturasi. Ada tiga golongan utama sumber enzim yaitu tanaman, hewan, dan mikroba. Enzim tanaman pada dasarnya diperoleh dari tanaman. Di antara kelompok ini yang sudah dikenal luas yaitu papain, bromelin, ficin, dan enzim amilolitik dari sereal, lipoksigenase dari kedelai dan specialized enzymes dari buah jeruk. Sebagian besar enzim tanaman tersedia dalam bentuk unpurified powder extracts, meski demikian ada juga yang tersedia dalam bentuk lain seperti papain dalam bentuk stabilized dan purified liquid. Enzim dari hewan umumnya di peroleh dari glandula. Sedangkan enzim mikrobial adalah diperoleh dari mikroba misalnya yang bersumber dari fungi, bakteria maupun khamir seperti amilase, diastase, lipase, dan sebagainya. Enzim yang berasal dari fungi menempati urutan teratas, disusul dari bakteri dan khamir Hidayat et al., 2006. Penggolongan enzim berdasarkan tempat bekerjanya adalah endoenzim dan eksoenzim. Endoenzim disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya di dalam sel. Umumnya merupakan enzim yang digunakan untuk proses sintesis di dalam sel dan untuk pembentukan energi ATP yang berguna untuk proses kehidupan sel, misalnya dalam proses respirasi. Eksoenzim disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya di luar sel. Umumnya berfungsi untuk “mencernakan” substrat secara hidrolisis untuk dijadikan molekul yang lebih sederhana dengan BM lebih rendah sehingga dapat masuk melalui membran sel. Energi yang dibebaskan pada reaksi pemecahan substrat di luar sel tidak digunakan selama proses kehidupan sel Lehninger, 1982. Kapang mendegradasi batubara menggunakan enzim ekstraseluler, hal tersebut diperkuat dengan penelitian bahwa proses solubilisasi pada batubara dikatalis melalui aktifitas enzim ekstratseluler Ward, 1990. Enzim ekstraseluler adalah enzim yang diekskresikan oleh kapang ke luar tubuhnya untuk mendegradasi substrat. Enzim ekstraseluler tersebut akan menghasilkan medium yang lebih gelap selama proses kultur cair atau cairan gelap pada permukaan batubara ketika ditumbuhkan pada permukaan kultur agar Faison et al., 1989. Tabel 1. Enzim ekstraseluler pedegradasi lignin dari kapang pelapuk putih white rot fungi Akhtar et al., 1997. Enzim Tipe enzim Peran dalam degradasi Kerja bersama dengan Berat Molekul KDa pH optimum LiP Lignin peroksidase Peroksidase Degradasi unit non–fenolik H 2 O 2 38-47 2,5-3,0 MnP Mangan peroksidase Peroksidase Degradasi unit fenolik dan non-fenolik dengan lipid H 2 O 2, lipid 38-50 4,0-4,5 Lakase Fenol oksidase Oksidasi unit fenolik dan non fenolik dengan mediator O 2, mediator : 3- hidroksibenzotriazol 53-110 3,5-7 Enzim pendegradasi lignin secara umum terdiri dari dua kelompok utama yaitu lakase dan peroksidase yang terdiri dari lignin peroksidase dan mangan peroksidase. Ketiga enzim tersebut bertanggung jawab terhadap pemecahan awal polimer lignin dan menghasilkan produk dengan berat molekul rendah, larut dalam air dan CO 2 Akhtar et al., 1997. Mangan peroksidase MnP, lignin peroksidase LiP atau lakase mampu mendegradasi komponen aromatik di batubara dan mendepolimerisasinya menjadi komponen yang kaya oksigen dan dapat melarut ke dalam air Holker et al., 2002. Lignin peroksidase LiP merupakan enzim utama dalam proses degradasi lignin karena mampu mengoksidasi unit non fenolik lignin. Unit non fenolik merupakan penyusun sekitar 90 persen struktur lignin. Oksidasi substruktur lignin yang dikatalis oleh LiP dimulai dengan pemisahan satu elektron cincin aromatik substrat donor dan menghasilkan radikal aril. LiP memotong ikatan C α-Cβ molekul lignin, pemotongan tersebut merupakan jalur utama perombakan lignin oleh berbagai kapang pelapuk putih Hammel, 1996. Mangan peroksidase MnP berperan dalam oksidasi unit fenolik, sehingga LiP dan MnP dapat bekerja secara sinergis. Siklus katalitik MnP dimulai dengan pengikatan H 2 O 2 atau peroksida organik dengan enzim ferric alami dan pembentukan kompleks peroksida besi. Pemecahan ikatan oksigen peroksida membutuhkan Fe okso-porpirin-radikal kompleks dalam pembentukan MnP- komponen I, kemudian ikatan dioksigen dipecah dan dikeluarkan satu molekul air. Reaksi berlangsung sampai terbentuk MnP-komponen II, ion Mn 2+ bekerja sebagai donor 1-elektron untuk senyawa antara porfirin dan dioksidasi menjadi Mn 3+ . Mn 3+ merupakan oksidasi kuat yang dapat mengoksidasi senyawa fenolik tetapi tidak dapat menyerang unit non fenolik lignin Perez et al., 2002. Lakase ditemukan pada kapang, khamir, dan bakteri. Enzim ini tidak membutuhkan H 2 O 2 tetapi menggunakan molekul oksigen. Lakase mereduksi oksigen menjadi H 2 O dalam substrat fenolik melalui reaksi satu elektron membentuk radikal bebas yang dapat disamakan dengan radikal kation yang terbentuk pada reaksi MnP Kersten et al., 1990.

2.5. Kromatografi Gas Spektroskopi Massa GC-MS