Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang
132
3. Dinamika Pertumbuhan Pedagang Kaki Lima PKL
Sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa pertumbuhan sektor ekonomi informal berjalan
beriringan dengan kemajuan sektor formal. Pertumbuhan sektor informal di Indonesia pada tahun 2004 hingga 2008
bahkan mampu melampaui pertumbuhan sektor formal. Krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1997 juga turut
mendorong
percepatan pertumbuhan
sektor informal.
Percepatan pertumbuhan sektor ini dipicu oleh hilangnya kesempatan kerja sektor formal dan meningkatnya jumlah
penduduk miskin perkotaan dan pedesaan.
Remi dan Prijono Tjiptoherijanto 2002:6 mengacu data BPS, membandingkan jumlah penduduk miskin tahun 1996
dan tahun 1998, berturut-turut angkanya adalah 34,5 juta dan 36,5 juta penduduk. Ini artinya, dalam kurun waktu 2 tahun,
jumlah penduduk miskin naik sebanyak 2 juta orang. Harvey 2009:89 menyajikan data penduduk miskin lebih tinggi
daripada data Remi dan Prijono, yakni pada tahun 1997-1998 penduduk miskin meningkat tajam menjadi 79,4 juta jiwa dari
tahun sebelumnya, sebagai akibat dari krisis ekonomi.
Meningkatnya pengangguran di perkotaan sebagai dampak pemutusan hubungan kerja PHK yang dialami para pekerja
sektor formal, menyebabkan mereka jatuh pada lubang kemiskinan dan jalur satu-satunya untuk bertahan hidup adalah
sektor informal. Data berikut menunjukkan bahwa angka pengangguran terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir,
yakni dari 5,18 juta orang pada tahun 1997 menjadi 6,07 juta orang pada tahun 1998, dan berturut-turut meningkat menjadi
8,90 juta orang 1999, 8,44 juta orang 2000, 8,01 juta orang 2001, 9,13 juta orang 2002, 9,53 juta orang 2003, 10,25 juta
orang 2004, dan 10,9 juta orang pada tahun 2005 Samhadi 2006:33. Sektor informal menjadi katup penyelamat bagi para
133
KEBIJAKAN PUBLIK, MODAL SOSIAL, DAN RESISTENSI PEDAGANG KAKI LIMA PKL
penganggur agar tidak terjerembab lebih dalam ke lembah kemiskinan.
Jumlah orang Indonesia yang bekerja di sektor informal dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tahun 1998 jumlah
pekerja sektor informal adalah 57,3 juta orang dan 4 tahun berikutnya meningkat menjadi 63,8 juta Brata 2008:1.
Penduduk yang bekerja pada sektor informal pada tahun 2005 mencapai 61 juta orang atau 64 persen dari seluruh penduduk
yang bekerja Rachbini 2006. Angka tersebut meningkat dari waktu ke waktu, karena penyerapan tenaga kerja pada sektor
formal tidak cukup signifikan. Dibandingkan dengan tahun lalu, angka tersebut sedikit lebih tinggi tahun 2004 sebesar 63,2
persen.
Berdasarkan data BPS 2006, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan 224 juta orang; 106,28 juta orang termasuk
angkatan kerja produktif; 95,18 juta bekerja dan masih bekerja, sedangkan 11,1 juta orang tidak bekerja. Dari jumlah itu; 60,77
juta orang bekerja sebagai buruh, sekitar 63,85 diantaranya bekerja pada usaha ekonomi informal Zen dan Restu Mahyuni
ed 2007:41. Dibandingkan dengan mereka yang bekerja pada sektor formal, jumlah pekerja sektor informal lebih banyak.
Jumlah pekerja sektor informal dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Bahkan sejak tahun 2004 jumlah pekerja sektor
informal di Indonesia mengalami peningkatan luar biasa. Data perkembangan sektor informal tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut.
Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang
134
Tabel 3. Jumlah Pekerja Sektor Formal dan Informal Tahun 2004, 2005, 2006, dan 2008
Tahun Jumlah Pekerja
Formal Jumlah Pekerja
Informal Angkatan Kerja
Produktif 2004
34,50 juta 59,20 juta
93,7 juta 2005
34,50 juta 60,60 juta
94,9 juta 2006
34,40 juta 60,70 juta
95,1 juta 2008
28,97 juta 73,53 juta
102,5 juta Sumber : BPS 2006, 2008
Dari data di atas, terlihat bahwa perkembangan sektor informal yang paling signifikan terjadi pada tahun 2008. BPS
menunjukkan bahwa dari 102,5 juta pekerja Indonesia, 73,53 juta orang atau 72 bekerja di sektor informal. Dibandingkan
mereka yang bekerja pada sektor informal, jumlah orang yang bekerja pada sektor formal mengalami stagnasi, bahkan pada
tahun 2006 jumlahnya turun dibandingkan tahun 2005 turun 100.000 pekerja. Sementara itu, jumlah pekerja sektor informal
mengalami peningkatan yang signifikan, dimana pada tahun yang sama 2006 jumlahnya naik 100.000 orang, dan tahun
2005 kenaikannya cukup tajam yaitu 1.400.000 orang dari tahun sebelumnya. Bahkan pada tahun 2008, jumlah pekerja sektor
informal naik sangat tajam sebanyak 12,83 juta orang dari dua tahun sebelumnya.
Faisal Basri dan Haris Munandar memiliki data perkembangan sektor informal yang tidak jauh berbeda dengan
data BPS. Bedanya, Basri dan Munandar merinci komponen sektor informal ke dalam 5 komponen, yaitu bekerja sendiri,
bekerja sendiri plus asisten tidak tetap, buruh musiman pertanian, buruh musiman nonpertanian, dan pekerja tanpa
upah tetap. Seperti halnya data sektor informal yang diungkapkan BPS, jumlah penduduk yang menjalankan
aktivitas
ekonomi pada
sektor informal
sebagaimana dikemukakan Basri dan Munandar juga lebih banyak
dibandingkan jumlah
pekerja sektor
formal. Data
135
KEBIJAKAN PUBLIK, MODAL SOSIAL, DAN RESISTENSI PEDAGANG KAKI LIMA PKL
perkembangan sektor informal menurut Basri dan Munandar, selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. Jumlah Penduduk Indonesia yang menekuni Sektor Formal dan Sektor Informal
Status Ketenagakerjaan
Jumlah Penduduk Indonesia juta jiwa 2005
2006 2007
Sektor Formal 28,65
29,67 30,92
Majikan 2,91
2,85 2,88
Pegawai Tetap 25,74
26,82 28,04
Sektor Informal 66,30
65,78 69,00
Bekerja sendiri 17,48
19,50 20,32
Bekerja sendiri plus asisten tidak tetap
21,24 19,95
21,02 Buruh musiman
pertanian 4,95
5,54 5,92
Buruh musiman nonpertanian
4,09 4,62
4,46 Pekerja tanpa upah tetap
18,54 16,17
17,28
Jumlah total 94,95
95,46 99,93
Sumber: Basri dan Haris Munandar 2009:66.
Data tentang jumlah pekerja sektor informal tahun 2005 sebagaimana disajikan Basri dan Haris Munandar dalam tabel di
atas memiliki selisih yang cukup tajam dibandingkan dengan data yang dimiliki BPS, yaitu 5,7 juta pekerja. Demikian pula,
data tahun 2006, menunjukkan selisih 5,08 juta pekerja sektor informal. Data jumlah pekerja sektor informal yang dimiliki
Basri dan Haris Munandar lebih banyak daripada data BPS, dapat dipahami karena Basri dan Haris Munandar memperoleh
data dari berbagai sumber dan diolahnya sebagaimana tersaji dalam tabel 4.
Dalam perkembangan selanjutnya, yakni pada tahun 2010, BPS 2010:39 melaporkan bahwa hingga bulan Pebruari 2010
sekitar 31,41 persen tenaga kerja bekerja pada kegiatan formal dan 68,59 persen bekerja pada kegiatan ekonomi sektor
informal. Jumlah tenaga kerja yang bekerja penduduk yang berusia 15 tahun ke atas di sektor formal dan informal pada
saat itu adalah 107.405.570 orang. Jika penduduk yang bekerja pada sektor informal sebanyak 68,59 persen dari 107.405.570
Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang
136 tenaga kerja, berarti mereka yang bekerja pada sektor informal
sebanyak 73.669.480 orang atau 73,67 juta orang. Dibandingkan jumlah tenaga kerja sektor informal pada
tahun 2008 73,53 juta, pekerja yang bekerja pada sektor informal mengalami peningkatan sebanyak 0,14 juta atau
140.000 orang. Lapangan kerja utama yang mereka masuki adalah pertanian, industri, konstruksi, perdagangan, angkutan,
pergudangan, komunikasi, keuangan, jasa kemasyarakatan, dan lainnya. Mishra 2010 mengungkapkan data jumlah pekerja
sektor informal tidak jauh berbeda dengan data pekerja serupa yang disajikan BPS, yaitu sebanyak 72,4 juta dari 108,2 juta
tenaga kerja Indonesia. Dalam catatan Mishra 2010, jumlah pekerja sektor formal sebanyak 35,8 juta orang.
Data pekerja sektor informal yang disajikan BPS 1,27 juta lebih tinggi daripada data Mishra. Barangkali masih ada lagi
data jumlah pekerja sektor informal yang dikemukakan oleh perorangan atau lembaga. Perbedaan data bisa dipahami,
mengingat sulitnya mendata pekerja sektor informal. Selain mobilitasnya tinggi, pekerjaan sektor informal cepat tumbuh
dan mati, karena banyak di antara mereka yang menjalankan usaha atau bisnis di tempat-tempat yang sulit dideteksi dan
dijangkau oleh pemerintah.
Masih banyaknya jumlah pekerja sektor informal dalam struktur ketenagakerjaan Indonesia, menunjukkan bahwa
kinerja perekonomian Indonesia belum baik. Dominasi pekerjaan sektor informal di Indonesia, bukanlah kenyataan
ekonomi dan sosial yang menggembirakan. Dalam pandangan Basri dan Munandar 2009, semakin kecil sektor informal
dalam perekonomian dan semakin besar sektor formalnya, maka akan semakin baik perekonomian dari negara yang
bersangkutan.
Sektor informal bukan entitas ekonomi yang ideal, karena pada hakikatnya sektor informal merupakan sebuah entitas
137
KEBIJAKAN PUBLIK, MODAL SOSIAL, DAN RESISTENSI PEDAGANG KAKI LIMA PKL
yang muncul sekadar untuk bertahan hidup survival economy
atau sesuatu yang bersifat darurat Basri dan Munandar 2009. Apa yang dikemukakan Basri dan Munandar tentang status
sektor informal tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima. Memang yang paling ideal adalah jika seluruh struktur
perekonomian Indonesia diisi oleh sektor formal, karena dengan demikian penghasilan negara dari pajak dapat digenjot
lebih tinggi. Namun, dalam realitasnya, kemampuan negara dan masyarakat dalam menyediakan lapangan kerja untuk mengisi
sektor formal sangat terbatas.
Pengalaman Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan hal tersebut. Jumlah penduduk yang memilih bekerja sebagai
pekerja sektor informal melebihi jumlah pekerja sektor formal. Selain itu, kualitas tenaga kerja Indonesia juga tidak
memungkinkan mereka dapat mengisi seluruh pekerjaan sektor formal, karena berbagai keterbatasan, seperti rendahnya
pendidikan, keterampilan kurang, modal yang dimiliki kecil, dan akses terhadap sumber daya rendah karena kemiskinan
yang membelenggu mereka. Faktor-faktor tersebut membuat sektor informal hingga kini masih mendominasi struktur
perekonomian Indonesia.
Tidak seperti halnya dengan sektor formal yang menuntut kualifikasi pendidikan tertentu, misalnya serendah-rendahnya
sarjana, sektor informal tidak mensyaratkan kualifikasi pendidikan dalam jenjang tertentu. Mereka yang terlibat dalam
aktivitas ekonomi informal biasanya berpendidikan rendah dan yang paling banyak adalah SD, bahkan banyak diantaranya yang
putus sekolah
drop-out. Tabel di bawah ini menginformasikan hal tersebut.
Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang
138
Tabel 5. Pekerja Sektor Informal dilihat dari Tingkat Pendidikan No
Latarbelakang Pendidikan Jumlah Total
juta Persentase
1. Tidak tamat SD
14,337 23,66
2. SD
28,026 46,12
3. SMP
12.031 19,80
4. SMA
5.939 9,78
5. DiplomaAkademi
0,166 0,27
6. Universitas
0,23 0,37
J u m l a h 60,769
100 Sumber: Sakernas 2006
Area bisnis yang dimasuki sektor informal beraneka macam, baik yang bergerak pada sektor pertanian, industri pengolahan,
jasa, konsultasi, dan lain-lain. Jumlah angkatan kerja yang paling banyak ada pada sektor pertanian dan paling sedikit pada
jasa konsultasi. Data selengkapnya dapat dicermati pada tabel di bawah ini.
Tabel 6. Distribusi Angkatan Kerja Sektor Informal berdasarkan Wilayah Bisnis
No. Sektor
Jumlah Angkatan Kerja dalam juta
1. Pertanian
39,22 2.
Industri Pengolahan 2,84
3. Pelayanan Jasa
10,09 4.
Konsultasi 1,93
5. Lain-lain
6,68 Sumber : Zen dan Restu Mahyuni ed 2007:42
Krisis ekonomi tahun 1997 menyebabkan banyak pekerja sektor formal terlempar. Hal ini disebabkan banyak perusahaan
dan pabrik harus melakukan rasionalisasi akibat melemahnya nilai rupiah terhadap dollar. Akibatnya, banyak pekerja yang
diberhentikan, supaya mereka tetap bertahan hidup. Mereka yang terlempar dari pekerjaan sektor formal, dengan sebagian
uang yang dipunyai, kemudian terjun bekerja dalam sektor ekonomi informal.
Pasca krisis ekonomi tahun 1997, perkembangan sektor informal PKL berlangsung cukup pesat, tidak hanya di
ibukota negara, tetapi juga di kota-kota besar di daerah, termasuk kota Surabaya. Menurut sebuah penelitian, tercatat
139
KEBIJAKAN PUBLIK, MODAL SOSIAL, DAN RESISTENSI PEDAGANG KAKI LIMA PKL
sekitar 700 ribu lebih PKL yang memenuhi sudut-sudut ruang kota Surabaya Alisjahbana 2009:3. Jumlah PKL yang hampir
menyentuh angka 1 juta tersebut merupakan potensi luar biasa bagi pembangunan ekonomi kota Surabaya, yang jika tidak
ditangani dengan baik akan berubah menjadi malapetaka serius bagi stabilitas sosial, politik, dan ekonomi masyarakat kota
Surabaya.
Peran ekonomi sektor informal sebagai penampung pekerja sektor formal juga terjadi di beberapa kota di negara-negara
sedang berkembang lainnya. Sektor informal justru berfungsi seperti busa, yakni menyerap luberan para pekerja sektor formal
yang terlempar dari sektor formal, terutama akibat dari krisis ekonomi, sebagaimana terjadi pada tahun 1997. Di Thailand
misalnya, data statistik menunjukkan bahwa jumlah pekerja jalanan atau sektor informal berkembang secara subtansial
setelah krisis finansial melanda Thailand pada tahun 1998 Terravina 2006:2.
4. Resistensi Pedagang Kaki Lima PKL