127
KEBIJAKAN PUBLIK, MODAL SOSIAL, DAN RESISTENSI PEDAGANG KAKI LIMA PKL
saatnya mereka pun akan pindah jika pihak proyek normalisasi sungai merapikan tepi di kanan kiri sungai Banjir Kanal Barat.
2. Pandangan tentang Sektor Informal dan Pedagang Kaki
Lima PKL Dalam penelitian ini, pertanyaan yang mengundang
perdebatan panjang adalah apakah sektor informal merupakan transisi atau bersifat sementara, yang nantinya akan beralih
menjadi sektor formal ataukah sektor informal tetap ada hidup berdampingan dengan sektor formal. Berikut ini dijelaskan
pandangan atau pendekatan mengenai sektor informal, dalam kaitannya dengan sektor formal.
Dalam konteks hubungan dengan sektor formal, terdapat dua kubu yang memiliki pandangan berbeda mengenai
keberadaan sektor informal. Pandangan atau pendekatan pertama adalah
The Benign Relationship. Pendekatan ini memahami sektor informal sebagai upaya angkatan kerja yang
tidak tertampung dalam kegiatan produktif, sehingga menciptakan lapangan kerja sendiri untuk mendapatkan
penghasilan Mustafa 2008:31. Dalam pendekatan tersebut, sektor informal dipandang sebagai kegiatan yang perlu
dikembangkan dengan mengintegrasikannya ke dalam sektor formal. Penganut pendekatan ini adalah ILO, Oshima,
Sethuraman, Weeks, McGee, Webb, dan Mazumbar. Webb dan Mazumbar misalnya, meyakini bahwa sektor informal
merupakan sumber dan potensi pertumbuhan ekonomi Mustafa 2008:32. Sejalan dengan meningkatnya gerak
pembangunan, kegiatan sektor informal dapat meningkat menjadi sektor formal.
Pendekatan kedua, yaitu Subordination, meletakkan
analisisnya pada skala makro global, bahwa sektor informal merupakan subordinasi sektor formal Mustafa 2008:32.
Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang
128 Sektor informal ini merupakan bagian dari akumulasi skala
dunia atau munculnya proses akumulasi modal dari negara- negara dunia ketiga kepada negara-negara dunia pertama. Hal
ini terjadi karena struktur perekonomian dunia bersifat eksploitatif, dimana yang kuat mengeksploitasi yang lemah
Budiman 1995:41. Modernisasi yang terjadi di berbagai belahan dunia, menggambarkan adanya rantai eksploitasi
chain of exploitation antara negara pusat dan pinggiran serta sebuah lukisan yang jelas antara negara maju dan belum maju
Crewe and Elizabeth Harrison 1998:27. Akibatnya, surplus dari negara-negara dunia ketiga beralih ke negara-negara
industri maju.
Eksistensi sektor informal ditengarai sebagai bentuk keterasingan ekonomi nasional yang tercipta karena tidak
seimbangnya sistem ekonomi dunia. Penganut pendekatan subordination adalah Quijano, Nun, Santos, Bose, Gerry,
Bienefeld dan Godfrey. Sebagaimana diyakini Quijano, Nun, dan Santos bahwa sektor informal berdiri sendiri dan terpisah
dari kegiatan ekonomi perkotaan lainnya. Sektor informal memiliki kemandirian lebih tinggi dan dapat hidup
berdampingan dengan sektor formal. Selaras dengan pendekatan kedua ini, Soeroso 1978:3 menyatakan bahwa
sektor informal merupakan sektor ekonomi yang dinamis, efisien, dan menguntungkan secara ekonomi mengingat pelaku-
pelakunya mempunyai potensi wiraswasta yang kreatif.
Berkaitan dengan dua pendekatan berbeda tentang sektor informal di atas, Sasono 1982:10 mengemukakan pandangan
dikotomis tentang sektor informal. Pertama, pandangan yang menyatakan bahwa sektor
informal memiliki hak penuh untuk hidup dan berkembang karena dapat membantu proses pembangunan dalam
penyediaan lapangan kerja bagi mereka yang kurang berpendidikan dan keterampilan.
129
KEBIJAKAN PUBLIK, MODAL SOSIAL, DAN RESISTENSI PEDAGANG KAKI LIMA PKL
Kedua, pandangan yang menyatakan bahwa sektor informal tidak memiliki hak hidup karena hanya akan menghambat
efisiensi pengembangan ekonomi dan pembangunan, terutama mengganggu ketertiban dan kebersihan kota. Tiadanya hak
hidup bagi sektor informal ini barangkali berkaitan dengan kecilnya sumbangan penghasilan sektor informal kepada negara
Sookram and Watson 2008.
Sookram and Watson 2008 mengajukan dua sudut pandang berkaitan dengan keberadaan sektor informal.
Pandangan tradisional menyatakan sektor informal sebagai sumber pendapatan bagi kelompok miskin dan juga berkaitan
dengan pekerja tidak produktif yang dikeluarkan dari sektor formal. Pandangan terbaru menyatakan bahwa sektor informal
memiliki potensi untuk mencapai level produktivitas yang tinggi melalui karakter kewirausahaan yang dinamis dari
perusahaan mikro. Mereka juga menemukan bahwa sektor informal tidak hanya menjadi mekanisme kelangsungan hidup
survival bagi orang miskin, tetapi juga sarana bagi individu- individu terpelajar dan terampil untuk menghindari pajak
penghasilan.
Meskipun diakui bahwa sektor informal, utamanya PKL memiliki sisi positif, tetapi banyak juga yang memandangnya
sebagai hal negatif. Bromley 2000 mencatat 15 alasan yang dijadikan argumen untuk
menolak keberadaan PKL. Pertama, pedagang kaki lima tidak menyebar rata di
berbagai sudut kota, melainkan terkonsentrasi pada beberapa lokasi tertentu yang menimbulkan kemacetan lalu lintas dan
mengganggu pejalan kaki.
Kedua, karena terkonsentrasi di lokasi tertentu, pedagang kaki lima menyebabkan kecelakaan lalu lintas, polusi udara,
menghalangi polisi, pemadam kebakaran, ambulans, dan kendaraan bermotor darurat lainnya.
Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang
130 Ketiga, pemanfaatan ruang pedestrian oleh pedagang kaki
lima memang dapat mengurangi kebisingan jalan dan polusi, tetapi hal tersebut juga mengurangi jumlah rute kendaraan
bermotor dan menciptakan problem bagi kendaraan darurat.
Keempat, pedagang kaki lima mungkin menutup akses gedung-gedung yang penuh kerumunan, seperti gedung teater,
stadion, toko serba ada, dan mengembangkan tragedi dalam kejadian-kejadian kebakaran, ledakan, penyebaran gas beracun
atau histeria massa.
Kelima, pedagang kaki lima sering mencegah bisnis tepi jalan dan para pembeli potensial yang berjalan ke arah
konsentrasi aktivitas bisnis sementara di jalanan. Keenam, pedagang kaki lima sering gagal atau tidak
memberi kuitansi, jaminan harga, pajak, harga jual dan pajak pertambahan nilai bagi pelanggannya.
Ketujuh, dikarenakan pedagang kaki lima dapat dengan mudah meninggalkan lokasi atau merelokasi bisnisnya, maka
mereka memiliki kesempatan lebih besar untuk menipu pelanggannya dan menghindari peraturan daripada pedagang
eceran yang sudah mapan.
Kedelapan, pedagang makanan dan minuman jalanan memiliki problem kesehatan, karena barang dagangannya
dengan mudah terkena sinar matahari dan polusi udara. Kesembilan, pedagang kaki lima tidak memiliki standar
profesi, tidak memiliki komitmen, dan tidak bertanggung jawab daripada pedagang tepi jalanan, dan biasanya menolak memberi
jaminan dan menukar barang yang jelek serta tidak menerima keluhan pelanggan dan layanan perbaikan.
Kesepuluh, aktivitas pedagang kaki lima sering berlawanan dengan peraturan tenaga kerja, misalnya mempekerjakan anak-
131
KEBIJAKAN PUBLIK, MODAL SOSIAL, DAN RESISTENSI PEDAGANG KAKI LIMA PKL
anak muda, sehingga rawan terkena kekerasan, penculikan, dan perbuatan buruk lainnya.
Kesebelas, minoritas kecil pedagang kaki lima terlibat dalam perdagangan ilegal dan buruk, seperti mucikari,
pelacuran, dan narkotika. Keduabelas, pedagang kaki lima memberi kontribusi bagi
ekonomi underground
dan transaksi
yang tidak
terdokumentasi, tidak hanya melalui penjualan tetapi juga penyuapan kepada polisi dan petugas pemerintah kota.
Ketigabelas, melalui aktivitas dan kemacetan yang tercipta, pedagang kaki lima membantu menyediakan kesempatan bagi
pencopet dan pencuri. Keempatbelas, pedagang kaki lima tidak sedap dipandang,
sering menciptakan suara ribut gaduh dan pelanggannya sering meninggalkan sampah di jalanan.
Kelimabelas, dalam pandangan kelompok marxis ortodok, pedagang kaki lima dipandang sebagai lambang surplus tenaga
kerja dan kekurangan pekerjaan, sehingga mempromosikan konsumsi yang berkelebihan dan mendukung kapitalisme
rendah.
Argumen kontra-PKL datang dari elit urban dan pengusaha besar, yang memandang PKL sebagai sumber ketidaktertiban,
kemacetan, dan kriminal. Pemerintah kota pun tampaknya lebih condong berkolaborasi dengan para pengusaha investor
untuk membangun kotanya agar lebih berkembang, maju, bersih, rapi, dan tertib, ketimbang mentoleransi keberadaan
PKL yang umumnya dipandang tidak mendukung terwujudnya kota yang bersih, rapi, tertib, dan nyaman.
Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang
132
3. Dinamika Pertumbuhan Pedagang Kaki Lima PKL