I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan gula Indonesia terus meningkat, sementara produksi dalam negeri tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan gula tersebut, sehingga
impor menjadi pilihan. Nilai impor gula tebu pada 2007 mencapai US 1,040,194,362.00 dan pada 2008 mencapai US 366,289,858.00. Ironisnya, harga
gula impor terkadang lebih murah dibandingkan dengan gula produksi dalam negeri. Dalam situasi seperti ini, gula produksi dalam negeri menjadi sulit
dipasarkan tanpa kebijakan yang mampu melindunginya dari serbuan gula impor. Impor gula Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Data impor gula tebu pada 2003-2008
Tahun Jumlah Impor US
2003 215,776,347
2004 262,813,810
2005 546,846,630
2006 564,229,059
2007 1,040,194,362
2008 366,289,858
Sumber : Badan Pusat Statistik, Diolah Departemen Perdagangan RI 2009
Produksi gula dalam negeri perlu terus dipacu untuk mengurangi impor gula, di samping mencari alternatif bahan pemanis lain sebagai substitusi gula.
Gula alternatif yang sekarang sudah digunakan antara lain adalah gula siklamat yang merupakan gula sintetis, serta gula dari pati seperti sirup glukosa dan
fruktosa. Gula dari pati mempunyai rasa dan kemanisan hampir sama dengan gula tebu sukrosa, bahkan ada yang lebih manis. Gula tersebut dibuat dari bahan
berpati seperti ubi kayu, ubi jalar, sagu, dan pati jagung. Semua bahan tersebut melimpah di Indonesia. Di antara beberapa jenis gula dari pati, sirup glukosa dan
fruktosa mempunyai prospek paling baik untuk mensubstitusi gula pasir. Kebutuhan glukosa di Indonesia terus meningkat, sedangkan produksi
glukosa dalam negeri masih terbatas dan tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam
2 negeri. Nilai impor sirup glukosa Indonesia masih cukup tinggi dan menunjukkan
adanya kenaikan dari tahun ke tahun. Kebutuhan sirup glukosa Indonesia semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri penggunanya, yaitu industri
makanan dan minuman, terutama industri sirup, minuman ringan, permen, biskuit, dan jeli. Data impor sirup glukosa dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Data ekspor dan impor glukosa pada 2003-2008
Tahun Ekspor
Impor Bobot kg
Nilai US Bobot kg
Nilai US
2003 270 3,042 456,401 311,663
2004 1,857 4,448 2,785,795 1,035,894
2005 11,070 16,336 4,404,286 1,659,165
2006 3,118 5,438 14,077 27,743
2007 100 158 2,682,312 1,471,589
2008 2,086 3,630 1,795,170 1,188,172
Sumber : Departemen Perindustrian RI 2009
Bahan baku pembuatan sirup glukosa, terutama pati singkong atau tapioka masih tersedia melimpah di Indonesia. Indonesia dalam beberapa tahun
melakukan ekspor tapioka. Data ekspor tapioka Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3. Data ekspor dan impor tapioka pada 2003-2008
Tahun Ekspor
Impor Bobot kg
Nilai US Bobot kg
Nilai US
2003 16,071,768 1,893,691 6,123,791 1,039,139
2004 64,534,576 8,826,266 500,583 168,485
2005 39,848,839 5,963,178 462,395 183,389
2006 13,181,546 3,041,565 333,644 135,653
2007 10,720,484 3,791,560 232,511 90,836
2008 4,911,509 2,267,185 455,688 295,596
Sumber : Departemen Perindustrian RI 2009
Adanya kebutuhan akan sirup glukosa dalam negeri yang belum terpenuhi, kebutuhan akan substitusi gula tebu yang semakin meningkat dan tidak terpenuhi,
serta ketersediaan bahan baku sirup glukosa yang cukup melimpah merupakan suatu peluang untuk memproduksi sirup glukosa. Pasar produk sirup glukosa ini
3 masih terbuka lebar dan persaingan belum ketat. Oleh karena itu, peluang untuk
memasuki pasar sirup glukosa masih terbuka lebar. Pesantren merupakan suatu institusi pendidikan Islam yang sudah lama
tumbuh dan berkembang di Indonesia. Dalam perjalanannya, pesantren memerlukan suatu penopang perekonomian pesantren untuk bisa tumbuh dan
berkembang dengan pesat. Pengembangan sektor pertanian dan pengolahan hasil pertanian agroindustri di pesantren merupakan salah satu alternatif untuk
mengembangkan sektor perekonomian pesantren, mengingat sebagian besar pesantren terletak di wilayah pedesaan yang merupakan basis pertanian.
Pesantren Raudlatul Ulum merupakan salah satu pesantren yang terletak di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, tepatnya di Desa Guyangan, Kecamatan Trangkil.
Kabupaten Pati merupakan salah satu daerah penghasil tapioka. Salah satu sentra penghasil tapioka di Kabupaten Pati terletak di Kecamatan Margoyoso yang
merupakan tetangga Kecamatan Trangkil yang letaknya tidak jauh dari Pesantren Raudlatul Ulum. Di Kabupaten Pati, juga banyak berkembang industri makanan
dan minuman, baik skala kecil maupun besar. Hal ini merupakan suatu peluang bagi Pesantren Raudlatul Ulum untuk mengembangkan industri sirup glukosa.
Teknologi pembuatan sirup glukosa juga tidak terlalu rumit. Produksi dapat dibuat dalam skala besar maupun kecil. Skala produksi yang dipilih dapat
disesuaikan dengan kemampuan investasi modal pesantren. Selain itu, pengembangan sirup glukosa di Pesantren Raudlatul Ulum ini dapat memberikan
beberapa keuntungan, baik bagi pesantren maupun masyarakat, seperti keuntungan ekonomi yang dapat menopang pengembangan pesantren,
mengangkat nama pesantren, menciptakan lapangan kerja, dan menggairahkan perekonomian masyarakat.
Studi kelayakan merupakan suatu analisis perencanaan yang sistematis dan mendalam atas setiap faktor yang memiliki pengaruh terhadap kemungkinan
proyek mencapai sukses. Semua data, fakta, dan berbagai pendapat yang dikemukakan dalam studi kelayakan tersebut akan menjadi dasar dalam
pengambilan keputusan apakah proyek yang bersangkutan akan direalisasikan, dibatalkan, atau direvisi Soeharto, 2000. Untuk melakukan pendirian industri
sirup glukosa di Pesantren Raudlatul Ulum ini, diperlukan adanya studi kelayakan
4 pada beberapa aspek pendirian industri, yaitu aspek pasar dan pemasaran, teknik
dan teknologi, manajemen dan organisasi, lingkungan dan legalitas, dan analisis finansial.
B. Tujuan