Sirup Glukosa Studi Kelayakan Pendirian Industri Sirup Glukosa dari Tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati

6 dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa dapat dideskripsikan sebagai molekul linier yang merupakan rangkaian dari sejumlah besar unit glukosa yang berikatan α-1,4-glikosidik Manners, 1979. Amilopektin adalah polimer berantai cabang dengan ikatan α- 1,4-glikosidik dan ikatan α-1,6-glikosidik di tempat percabangannya. Setiap cabang terdiri atas 25-30 unit D-glukosa Smith dalam Leneback dan Imlet, 1982. Hidrolisis amilosa menghasilkan maltosa, glukosa, dan oligosakarida lainnya Alais dan Linden, 1991. Tapioka dapat digunakan untuk membuat berbagai produk turunan pati, seperti pati termodifikasi dan produk hidrolisat pati. Contoh produk pati termodifikasi adalah pati pregelatinisasi, pirodekstrin, dan heat-moisture treated starch. Contoh produk hidrolisat pati adalah sirup glukosa, maltodekstrin, sirup fruktosa, dan sirup maltosa.

B. Sirup Glukosa

Sirup glukosa merupakan nama dagang dari larutan hidrolisis pati. Hidrolisis dapat dilakukan dengan bantuan asam atau dengan enzim pada waktu, suhu, dan pH tertentu Tjokroadikoesoemo, 1986. Definisi sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992 yaitu cairan kental dan jernih dengan komponen utama glukosa, yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik. Proses hidrolisis pati menjadi molekul glukosa dapat dilihat pada Gambar 2.1. C 6 H 10 O 5 n + n H 2 O n C 6 H 12 O 6 Pati katalis dan panas glukosa Gambar 2.1. Proses hidrolisis pati menjadi glukosa Kualitas sirup glukosa ditentukan berdasarkan nilai dextrose equivalent DE atau derajat kemanisan. Menurut Maiden 1970, DE adalah kandungan gula pereduksi yang dinyatakan sebagai persen dekstrosa terhadap padatan kering. DE 7 tidak menyatakan kandungan glukosa yang sebenarnya dari produk tetapi berhubungan dengan kandungan gula pereduksi dari semua jenis gula yang terdapat dalam produk. Menurut Tjokroadikoesoemo 1986, sirup glukosa di dalam perdagangan dibedakan berdasarkan nilai DE yang terdiri atas empat tipe, yaitu tipe I DE 20-38, tipe II DE 38-58, tipe III DE 58-73, dan tipe IV DE73. Derajat polimerisasi DP juga digunakan sebagai parameter pada penentuan mutu sirup glukosa. DP menunjukkan jumlah unit glukosa sebagai komponen individual dalam sirup. DP 1 = dekstrosa 1 unit, DP 2 = maltosa 2 unit, dan DP 3 = maltotriosa 3 unit Dziedzic dan Kearsley, 1984. Tabel 2.1. Standar mutu sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992 No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna Tidak berbau Manis Tidak berwarna 2 Air bb Maks. 20 3 Abu bb Maks. 1 4 Gula pereduksi dihitung sebagai D-Glukosa bb Min. 30 5 Pati Tidak ada 6 Cemaran Logam : 6.1 Timbal 6.2 Tembaga 6.3 Seng ppm ppm ppm Maks. 1 Maks. 10 Maks. 25 7 Arsen ppm Maks. 0,5 8 Cemaran mikroba : 8.1 Angka lempeng total 8.2 Bakteri coliform 8.3 E. coli 8.4 Kapang 8.5 Khamir Kolonig APMg APMg Kolonig Kolonig Maks. 5 x 10 2 Maks. 20 Kurang dari 3 Maks. 50 Maks. 50 Sumber : Pusat Standardisasi Industri Departemen Perindustrian 1992 Hidrolisis asam merupakan proses pemecahan pati secara acak yang tidak dipengaruhi oleh keberadaan ikatan α-1,6-D-glukosidik. Menurut Wurzburg 1986, hidrolisis dengan asam akan lebih sensitif pada ikatan α-1,4-D-glukosidik dibanding ikatan α-1,6-D-glukosidik. Namun struktur linear dengan ikatan α-1,4 8 terdapat pada bagian kristalin. Bagian ini tersusun dengan sangat rapat sehinga sangat sukar dimasuki air dan atau asam, akibatnya akan lebih tahan terhadap asam. Bagian amorf walaupun tersusun oleh ikatan α-1,6 merupakan daerah yang kurang padat, amorf, dan mudah dimasuki air sehingga akan memudahkan penetrasi dan hidrolisis asam terhadap granula pati. Proses hidrolisis asam lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan hdrolisis enzim karena peralatan yang digunakan tidak terlalu rumit, namun pembuatan sirup glukosa dengan cara ini juga menimbulkan beberapa masalah. Peralatan yang diperlukan harus tahan korosi. Sirup yang dihasilkan mempunyai nilai kemanisan yang rendah karena nilai ekuivalen dekstrosanya rendah. Peningkatan ekuivalen dekstrosa di samping terjadi degradasi karbohidrat, juga terjadi rekombinasi produk degradasi yang dapat mempengaruhi warna dan rasa Berghmans, 1981. Menurut Wilbraham dan Matta 1992, hidrolisis berarti suatu pembelahan molekul dalam air. Jika molekul terbelah, hidrogen dari air melekat pada salah satu produk, sedangkan –OH pada produk lainnya. Hidrolisis gula yang termasuk rumit dilakukan dengan memanaskan larutan karbohidrat dengan air dan sedikit katalis asam. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada percabangan tertentu Norman, 1981. Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan, yaitu prosesnya lebih spesifik dan produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Kondisi proses yang dapat dikontrol, biaya pemurnian yang lebih murah, produk samping dan abu yang dihasilkan lebih sedikit, dan kerusakan warna yang dapat diminimalkan merupakan keunggulan proses enzimatis ini Norman, 1981. Pembuatan sirup glukosa dengan hidrolisis enzim terdiri atas tiga tahapan dalam mengonversi pati, yaitu gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi. Gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental granula pati. Likuifikasi merupakan proses hidrolisis pati parsial yang ditandai dengan menurunnya 9 viskositas Chaplin dan Buckle, 1990. Likuifikasi menghasilkan oligosakarida. Sakarifikasi merupakan proses dimana oligosakarida sebagai hasil dari tahap likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim tunggal atau enzim campuran menjadi glukosa.

C. Studi Kelayakan