Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
4
Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat mu,
ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka
dirikanlah shalat sebagaimana biasa ”.
Seiring dengan perkembangan zaman yang juga berpengaruh dalam problematika kehidupan manusia, maka perihal shalat pun tidak lepas dari
berbagai problematika, yaitu adanya dispensasi shalat untuk orang sakit yang tidak dapat mengerjakannya. Demikian juga bagi orang yang masih
mempunyai tanggungan hutang shalat, ada keringanan untuk mengqadha atau membayar fidyah. Hal seperti inilah yang terjadi di Kelurahan Cibadak
Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor, di mana ada sebagian masyarakat yang membayarkan fidyah sebagai ganti dari hutang shalat yang masih dimiliki
oleh salah satu keluarganya ayahibunya atau suamiisteri yang telah meninggal dunia.
Cibadak adalah kelurahan yang letaknya tidak jauh dari pusat kota Bogor. Mayoritas warganya adalah sebagai wiraswasta. Masyarakat Cibadak
kehidupan beragamanya sangat bagus, sebagian besar masyarakat Cibadak beraliran NU
Nahdlatul„Ulama atau lebih dikenal dengan sebutan Nahdliyin. Mereka mempunyai seorang kyai yang biasa mereka jadikan
tumpuan untuk belajar maupun bertanya berbagai macam hal keagamaan, tidak terkecuali masalah fidyah sebagai pengganti hutang shalat bagi salah
satu keluarganya yang telah meninggal dunia. Alasan konkrit sebagian masyarakat Cibadak dalam melakukan
pembayar fidyah atas shalat, karena anggota keluarga mereka yang telah meninggal dunia masih mempunyai tanggungan hutang shalat. Hutang shalat
Hutang shalat berawal pada saat si mayit sakit sangat parah dan tidak
5
memungkinkan melakukan shalat walaupun dengan duduk, berbaring maupun dengan isyarat. Sehingga si mayit mempunyai tanggungan meninggalkan
shalat sampai meninggal dunia dan hal ini dihitung sebagai hutang. Untuk menjaga kesempurnaan ibadah si mayit dan atas saran bapak kyai setempat
maka keluarga si mayit membayarkan sejumlah fidyah sebagai ganti shalat yang ditinggalkannya dan diberikan kepada fakir miskin.
Pelaksanaan fidyah dan qadha merupakan rukhshah atau kemudahan terhadap seorang hamba yang tidak mampu melaksanakan peraturan-
peraturan karna adanya hal-hal yang memberatkan. Rukhshah adalah adalah perturan-peraturan yang tidak dilaksanakan karena adanya hal-hal yang
memberatkan dalam menjalankan „azimah. Dengan kata lain, rukhsah ialah
pengecualian hukum- hukum pokok „azimah.
6
Al-Quran menerangkan bahwa kewajiban membayar fidyah hanya bagi orang-orang yang berat menjalankan puasa dengan memberi makan
seorang miskin. Namun yang terjadi di kampung Cibadak bahwa Fidyah itu diperuntukan bukan hanya ibadah puasa saja tetapi untuk ibadah shalat, yang
dalam pelaksanaanya masih memakai tradisi adat yang turun menurun. Sehingga dalam berbagai upacara keagamaan tidak terlepas dari tradisi dan
budaya yang berlaku di masyarakat sekitar. Dari sisi pelaksanaan, fidyah biasanya dilaksanakan pada bulan puasa
atau bulan-bulan setelah dan tentu saja bagi orang-orang yang masih hidup. Berbeda dengan itu pelaksanaan fidyah yang dilaksanakan di Kelurahan
Cibadak Justru dilaksanakan setelah seseorang meninggal dunia sebelum ia di
6
Alaiddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih,Jakarta: RajaGrafindo Persada 2004, h. 54
6
kuburkan atau setelahnya yang dilaksanakan oleh ahli warisnya. Bahkan dalam prosesi pembayaran fidyah tersebut masih memakai tradisi budaya adat
sekitar. Al-
„Alamah Abi Bakri Utsman bin Muhammad Syatha ad-Dimyati al- Bakri dalam kitabnya
“I‟anatu Thalibin Syarah dari Fathul Mu‟in” menjelaskan, “Barang siapa meninggal dan masih berkewajiban shalat, maka
tidak ada qadhanya dan fidyahnya”. Kemudian ulama Syafi‟iyah sepakat memilih kewajiban shalat yang ditinggalkan orang yang mati dan
dilimpahkan bebannya kepada ahli warisnya. Ibnu Burhan menukil dari qaul qadimnya imam Syafi‟I, “ditetapkan bagi wali si mayit supaya menyisipkan
harta peninggalan si mayit untuk membayar shalat yang telah ditinggalkannya seperti halnya puasa. Sedangkan imam Abu Hanifah r.a mengharuskan
melakukan pembayaran fidyah dari shalat yang telah ditinggalkan mayit jika mayitnya berwasiat, dan setelah itu tidak diharuskan mengqadha.
7
Namun permasalahan fidyah sebagai penganti shalat ini menjadi perdebatan, karena baik di al-
Qur‟an maupun hadits tidak secara detail menjelaskan tentang hal ini. Al-quran sendiri hanya memberikan penjelasan
mengenai keringanan-keringanan shalat bagi orang yang mengalami kesulitan melakukan shalat dikarenakan sakit. Sedangkan dalam hadits dijelaskan
tentang adanya pengganti shalat atau mengqadha shalat yang disebabkan karena lalai atau tertidur.
Al-Quran memang menerangkan masalah fidyah, tetapi hanya dalam
7
Al- „Alamah Abi Bakri Utsman bin Muhammad Syatha ad-Dimyati al-Bakri, “I‟anatu
Thalibin Syarah dari Fathul Mu‟in”, Jus I, Bairut, Dar al Kitab al-Ilmiah, t.th, h. 41
7
masalah puasa, ini sebagaimana dalam firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 184:
…
Artinya: “dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya
jika mereka tidak berpuasa membayar fidyah, yaitu: memberi makan seorang miskin.”
Dalam ayat di atas diterangkan bahwa kewajiban membayar fidyah hanya bagi orang-orang yang berat menjalankan puasa dengan memberi
makan seorang miskin. Sedangkan mengenai pembayaran fidyah sebagai pengganti shalat tidak ada keterangan, baik di al-
Qur‟an maupun hadits, sehingga dalam menanggapi permasalahan fidyah shalat sebagian fuqaha
ahli hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan.
Dari beberapa kenyataan di atas, penulis tertarik untuk melihat secara lebih mendalam dan mendasar mengenai fidyah. Penulis akan mengulasnya
dalam kripsi ini dengan judul
“Implementasi Pemikiran Zainuddin Al- Malibarri terhadap Praktik Qadha dan Fidyah Shalat di Masyarakat
Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor ”.