36
mud makanan”.
37
Di dalam kitab fathul muin dijelaskan
، ع فت قت رف اص ع ا ع عفت ا أ ق ف
- عفاش ا ع ا ع ا ا ح ا ا أ ا ب ص أ
، ف ر براقأ عب ع س ا ب عف
Artinya: “Orang yang mati mayyit dan masih memiliki tanggungan
shalat fardhu, maka shalat tersebut tidak bisa di qadha dan tidak bisa dibayarkan fidyah, sebagaimana yang disebutkan
diatas. Namun, dikatakan pula bahwa terdapat ada sebuah pendapat bahwa shalat harus diqadha oleh orang lain, baik
si mayyit berwasiat maupun tidak, berdasarkan pada sebuah hadits. Sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam Ubadi
dari Al-Imam Asy-SyafiI
”.
38
Demikian juga Al-Imam As-Subki melakukan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh Al-Imam Ubadi dari Al-Imam Asy-Syafii kepada
kerabat-kerabatnya yang meninggalkan. Jadi, ketika kerabat Al-Imam As- Subki meninggal, beliau mengqadha shalat yang pernah ditinggalkan oleh
kerabatnya. Menurut sebagian ulama, boleh difidyahkan dengan satu mud bagi setiap waktu shalat fardu.
39
Maksud dari kalimat di atas adalah, jika mengacu pada dalil al- Qur’an
dan hadits jelas, bahwa orang meninggalkan shalat sampai saat kematian datang maka tidak wajib baginya mengqadha dan membayar fidyah
sebagaimana dalam masalah puasa. Karena dalam puasa jelas bahwa orang yang meninggalkan puasa sampai kematiannya datang, maka wajib baginya
membayar fidyah, ini seperti yang telah diterangkan di atas. Tetapi menurut
37
Zainuddin al-Malibary, Fath al-Muin , dicetak pada hamisy I’anah at-Thalibin,Thaha
Putra, Semarang, Juz. II, h. 244.
38
Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari, Fathul Mu’in Bandung: Syirkah al- Ma’arif
Lithof’I Wannasyri , h. 3
39
Ibid. h. 3
37
pendapat yang dapat dipercaya, seperti yang dinukil Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari, diharuskan ahli waris si mayit melaksanakan shalat yang
ditinggalkan mayit mengqadhanya baik itu diwasiatkan oleh mayit ataupun tidak diwasiatkan. Hal senada juga diterangkan dalam kitab “I’anatuth
Thalibin” syarah dari kitab “Fathul Mu’in”:
Artinya: “Faedah : barang siapa yang mati dan dia mempunyai
kewajiban shalat
yang tertinggal,
tidak diharuskan
mengqadha dan tidak pula fidyah baginya, sebab yang demikian itu tidak wajib. Menurut satu qaul pendapat,
sebagaimana banyak pendapat para mujtahid. Yang demikian itu harus mengqadhakan karena ada hadits Bukhari dan
lainnya”.
40
Tetapi ungkapan “ahli warits harus menqadha” tersebut ternyata tidak hukum yang patent,
karena Imam Syafi’I dalam qaul qadimnya fatwanya yang lama mengharuskan bagi walinya supaya menyisihkan harta
peninggalan orang yang telah mati atau mayit untuk shalat yang ditinggalkan seperti halnya puasa
untuk membayar fidyah. Imam Syafi’I mengharuskan ahli waris wali mengeluarkan makanan fidyah sebanyak satu mud untuk
fidyah untuk setiap shalat fardu. Ini seperti yang diungkapkan oleh Abi Bakri Usman bin Muhammad Syatha:
Artinya: Ibnu Burhan mengutip darikaul Qadim imam Syafi’I,
“ditetapkan bagi walinya supaya menyisihkan harta peninggalan
40
Al- „Alamah Abi Bakri Usman bin Muhammad Syatha ad-Dimyati al-Bakri, I’anat ath-
Thalibin Syarah dari Fathul Mu’in, Juz I, Beirut, Dar al-Kitab al-Ilmiah, t.th., hlm. 41.
38
orang yang telah mati atau mayit untuk shalat yang ditinggalkan seperti puasa”.
41
Orang-orang yang dibolehkan oleh Syari’at Islam untuk tidak
berpuasa Ramadhan, dan mereka diwajibkan untuk mengqadha’nya di hari lain di luar bulan Ramadhan,
Mereka yaitu: “Musâfir
42
, orang yang sakit yang masih memiliki harapan untuk sembuh
43
, wanita yang sedang haidh menstruasi, dan nifas
44
”. Sebagaimana Firman Allah SWT:
Artinya: Yaitu dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan lalu ia
berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain
”. {Surat al-Baqarah 2,
Ayat: 184}.
Orang-orang yang dibolehkan oleh Syari’at Islam untuk tidak
berpuasa Ramadhan, dan mereka diwajibkan untuk membayar Fidyah tebusan
Mereka adalah: “Orang-orang yang telah lanjut usia tua, orang- orang yang tidak memiliki harapan lagi untuk sembuh, wanita hamil dan
41
Ibid.
42
Musâfir adalah: Seseorang yang sedang menempuh perjalanan menuju suatu tempat atau orang yang sedang bepergian menuju suatu tempat.
43
Menurut Madzhab Bukhârî, „Athâ’ dan Ahlu Zhâhir: “Sakit apapun bentuknya maka dperbolehkan meninggalkan puasa Ramadhan, dan diwajibkan menqadha’ membayar ataupun
mengganti puasa Ramadhan yang telah dtinggalkannya”. {Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, 180- 181}.
44
Nifas yaitu: Seorang wanita yang sedang melahirkan maupun pasca setelah melahirkan hingga ia wanita yang melahirkan tersebut suci. Mengenai tuntunan aturan Islam
bahwa wanita hamil diharuskan mengqadha’ membayar ataupun mengganti puasa bulan Ramadhan bukan diharuskan membayar fidyah itu diqiyaskan dianalogikan kepada wanita
yang sedang haidh menstruasi.
39
wanita yang sedang menyusui, serta orang-orang yang melakukan pekerjaan yang berat seperti: kuli bangunan, kuli pelabuhan, supir angkutan berat antar
kota dan provinsi, tukang becak, pekerja tambang, cleaning service dan sebagainya”.
Dalam Tafsîr al-Manar karya Syaikh Muhammad „Abduh ditegaskan
bahwa: “Al-ladzîna yuthîqûnahu bermakna: “Orang-orang yang sangat
berat dan sangat sulit menjalankan puasa meskipun jika dipaksakan bisa dilakukan, akan tetapi dengan masyaqqah keadaan berat maupun sukar
yang besar”.
45
Sebagaimana Firman Allah SWT:
Artinya: “….Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya
jika mereka tidak berpuasa membayar Fidyah, yaitu: memberi makan seorang miskin…”. {Q.S: al-Baqarah 2,
Ayat: 184}.
I. Pendapat Ulama Tentang Kadar Fidyah
Mengenai berapa kadar makanan yang diberikan kepada tiap-tiap orang miskin terdapat perbedaan pendapat mengenai berapa kadar makanan
yang harus diberikan kepada orang miskin. Menurut Imam Malik dan Imam asy-
Syafi’i serta para pengikutnya kadar makanan yang harus diberikan kepada orang miskin adalah sebayak
satu mud 0,6875 liter .
46
45
Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Manar, Juz II, h. 126
46
Zurinal z, Amiudin. Fiqih Ibadah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, h. 152
40
Jumhur ulama berijtihad menyamakan kadar jumlah fidyah dengan kifarat, yaitu 1 mud biji gandum makanan pokok seperti beras untuk setiap
hari.
47
Dan kadar 1 mud ini sesuai dengan beberapa riwayat seperti hadis riwayat Imam ad-Daruqutuni:
ا س تس عطت ٌ س
Artinya: Engkau memberi makan enam puluh orang miskin, untuk setiap seorang miskin satu mud.
Dan juga dalam hadis lain yang juga riwayat Imam ad-Daruqutuni disebutkan:
اقف اعاص رشع س ب تأف ا س تس عطأ
Artinya: Maka dibawakan kepada Nabi SAW lima belas sha` kurma, dan Nabi SAW bersabda [kepada lelaki yang bertanya],
berikanlah ini untuk dimakan oleh enam puluh orang miskin.
48
Menurut Dr. Wahbah Az-Zuhaili bahwa bila diukur dengan ukuran zaman sekarang ini, satu mud itu setara dengan 675 gram atau 0,688 liter.
Sedangkan 1 sha „ setara dengan 4 mud . Bila ditimbang, 1 sha„ itu beratnya
kira-kira 2.176 gram. Bila diukur volumenya, 1 sha „ setara dengan 2,75
liter.
49
Kesimpulan diatas berdasarkan hadits riwayat an-Nasai dalam kitabnya as-Sunan al-Kubra IV43 dan at-Thahawi dalam kitabnya Musykil
al-Atsar III141. Begitu juga Ibn al-Qayyim dalam kitabnya ar-Ruh hal. 239. Semuanya berasal dari Ibnu Abbas ra. Hadits tersebut berbunyi :
47
Abu Zakariya Muhyiddin bin Syarf an-Nawawi, Syarh Shahiih Muslim, Jakarta: Darus Sunnah, j.5, h.608.
48
Ibnu Hajar al-`Asqallani, Fath al-Baariy bi Syarh Shahiih al-Bakhaariy, j.4, h. 676.
49
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, jilid I. h. 143
41
ٰ حأ ع حأ ا
ك اكا ع عط اط خ اً
Artinya: “Seseorang tidak dapat menggantikan shalat atau puasa
orang lain, tetapi dia dapat menggantinya berupa fidyah dengan makanan, setiap harinya satu mud ±1 liter gandum.”
50
Hadits ini sanadnya shahih namun mauquf sebab bersandar pada seorang sahabat, Ibnu Abbas R.A
51
Kendati demikian, kita tetap harus menghormati saudara-saudara kita yang membayar fidyah untuk mengganti shalat atau puasa orang yang
meninggal. Karena mereka memiliki landasan dan dalil di atas. Tentu dengan catatan, hadits Ibnu Abbas itu tidak dapat dijadikan dalil kebolehan
meninggalkan shalat tanpa udzur, kemudian diganti fidyah. Dengan adanya saling pengertian ini, maka pintu perpecahan antar kelompok umat Islam
akan semakin tertutup rapat.
50
Ahmad Zubaidi dkk., Menjawab Persoalan Fiqih Ibadah., Jakarta, Al-Mawardi Prima, 2001, hlm. 183
51
Ibnu Abi al- ’Izz al-Hanafi dalam kitabnya Syarh al-„Aqiqoh al-Thahawiyah, editor Dr.
Abdullah bin Abdul Muhsin al- Turki dan Syu’aib al-Arnauth, Dar’Alam al-Kutub, Riyadh,
1418H1997M, cet. Ke-3, h. 664-676.
42
BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG KELURAHAN CIBADAK
KECAMATAN TANAH SAREAL KOTA BOGOR
A. Kondisi Geografi dan Sosial Kultural
1. Lokasi dan Luas Kelurahan Kelurahan Cibadak merupakan salah satu Kelurahan yang terletak di
Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Kelurahan Cibadak terdiri atas satu wilayah, dan Kelurahan Cibadak mempunyai luas wilayah Kelurahan 464-
700 Ha. Untuk tanah asset Pemerintahan Provinsi 2 Ha, kota 2 Ha. Adapun wilayah Kelurahan Cibadak berbatasan :
a. Sebelah Utara : Kelurahan Kayu Manis
b. Sebelah Selatan : Kelurahan Suka Darmai c. Sebelah Barat
: Kelurahan Curug d. Sebelah Timur
: Kelurahan Mekar Wangi 2. Topografi dan Keadaan Alam
Wilayah Kelurahan Cibadak memiliki ketinggian kurang lebih 200003 M di atas permukaan laut, dan Tofografi daratan tinggi.
3. Keadaan Penduduk Jumlah dan perkembangan penduduk di Kelurahan Cibadak pada
tahun 2016 mencapai jumlah penduduk sebanyak 23.218 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga KK sebanyak 6.636 untuk lebih jelas mengenai
jumlah penduduk dapat dilihat dalam tabel berikut.
43
Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kelurahan Cibadak Tahun 2016
No Jenis kelamin
Jumlah penduduk jiwa 1
Laki-laki 11.832
2 Perempuan
11.386 Jumlah
23.218 Sumber monografi Kelurahan Cibadak tahun 2016
4. Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Cibadak sebagian besar
berupa Pedagangwiraswasta mengingat letak dan kondisi Kelurahan yang berdekatan dengan Pusat Kota. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel
berikut : Tabel 1.2.
Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Cibadak tahun 2016 No Mata pencaharian
Jumlah jiwa 1
Karyawan a. PegawaiNegriSipil
b. TNI c. Polri
d.Swasta BUMNBUMD 45
5 10
2671 2
Tani 25
3 Pertukangan
15 4
Wiraswastapedagang 4251
44
5 Pensiunan
203 6
Jasalain-lain 178
Jumlah 9878
5. Pendidikan dan Agama Penduduk Kelurahan Cibadak tingkat pendidikan yang paling
dominan adalah tamatan SD yaitu sebanyak 4.901 jiwa, tamat SMP 3.222 jiwa, tamat SMA 3.812 jiwa, tamat D3 172 jiwa, tamat Sarjana 224 Jiwa.
Agama masyarakat Kelurahan Cibadak adalah muslim, sebagai mana dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel 1.3. Agama Penduduk Kelurahan Cibadak tahun 2016
No Jenis Kelamin
Jumlah jiwa 1
2 3
4 5
Islam Kristen
Katolik Hindu
Budha 20.536
1.414 753
291 224
Jumlah 23.218
6. Keadaan Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya Kehidupan mayoritas masyarakat Kelurahan Cibadak sepenuhnya
menggantungkan potensi wiraswasta, 4251 jiwa penduduknya adalah
45
bermata pencaharian wiraswastapedagang, dapat dikatakan bahwa kondisi social ekonomi masyarakat Kelurahan Cibadak pada umumnya adalah
makmur dan sejahtera. Sedangkan mengenai keadaan social budaya, masyarakat
Kelurahan Cibadak masih kental dengan nuansa gotong royongnya. Dimana hal ini tercermin dengan adanya tradisi sambatan antar warga,
baik yang bertujuan untuk membangun masjid atau untuk orang gawe bahkan untuk biaya orang sakit, untuk orang yang akan melaksanakan
hajat, membangun rumah dan dalam upacara pernikahan masing kental dengan budaya adat set empat.
Sosial budaya masyarakat Kelurahan Cibadak tidak dipengaruhi budaya mereka, kepercayaan terhadap hal-hal yang gaib sudah tidak
relatife tinggi, tidak seperti dahulu mungkin saat ini hanya beberapa orang saja yang masih percaya akan mitos. Mayoritas warga sudah memiliki pola
fikir yang rasional karna saat ini tingkat pendidikan warga sudah lebih baik dan letak geografisnyapun berada di tengah perkotaan. Dalam
penggunaan bahasapun meski letak Kelurahan Cibadak berada di Bogor tapi tidak seluruh warga menggunakan bahasa Sunda, terkecuali warga
pribumi dan orang-orang tua. Bahasa yang sering digunakan sehari-hari adalah bahasa betawi.
B. Peran Ulama Bagi Masyarakat Kelurahan Cibadak
Ulama merupakan elemen yang paling esensial dari suatu masyarakat. Keberadaan seorang ulama dalam lingkungan masyarakat adalah laksana