Kondisi Geografi dan Sosial Kultural

45 bermata pencaharian wiraswastapedagang, dapat dikatakan bahwa kondisi social ekonomi masyarakat Kelurahan Cibadak pada umumnya adalah makmur dan sejahtera. Sedangkan mengenai keadaan social budaya, masyarakat Kelurahan Cibadak masih kental dengan nuansa gotong royongnya. Dimana hal ini tercermin dengan adanya tradisi sambatan antar warga, baik yang bertujuan untuk membangun masjid atau untuk orang gawe bahkan untuk biaya orang sakit, untuk orang yang akan melaksanakan hajat, membangun rumah dan dalam upacara pernikahan masing kental dengan budaya adat set empat. Sosial budaya masyarakat Kelurahan Cibadak tidak dipengaruhi budaya mereka, kepercayaan terhadap hal-hal yang gaib sudah tidak relatife tinggi, tidak seperti dahulu mungkin saat ini hanya beberapa orang saja yang masih percaya akan mitos. Mayoritas warga sudah memiliki pola fikir yang rasional karna saat ini tingkat pendidikan warga sudah lebih baik dan letak geografisnyapun berada di tengah perkotaan. Dalam penggunaan bahasapun meski letak Kelurahan Cibadak berada di Bogor tapi tidak seluruh warga menggunakan bahasa Sunda, terkecuali warga pribumi dan orang-orang tua. Bahasa yang sering digunakan sehari-hari adalah bahasa betawi.

B. Peran Ulama Bagi Masyarakat Kelurahan Cibadak

Ulama merupakan elemen yang paling esensial dari suatu masyarakat. Keberadaan seorang ulama dalam lingkungan masyarakat adalah laksana 46 jantung dalam kehidupan manusia. Begitu urgen dan esensialnya seorang ulama. Secara ideal seorang ulama diharapkan sebagai figure panutan serta tokoh sentral dalam masyarakatnya, sebab di bahu merekalah terletak cita-cita dan eksistensi umat. Kelompok ulama saat ini merupakan kelompok elit di masyarakat, dalam kehidupan utama di pedesaan memiliki cultural dengan karekretistik tersendiri, yang selama ini kedudukan mereka dikukuhkan oleh tradisi social dan keyakinan budaya setempat. Dalam masyarakat Cibadak bahwa peran ulamanya sangat tinggi dan lingkungannya agamis, sebab dalam setiap wilayah ini ulamaya banyak melakukan kegiatan-kegiatan seperti pengajian, majlis taklim, dan lain-lain. Sehingga permasalahan-permasalahan kehidupan agama cukup kondusif dan tidak ada permasalahan yang merugikan orang lain. Terbukti Kelurahan Cibadak dapat menjadi juara dalam MTQ Tingkat kecamatan Tanah Sareal. 1 Dalam semua aspek kehidupan masyarakat Cibadak itu tidak terlepas dari peran ulama setempat. Ulama-ulama di Kelurahan Cibadak selalu berupaya agar lingkungan Cibadak meski sudah modern tetapi nilai agama islam masih tetap terjaga. Mulai dari kalangan kanak-kanak sampai orang tua di Cibadak masih teradapat pengkajian ilmu Agama. Kelurahan Cibadak memiliki pendidikan Agama Formal dan Non formal, seperti Madrastah dan Pesantren.Ruang lingkup pesantren ini tidak 1 Wawancara langsung dengan kepalaKelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor yaitu UaySutiawan pada 29 Maret 2016 pukul 10.00 WIB. 47 hanya sekedar kalangan warga Cibadak saja tetapi sudah meluas diluar dari lingkup warga Cibadak.

C. Kedudukan Kitab Kuning dalam Pengkajian dan Fatwa Ulama di

Cibadak Semenjak abad pertengahan, kitab kuning memiliki posisi yang penting dalam perjalanan sejarah hukum Islam. Ketika umat Islam mulai merasa “asing” dengan aktifitas ijtihad, maka kitab kuning kemudian segera menempati pisisi yang vital dan “sedikit” menggeser posisi al-Qur’an dan al- Sunna sebagai rujukan utama dalam setiap upaya pemecahan kasus hukum. Umat Islam lebih suka langsung merujuk kepada “ajaran instan” kitab kuning ketimbang repot-repot masih harus memahami al- Qur’an dan al-Sunna. Kemunculan dan perkembangan mazhab fiqh, diakui atau tidak, tidak bisa lepas dari keberadaan kitab kuning. Sebab, ia telah mendokumentasikan pemikiran yang terus berkembang dalam mazhab fiqh. Maka, merebaknya tradisi ikhtisār, sharh dan hāshia, 2 terutama pada abad pertengahan ketika aktivitas ijtihad mulai tera sa “asing”, merupakan konsekuensi logis dari posisi vital tadi. Khusus dalam bidang fiqh, kitab kuning identik dengan kitab-kitab fiqh bermaz hab Shāfi„ī. Persoalan mengapa hanya bermazhab Shāfi„ī, itu berkait erat dengan proses kedatangan Islam ke Indonesia. Semenjak abad- abad awal Hijriyah atau abad ke-7 dan ke-8, para pedangang dan kaum sufi 2 Nurcholis Madjid, “Tradisi Syarh dan Hasyiah dalam Fiqh Islam dan Masalah Stagnasi Pemikiran”, dalam M. Wahyuni Nafis ed., Kontekstualisasi Ajaran Islam dalam Sejarah, ctk. 1 Jakarta: Paramadina, 1995, hlm. 314. 48 dari Arab dan Persia datang berdagang dan menyebarkan agama Islam mula- mula di Pasai, wilayah pesisir utara pulau Sumatera. Bahkan, mereka dilaporkan melakukan perkawinan dengan perempuan lokal, sehingga membentuk sebuah komunitas Muslim Indo-Arab. 3 Dengan demikian, dikarenakan Mayoritas masyarakat Cibadak adalah bermazhab Syafi’I, maka sudah tidak dipungkiri lagi Ulama di Kelurahan Cibadak memakai kitab kuning sebagai sebuah rujukan dalam muamalah dan rujukan untuk fatwa-fatwa Ulama. Namun tidak dipungkiri ada juga ulama yang mengajar dengan memakai kitab terjemah. Bagi ulama yang keluaran pondok pesantren pasti memakai kitab kuning sebagai rujukan atau referensi dalam mengajarnya, karena untuk mengharapkan barokah dan keutamaan dalam mengajarnya. Adapun kitab-kitab kuning yang dijadikan rujukan ulama Cibadak adalah: 1. Kitab fathul Mu’in 2. Kitab Kasyifah syarah dari kitab Safinatunnajah 3. Kitab Busyrokarim 4. Kitab Riyadul Bari’ah 5. Kitab Sulamun najad 6. Kitab SulamunTaufik 3 AzyumazdiAzra, JaringanUlamaTimur Tengah danKepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: MelacakAkar-akarPembaruanPemikiran Islam di Indonesia,ctk. IV Bandung: Mizan, 1998, hlm. 26-27