TRITON Validasi Data Asimilasi GFDL

110 Gambar 29 Pola melintang di sepanjang ekuatorial Samudera Hindia dan Pasifik pada 5°LS-5°LU dari rata-rata anomali parameter a angin zonal ketinggian 10 m ms, b SPL °C dan c kedalaman lapisan tercampur m pada fase positif biru yaitu pada waktu nilai koefisien ekspansi Mode ke-1 EOF diatas satu kali simpangan baku positifnya dan fase negatif merah dibawah satu kali simpangan baku negatifnya. Satuan bujur dari 0-360. Begitu pula yang terjadi di ekuatorial Samudera Hindia dimana pada fase positif lebih besar kontribusinya dalam membentuk kolam air hangat di sebelah barat ekuatorial Samudera Hindia dibandingkan pada fase negatif. Pada fase negatif, variabilitas kedalaman lapisan tercampur sangat besar dipengaruhi oleh 111 angin meridional dari aktititas Muson, sementara itu pada fase positif meskipun angin meridional sangat besar berpengaruh tetapi angin zonal sangat berperan dalam mengumpulkan massa air hangat di sebelah barat ekuatorial Samudera Hindia. Hasil dari analisis EOF pada Mode ke-1 data SPL dari data asimilasi GFDL pada cakupan lokasi penelitian di wilayah perairan Asia Tenggara telah dapat menangkap sinyal dominan secara spasial dan temporal variabilitas dari parameter laut-atmosfer di Samudera Hindia dan Pasifik yang dipengaruhi oleh regim Muson dengan siklus satu tahunan. Proses dinamika laut-atmosfer lebih besar dipengaruhi oleh angin meridional dari atifitas Muson yang dibangkitkan oleh pergerakan semu matahari dan perbedaan paparan antara daratan dan lautan. Posisi simetris dan asimetris anomali SPL pada fase positif maupun negatif antara BBU dan BBS di perairan Samudera Hindia, perairan Asia Tenggara dan Samudera Pasifik sangat dominan menentukan keseimbangan bahang di laut dan atmosfer yang akan mengontrol pergeseran sinyal Muson, DM dan ENSO pada Mode berikutnya dari analisis EOF. Meskipun kecepatan angin zonal sangat kecil dibandingkan dengan angin meridional, tetapi sangat berperan dalam mengumpulkan massa air hangat di sebelah barat ekuatorial Samudera Hindia seiring dengan melemahnya Sirkulasi Walker dan di Samudera Pasifik seiring dengan menguatnya Sirkulasi Walker. Variabilitas laut-atmosfer yang terjadi di perairan Asia Tenggara pada Mode ke-1 hasil analisis EOF data SPL dari data asimilasi GFDL ini untuk selanjutnya akan diberi nama fase “Asimetris Muson perairan Asia Tenggara AMAT ”.

4.2.1.1 Dinamika Laut-Atmosfer Fase Positif

Variabilitas laut-atmosfer pada fase positif Mode ke-1 EOF dari hasil interaksi antara Muson, DM dan ENSO sangat kuat didominasi oleh Muson. Sirkulasi Walker di Samudera Hindia dan Pasifik cenderung dalam kondisi normal. Aktifitas Muson diperankan oleh Angin Muson Tenggara di BBS dan Angin Muson Timur Laut di BBU Gambar 30a dengan kecepatan yang tinggi berada di BBU maksimum sebesar 8 ms. Puncak fase positif terjadi pada bulan Juli yang cenderung ditentukan oleh posisi semu matahari. Pola anomali arus 112 permukaan laut cenderung mengikuti pola anomali angin di atas permukaan laut di perairan selatan Jawa, barat Sumatera, Laut Jawa, Selat Karimata dan Laut Cina Selatan, sedangkan di sebelah timur ekuatorial Samudera Hindia arus kuat dari Arus Ekuatorial Utara mendominasi dengan kecepatan mencapai 0.4 ms dan di Samudera Pasifik didominasi dengan masuknya Arus Balik New Guinea dan Arus Balik Ekuatorial Utara dengan kecepatan berkisar antara 0.1-0.2 ms Gambar 30b. Gambar 30 Sebaran horizontal a rata-rata anomali angin ketinggian 10 m ms dan b rata-rata anomali arus kedalaman 5 m ms pada fase positif Mode ke-1 EOF.