Tujuan Penelitian Variability of Sea Surface Temperature and its Interelationships with The Monsoon, Dipole Mode (DM) and El Nino Southern Oscillation (ENSO) in the Southeast Asia and its Surrounding Waters

Biennial Oscillation TBO terhadap DM dan interaksinya dengan Muson dan ENSO. Sampai dengan saat ini, pemicu terjadinya DM masih menjadi perdebatan diantara para peneliti. Pemicu dan mekanisme kerja proses dinamika DM belum seutuhnya terungkap dengan jelas dan dapat diterima oleh para peneliti. Fischer et al. 2005 mengemukakan bahwa pada musim semi terdapat dua pemicu DM yang berbeda. Pertama adalah anomali sirkulasi Hadley di atas perairan sebelah timur ekuatorial Samudera Hindia dan di atas perairan Asia Tenggara dimana Angin Pasat Tenggara masuk dari BBS sebelum waktunya. Kondisi ini mengakibatkan penurunan SPL dengan cepat di perairan sebelah tenggara Samudera Hindia dan menyebabkan keterlambatan datangnya angin musim panas Australia. Pemicu kedua adalah pergeseran zona konveksi arah zonal dari sirkulasi Walker pada saat terjadi El Nino. Pemicu pertama terjadi pada fase positif DM tahun 1994, dimana tidak terjadi El Nino di Samudera Pasifik. Pemicu pertama terjadi tanpa melibatkan ENSO dan pemicu kedua merupakan fase DM yang berinteraksi dengan ENSO di Samudera Hindia. Hasil penelitian ini diperoleh dari analisis luaran model gabungan iklim yang dijalankan untuk mensimulasikan kondisi Samudera Hindia dan Pasifik selama 200 tahun untuk mengetahui interelasi antara DM dan ENSO. Sedikit berbeda dengan Fischer et al. 2005, Francis et al. 2007 menemukan bahwa pemicu terjadinya DM karena adanya siklon kecil di Teluk Bengal antara bulan April-Mei. Semua fase positif DM selama periode 1958- 2003, minimal terdapat satu siklon kecil di Teluk Bengal. Siklon ini akan memperkuat gradien tekanan meridional di sebelah timur Samudera Hindia, sehingga angin dari tenggara Samudera Hindia berhembus ke arah Teluk Bengal seiring dengan peningkatan upwelling di sepanjang pesisir barat Sumatera. Angin di Teluk Bengal kemudian naik ke lapisan atas dan bergerak kembali menuju pantai barat Sumatera dan turun menekan zona konveksi dan uap air menjadi daerah divergen di atas permukaan laut. Francis et al. 2007 berpendapat bahwa kondisi ini mengakibatkan suhu udara dan SPL di pesisir barat Sumatera menjadi turun dengan cepat dan semakin turun akibat dari hembusan angin dingin dari tenggara Samudera Hindia, sehingga daerah ini memiliki tekanan udara tinggi. Tekanan udara tinggi ini mengakibatkan angin berhembus ke arah barat di sepanjang ekuator Samudera Hindia dan mengakibatkan angin baratan dari Afrika melemah. Kekuatan angin timur semakin meningkat dan mendorong massa air hangat di sepanjang ekuator bergerak ke arah barat. Massa air hangat ini kemudian menumpuk di sebelah barat ekuatorial Samudera Hindia dan membentuk daerah convergen kuat dan memicu terjadinya zona konveksi yang meningkatkan kandungan uap air di atasnya, sehingga anomali curah hujan terjadi di sepanjang pantai timur Afrika. Penelitian mengenai pemicu terjadinya DM, sampai dengan saat ini masih terus dilakukan. Masih terdapat perdebatan mengenai teori pemicu DM dan proses dinamika interaksi laut-atmosfer yang menyertainya. Jika dikelompokan, teori pemicu DM yang berkembang dibagi menjadi dua yaitu pertama, DM dipicu dari anomali yang berada di Samudera Hindia dan yang kedua, pemicunya berasal dari sistem di luar Samudera Hindia seperti ENSO, MJO dan TBO. Wilayah Asia Tenggara memiliki keunikan tersendiri Webster, 1987; Fein dan Stephens, 1987; Mori et al., 2004; Chang, 2005; Neelin, 2007, dimana interaksi yang terjadi tidak hanya laut-atmosfer saja, tapi perlu mempertimbangkan interaksi antara darat, laut dan atmosfer. Karakter daratan yang lebih mudah menyerap bahang dan melepas bahang berinteraksi dengan karakter lautan yang lambat menyerap bahang dan lama menyimpan bahang, memiliki dinamika tersendiri jika berinteraksi dengan atmosfer di atasnya Chang, 2005. Variabilitas keseimbangan bahang antara darat-laut-atmosfer yang besar akan berakibat pola sirkulasi udara horizontal maupun vertikal pada arah zonal maupun meridional di atas perairan Asia Tenggara menjadi lebih kompleks. Daerah konvergen dan divergen maupun konveksi di perairan Asia Tenggara selalu berubah setiap saat akibat dari perbedaan pemanasan di lautan yang dikelilingi oleh pulau-pulau maupun perbedaan pemanasan antara lautan dan daratan dengan pola topografi yang beragam Mori et al., 2004. Seperti halnya Muson di wilayah Asia Tenggara yang berada di ekuator dimana Indonesia menjadi zona transisi pembelokan arah angin dan pemicu DM yang dimulai dengan adanya anomali angin timur di perairan sebelah selatan pantai barat Sumatera Webster et al., 1999, maka sangat memungkinkan sekali pemicu awal terjadinya DM bersumber dari perairan Indonesia yang memiliki dinamika darat-laut-atmosfer yang besar dan kuat