Chang, 2005. Begitu pula ENSO, dimana diketahui sebelumnya bahwa terdapat anomali angin baratan di atas perairan sebelah timur perairan Indonesia sebelum
terjadinya ENSO Philander, 1990 membuka kemungkinan bahwa pemicu ENSO juga bersumber dari dinamika darat-laut-atmosfer di wilayah Asia Tenggara dan
sekitarnya.
2.3 El Nino Southern Oscillation
Penelitian mengenai ENSO telah lama dilakukan dan meningkat dengan pesat seiring dengan berkembangnya teknologi observasi laut-atmosfer. Sarana
pengamatan laut-atmosfer di Samudera Pasifik melalui kerjasama internasional semakin bertambah dengan banyaknya hasil penelitian mengenai ENSO dan
dinamikanya. Proses mekanisme kerjanya sudah mulai teridentifikasi secara mendetail seiring dengan berkembangnya teknologi pemodelan. Pada saat ini,
fenomena ENSO tidak saja hanya dikenal sebagai salah satu fenomena di Samudera Pasifik dimana kolam air hangat yang biasanya berada di sebelah barat
ekuatorial Samudera Pasifik, karena Angin Pasat Tenggara dan Timur Laut mengalami anomali kemudian bergerak ke arah timur di sepanjang ekuatorial
Samudera Pasifik dan menimbulkan dampak iklim yang luas McPhaden et al., 1998; Neelin et al., 1998; Wallace et al., 1998.
Penelitian untuk memprediksi ENSO sampai saat ini masih terus dilakukan, tetapi misteri penyebab terjadinya El Nino masih belum seutuhnya terungkap.
Pengamatan melalui observasi laut-atmosfer dengan menggunakan buoy TOGATAO Tropical Ocean-Global AtmophericTropical Atmosphere-Ocean
dari Pacific Marine Environmental Laboratory PMEL NOAA dan buoy TRITON Triangle Trans-Ocean Buoy Network dari Japan Marine and Earth
Science Tecnology Center JAMSTEC di sepanjang equatorial Samudera Pasifik masih berjalan secara intensif, bahkan pemasangan buoy TRITON di sebelah barat
Samudera Pasifik telah mencapai perairan utara Papua Barat. Tujuan pemasangan tersebut adalah memperluas sarana observasi laut-atmosfer untuk mengkaji lebih
mendalam pemicu terjadinya El Nino Kuroda, 2001. Hasil dari beberapa penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa ada
keterkaitan antara terjadinya gangguan angin baratan westerly wind bursts di
perairan barat dan tengah ekuatorial sebelah Samudera Pasifik sebelum datangnya El Nino Latif et al., 1988; Perigaud dan Cassou, 2000; Lengaigne et al., 2004.
Kecepatan angin tersebut melebihi 7 ms dengan durasi antara 5-20 hari Harison dan Vecchi, 1997 dan terjadi rata-rata sekitar 3 kali pada tahun-tahun terjadinya
El Nino Verbickas, 1998. Gangguan angin baratan ini juga berkaitan dengan fenomena atmosfer termasuk terjadinya siklon tropis dan siklon tropis kembar
Keen, 1982. Gangguan angin baratan ini telah diamati dengan menggunakan data observasi selama 50 tahun dan hasilnya secara signifikan berasosiasi dengan
awal kedatangan El Nino McPhaden, 2004. Sampai dengan tahap penelitian ini, pemicu terjadinya El Nino masih
diyakini berasal dari faktor luar yaitu adanya gangguan angin baratan yang memperkuat dan menekan downwelling rambatan Gelombang Kelvin ke arah
timur di sepanjang ekuatorial Samudera Pasifik dimana angin baratan ini merupakan hasil dari interaksi laut-atmosfer yang secara detail belum diketahui
penyebab kemunculannya. Eisenman et al. 2005 merubah paradigma sebelumnya teori mengenai pemicu terjadinya El Nino dengan mengemukakan
bahwa gangguan angin baratan ini bukan sebagai pemicu terjadinya El Nino, tetapi merupakan hasil interaksi laut-atmosfer yang dimodulasi dari proses
dinamika El Nino itu sendiri. Faktor eksternal adanya gangguan angin baratan bukan dari proses laut-atmosfer lainnya tetapi merupakan bagian dari proses
dinamika El Nino itu sendiri yang memperkuat proses awal El Nino sampai dengan terjadi El Nino kuat. Kesimpulan ini didapat dari penelitiannya
menggunakan data observasi, citra satelit dan model gabungan coupled model laut-atmosfer Cane-Zebiak dengan menerapkan skenario model dengan dan tanpa
adanya gangguan angin baratan. Sampai dengan akhir 2010, teori mengenai pemicu datangnya El Nino
masih bertahan pada kedua teori tersebut yaitu adanya gangguan angin baratan dan hasil proses internal dari dinamika El Nino itu sendiri berupa modulasi kolam
air hangat yang mempengaruhi proses dinamika laut-atmosfer. Proses dinamika ENSO itu sendiri yang berkembang pada saat ini adalah beberapa teori yaitu
ENSO Oscillator dimulai oleh Bjerknes 1969 dengan hipotesa adanya interaksi laut-atmosfer berupa positive feedback yang mengakibatkan terjadinya anomali
SPL di sebelah timur ekuatorial Samudera Pasifik pada saat terjadi El Nino. Anomali SPL ini mengharuskan kembali ke kondisi normal oleh adanya negative
feedback dengan beberapa teori yaitu pertama, delayed oscillator Suarez dan Schopf, 1988 berupa terbentuknya Gelombang Rossby dari pemantulan
Gelombang Kelvin di sebelah timur ekuatorial Samudera Pasifik. Kedua, recharge oscillator Jin, 1997 dengan adanya penambahan transpor Sverdrup pada fase
negative feedback. Ketiga, western Pacific oscillator Weisberg dan Wang, 1997 berupa proses interaksi laut-atmosfer dengan terbentuknya siklon di utara dan
selatan ekuator sebelah barat Samudera Pasifik bersamaan dengan terbentuknya angin baratan di tengah Samudera Pasifik pada fase positive feedback dan
terbentuknya anti siklon memicu terjadinya angin timuran yang melemahkan energi Gelombang Kelvin ke arah timur pada fase negative feedback. Keempat,
advective-reflective oscillator Picaut et al., 1997 yaitu terdapat zona konvergen arus ke arah timur barat di tepian sebelah timur barat dari kolom air hangat
pada fase positive negative feedback yang berasosiasi dengan Southern Oscillation Index SOI. Teori terakhir dari ENSO oscillator adalah unified
oscillator Picaut et al., 2002 merupakan gabungan mekanisme dari keempat teori tersebut di atas.
Wang dan Picaut 2004 kemudian mengklasifikasikan hasil penelti lain mengenai teori dinamika ENSO kedalam beberapa kelompok yaitu pertama, Slow
Sea Surface TemperatureSTT Mode dimana dari hasil interaksi laut-atmosfer terjadi ketidakstabilan yang mengakibatkan gerakan perlahan massa air hangat ke
arah timur barat pada saat terjadi El Nino La Nina tanpa melibatkan dinamika gelombang Samudera. Kedua, a stable mode triggered by stochastic forcing yaitu
massa air hangat di sebelah barat ekuatorial Samudera Pasifik berada dalam kondisi stabil kemudian muncul gangguan dari luar sistem yang memicu
terjadinya El Nino pada fase positive feedback. Fase negative feedback dibutuhkan untuk mengembalikan posisi kolam air hangat ke tempat semula sampai mencapai
kondisi stabil dengan menyertakan kemungkinan salah satu atau beberapa proses dari teori delayed oscillator, recharge oscillator, western Pacific oscillator dan
advective-reflective oscillator. Teori ini berperan dalam menjawab ketidak- teraturan siklus ENSO yang bervariasi dengan periode antara 4-7 tahun.
Penelitian terakhir telah teridentifikasi terdapat dua tipe yang berbeda dari variabilitas antar tahunan SPL di ekuatorial Samudera Pasifik yang berkaitan
dengan fenomena ENSO Larkin dan Harrison, 2005a; Yu dan Kao, 2007; Ashok et al., 2007; Kao dan Yu, 2009; Kug et al., 2009. Salah satu diantaranya adalah
anomali kolam air hangat yang terpusat di sebelah timur ekuatorial Samudera Pasifk dimana tipe ini adalah tipe El Nino tradisionalkonvensional atau sering
pula disebut Canonical El Nino Rasmusson dan Carpenter, 1982; Philander, 1990; Wallace et al., 1998; Sarachik dan Cane, 2010. Tipe yang kedua adalah
anomali kolam air hangat yang terpusat di tengah ekuatorial Samudera Pasifik sedikit ke barat kurang lebih pada 180°BT atau 180°BB. Pemberian nama untuk
tipe El Nino kedua berbeda-beda karena secara terminologi belum terdapat kesepakatan pemberian istilah untuk El Nino Tipe-2, tetapi secara definitif
memiliki arti yang sama yaitu anomali kolam air hangat yang berada di tengah ekuatorial Samudera Pasifik.
Larkin dan Harrison 2005a memberi nama tipe EL Nino kedua ini dengan sebutan Dateline El Nino karena anomali maksimum SPL berada di dekat
International Dateline 180°BT atau 180°BB. Diberikan nama baru karena tipe El Nino ini berbeda dengan El Nino konvensional dimana dampak yang dirasakan
di Amerika Larkin dan Harrison, 2005a dan di dunia berbeda Larkin dan Harrison, 2005b. Ketika kolam air hangat berada di sekitar internasional dateline,
terjadi dampak yang berbeda antara El Nino konvensional dengan El Nino Dateline dimana pada bulan September-Oktober-November SON umumnya
terjadi peningkatan suhu diatas normal di BBU, sedangkan pada bulan Desember sampai Februari DJF umumnya terjadi peningkatan suhu di sebelah utara Benua
Amerika dan penurunan suhu di sebelah utara Benua Asia dan Eropa dibandingkan dengan El Nino konvensional Gambar 6. Pendefinisian El Nino
dan La Nina NOAA, 2003 oleh National Oceanic and Atmospheric Administration NOAA dengan menggunakan indeks Nino3.4 anomali SPL
pada petak 170°BB-120°BB, 5°LS-5°LU yang telah diadopsi oleh World Meteorological Organization wilayah IV WMO region IV dimana jika nilai
anomali positif negatif SPL pada Nino3.4 sebesar 0.5°C selama 3 bulan berturut-turut disebut sebagai El Nino La Nina, akan menjadi tidak efektif
dengan adanya El Nino Dateline. Oleh karena itu, Larkin dan Harrison 2005a agar dilakukan pendefinisian baru mengenai El Nino dan La Nina dengan
memperbaharui indeks-indeks El Nino di Samudera Pasifik untuk mendeteksi fase El Nino Dateline.
Gambar 6 Komposit anomali suhu udara permukaan °C, diadaptasi dari
Larkin dan Harrison 2005b. Kolom kiri adalah El Nino konvensional dan kolom kanan adalah El Nino Dateline. Baris atas
pada bulan September-Oktober-November dan baris bawah pada bulan Desember-Januari-Februari.Kotak-kotak memperlihatkan
rata-rata suhu udara grid dengan 80 diatas selang kepercayaan dan garis diagonal dibawahnya. Jumlah data dibawah empat
dibiarkan kosong.
Ashok et al. 2007 menemukan pola spasial anomali SPL dengan siklus antar tahunan melalui analisis EOF pada Mode kedua EOF dengan keragaman
sebesar 12 Gambar 7b. Anomali positif SPL ditemukan terpusat di tengah ekuatorial Samudera Pasifik dimana kolam air hangat berada. Tipe kedua El Nino
ini diberi nama El Nino “Modoki” atau disebut pula Pseudo El Nino yang artinya
El Nino semu. Setelah ditemukan tipe El Nino ini, Ashok et al. 2007 membangun sebuah indeks baru untuk mendeteksi kedatangan tipe El Nino
Modoki dan diberi nama El Nino Modoki Index EMI. Indeks ini dibangun dari rata-rata anomali SPL di tengah ekuatorial Samudera Pasifik 165°BT-140°BB,
10°LS-10°LU dikurangi setengah dari anomali SPL di sebelah barat 125°BT- 145°BT, 10°LS-20°LU dan di sebelah timur 110°BB-70°BB, 15°LS-5°LU