fungsi sosial menunjuk pada dampak partisipatif, kebersamaan yang diperoleh dari suatu pertumbuhan ekonomi. Jaringan sosial seperti itu sajalah yang disebut
sebagai kapital sosial. Jadi, jaringan teroris, narkoba dan perampok, biarpun mendatangkan untung bagi mereka yang masuk dalam jaringan tersebut, tetap
merupakan ancaman bagi masyarakat secara keseluruhan, sehingga jaringan seperti itu bukan merupakan kapital sosial
2.5. Norma Share Value
Hasbullah 2006, mengartikan norma sebagai sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial
tertentu. Norma-norma sosial akan sangat perperan dalam mengontrol bentuk- bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Norma-norma tersebut biasanya
terinstitusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya.
Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tetapi dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam
konteks hubungan sosial. Lawang 2004, mengatakan norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan
dan kepercayaan. Kalau struktur jaringan itu terbentuk karena pertukaran sosial yang terjadi antara dua orang atau lebih, sifat norma kurang lebih sebagai berikut:
1. Norma itu muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan, artinya kalau
pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak saja, pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu, norma yang
muncul disini, bukan sekali jadi melalui satu pertukaran saja. Norma muncul karena beberapa kali pertukaran yang saling menguntungkan dan ini dipegang
terus menerus menjadi sebuah kewajiban sosial yang harus dipelihara. 2.
Norma bersifat resiprokal, artinya isi norma menyangkut hak dan kewajiban kedua belah pihak yang dapat menjamin keuntungan yang diperoleh dari suatu
kegiatan tertentu. Orang yang melanggar norma ini yang berdampak pada berkurangnya keuntungan di kedua belah pihak, akan diberi sanksi negatif
yang sangat keras.
3. Jaringan yang terbina lama dan menjamin keuntungan kedua belah pihak
secara merata, akan memunculkan norma keadilan, dan akan melanggar prinsip keadilan akan dikenakan sanksi yang keras juga.
2.6. Modal Sosial dan Kesejahteraan Rumah Tangga
Modal sosial berperan secara signifikan dalam berbagai aktivitas ekonomi rumah tangga, aktivitas produksi di bidang pertanian, pendapatan perkapita rumah
tangga, ketersediaan lapangan kerja dan proses jual beli serta aktivitas sosial yang meliputi kegiatan kolektif pengawasan hutan, pengelolaan air tanah maupun
peningkatan kesehatan anak. Penelitian mengenai peran modal sosial terhadap kesejahteraan rumah
tangga di Indonesia telah dilakukan pertama kali oleh Grootaert 1999 di tiga provinsi, yaitu Jambi, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur. Penelitian tersebut
menganalisis modal sosial pada tingkat mikro individual, rumah tangga dan meso komunitas. Batasan yang digunakan mencakup asosiasi horisontal dan
vertikal yang ditujukan untuk menginvestigasi secara empiris hubungan antara modal sosial, kesejahteraan rumah tangga dan kemiskinan khusus untuk kasus di
Indonesia, selain itu Grootaert juga memperbandingkan antara peran modal manusia dan modal sosial dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rumah
tangga. Analisis yang digunakan adalah analisis peubah ganda multivariate untuk mengetahui peran institusi lokal dalam kesejahteraan rumah tangga dan
kemiskinan serta akses terhadap sumber permodalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran modal sosial dalam peningkatan kesejahteraan rumah
tangga hampir sama dengan peran sumberdaya manusia, dan juga terdapat korelasi positif antara modal sosial dengan kesejahteraan rumah tangga. Rumah
tangga dengan modal sosial yang tinggi memiliki pengeluaran perkapita lebih tinggi, memiliki aset dan tabungan lebih banyak dan akses kepada kredit yang
lebih baik. Dalam penelitian tersebut determinan modal sosial masih terbatas pada jaringan kerja saja meliputi kepadatan keanggotaan dalam organisasi,
heterogenitas, partisipasi, kehadiran dalam kegiatan kelompok dan orientasi individu.
Kirwen dan Pierce 2002 meneliti peran modal sosial khususnya rasa percaya di wilayah konflik dimaluku. Penelitian tersebut ditujukan untuk
mengetahui upaya membangun kembali rasa saling percaya antara masyarakat pasca konflik. Rasa percaya ternyata dapat dibangun melalui mediasi pihak ketiga
dan penyediaan ruang-ruang publik untuk melakukan aktivitas bersama. Namun hal yang terpenting adalah penciptaan pengelolaan pemerintahan yang lebih
demokratis dan transparan serta memiliki akuntabilitas yang tinggi. Miguel
et al. 2002 juga melakukan penelitian modal sosial di Indonesia dengan penekanan pada industrialisasi. Penelitian tersebut menguji dampak
industrialisasi pada modal sosial selama kurun waktu 1985 hingg1997. modal sosial diukur berdasarkan aktivitas organisasi sukarela, tingkat rasa percaya,
kerjasama informal atau outcome keluarga. Data yang dianalisis berasal dari BPS meliputi data PODES, SUSENAS dan SUPAS. Pengertian modal sosial
ditekankan pada modal sosial informal proporsi pengeluaran perkapita untuk aktivitas sosial dan keagamaan dan persentase aturan adat yang masih ditaati,
sedangkan hasilnya outcome meliputi indikator tempat tinggal dan tingkat penceraian. Semakin tinggi pengeluaran perkapita untuk aktivitas sosial dan
keagamaan berarti semakin kuat hubungan antar individu tersebut. Penekanan khusus diberikan pada masalah migrasi penduduk yang sering kali menghambat
upaya penguatan modal sosial. Dua model yang dibangun dibedakan atas model statik dan model dinamis. Model statik tidak mempertimbangkan faktor migrasi
sedangkan model dinamik sebaliknya, mempertimbangkan faktor migrasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa modal sosial ternyata tidak berkaitan dengan
industrialisasi sehingga tidak dapat dinyatakan bahwa industrialisasi akan menguatkan atau melemahkan modal sosial.
Keterkaitan modal sosial masyarakat dengan kesehatan dianalisis oleh Miller et al. 2003. Penelitian tersebut membandingkan keterkaitan antara modal
sosial dan modal manusia dengan kesehatannya. Data yang digunakan adalah family life survei tahun 1993 dan 1997 FLS1 dan FLS2 yang mencakup data
demografi, pendidikan, kesehatan dan tingkat informasi masyarakat di 27 provinsi di Indonesia. Human capital diukur dari tingkat pendidikan sedangkan modal
sosial diukur dari jumlah katagori organisasi masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial berhubungan secara positif dengan kesehatan
fisik dan mental, sedangkan human capital berhubungan hanya dengan beberapa
kesehatan mental. Kesehatan mental mencakup kesedihan, insomnia, kegelisahan dan sifat tempramental.
Penelitian Brata 2004, lebih menekankan pada keterkaitan antara modal sosial dan kredit perdesaan di Yogyakarta. Penelitian tersebut dilakukan di Dukuh
Sanden, Prambanan, Yogyakarta dan menyimpulkan bahwa modal sosial memberi dampak yang berbeda-beda terhadap tipe kredit pedesaan yang dapat diakses oleh
setiap individu. Aspek modal sosial yang diamati meliputi kepadatan organisasi jumlah keanggotaan, kehadiran dalam rapat dan partisipasi dalam pengambilan
keputusan. Kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok berpengaruh positif terhadap jumlah kredit formal yang diperoleh, sedangkan kepadatan organisasi
berpengaruh negatif. Selain itu, elit pedesaan memiliki akses yang lebih besar terhadap kredit formal. Penelitian ini bersifat sangat situasional karena tidak
mempertimbangkan variabel karakteristik wilayah. Selain itu penggunaan OLS untuk menganalisis dampak sosial tidak mempertimbangkan kemungkinan adanya
keterkaitan yang erat antara jumlah dan tipe kredit yang dipinjam dengan tingkat modal sosial seseorang sifat endogeneity
III. METODOLOGI PENELITIAN