pihak luar terlibat di satu desa
untuk membantu masyarakat dalam
membangun rumah dan pemulihan ekonomi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Aceh Besar terletak di paling ujung NAD, sebelah utara, barat dan selatan berbatasan langsung dengan laut lepas. Karena letak geografis tersebut,
maka kerusakan yang ditimbulkan tsunami di daerah ini sangat parah. Sebelas kecamatan dari dua puluh dua kecamatan yang ada termasuk dalam katagori
rusak Tabel 4. Katagori kerusakan dilihat dari adanya sejumlah desa yang rusak, baik rusak sedang maupun rusak berat. Sedangkan kecamatan-
kecamatan yang tidak rusak letaknya bukan di wilayah yang berbatasan langsung dengan laut.
Tabel 4. Keadaan Umum Kabupaten Aceh Besar dengan Jumlah Desa dan Katagori Kerusakannya.
Katagori Kerusakan Kecamatan
Juml ah
Desa Rusak
Berat Rusak
Sedang Tidak
rusak
Lhoong 28 24
- 4
Lhoknga 25 11
7 7
Leupung 6 6
- -
Indrapuri 52 -
- 52
Kuta Cot Glie 32
- -
32 Seulimum 47
- 1
46 Kota Jantho
13 -
- 13
Lembah Seulawah 12
- -
12 Mesjid Raya
13 4
8 1
Darussalam 29 - 2 27
Baitussalam 13 9 2 2
Kuta Baro 54
- -
54 Montasik 53
- -
53 Ingin Jaya
55 -
- 55
Krueng Barona Jaya
12 - 1
11 Suka Makmur
35 -
- 35
Kuta Malaka 15
- -
15 Simpang Tiga
18 -
- 18
Darul Imarah 32
- 2
30 Darul Kamal
14 -
- 14
Pekan Bada 26
26 -
- Pulo Aceh
17 14
2 1
Sumber: Diolah dari Data BRR, BPS dan ADB 2006
Kecamatan Lhoknga, Kecamatan Baitussalam, dan Kecamatan Mesjid Raya adalah 3 kecamatan dari 11 kecamatan yang termasuk dalam katagori
rusak di Kabupaten Aceh Besar. Kecamatan Lhoknga dan Kecamatan Baitussalam yaitu kecamatan yang jumlah desa dengan katagori rusak berat
lebih banyak dibandingkan dengan katagori rusak sedang, sedangkan Kecamatan Mesjid Raya sebaliknya yang katagori rusak sedang lebih banyak.
Desa Kajhu termasuk salah satu desa yang dikatagorikan rusak berat di Kecamatan Baitussalam, begitu juga dengan Desa Lamkrut di Kecamatan
Lhoknga. Sedangkan Desa Beurandeh di Kecamatan Mesjid Raya, termasuk dalam katgori rusak sedang.
Desa Kajhu
Desa Kajhu memiliki luas 600 Ha, termasuk desa pantai dengan topografi datar dan berada pada ketinggian rata-rata 5 meter di atas permukaan laut.
Sebelum tsunami jumlah penduduknya mencapai 4.506 jiwa, terdiri atas 2.426 laki-laki dan 2.080 perempuan yang tersebar dalam 1.276 kepala keluarga.
Masyarakat Desa Kajhu sebelum tsunami relatif sejahtera, keluarga miskin hanya 10 , rumah permanen yang dimiliki masyarakat adalah 92 dan
penggunaan listrik 99 dari PLN. Sumber air utama untuk minum, cuci dan mandi adalah sumur dan dibeli. Selain itu, penghasilan utama masyarakat
bukan di sektor pertanian, persentase keluarga di sektor pertanian hanya 26 saja. Sementara itu, Penggunaan lahan 123 Ha adalah untuk sawah, 321 Ha
untuk ladang, 118 Ha untuk pemukiman dan lainnya 46 Ha BRR, BPS dan ADB 2006.
Sebelum tsunami Desa Kajhu juga memiliki fasilitas pendidikan dan kesehatan. Fasilitas pendidikan yaitu mulai dari Taman Kanak-kanak, Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, sedangkan fasilitas kesehatan yaitu terdapat Puskesmas Pembantu, Praktek Bidan, Posyandu dan Polindes. Selain
itu juga memiliki kelompok dan fasilitas olah raga dan seni seperti lapangan dan kelompok sepak bola dan bola volly serta kelompok seni dibidang tarian.
Bidang sosial, budaya dan keagamaan, di Desa Kajhu terdapat mesjid, suraulanggar, kelompok PKK, majlis taklim, kegiatan arisan, gotong royong
dan pengumpulan zakat dan sodakah, kelompok pertanian, kegiatan penyuluhan pertanian dan lembaga adat. Desa Kajhu juga dihuni oleh berbagai
macam etnis dan suku, akan tetapi manyoritasnya adalah suku aceh BRR, BPS dan ADB 2006.
Desa Kajhu termasuk dalam katagori rusak berat, karena seluruh rumah dan infrastruktur dasar yang ada hilang. Begitu juga dengan fasilitas
pendidikan, kesehatan, olah raga dan seni, fasilitas keagamaan, sosial dan budaya, fasilitas transportasi, komunikasi dan informasi dan tempat-tempat
usaha mengalami rusak berat bahkan hancur. Jumlah penduduk hanya 2.776 jiwa dengan jumah keluarga 807 keluarga. Kehidupan masyarakat pasca
tsunami masih sangat rentan, masyarakat sampai dengan bulan juni 2006 masih tinggal di barak-barak pengungsian karena belum memiliki rumah.
Desa Lamkrut
Desa Lamkrut yang berada di Kecamatan Lhoknga, termasuk dalam katagori rusak berat akibat tsunami. Desa Lamkrut tidak termasuk jenis desa
pantai, letaknya sekitar 1 Km dari bibir pantai, akan tetapi desa ini memiliki ketinggian rata-rata hanya 3 meter diatas permukaan laut dengan topografi
yang datar dan tipe umum lokasi termasuk dataran. Kondisi tersebut menyebabkan Desa Lamkrut mengalami kerusakan yang cukup parah. Seperti
halnya Desa Kajhu, infrastruktur desa dan fasilitas pendidikan, kesehatan, sosial, budaya, keagamaan, olah raga dan seni, komunikasi dan informasi serta
rumah penduduk semuanya hancur diterjang stunami.
Sebelum tsunami, mata pencaharian utama penduduk Desa Lamkrut sebahagian besar di sektor pertanian pada sub sektor padipalawija. Jumlah
penduduk sebelum tsunami mencapai 1.161 jiwa, laki-laki 627 jiwa dan perempuan 534 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 309 kepala
keluarga. Persentase keluarga di sektor pertanian yaitu 82 , dan keluarga yang memiliki rumah permanen sebanyak 52 dari seluruh keluarga yang
ada. Selain itu, 93 rumah tangga sudah menggunakan listrik dari PLN, sementara itu kebutuhan utama air untuk minum, mandi dan cuci berasal dari
sumur BRR, BPS dan ADB 2006. Masyarakat desa ini tergolong relatif miskin, karena jumlah rumah tangga yang miskin mencapai 61 .
Di Desa Lamkrut, fasilitas transportasi sangat mudah, karena desa ini dilintasi oleh jalan raya utama yaitu jalan provinsi menuju ke wilayah barat selatan
NAD. Fasilitas umum lainnya juga cukup tersedia, di desa ini terdapat puskesmas, tempat praktek dokter, posyandu dan toko obat dan fasilitas
pendidikan dari sekolah dasar SD hingga sekolah menengah atas SMA. Walaupun fasilitas umum untuk komunikasi seperti WARTEL dan
INTERNET tidak tersedia, namun masyarakat Desa Lamkrut tidak memiliki kesulitan untuk malakukan komunikasi, karena jaraknya yang tidak terlalu
jauh dari pusat ibu kota Provinsi NAD. Selain itu juga terdapat kelompok dan fasilitas keagamaan, sosial dan budaya, seperti mesjid, suraulanggar,
kelompok PKK, majelis taklim, karang taruna, kegiatan arisan, gotong royong dan pengumpulan zakat, infaq dan sodakah, dan juga kelompok tani.
Dari 480 Ha luas wilayah yang dimiliki Desa Lamkrut, sebanyak 37 Ha digunakan untuk lahan sawah, 185 Ha untuk ladang, 128 Ha perkebunan, 37
Ha untuk pemukiman dan 93 Ha untuk lainnya BRR, BPS dan ADB 2006. Sama dengan Desa Kajhu, 20 dari luas wilayah Desa Lamkrut adalah
wilayah pemukiman. Jumlah penduduk yang tersisa pasca tsunami di Desa Lamkrut hanya 827 jiwa
dari 201 kepala keluarga. Kehidupan masyarakat belum begitu baik, masyarakat yang kehilangan rumah belum bisa menempati rumah-rumah yang
dibangun dari bantuan pihak luar lembaga pemerintah dan lembaga non
pemerintah karena belum selesai dibangun. Masyarakat desa yang dulunya bekerja di perusahaan swasta seperti di pabrik semen belum dapat bekerja
kembali karena tempat kerjanya rusak berat. Begitu juga dengan petani, lahan- lahan sawah yang dimilikinya belum dapat diusahakan karena masih ada
pengaruh zat-zat garam bekas tsunami.
Desa Beurandeh
Desa Beurandeh merupakan salah satu desa diantara 12 desa di Kecamatan Mesjid Raya yang menjadi korban tsunami. Letaknya kurang lebih 20 km dari
kota Banda Aceh. Beurandeh termasuk desa wilayah pesisir yang letaknya persis di pinggir pantai dan di kaki bukit. Karena letaknya persis di pinggir pantai, maka
desa ini juga mengalami kerusakan yang sangat parah. Secara umum kerusakan Desa Beurandeh dikatagorikan ke dalam katagori rusak sedang, karena walaupun
pemukiman penduduk, tempat-tempat usaha, fasilitas kesehatan dan lain sebagainya hampir hancur total, akan tetapi masyarakatnya banyak yang selamat
dan ada juga rumah yang tidak rusak, ini dikarenakan letak desa mereka di kaki bukit.
Jumlah penduduk di Desa Beurandeh sebelum tsunami sebanyak 336 jiwa dari 68 kepala keluarga, dengan jumlah laki-laki 165 jiwa dan jumlah perempuan
171 jiwa. Sebahagian besar masyarakatnya mengandalkan hasil laut untuk memperoleh pendapatan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan sebahagian
kecil dari hasil pertanian tambak dan kebun dan peternakan. Sumber penghasilan utama masyarakatnya yaitu di sektor pertanian pada sub sektor perikanan laut.
Jumlah keluarga di sektor tersebut sebesar 70 . Jumlah keluarga miskin sebanyak 15 keluarga 22 . Masyarakat Desa Beurandeh hanya sebahagian
kecil saja 34 yang menggunakan sumber penerangan listrik dari PLN. Sumber air utama untuk mandi dan cuci masyarakat menggunakan air sumur, sedangkan
untuk minum harus membeli ke tempat lain BRR, BPS dan ADB 2006. Berbeda dengan Desa Kajhu dan Desa Lamkrut, Desa Beurandeh tidak
memiliki fasilitas pendidikan, akan tetapi masyarakat tidak sulit untuk akses ke pendidikan karena fasilitas pendidikan mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan
Sekolah Menengah Atas dapat dijangkau dengan jalan kaki. Untuk fasilitas kesehatan terdapat posyandu dan polindes. Sedangkan kelompok dan fasilitas
keagamaan, sosial dan budaya, masyarakat memiliki suraulanggar, kelompok PKK, kegiatan gotong royong, kontak tani nelayan andalan KTNA dan
kelompok usaha ternak BRR, BPS dan ADB 2006. Masyarakat Desa Beurandeh yang ramah dan kompak menyebabkan
banyak NGO yang masuk dan bertahan lama di desa tersebut. Aparat desa dan masyarakat menerima semua NGO yang masuk ke desa mereka walau hanya
sekedar mencari data dan tidak membawa bantuan baik berupa uang maupun materi, masyarakat tetap menghargainya asalkan tidak membawa misi-misi yang
dapat merusak aqidah masyarakat desanya. Kehidupan masyarakat Desa Beurandeh pasca tsunami relatif lebih baik
dibandingkan dengan Desa Kajhu dan Desa Lamkrut. Seluruh rumah yang hancur saat tsunami sudah dibangun dan masyarakat sudah bisa menempatinya kembali.
Dengan modal kekompakan dan keramahan yang dimiliki masyarakatnya, desa ini memiliki daya tarik bagi NGO, sehingga Desa Beurandeh merupakan desa
pertama masuk NGO yang membawa program pembangunan rumah.
4.2. Kondisi Pembangunan Desa Pasca Tsunami