a. Bivalvia yang hidup di perairan mangrove. Habitat mangrove ditandai oleh besarnya kandungan bahan organik, perubahan
salinitas yang besar, kandungan oksigen yang minimal dan kandungan H
2
b. Bivalvia yang hidup di perairan dangkal S yang
tinggi sebagai hasil penguraian sisa bahan organik dalam lingkungan yang miskin oksigen. Contoh jenis Bivalvia yang hidup di daerah mangrove; Oatrea spesies
dan Gleonia cocxans.
Bivalvia yang hidup di perairan dangkal dikelompokkan berdasarkan lingkungan tempat di mana mereka hidup antara lain; hidup di garis pasang tinggi, hidup di
daerah pasang surut dan yang hidup di bawah garis surut terendah sampai kedalaman 2 meter. Contoh jenis yang hidup di daerah ini adalah; Vulsella sp,
Osterea sp, Maldgenas sp, Mactra sp dll.
c. Bivalvia yang hidup di lepas pantai Habitat lepas pantai adalah wilayah perairan sekitar pulau yang kedalamannya 20-
40 meter. Jenis Bivalvia yang ditemukan di daerah ini seperti; Plica sp, Chalamis sp, Amussium sp, Pleuronectus sp, Malleu albus, Solia sp, Pinctada maxima
dll.
2.3 Ekologi Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan, yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kondisi lingkungan
ekologis yang unik Dahuri, 2004. Definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut; ke arah darat wilayah
pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air
asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di daratan seperti sedimentasi
dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran Dahuri et al., 2003.
Universitas Sumatera Utara
Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut serta saling berinteraksi
antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia.
Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir Dahuri, 2004.
Pada kawasan pesisir, di samping hutan mangrove terdapat juga rawa non mangrove, yaitu rawa pasang surut. Rawa pasang surut merupakan daerah antara
pasang naik dan pasang surut. Daerah dapat meluas jauh melalui muara ke daerah sekitarnya, sehingga membentuk daerah pantai setengah tertutup. Daerah pantai
setengah tertutup berhubungan langsung dengan laut terbuka, di mana sangat dipengaruhi oleh pasang surut. Keadaan air di dalamnya adalah pencampuran
antara air laut dengan air tawar. Dilihat dari kondisi demikian daerah ini sering digolongkan ke dalam estuari atau zona transisi Odum, 1998.
Melalui mekanisme pasang surut pasut dan aliran sungai terciptalah pencampuran kedua massa air tawar dan air laut secara intensif di estuaria. Selain
itu adanya hutan mangrove yang memiliki produksi primer tinggi di sungai besar menyebabkan kandungan detritus organik yang tinggi sehingga produktivitas
sekunder di estuaria menjadi tinggi pula. Oleh karena itu, habitat estuaria menjadi sangat produktif hingga dapat berfungsi sebagai daerah pertumbuhan nursery
ground bagi larva, post-larva dan juvenile dari berbagai jenis Bivalvia, udang dan kerang-kerangan dan daerah penangkapan fising ground Dahuri, 2003.
Jenis dan ukuran substrat salah satu faktor ekologi yang mempengaruhi kandungan bahan organik dan distribusi bentos. Semakin halus tekstur substrat
semakin besar kemampuannya menjebak bahan organik. Daerah yang kandungan bahan organiknya sangat tinggi berhubungan dengan daerah dimana banyak
pemeliharaan kerang-kerangan mussel, karena berhubungan erat dengan jumlah feses yang banyak dari mussel yang dipelihara Nybakken,1992.
Universitas Sumatera Utara
Kecepatan arus secara tidak langsung mempengaruhi substrat dasar perairan Odum,1971. Perairan yang arusnya kuat akan banyak ditemukan
substrat berpasir Nybakken,1992. Pantai terbagi menjadi tiga tipe yaitu pantai berbatu, pantai berpasir dan pantai berlumpur. Pantai berbatu tersusun dari
bahanbahan yang keras, merupakan daerah yang paling padat makroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan.
Pantai pasir intertidal umum terdapat di seluruh dunia dan lebih terkenal dari pada pantai berbatu karena pantai pasir ini merupakan tempat yang dipilih untuk
melakukan berbagai aktivitas rekreasi. Pantai berpasir tidak dihuni oleh kehidupan makroskopik
Organisme tentu saja tidak tarnpak karena faktor-faktor lingkungan yang beraksi di pantai ini membentuk kondisi dimana seluruh organisme
mengubur dirinya dalam substrat. Pantai berlumpur merupakan pantai yang lebih terlindung dari gerakan ombak, memiliki butiran yang lebih halus dan dan
mengakumulasi lebih banyak bahan organik sehingga menjadi berlumpur Nybakken,1992.
2.4 Pencemaran Pesisir