Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang
disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum.
Dengan demikian yang dimaksud istilah tanah dalam Pasal 4 adalah permukaan bumi.
15
Tanah yang dikuasai oleh pemerintah kabupatenkota masih ada yang
berupa tanah kosong yang tidak mempunyai nilai ekonomis atau nilai ekonomisnya rendah bagi pemerintah kabupatenkota. Maka agar tanah kososng
ini dapat bernilai ekonomis maka pemerintah mendayagunakan atau mengoptimalkan tanah kosong ini dalam bentuk melaksanakan kerjasama dengan
perusahaan swasta. Tanah tersebut diberikan kepada pihak swasta untuk mendirikan bangunan gedung diatas tanah yang dikuasai oleh pemerintah.
16
2.1.3 Syarat Sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian mempunyai kekuatan hukum apabila perjanjian tersebut dibuat sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Dalam KUHPerdata Pasal 1338
ayat 1 menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dbuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Berkaitan dengan hal ini,
maka suatu perjanjian yang sah harus terpenuhi empat syarat yang tercantum dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu ;
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Mengandung arti bahwa antara para pihak dalam perjanjian telah ada persesuaian kehendak masing-masing.
15
Supriadi, 2009, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, h.3
16
Urip Santoso, 2014, Perjanjian Bangun Guna Serah Antara Pemerintah KabupatenKota Dan Perseroan Terbatas, Mimbar Hukum Volume 26 Nomor 1, Departemen Hukum Administrasi
Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, h.29.
Kesepakatan ini tidak sah apabila disebabkan oleh kekhilafan, paksaan, ataupun penipuan Pasal 1321, Pasal 1322, Pasal 1328 KUHPerdata Persetujuan dapat
dinyatakan secara tegas maupun secara diam-diam. Persetujuan kehendak itu sifatnya bebas, artinya betul-betul atas kemauan sukarela pihak-pihak, tidak ada
paksaan sama sekali dari pihak manapun. Sebelum ada persetujuan biasanya pihak-pihak mengadakan perundingan negotiation, yaitu pihak yang satu
memberitahukan kepada pihak yang lain menyatakan pula kehendaknya sehingga tercapai persetujuan yang mantap.
17
Sepakat merupakan salah satu syarat yang amat penting dalam sahnya suatu perjanjian. Sepakat ditandai dengan adanya penawaran dan penerimaan
dengan cara tertulis, lisan, diam-diam, dan simbol-simbol tertentu. Kesepakatan dengan cara tertulis dapat dilakukan dengan akta otentik maupun akta dibawah
tangan. Akta dibawah tangan merupakan akta yang dibuat oleh para pihak. Akta
ini dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: 1.
Akta dibawah tangan dimana para pihak menandatangani kontrak itu diatas materai tanpa keterlibatan pejabat umum
2. Akta dibawah tangan yang didaftar oleh notarispejabat yang berwenang
3. Akta dibawah tangan dan dilegalisasi oleh notarispejabat yang berwenang.
18
17
Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad II, h.89
18
H. Salim, H.Abdullah, Dan Wiwiek Wahyuningsih, 2014, Perancangan Kontrak Dan Memorandum Of Understanding MoU, Sinar Grafika, Jakarta, h. 16
Akta otentik atau akta notariel merupakan pernyataan atau perjanjian yang termuat dalam akta notaris. notaris adalah pejabat umum yang mempunyai
kewenangan memberikan kesaksian atau melegalisasi suatu fakta. Kesepakatan secara lisan banyak terjadi dalam pergaulan masyarakat
sederhana. Misalnya saat berbelanja di pasar. Kesepakatan secara diam-diam juga banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari saat berbelanja di swalayan
dengan mengambil barang menyerahkan kepada kasir dan membayar barangnya. kesepakatan menggunakan simbol juga banyak ditemui dalam kehidupan sehari-
hari yaitu saat kita berbelanja di warung untuk membeli rokok maka dengan menempel dua jari di mulut merupakan simbol untuk membeli rokok.
19
Kesepakatan sesungguhnya merupakan inti dari perjanjian. Kapan kesepakatan itu terjadi merupakan pertanyaan yang sangat penting. Karena kapan
kesepakatan itu terjadi sebagai saat lahirnya perjanjian, ada berbagai teori untuk kapan lahirnya perjanjian, yaitu:
1. Teori Kehendak
Menurut teori ini, pada hakekatnya yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah kehendak. Suatu penerapan konsekuan dari teori ini
adalah bahwa kalau terjadi perbedaan atau pertentangan antara pernyataan dengan kehendaknya maka tidak terjadi perjanjian. Teori ini
akan menghadapi kesulitan apabila tidak ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan.
19
Ketut Artadi Dan Dewa Nyoman Rai Asmara, op.cit, h.52.
2. Teori Keterangan
Menurut teori ini yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah semata-mata keterangan atau pernyataan yang dikemukakan. Jika
terjadi pertentangan antara kehendak dengan pernyataan, maka perjanjian dianggap terjadi seperti yang dituangkan dalam keterangan
atau pernyataan. 3.
Teori Kepercayaan Menurut teori ini tidak semua keterangan atau pernyataan yang
menyebabkan terjadinya perjanjian, tetapi hanyalah keterangan atau pernyataan yang menimbulkan kepercayaan bahwa hal itu memang
sungguh-sungguh dikehendaki.
20
b. Kecakapan untuk membuat perikatan
Kecakapan bertindak ini dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum karena kecakapan bertindak dapat
melahirkan perjanjian yang sah. Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum, dalam KUH Perdata Pasal 1330 disebutkan sebagai orang-
orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian. 1.
Orang yang belum dewasa, yang ditentukan dalam Pasal 330 KUHPerdata adalah mereka yang belum genap berumur 21 tahun dan
tidak lebih dahulu telah kawin.
20
H. Salim, H.Abdullah, Dan Wiwiek Wahyuningsih, op.cit, h.26.
2. Mereka yang masih di bawah pengampuan, sesuai ketentuan Pasal 433
KUHPerdata adalah orang yang dungu, sakit otak, mata gelap, dan boros.
3. Orang Perempuan dalam hal tertentu dalam hal yang ditetapkan oleh
undang-undang.
21
orang perempuanisteri dalam hal telah ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang
telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu, diatur pula dalam Pasal 108 KUHPerdata disebutkan bahwa seorang perempuan
yang bersuami, untuk mengadakan suatu perjanjian, memerlukan bantuan atau izin kuasa tertulis dari suaminya.
Akan tetapi hal ini sudah tidak berlaku dengan adanya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yakni Pasal 31
yang menyatakan: hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. c.
Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu adalah pokok perjanjian karena merupakan objek
perjanjian dan prestasi yang harus dipenuhi. Prestasi itu harus tertentu atau setidaknya dapat ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus jelas, ditentukan
jenisnya ataupun jumlahnya. Keharusan mengenai suatu hal tertentu artinya apa
21
Ketut Artadi Dan Dewa Nyoman Rai Asmara, op.cit, h.57.
yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan.
22
d. Suatu sebabkausa yang halal
Kausa yang halal dalam perjanjian yaitu isi dari perjanjian itu sendiri. Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak memberikan defenisi dengan jelas
tentang causa yang halal. Dalam KUHPerdata dijelaskan bahwa sebab yang halal adalah :
1. Bukan tanpa sebab
2. Bukan sebab yang palsu
3. Bukan sebab yang terlarang
Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa suatu sebab terlarang apabila dilarang oleh Undang-undang atau apabila
berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Rumusan Pasal 1337 sesungguhnya tidak memberikan batasan yang pasti
tentang makna sebab terlarang maka apabila tidak terpenuhinya syarat obyektif maka perjanjian itu batal demi hukum. Hal ini berarti dari semula dianggap tidak
pernah ada perjanjian dilakukan dan tujuan para pihak tersebut dalam melahirkan persetujuan adalah gagal. Hal suatu syarat subtyektif, jadi syarat ini tidak
terpenuhi maka perjanjian ini dapat dibatalkan. Jadi, perjanjian yang telah dibuat akan tetap berlaku selama tidak ada pembatalan dari para pihak.
23
22
R. Subekti, op.cit, h.19.
23
R. Subekti, loc.cit.
2.2.4 Unsur-Unsur Perjanjian