Terjemahan r - lain Bahasa Madura Karya Muhammad ‘Arifun

Zumar. 16 Penerjemahan tafsir surah al-Zumar sampai al-Mursalât sempat terhenti pada tahun 1975, karena Kiai „Arifun sakit. Setelah sembuh, Kiai „Arifun melanjutkan penerjemahannya pada tahun 1977, 17 dan kemudian diselesaikan pada tahun 2013. Kemudian kitab tersebut diterbitkan tahun 2014. Untuk sisa dari terjemahan Tafsîr al-Jalâlain dari 39 surah, penerbit menjadikan terjemahan Tafsîr al-Jalâlain tersebut menjadi tiga jilid Jilid 9, 10, dan jilid 11, memuat surah al-Zumar sampai surah al-Mursalât. 18 Menurut Masyhud karyawan penerbit Mutiara Ilmu, respon masyarakat Madura cukup tinggi terhadap kehadiran terjemahan l-J l lain karya Kiai „Arifun. Menurut Masyhud, antara tahun 1996 sampai 2014, terjemahan tersebut mengalami delapan kali cetak. Setiap jilidnya tercetak 1000 eksemplar. 19 Meskipun demikian, kitab tersebut terbatas di gunakan oleh pemilik bahasa itu sendiri yaitu masyarakat Madura. D. Gambaran Umum Kitab Tarjamah Tafsîr al-Jalâlain litashîli al-Fikri Bahasa Madura Perspektif Filologis Nama lengkap Terjemahan l-J l lain karya Kiai „Arifun adalah “Tarjamah Tafsîr al-Jalâlain litashîli al- ik i B M du .” Terjemahan ini menggunakan Bahasa Madura, dan ditulis dengan aksara peggu Arab-Madura. Kertasnya menggunakan kertas koran. Dalam terjemahan tersebut, tidak ada muqaddimah pendahuluan sebagai penerjemah. Kiai „Arifun hanya sebatas menerjemahkan muqaddimah pendahuluan dari pengarang Tafsîr al-Jalâlain, sehingga tidak ditemukan penjelasan tentang sejarah dan latar belakang 16 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Masyhud, Surabaya 28 Oktober 2013. 17 Wawancara Pribadi dengan Abdul Bari. 18 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Masyhud. 28 Februari 2014. 19 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Masyhud. penerjemahannya. Dalam terjemahan tersebut, tidak menyajikan ayat secara utuh secara tersendiri seperti dalam teks sumber Tafsîr al-Jalâlain. Kemudian dalam terjemahan tersebut juga tidak mencantumkan nomer ayat dan nomer terjemahan. Bahasa daerah Madura yang menjadi pilihan Kiai Muhammad „Arifun hanya terbatas dikonsumsi oleh masyarakat Madura saja. Tarjamah Tafsîr al-Jalâlain Bahasa Madura karya K.H.„Arifun berjumlah 12 jilid di antaranya: 1 Jilid pertama, memuat surah al-Baqarah sampai surah Âli „Imrân. 2 Jilid kedua, lanjutan tafsiran surah Âli „Imrân sampai surah al-Mâ‟idah. 3 Jilid ketiga, memuat lanjutan dari surah al-Mâ‟idah sampai al-Anfâl. 4 Jilid keempat, memuat lanjutan surah al-Anfâl surah Y suf. 5 Jilid Kelima, memuat lanjutan surah Y suf sampai surah al-Kahfi. 6 Jilid keenam, memuat lanjutan surah al-Kahfi sampai Surah al-Furqân. 7 Jilid ketujuh, memuat lanjutan surah al-Furqân sampai al-A zâb kurang. 8 Jilid kedelapan, memuat lanjutan al-Ahzâb sampai surah az-Zumar. 9 Jilid kesembilan, memuat lanjutan surah az-Zumar sampai surah al-A qâf. 10 Jilid kesepuluh, memuat surah Muhammad sampai surah al-Mumta anah. 11 Jilid kesebelas, memuat surah as-Saff sampai al-Mursalât. 12 Jilid terahir, jilid berjudul “ j m l-Jalâlain juz 30 Juz Amm .” Jilid ini memuat surah al-Fâti ah, an-Nabba sampai an-Nâs. Jilid Juz „Amma ini tidak mencantumkan nomer jilid dalam covernya. Cover setiap jilidnya, mempunyai beberapa variasi warna berbeda di antaranya: 1 Jilid 1 berwarna biru dan putih, tulisannya berwarna putih dan orange. 2 Jilid 2, berwarna hijau dan putih, tulisannya berwarna putih dan hitam. 3 Jilid 3, berwarna merah marun dan putih, tulisannya berwarna hitam dan putih. 4 Jilid 4, berwarna kuning dan putih, tulisannya berwarna putih dan hitam. 5 Jilid 5, berwarna abu-abu dan putih, tulisannya berwarna putih dan hitam. 6 Jilid 6, berwarna biru muda dan putih, tulisannya warna hitam dan putih. 7 Jilid 7, berwarna biru dan putih, tulisannya berwarna putih dan hitam. 8 Jilid 8, berwarna ungu dan putih, tulisannya berwarna putih dan kuning. 9 Jilid 9, berwarna ungu dan putih, tulisannya berwarna putih dan kuning. 10 Jilid 10, berwarna hijau dan putih, tulisannya berwarna putih dan kuning. 11 Jilid 11, berwarna coklat dan putih, tulisannya berwarna putih dan kuning. 12 Jiiid ju Amm , berwarna merah dan putih tulisannya berwarna biru dan putih. Jumlah halaman setiap jilid dalam terjemahan Tafsîr al-Jalâlain karya Kiai „Arifun akan dirinci sebagai berikut: 1 Jilid satu, memuat halaman 1-426 halaman. 2 Jilid dua, memuat halaman 427-850 halaman. 3 Jilid tiga, memuat 852-1310 halaman. 4 Jilid empat, memuat 1311-1672 halaman. 5 Jilid lima, memuat 1673-2110 halaman. 6 Jilid enam, memuat 2111-2660 halaman. 7 Jilid tujuh, memuat 2890-3362 halaman. 8 Jilid delapan, 363-3718 halaman. 9 Jilid kesembilan, 3719-4076. 10 Jilid kesepuluh, memuat 4077-4510. 11 Jilid kesebelas, memuat 4511-4822. Jilid terakhir, yang berjudul Ju Amm berjumlah 217 halaman. Dimulai dari halaman 1-217. Untuk Jilid 2 dan seterusnya, nomer halamannya merupakan kelanjutan dari jilid 1. Sedangkan dalam jilid Ju Amm , dimulai dari angka 1 sampai 217. Berdasarkan deskripsi terjemahan Tafsîr al-Jalâlain karya Kiai „Arifun tersebut, akan dirangkum dalam beberapa poin sebagai berikut: 1 Data Kitab Terjemah Tafsîr al-Jalâlain Nama Kitab : Tarjamah Tafsîr al-Jalâlain litashili al-Fikri bahasa Madura Penerjemah : KH.Muhammad „Arifun Penerbit : Mutiara Ilmu Kota penerbit : Surabaya Tahun terbit : Tanpa tahun 1996-2014 Tulisan : peggu Arab-Madura Bahasa : Madura Jenis terjemah : Harfiyyah model gandul disertai penjelasan Kertas : Koran Jilid : 12 Jumlah halaman : 5039 Jilid 1 sampai Jilid 12 2 Format Penyusunannya Terjemahan Tafsîr Jalâlain karya Kiai „Arifun memuat 114 surah, dari surah a l-Fâti ah sampai surah an-Nâs. Pembahasan di setiap surah di awali dengan penjelasan ciri-ciri surah seperti nama surah, jumlah ayat, serta menyebutkan jenis surah makiyyah atau madaniyyahnya. Penyajian terjemahannya terdiri dari tiga hal. Pertama, teks Tafsîr al-Jalâlain ditulis di bagian atas denganmodel terjemah harfiah model gandul. Kedua, komentar penerjemah ditulis di bawahnya tanpa nomor ayat dan nomor terjemahan dengan diberi syakal. Komentar atau penjelasan tambahan tersebut telah disesuaikan dengan struktur bahasa Madura. Ketiga, ada penjelasan tambahan yang tidak terdapat dalam teks sumber, berupa penjelasan yang diawali dengan kata ’id , qi dan q ulu u t ’ l serta keterangan tambahan yang berbentuk catatan kaki. Terjemahan bentuk kedua, diawali dengan kata qauluhu. dan dilanjutkan dengan menyebutkan ayat yang menjadi tafsiran al-Jalâlain . Kiai „Arifun mengawali penerjemahannya dengan kata artenah yang bermakna “Artinya.” Penerjemahan yang diawali dengan kata artenah. merupakan terjemahan dari teks lanjutan atas teks sumber al-Jalâlain berdasarkan ayat tertentu. Jika merujuk pada uraian Mu ammad „Ali al- abuni dalam al- iby n Ul m l-Qu ’ n, ada dua model terjemahan al- Qur‟ân pertama, terjemahan harfiyyah, yaitu menerjemahkan atau mengalihbahasakan al- Qur‟an ke dalam bahasa selain bahasa Arab terkait dengan lafad, kosa kata, jumlah dan susunannya yang sesuai dengan bahasa sumber. Kedua terjemahan tafsiriyyah yaitu menerjemahkan arti ayat al-Qu r‟ân yang tidak terikat dengan lafadnya. 20 20 Mu ammad „Ali al- ab ni, al- iby n Ul m l-Qu ’ n: Ik ti Ulumul-Qu ’ n Praktis. Penerjemah Muhammad Qodirun Nur Jakarta: Pustaka Amani, 2001, h.333. Berdasarkan pembahasan di atas, dapat dipahami bahwa terjemahan Kiai „Arifun termasuk dalam kedua kategori tersebut. Pertama, penerjemah berusaha setia mengalihbahasakan dengan cara menerjemahkan perkata dengan model terjemah harfiyyah menggantung dari Tafsîr Jalâlain. Kedua, penerjemah memberikan penjelasan singkat setelah terjemah perkata yang dipilih oleh penerjemah lima sampai enam baris, yakni yang masih berkaitan dengan teks sumber yang diterjemahkan. Setiap awal surah diawali dengan nama surah, kalimat, keterangan turunnya ayat, dan jumlah ayat. Setelah terjemahan model gandul atau antarbaris, ada penjelasan kembali tentang ringkasan keterangan surah dengan menggunakan bahasa Madura. Terjemahan Basmalah, nama surah, dan keteranagan surah: ada yang diterjemahkan dan ada yang tidak diterjemahkan. Kemudian simbol gramatikal bahasa Arab atau rumus pemaknaan peggu Arab-Madura, ada penulisan simbol saja tanpa bahasa simbolnya, dan ada penulisan simbol serta bahasa simbolnya. Untuk penggunaan gaya bahasa, Kiai „Arifun menggunakan dialek Pamekasan Madura dalam kitab j m r l-J l lain litashîli al-Fikri Bahasa Madura. Karena gurunya Kiai „Abdul „Aziz berasal dari Pamekasan. Jadi ada keterpengaruhan bahasa yang ditularkan oleh sang guru dalam proses penerjemahannya. Dalam Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, Bahasa Madura mempunyai beberapa dialek di antaranya, dialek Kangean, Sumenep, Pamekasan, Bangkalan, Probolinggo, Bondowoso, dan dialek Sitobondo. Bahasa Madura juga mengenal tingkatan bahasa di antaranya bahasa kasar, bahasa menengah dan bahasa halus. Bahasa kasar digunakan untuk komunikasi sehari-hari masyarakat. 21 21 Hidayah, Zulyani, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia Jakarta:PT.Pustaka LP3S Indonesia, 1997, h.163; Menurut Fahrurrazi, Bahasa Madura mempunyai tiga tingkat tutur. Berdasarkan gambaran umum tentang karya Kiai „Arifun di atas, dapat dirangkum dalam tabel berikut: Tabel 4: 7 Gambaran Umum Kitab Tarjamah Tafsîr al-Jalâlain litashîli al-Fikri Bahasa Madura Perspektif Filologis Jilid Ukuran Kitab Halaman Surah Warna cover kitab 1 P = 20, 9 cm L =14, 4 cm T =1, 7 cm 1-426 surah al- Baqarah sampai surah Âli „Imrân biru dan putih, tulisannya berwarna putih dan orange 2 P =20, 5 cm L =14,5 cm T = 1, 7 cm 427-850 lanjutan surah Âli „Imrân sampai surah al- Mâ‟idah Hijau dan putih, tulisannya berwarna putih dan hitam 3 P = 20, 9 cm L = 14, 7 cm T = 1, 9 cm 852-1310 lanjutan surah al-Mâ‟idah sampai al-Anfâl merah marun dan putih, tulisannya berwarna hitam dan putih 4 P = 21 cm L = 14, 8 cm T = 1, 4 cm 1311-1672 lanjutan surah al-Anfâl surah Y suf kuning dan putih, tulisannya berwarna putih dan hitam 5 P = 20, 9 cm L = 14, 6 cm T = 1, 9 cm 1673-2110 lanjutan surah Y suf sampai surah al-Kahfi abu-abu dan putih, tulisannya berwarna putih dan hitam. 6 P = 20, 6 cm L =14, 6 cm T =2, 2 cm 2111-2660 lanjutan surah al-Kahfi sampai Surah al-Furqân biru muda dan putih, tulisannya warna hitam dan putih 7 P = 20, 5 cm L = 14, 4 cm T = 2 cm 2890-3362 lanjutan surah al-Furqân sampai al-A zâb kurang biru dan putih, tulisannya berwarna putih dan hitam 8 P = 20, 6 cm L = 14, 8 cm T = 1, 3 cm 363-3718 lanjutan al-Ahzâb sampai surah az-Zumar ungu dan putih, tulisannya berwarna putih dan kuning 9 P = 20, 8 cm L = 14, 5 cm T = 1, 8 cm 3719-4076 lanjutan surah az-Zumar sampai surah al-A qâf ungu dan putih, tulisannya berwarna putih dan kuning 10 P = 20, 5 cm L = 14, 7 cm T = 1,7 cm 4077-4510 surah Muhammad sampai surah al- Mumta anah hijau dan putih, tulisannya berwarna putih dan kuning 11 P = 20, 6 cm L = 14,5 cm T = 1, 3 cm 4511-4822 Surah as-Saff sampai al-Mursalât coklat dan putih, tulisannya berwarna putih dan kuning 12 P = 20,7 cm L = 14,7 cm T =1 cm 1-217 surah al-Fâti ah, an-Nabba sampai an-Nâs merah dan putih tulisannya berwarna biru dan putih. Pertama Basa Enjaq-Iya, merupakan tingkat bahasa yang biasa atau ngoko dalam bahasa Jawa. Kedua, Basa Enggi-Bunten, merupakan tingkat varian yang lebih halus dari Basa Enjaq-Iya, dalam bahasa Jawa sama dengan tataran Madya, jenis bahasa ini dipakai oleh sesama kawan dalam situasi pergaulan yang formal; satu sama lain saling menghargai. Ketiga, Basa Enggi Bunten, merupakan tingkat tutur dalam bahasa Madura yang paling tinggi atau halus, dalam bahasa Jawa setingkat dengan kromo; jenis bahasa ini dipakai oleh orang Madura dalam situasi satu sama lain saling menghormati. Lihat, Fahrurrazi, “Cara memanggil nama panggilan orang di Madura,” Linguistik Akademika I, no.3 2012: h.260-273. Artikel ini diakses pada 27 oktober 2014 dari www.linguistikademia.files.wordpress.com. Keterangan ukuran kitab P = Panjang Kitab L = Lebar Kitab T = Tinggi Kitab Menurut Islah Gusmian, secara umum tradisi terjemahan kitab kuning di pulau Jawa menggunakan huruf Pegon model gandul. Karakteristiknya pertama, terjemahan ditulis di bawah teks sumber yang ditulis horizontal dan posisinya mengacu pada kata yang diterjemahkan. Kedua, istilah-istilah khusus untuk menunjukkan posisi kata dalam tata bahasa Arab. Menurutnya, istilah utawi untuk menunjukan posisi kata mub t d ’, iku sebagai khabar, kang sebagai n ’t, opo sebagai ’il dan seterusnya tidak semua tempat digunakan dalam penerjemahan. 22 Hal tersebut, sebagaimana dalam terjemahan Kiai „Arifun, yakni tidak semua simbol dan istilah simbol digunakan dalam terjemahannya . Terjemahan Tafsîr Jalâlain Bahasa Madura karya Kiai „Arifun, menjadi peran penting dalam proses memahami tafsir al- Qur‟an di Madura, khususnya para santri di pesantren Darul Ulum al-Ishaqi, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur yang merupakan tempat kediaman penerjemah. Hal tersebut merupakan motivasi Muhammad „Arifun yang ingin mempermudah para santri dalam mengkaji Tafsîr Jalâlain sekaligus dijadikan kamus Bahasa Arab-terjemahan Madura yang kemudian juga belajar tata Bahasa Arab di dalamnya. 23 22 Islah Gusmian, “Karakteristik Naskah Terjemahan al-Qur‟an Pegon Koleksi Perpustakaan Masjid Agung Surakarta,” Suhuf V, no.1 2012: h.63-64; Karakteristik terjemahan gandul, menurut Islah Gusmian menjadi keumuman yang terdapat dalam naskah –naskah pesantren yang menggunakan huruf Arab Pegon seperti dalam kitab al- Ib lim i l-Qu ’ n l- A karya Bisri Mustofa dan al-Ikl l M ’ ni l-Tanzîl kara Kiai Haji Misbah Ibn Zain al- Mustofa yang konsisiten dalam pemakaian istilah kunci dan mempertimbangkan letak kata terjemahan pada posisi di bawah setiap kata yang diterjemahkan. Lihat, Islah Gusmian, “Karakteristik Naskah Terjemahan al-Qur‟an Pegon Koleksi Perpustakaan Masjid Agung Surakarta ,” h.63-64. 23 Wawancara Pribadi dengan Abdul Bari, Jember, 25 Oktober 2013. 77

BAB V ANALISIS MODEL TERJEMAH TAFSÎR Al-

LAIN BAHASA MADURA

A. Metode Terjemahan Tafs r al-Jala lain Karya Muhammad ‘Arifun

Menurut Syihabuddin, metode terjemah berarti cara penerjemahan yang digunakan penerjemah dalam mengungkapkan makna teks sumber secara keseluruhan ke dalam bahasa penerima bahasa terjemahan. Jika sebuah teks misalnya al- Qur‟an diterjemahkan dengan metode harfiah, maka makna yang terkandung dalam surah pertama hingga surah terahir diungkapkan secara harfiah, yakni kata demi kata. 1 Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa terjemahan Kiai „Arifun terdiri dari tiga bentuk. Pertama, penerjemah mengambil tafsiran al- Jalâlain ayat per-ayat, terkadang dua sampai tiga ayat beserta tafsirnya untuk kemudian diterjemahkan perkata sesuai struktur Bahasa Arab. Terjemahan tersebut menggunakan tulisan peggu Arab-Madura model gandul. Dalam terjemahan tersebut Kiai „Arifun memberikan beberapa simbol posisi kata dalam struktur bahasa Arab. Cara pertama yang digunakan Kiai „Arifun tersebut adalah terjemah arfiyyah, 2 yaitu menjelaskan makna setiap lafaz dengan memperhatikan susunan dan urutan bahasa sumber. Menurut Hadi Ma„rifat, terjemahan setiap kata dari bahasa aslinya ke dalam kata dari bahasa lain disebut jenis terjemahan 1 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia Bandung:Humaniora, 2005, h.69. 2 Terjemah harfiyyah ialah mengalihkan lafaz-lafaz dari suatu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama. Lihat, Manna‟ al-Qa ân, Pengantar Studi Ilmu-Ilmu al- Qu ’ n. Penerjemah Ainur Rafiq el Mazni Pustaka al-Kautsar, Jakarta: 2009, h.395. tekstual, yaitu susunan kalimat satu demi satu kata diubah hingga akhir. 3 Cara ini juga disebut sebagai metode laf iyyah atau musâwiyyah. 4 Sedangkan bentuk terjemahan kedua, Kiai „Arifun memberikan komentar berupa penjelasan ringkas yang diletakkan setelah terjemahan harfiah model gandul. Ketiga, penerjemah memberikan keterangan tambahan yang ditulis setelah komentar penerjemah dengan ditandai awalan kata ’id , qi ah dan qauluhu t ’ l . Keterangan tambahan juga ditulis dalam bentuk catatan kaki berupa i lâl kalimah dan komentar singkat, guna menguatkan penjelasan terjemahannya. Cara kedua yang dilakukan Kiai „Arifun tersebut adalah menggunakan terjemah tafsiriyyah atau maknawiyyah, 5 yaitu menjelaskan makna dengan bahasa lain tanpa terikat tertib kata-kata bahasa asal dan susunan kalimatnya. Menurut Ismail Lubis, terjemahan yang mengutamakan kejelasan makna, ketepatan makna, dan maksud secara sempurna dengan merubah urutan-urutan kata atau susunan kalimat disebut terjemahan maknawiyyah. Lanjut Ismail Lubis, 6 teknik terjemahan tafsiriah biasanya dilakukan dengan cara memahami maksud teks Bahasa Arab terlebih dahulu. Setelah benar-benar dipahami, maksud dari teks tersebut disusun dalam kalimat bahasa penerima tanpa terikat dengan urutan-urutan kata atau 3 M.Hadi Ma„rifat, Sejarah al-Qu ’ n. Penerjemah Thoha Musawa Jakarta: al-Huda, 2007, h.271-272. 4 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, h.69. 5 Menurut Ismail Lubis, al-Zarqâni dan Manna‟ al-Qa ân sama-sama menamakan terjemahan tafsîriyyah dengan m ’n wiyy . Perbedaan pendapat mereka hanya terletak dalam hal keterangan, al-Zarqâni menamakan dengan nama tafsiriyyah disertai keterangan, yakni karena terjemahan tersebut mengutamakan kejelasan makna. Sedangkan Manna‟ al-Qattân tanpa alasan dan keterangan yang jelas. Pemberian nama terjemahan tafsiriyyah oleh al-Zarqâni bukan tanpa alasan dan keterangan yang logis. Pakar ilmu al- Qur‟an ini memberi nama terjemahan ini dengan tafsiriyyah karena tehnik yang digunakan penerjemah dalam memperoleh makna dan maksud yang tepat mirip dengan teknik penafsiran, padahal bukan semata-mata tafsir. Lihat, Ismail Lubis, Falsifikasi Terjemahan al- Qu ’ n Dep g Edi i 1990 Yogyayakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001, h.61-62. 6 Ibid., h.62.