Jenis-Jenis Penerjemahan al-Qur’an dan Syarat-Syaratnya 1 Jenis-Jenis Penerjemahan Al-Qur’an

mengaplikasikan kebaikan yang terdapat dalam metode tafsiriyyah. 27 Menurut Badudu, metode elektik adalah metode campuran dari unsur yang ada dalam metode langsung dan metode tata bahasa-terjemahan. Lanjut Badudu, metode tersebut biasa disebut metode aktif di Perancis. 28 Berdasarkan pengertian kedua jenis terjemahan di atas, jika dilihat dari segi bentuknya, titik perbedaannya yaitu dalam terjemah maknawiah mempunyai makna-makna a lî pokok, utama dan makna-makna tsanawî skunder. Makna asli adalah makna yang dipahami secara sama oleh setiap orang yang mengetahui segi-segi susunannya secara global. Sedangkan yang dimaksud dengan makna tsanawî adalah karakteristik dan keistimewaan susunan kalimat dalam ayat al- Qur‟an yang sangat indah, sehingga menyebabkannya bernilai tinggi. 29 2 Syarat-Syarat Penerjemahan al-Qur’an Seorang penerjemah harus menguasai syarat-syarat yang telah disepakati oleh para ulama. Menurut M.Tata Taufik, ada dua sisi penerjemahan al- Qur‟an yaitu sisi penerjemah dan sisi aktivitas penerjemahan. Sisi penerjemah berkaitan dengan siapa yang berhak menerjemahkan al- Qur‟an. Sedangkan sisi aktivitas penerjemahan berkenaan dengan bagaimana cara menerjemahkannnya. Berikut ini beberapa persyaratan untuk penerjemah menurut Abd . al-Ra mân al-Akk, seperti dikutip M.Tata Taufik: 30 1Penerjemah harus seorang muslim, hingga tanggung jawab keislaman dapat dipercaya; 2Penerjemah seorang dil dan tsiqah, seorang yang fasik tidak diperbolehkan menerjemahkan al- Qur‟an; 3Menguasai bahasa sasaran dengan teknik penyusunan katanya; 4Mampu menulis dalam 27 Ibid., h.68-6 9. 28 Badudu, Linguistik Terapan Yogyakarta:Nusa Indah, 1991, h.134. 29 Ibid., h.397. 30 M.Tata Taufik,”Problematika Kebahasaan Terjemah,” „Affaq A biyy I, no.2 Juni 2007 : h.177. bahasa sasaran dengan baik dan memenuhi kriteria sebagai mufassir, karena penerjemah pada hakikatnya seorang mufasir. 31 5Berpegang teguh pada prinsip- prinsip penafsiran al- Qur‟an. 32 Berikutnya syarat-syarat penerjemah dalam melakukan aktivitas penerjemahan al- Qur‟an, sebagaimana dikutip M.Tata Taufik dari Abd. al-Ra mân al-Akk: 33 1Seorang penerjemah harus berpedoman pada syarat-syarat penafsiran rasional يلقعلا رسفتلا dalam menerjemahkan; 2Penerjemah harus meperhatikan ketepatan terjemah dengan melihat tingkatan penerjemahan sebagai berikut: aTerjemah kata-perkata dengan melihat padanannya; bTerjemah makna dan penjelasannya dengan menggambarkan makna tersebut berusaha memahaminya berupa penjelasan tambahan atas makna kata; cMenjelaskan kebenaran pemilihan makna terjemahan dan berusaha menjelaskannya dengan dalil; 3Penerjemah harus terkonsentrasi pada kata-kata ظافلاا dan makna al- Qur‟an bukan pada bentuk susunan al-Qur‟an نارقلا مظن karena susunan tersebut merupakan mukjizat yang tak terterjemahkan; 4Penerjemah hendaknya menerjemahkan makna al- Qur‟an dengan metode terjemah yang benar dengan kriteria: aGaya penerjemahan dengan bahasa yang mudah dicerna, dan sesuai dengan kemampuan umum pembac; bHati-hati dalam mencarikan padanan yang tepat dari kalimat-kalimat yang ada dalam al- Qur‟an; cmenuliskan makna ayat dengan sempurna; dmemohon bantuan pada ahli bahasa terjemahan; emenjadikan tafsir sebagai rujukan dalam penerjemahan 31 Mengenai syarat-syarat mufassir, lebih lajut lihat, Mannâ‟ al-Qatân, Pengantar Studi Ilmu-Ilmu al- Qu ’ n. Penerjemaholeh H.Ainur Rafiq el Mazni, h.416-417. 32 Penjelasan tentang adab mufassir, Lihat, Mannâ‟al-Qatân, Pengantar Studi Ilmu-Ilmu al- Qu ’ n. Penerjemah H.Ainur Rafiq El Mazni, h.417-418. 33 M.Tata Taufik, ”Problematika Kebahasaan Terjemah,” h.177-178. harus memberikan keterangan pendahuluan yang mengatakan bahwa terjemah al- Qur‟an tersebut bukanlah al-Qur‟an, melainkan tafsir al-Qur‟an. Menurut Mu ammad „Alî al- âbûnî dalam kitab al-Tibyân fî Ulûm al- Qu ’ n, syarat-syarat terjemah harfiah dan terjemah tafsiriah adalah:1 Penerjemah harus mengetahui dua bahasa yaitu bahasa naskah yang mau diterjemahkan dan bahasa terjemahan itu sendiri; 2Penerjemah harus mengetahui uslub-uslub serta ciri khas bahasa yang hendak diterjemahkan; 3 igah terjemahan harus benar jika diletakkan pada tempat aslinya; 4Terjemahan haruslah cocok benar dengan makna-makna dan tujuan-tujuan aslinya. 34 Disamping itu, untuk terjemahan harfiyyah harus memenuhi dua syarat sebagai berikut: aAdanya mufradat yang sempurna dalam bahasa terjemah, yang sesuai dengan mufradat bahasa aslinya. bAntara bahasa sumber dan bahasa terjemah harus mempunyai kesamaan amir kata ganti orang, mustatir yang disimpan, dan rabit-rabit penghubung yang menggunakan jumlah untuk menyusun tarkîb susunan. 35 Menurut M.Tata Taufik, persayaratan penerjemah dan aktifitas merupakan kesepakatan dari semua pendapat dalam hal penguasaan bahasa teks sumber dan bahasa sasaran bahasa terjemahan, menangkap makna dan pesan, kemampuan mengungkapkan dan mengekspresikan makna dan pesan tersebut dalam karya terjemahan memelihara nilai emosi, dan gaya. Sehingga pengaruh yang diharapkan oleh naskah asli dapat dirasakan dalam karya terjemahan. 36 34 Mu ammad „Alî al- âb nî, Ikhtis ȃ i Ul m l-Qur’ n, h.333-334. 35 Ibid.,h.333-334. 36 M.Tata Taufik, ”Problematika Kebahasaan Terjemah,” h.175.

C. Model Terjemahan lokal

Kata model secara etimologi bermakna acuan, ala, bentuk, cara, cermin, contoh, corak, cara, ideal, jenis, pola, ragam, tipe, tiruan, dan versi. 37 Secara istilah kata model adalah suatu yang dirancang secara fisik atau simbolik untuk mewakili fenomena konkrit dengan istilah-istilah abstrak yang dapat diterapkan lebih dari satu kasus dan lebih dari satu kali. 38 Kata terjemahan bermakna suatu salinan bahasa, dan hasil dari menerjemahkan. 39 Kata lokal berarti setempat, lingkup daerah, kedaerahan, dan ruang atau kamar. 40 Jadi dapat dipahami bahwa Model terjemahan lokal adalah suatu bentuk, tipe atau pola terjemahan yang dihasilkan oleh masyarakat setempat untuk mewakili fenomena konkrit. Berkenaan dengan model terjemah lokal, menurut „Abd.Syahatah, seperti dikutip Fathullah Munadi, bahwa model terjemah tafsîriyyah menjadi pilihan beberapa ulama yang membuat tafsir lokal agar makna al- Qur‟an lebih mudah dipahami umat Islam lokal. Lanjut Fathullah Munadi, dari segi sumber atau objek telaahnya, terjemah tafsir lokal terdiri dari dua bagian yaitu tarjamah tafsîriyyah al- Qu ’ n dan tarjamah tafsîr al-Qu ’ n. 41 Jika tarjamah tafsîriyyah al- Qu ’ n objeknya adalah al- Qur‟an secara langsung akan tetapi diterjemahkan dengan metode terjemah tafsîryyah, sedangkan tarjamah tafsîr al- Qu ’ n objeknya adalah karya tafsir al- Qur‟an yang diterjemahkan secara harfiyyah. Fathullah Munadi , mencontohkan model pertama seperti Terjemah al- Qu ’ n Dep g dan lain lain. 37 Tim Penyusun Depdiknas, Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Bandung: Mizan Pustaka, 2009, h.386. 38 Budiono, Kamus Ilmiah Populer Internasional Surabaya:Alumni Surabaya, t.t., h.412. 39 Tim Penyusun Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, h.1452. 40 Ibid., h.375. 41 Fathullah Munadi, “Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dalam Konteks Kajian al Qur‟an di Nusantara,” Tesis Sekolah Pascasarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009, h.24-27. Sedangkan contoh model kedua, adalah terjemah karya tafsir selain Tarjumân al- Mustafîd yaitu tafsir era modern, seperti Tafsîr al-Bayân karya Hasbi as- Shiddiqy. 42 Berbicara tentang penerjemahan buku berbahasa Arab di Indonesia, Abdul Munip, 43 mengklasifkasikan jenis terjemahan kitab Bahasa Arab ke dalam dua bentuk: 1Terjemahan yang berpihak kepada teks bahasa sumber 2Terjemahan yang berpihak kepada bahasa sasaran. Berikut uraian masing-masing terjemahan tersebut: 44 Terjemahan yang berpihak kepada teks sumber terdiri dari dua bentuk yaitu: 1Terjemah harfiah gandul tanpa penjelasan dan 2Terjemah harfiah gandul disertai penjelasan. Terjemah harfiah gandul tanpa penjelasan adalah suatu bentuk atau model terjemahan harfiah gandul ditandai dengan dicantumkannya naskah Arab asli yang lengkap dengan syakalnya. Sedangkan naskah terjemahannya ditulis menggantung dibawahnya dengan pola kemiringan 30-45 derajat ke arah kiri. Naskah terjemahan juga ditulis dengan huruf Arab pegon, ada yang dilengkapi dengan syakal dan ada pula yang tidak disertai dengan syakal. Sedangkan terjemah harfiah gandul disertai penjelasan adalah jenis terjemahan harfiah gandul yang banyak ditemui di Jawa yang disertai dengan penjelasan penerjemah mengenai murâd. Terjemahan tersebut, bentuknya bisa berupa catatan kaki, dan komentar penerjemah. 45 Sedangkan terjemahan yang berpihak kepada teks bahasa sasaran 42 Ibid., h.24-27. 43 Abdul Munip adalah dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Lihat, Abdul Munip, Problematika Bahasa Arab Ke Bahasa Indonesia; Suatu Pendekatan Error Analysis. Artikel ini diakses pada tanggal 19 November 2013 dari www.digilib.uin-suka.ac.id8008. 44 Abdul Munip, Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia;Studi Tentang Penerjemahan Buku Berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004 Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2010, h.294-308. 45 Ibid.,h.295-308.