Selain berguna untuk memberikan gambaran tentang Tarjamah Tafsîr al- Ja lain litashîli al-Fikri Bahasa Madura, penelitian ini juga berguna untuk:
1. Menempatkan secara proporsional keberadaan Tarjamah Tafsîr a -Ja lain litashîli al-Fikri Bahasa Madura
karya Kiai „Arifun. 2. Melengkapi persyaratan untuk meraih gelar strata satu Theologi Islam dalam
bidang ilmu Tafsir Hadits pada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Kajian Pustaka
Kajian tentang model terjemahan lokal atas terjemahan al- Qur‟an, tafsir al-
Qur‟an maupun naskah keagamaan, khususnya di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Di antaranya Ali Abu Bakar Basamalah, dalam artikelnya
“Memahami Kitab Kuning Melalui Terjemahan Tradisional Suatu Pendekatan Tradisional
Terjemahan Pondok
Pesantren. ”
28
Dalam tulisannya,
ia menyimpulkan bahwa kajian kitab kuning melalui terjemah tradisional memiliki
sistem yang baku dengan proses penerjemahannya melalui tahapan, pemahaman teks sumber, pemberian arti leksikal maupun global, evaluasi parsial maupun
menyeluruh. Terjemah tradisional yang dilakukan terhadap kitab kuning berbahasa Arab menurutnya menampakkan pesan dan bentuk bahasa sumber, dan
di dalamnya ada unsur linguistik, dan ekstralinguistik teks. Kemudian disertai simbol-simbol linguistik, bahasa simbolik serta aturan gramatikal bahasa sumber
yang berfungsi sebagai pengontrol. Artikel ini menjadi salah satu rujukan dalam pembuatan kerangka tabel daftar simbol gramatikal Bahasa Arab dan istilah
28
Ali Abu Bakar Basmalah, “Memahami Kitab Kuning Melalui Terjemahan Tradisional Suatu Pendekatan Tradisional Terjemahan Pondok Pesantren,” Perpustakaan Digital UIN Sunan
Kalijaga: Yogyakarta, 2008. Artikel diakses pada 5 Maret 2013 dari www.digilib.uin-
suka.ac.id441
simbolik. Namun perbedaannya adalah terletak pada terjemahan istilah simbolik Madura yang disesuaikan dengan berbagai literatur buku kaidah bahasa Arab
dalam bahasa Madura. Irhamni, dalam artikelnya
“Kearifan Lokal Pendidikan Pesantren Tradisional di Jawa: Kajian atas Praktek Penerjemahan Jenggotan,”
29
menfokuskan kajiannya atas praktek penerjemahan jenggotan dalam proses pembelajaran di pondok pesantren tradisional di Jawa. Dalam tulisannya, Irhamni
menyimpulkan bahwa terjemahan jenggotan ditopang oleh dua nilai di antaranya, nilai kepesantrenan dan nilai intelektual-akademik.
Iip Dzulkifli Yahya, “Ngalogat di Pesantren Sunda Menghadirkan yang dimangkirkan,
” dalam Hendri Chamber Loir, ed, Sadur Sejarah Terjemahan di Indonesia dan Malaysia Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, November
2009.
30
Dalam artikelnya, Iip berupaya menghaditrkan tradisi yang dimangkirkan di daerah Sunda yaitu dengan memaparkan sejarah dan praktik ngalogat, serta
perkembangan pasar kitab di daerah Jawa Barat. Iip menyimpulkan bahwa tradisi ngalogat Sunda masih berlangsung di Pesantren Sunda tradisional salafiyah.
Menurutnya, selama pesantren salafiyyah masih berdiri, tradisi ngalogat di pesantren salafiyyah di berbagai provinsi termasuk Jawa Barat, akan terus
berkembang. Artikel ini juga menjadi salah satu rujukan dalam pembuatan kerangka tabel daftar simbol gramatikal Bahasa Arab dan istilah simbolik pada
bab dua sub bab c. Perbedaan tabel simbol dan istilah simbolik antara artikel
29
Irhamni, “Kearifan Lokal Pendidikan Pesantren Tradisional di Jawa: Kajian atas Praktek Penerjemahan Jenggotan,” Ulumuna Jurnal Studi Keislaman XV, no.1 1 Juni 2011,
h.95-118.
30
Iip Dzulkifli Yahya, “Ngalogat di Pesantren Sunda Menghadirkan yang dimangkirkan, dalam Hendri Chamber Loir, ed., Sadur Sejarah Terjemahan di Indonesia dan Malaysia
Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia, 2009, h.373-374.