Optimasi Fase Gerak Metanol-Dapar Fosfat dan Laju Alir pada Penetapan Kadar Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat dalam Sirup dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

(1)

OPTIMASI FASE GERAK METANOL - DAPAR FOSFAT DAN LAJU ALIR PADA PENETAPAN KADAR NATRIUM BENZOAT

DAN KALIUM SORBAT DALAM SIRUP DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

BAHAN SKRIPSI

OLEH :

MASTIN SIBARANI

NIM: 060804020

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

OPTIMASI FASE GERAK METANOL - DAPAR FOSFAT DAN LAJU ALIR PADA PENETAPAN KADAR NATRIUM BENZOAT

DAN KALIUM SORBAT DALAM SIRUP DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

MASTIN SIBARANI

NIM: 060804020

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

OPTIMASI FASE GERAK METANOL - DAPAR FOSFAT DAN LAJU ALIR PADA PENETAPAN KADAR NATRIUM BENZOAT

DAN KALIUM SORBAT DALAM SIRUP DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

OLEH:

MASTIN SIBARANI NIM 060804020

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Juni 2010

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Syahrial Yoenoes, SU.,Apt. Prof.Dr.rer.nat.Effendy De Lux Putra, SU., Apt. NIP. 195112061983031001 NIP 195206191983031001

Pembimbing II, Drs. Chairul Azhar Dlt, M. Sc., Apt. NIP 19490761980021001

Drs.Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt.

NIP 195201041980031002 Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt. NIP 194809041974122001

Drs. Syahrial Yoenoes, SU.,Apt. NIP. 195112061983031001

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra., Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Optimasi Fase Gerak Metanol-Dapar Fosfat dan Laju Alir pada Penetapan Kadar Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat dalam Sirup dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini sebagai rasa terima kasih dan ungkapan rasa kasih sayang yang tiada terhingga kepada Ayah dan Ibu tercinta serta Abang dan Kakak yang telah banyak memberikan dorongan serta bantuan moril dan materil kepada penulis selama menempuh pendidikan S-1 Farmasi.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Syahrial Yoenoes, SU.,Apt. dan kepada Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan yang sangat berarti mulai dari penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Julia Reveny, M.Si.,Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah memperhatikan dan membimbing penulis selama masa perkuliahan. 3. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU., Apt., Drs. Chairul

Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt., dan Ibu Dra. Nurmadjuzita, M.Si.,Apt.,selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Seluruh Staf pengajar dan pegawai Tata Usaha di Fakultas Farmasi, serta seluruh asisten di Laboratorium Penelitian yang telah banyak membimbing penulis selama perkuliahan dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.


(5)

5. Teman-teman mahasiswa Farmasi, khususnya Christian Pharmacy’06, Denokh, Watie, Ruth, Apri, Stephanie, Abeth, Lia, Leli, Dina, Wina, Jhon, Roni, Gokman, Jandri dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.

6. Seseorang yang setia membantu dan memberikan semangat kepada penulis selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun pada skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2010

Penulis,


(6)

OPTIMASI FASE GERAK METANOL - DAPAR FOSFAT DAN LAJU ALIR PADA PENETAPAN KADAR NATRIUM BENZOAT

DAN KALIUM SORBAT DALAM SIRUP DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Abstrak

Natrium benzoat dan Kalium sorbat merupakan bahan pengawet yang umum digunakan pada makanan dan minuman. Tujuan penambahannya adalah untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur dan kapang sehingga proses pembusukan dan pengasaman akibat penguraian dapat dicegah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh kondisi analisis yang optimal dalam penetapan kadar Natrium benzoat dan Kalium sorbat dalam sirup secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase balik dengan kolom shimpac VP-ODS (4,6 mm x 250 mm). Dari hasil orientasi diperoleh kondisi optimal dengan perbandingan fase gerak metanol – dapar fosfat (30 : 70), laju alir 0,8 ml/menit, detektor UV pada panjang gelombang 230 nm dan sensitifitas 1,000 AUFS.

Uji validasi dari sirup SUN QUICK diperoleh persen perolehan kembali sebesar 101,89% untuk Natrium benzoat dan 101.31% untuk Kalium sorbat, relatif standard deviasi (RSD) sebesar 0,7982 % untuk Natrium benzoat dan 1,625% untuk Kalium sorbat, limit deteksi (LOD) sebesar 8,34865 mcg/ml untuk Natrium benzoat dan 9,59296 mcg/ml untuk Kalium sorbat dan limit kuantitasi (LOQ) sebesar 27,82883 mcg/ml untuk Natrium benzoat dan 31, 97943 mcg/ml untuk Kalium sorbat.

Dari hasil perhitungan diperoleh kadar Natrium benzoat dan Kalium sorbat dari keempat merek sirup memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan.


(7)

OPTIMIZATION OF METHANOL - PHOSPHATE BUFFER MOBILE PHASE AND FLOW RATE IN THE DETERMINATION OF SODIUM BENZOATE AND POTASSIUM SORBATE IN SYRUP BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

Abstract

Sodium benzoate and potassium sorbate are preservatives, which is commonly used in foods and beverages. The adding purpose is to prevent the growth of bacteria, fungi, and molds so that the process of decaying and acidification due to the decomposition can be prevented.

The purpose of this research is to obtain optimum analysis conditions in the determination of sodium benzoate and potassium sorbate in syrup by high performance liquid chromatography (HPLC) in reversed phase with shimpac VP-ODS column (4.6 mm x 250 mm). From the orientation, the optimal analysis condition with ratio of methanol-phosphate mobile phase (30: 70), flow rate 0.8 ml / min, UV detector at wavelength 230 nm and 1.000 AUFS sensitivity.

In validation test of the SUN QUICK syrup, recovery test is respectively 101.89% and 101.31% for sodium benzoate and potassium sorbate, the relative standard deviation (RSD) is 0.7982% for sodium benzoate and 1.625% for potassium sorbate, limit of detection (LOD) is 8.34865 mcg / ml for sodium benzoate and 9.59296 mcg / ml for potassium sorbate, and limit of quantitation (LOQ) is 27.82883 mcg / ml for sodium benzoate and 31.97943 mcg / ml for potassium sorbate.

From the calculations, the concentration of sodium benzoate and potassium sorbate from all four brands of syrup meet the requirements that is stated by PERMENKES RI 722/Menkes/Per/IX/No. 88 of food additives. Keywords: sodium benzoate, potassium sorbate, HPLC, validation


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Bahan Tambahan Makanan ... 5

2.2 Bahan Pengawet ... 6

2.2.1 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet ... 6

2.2.2 Jenis-Jenis Bahan Pengawet ... 7

2.2.2.1 Natrium Benzoat ... 8

2.2.2.2 Kalium Sorbat ... 9

2.2.3 Dampak Bahan Pengawet bagi Kesehatan ... 10

2.3 Teori Kromatografi... 11

2.3.1 Sejarah ... 11

2.3.2 Pemakaian Kromatografi ... 11

2.3.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 11

2.3.4 Cara Kerja KCKT ... 13


(9)

2.3.5.1 Wadah Fase Gerak ... 13

2.3.5.2 Pompa ... 13

2.3.5.3 Injektor ... 14

2.3.5.4 Kolom ... 15

2.3.5.5 Detektor ... 15

2.3.6 Analisis Kualitatif dan Kuantitatif ... 16

2.3.7 Validasi Metode Analisis ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 21

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

3.2 Alat ... 21

3.3 Bahan ... 21

3.4 Sampling Sirup ... 22

3.5 Prosedur Penelitian ... 22

3.5.1 Uji Identifikasi Baku Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat . 22

3.5.2 Pembuatan Fase Gerak Metanol dan Dapar Fosfat (30:70) .. 22

3.5.2.1 Pembuatan Dapar Fosfat pH 6,8 ... 22

3.5.2.2 Metanol p.a ... 23

3.5.3 Pembuatan Pelarut ... 23

3.5.4 Penyiapan Alat KCKT ... 23

3.6 Prosedur Analisis. ... 23

3.6.1 Penentuan Kondisi Kromatografi untuk Mendapatkan Hasil Analisis yang Optimal……… 23

3.6.2 Analisis Kualitatif ... 24

3.6.3 Pengukuran Sampel ... 24

3.6.4 Pembuatan Larutan Induk Baku (LIB)... 24

3.6.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Natrium Benzoat ... 24

3.6.4.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Kalium Sorbat ... 25

3.6.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat ... 25

3.7 Penetapan Kadar Sampel ... 26

3.8 Validasi Metode ... 27


(10)

3.8.2 Presisi ... 27

3.8.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 28

3.9 Analisa Data Secara Statistik ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hasil Optimasi Fase Gerak dengan Parameter Data Waktu Tambat, Theoretical Plat dan Tailing Factor ... 35 Tabel 2. Data Hasil Perhitungan Kadar setelah Dilakukan Uji Statistik ... 39 Tabel 3. Data Hasil Perolehan Kembali Natrium Benzoat dengan Metode

Penambahan Bahan Baku (Standard Addition Metdhod) ... 40 Tabel 4. Data Hasil Perolehan Kembali Kalium Sorbat dengan Metode


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Spektrum Inframerah Baku Natrium Benzoat (PT. Sumber

Jaya) ... 30 Gambar 2. Spektrum Inframerah Baku Kalium Sorbat (PT. Sumber

Jaya) ... 31 Gambar 3. Kurva Serapan Natrium Benzoat Baku 4,7 ppm secara

Spektrofotometri UV ... 32 Gambar 4. Kurva Serapan Kalium Sorbat Baku 1,85 ppm secara

Spektrofotometri UV ... 33 Gambar 5. Kurva Serapan Natrium Benzoat Baku 4,7 ppm dan Kalium

Sorbat 1,85 ppm secara Spektrofotometri UV (Overlapping) ... 33 Gambar 6. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Natrium Benzoat

BPFI dengan Konsentrasi 60 ppm Fase Gerak Metanol-Dapar

Fosfat 30 : 70 ... 35 Gambar 7. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Kalium Sorbat

Baku dengan Konsentrasi 20 ppm Fase Gerak Metanol-Dapar

Fosfat 30 : 70 ... 36 Gambar 8. Kromatogram Hasil Penyuntikan Campuran Larutan

Natrium Benzoat BPFI (60 ppm) dan Larutan Kalium Sorbat

Baku (20 ppm) Fase Gerak Metanol-Dapar Fosfat 30 : 70 ... 36 Gambar 9. Kurva kalibrasi Natrium Benzoat BPFI Konsentrasi Versus

Luas Puncak ... 37 Gambar 10. Kurva kalibrasi Kalium Sorbat Baku Konsentrasi Versus

Luas Puncak ... 38 Gambar 11. Spektrum Inframerah FTIR Natrium Benzoat (BPFI) ... 44 Gambar 12.Spektrum Inframerah Natrium Benzoat Pharmaceutical

Substance (UV/IR) ... 45 Gambar 13.Spektrum Inframerah Kalium Sorbat Pharmaceutical


(13)

Gambar 14. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Natrium Benzoat Baku (60 mcg/ml) dan Larutan Kalium Sorbat Baku (20 mcg/ml), Fase Gerak Metanol dan Dapar Fosfat (5:95), Volume Penyuntikan 20 µ l, Laju Alir 1 ml/menit pada

Panjang Gelombang 230 nm ... 48 Gambar 15. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Natrium Benzoat

Baku (60 mcg/ml) dan Larutan Kalium Sorbat Baku (20 mcg/ml), Fase Gerak Metanol dan Dapar Fosfat (10:90), Volume Penyuntikan 20 µ l, Laju Alir 1 ml/menit pada

Panjang Gelombang 230 nm ... 48 Gambar 16. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Natrium Benzoat

Baku (120 mcg/ml) dan Larutan Kalium Sorbat Baku (40 mcg/ml), Fase Gerak Metanol dan Dapar Fosfat (30:70), Volume Penyuntikan 20 µ l, Laju Alir 0,8 ml/menit pada

Panjang Gelombang 230 nm ... 49 Gambar 17.

a, b, c, d, e

dan

f

Merupakan Kromatogram Penyuntikan

6 Kali dari Larutan Sirup RIA, Fase Gerak Metanol dan Dapar Fosfat (30:70), Volume Penyuntikan 20 µ l, Laju Alir

0,8 ml/menit pada Panjang Gelombang 230 nm ... 52 Gambar 18.

a, b, c, d, e

dan

f

Merupakan Kromatogram Penyuntikan

6 Kali dari Larutan Sirup ABC, Fase Gerak Metanol dan Dapar Fosfat (30:70), Volume Penyuntikan 20 µ l, Laju Alir

0,8 ml/menit pada Panjang Gelombang 230 nm ... 55 Gambar 19.

a, b, c, d, e

dan

f

Merupakan Kromatogram Penyuntikan

6 Kali dari Larutan Sirup MARJAN, Fase Gerak Metanol dan Dapar Fosfat (30:70), Volume Penyuntikan 20 µl, Laju

Alir 0,8 ml/menit pada Panjang Gelombang 230 nm ... 58 Gambar 20.

a, b, c, d, e

dan

f

Merupakan Kromatogram Penyuntikan

6 Kali dari Larutan Sirup SUN QUICK, Fase Gerak Metanol dan Dapar Fosfat (30:70), Volume Penyuntikan 20 µ l, Laju Alir 0,8 ml/menit pada Panjang Gelombang 230

nm ... 61 Gambar 21.

a, b, c, d

dan

e

Merupakan Kromatogram Larutan

Standard Natrium Benzoat BPFI dan Kalium Sorbat Baku pada Pembuatan Kurva Kalibrasi, Fase Gerak Metanol dan Dapar Fosfat (30:70), Volume Penyuntikan 20 µ l, Laju Alir


(14)

Gambar 22.

a, b, c, d, e

dan

f

Merupakan Kromatogram dari Larutan Sampel SUN QUICK sebelum Ditambah Natrium Baku dan Kalium Sorbat Baku Masing-Masing 200 mcg/g sampel, Fase Gerak Metanol dan Dapar Fosfat (30:70), Volume Penyuntikan 20 µ l, Laju Alir 0,8 ml/menit pada

Panjang Gelombang 230 nm ... 74

Gambar 23.

a, b, c, d, e

dan

f

Merupakan Kromatogram dari Larutan Sirup SUN QUICK setelah Ditambah Natrium Baku dan Kalium Sorbat Baku Masing-Masing 200 mcg/g sampel, Fase Gerak Metanol dan Dapar Fosfat (30:70), Volume Penyuntikan 20 µ l, Laju Alir 0,8 ml/menit pada Panjang Gelombang 230 nm ... 77

Gambar 24. Alat KCKT (Shimadzu) ... 100

Gambar 25. Syringe 100 µ l (SGE) ... 100

Gambar 26. Sonifikator (Branson 1510) ... 101

Gambar 27. Pompa Vakum (Gast DO A-PG04-BN) dan alat penyaring fase gerak ... 101


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Spektrum Inframerah BPFI Natrium Benzoat ... 44

Lampiran 2. Spektrum Inframerah Natrium Benzoat Pharmaceutical Substance (UV/IR) ... 45

Lampiran 3. Spektrum Inframerah Kalium Sorbat Pharmaceutical Sub stance (UV/IR) ... 46

Lampiran 4. Data Spektrum UV Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat ... 47

Lampiran 5. Kromatogram Hasil Penyuntikan Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat Baku (Orientasi) ... 48

Lampiran 6. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sirup RIA ... 50

Lampiran 7. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sirup ABC... 53

Lampiran 8. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sirup MARJAN ... 56

Lampiran 9. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sirup SUN QUICK ... . 59

Lampiran 10. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Natrium Benzoat BPFI dan Kalium Sorbat Baku ... 62

Lampiran 11. Perhitungan Persamaan Regresi dari Kurva Kalibrasi Natrium Benzoat BPFI ... 65

Lampiran 12. Perhitungan Persamaan Regresi dari Kurva Kalibrasi Kalium Sorbat Baku ... 67

Lampiran 13.Contoh Perhitungan untuk Mencari Kadar Natrium Benzoat Dan Kalium Sorbat ... 69

Lampiran 14. Hasil Perhitungan Kadar Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat pada Sirup RIA, ABC, MARJAN dan SUN QUICK ... 70

Lampiran 15. Kromatogram Hasil Uji Perolehan Kembali (% Recovery) Dari Sirup SUN QUICK sebelum Ditambah Natrium Benzoat Baku dan Kalium Sorbat Baku Masing-Masing 200 mcg/g sampel ... 72

Lampiran 16. Kromatogram Hasil Uji Perolehan Kembali (% Recovery) Dari Sirup SUN QUICK setelah Ditambah Natrium Benzoat Baku dan Kalium Sorbat Baku Masing-Masing 200 mcg/g sampel ... 75

Lampiran 17. Uji Validasi dari Sirup SUN QUICK ... 78

Lampiran 18. Analisa Data Statistik untuk Mencari Kadar Sebenarnya dari Penyuntikan Sirup RIA ... . 83

Lampiran 19. Analisa Data Statistik untuk Mencari Kadar Sebenarnya dari Penyuntikan Sirup ABC ... . 86


(16)

Lampiran 20. Analisa Data Statistik untuk Mencari Kadar Sebenarnya dari

Penyuntikan Sirup MARJAN ... . 89

Lampiran 21. Analisa Data Statistik untuk Mencari Kadar Sebenarnya dari Penyuntikan Sirup SUN QUICK ... . 92

Lampiran 22. Daftar Spesifikasi Sampel ... . 95

Lampiran 23. Sertifikat Pengujian Natrium Benzoat BPFI ... . 96

Lampiran 24. Sertifikat Bahan Baku Natrium Benzoat dari PT. Sumber Jaya Bandung ... . 97

Lampiran 25. Sertifikat Bahan Baku Kalium Sorbat dari PT. Sumber Jaya Bandung ... . 98

Lampiran 26. Nilai Distribusi t ... . 99

Lampiran 27. Gambar Alat KCKT dan syringe 100 µl ... 100


(17)

OPTIMASI FASE GERAK METANOL - DAPAR FOSFAT DAN LAJU ALIR PADA PENETAPAN KADAR NATRIUM BENZOAT

DAN KALIUM SORBAT DALAM SIRUP DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Abstrak

Natrium benzoat dan Kalium sorbat merupakan bahan pengawet yang umum digunakan pada makanan dan minuman. Tujuan penambahannya adalah untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur dan kapang sehingga proses pembusukan dan pengasaman akibat penguraian dapat dicegah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh kondisi analisis yang optimal dalam penetapan kadar Natrium benzoat dan Kalium sorbat dalam sirup secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase balik dengan kolom shimpac VP-ODS (4,6 mm x 250 mm). Dari hasil orientasi diperoleh kondisi optimal dengan perbandingan fase gerak metanol – dapar fosfat (30 : 70), laju alir 0,8 ml/menit, detektor UV pada panjang gelombang 230 nm dan sensitifitas 1,000 AUFS.

Uji validasi dari sirup SUN QUICK diperoleh persen perolehan kembali sebesar 101,89% untuk Natrium benzoat dan 101.31% untuk Kalium sorbat, relatif standard deviasi (RSD) sebesar 0,7982 % untuk Natrium benzoat dan 1,625% untuk Kalium sorbat, limit deteksi (LOD) sebesar 8,34865 mcg/ml untuk Natrium benzoat dan 9,59296 mcg/ml untuk Kalium sorbat dan limit kuantitasi (LOQ) sebesar 27,82883 mcg/ml untuk Natrium benzoat dan 31, 97943 mcg/ml untuk Kalium sorbat.

Dari hasil perhitungan diperoleh kadar Natrium benzoat dan Kalium sorbat dari keempat merek sirup memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan.


(18)

OPTIMIZATION OF METHANOL - PHOSPHATE BUFFER MOBILE PHASE AND FLOW RATE IN THE DETERMINATION OF SODIUM BENZOATE AND POTASSIUM SORBATE IN SYRUP BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

Abstract

Sodium benzoate and potassium sorbate are preservatives, which is commonly used in foods and beverages. The adding purpose is to prevent the growth of bacteria, fungi, and molds so that the process of decaying and acidification due to the decomposition can be prevented.

The purpose of this research is to obtain optimum analysis conditions in the determination of sodium benzoate and potassium sorbate in syrup by high performance liquid chromatography (HPLC) in reversed phase with shimpac VP-ODS column (4.6 mm x 250 mm). From the orientation, the optimal analysis condition with ratio of methanol-phosphate mobile phase (30: 70), flow rate 0.8 ml / min, UV detector at wavelength 230 nm and 1.000 AUFS sensitivity.

In validation test of the SUN QUICK syrup, recovery test is respectively 101.89% and 101.31% for sodium benzoate and potassium sorbate, the relative standard deviation (RSD) is 0.7982% for sodium benzoate and 1.625% for potassium sorbate, limit of detection (LOD) is 8.34865 mcg / ml for sodium benzoate and 9.59296 mcg / ml for potassium sorbate, and limit of quantitation (LOQ) is 27.82883 mcg / ml for sodium benzoate and 31.97943 mcg / ml for potassium sorbate.

From the calculations, the concentration of sodium benzoate and potassium sorbate from all four brands of syrup meet the requirements that is stated by PERMENKES RI 722/Menkes/Per/IX/No. 88 of food additives. Keywords: sodium benzoate, potassium sorbate, HPLC, validation


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar belakang

Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa atau campuran berbagai senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan penyimpanan, bukan merupakan bahan utama. Penambahan BTM secara umum bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi makanan, memperbaiki nilai sensori makanan dan memperpanjang umur simpan makanan (Wisnu, 2002).

Zat pengawet adalah bahan yang ditambahkan kedalam makanan dengan tujuan untuk menghambat kerusakan oleh mikroorganisme (bakteri, khamir, kapang) sehingga proses pembusukan dan pengasaman akibat penguraian dapat dicegah. Bahan pengawet pada makanan berfungsi menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan sekaligus menjaga nutrisi makanan.

Jenis pengawet yang umum digunakan pada makanan dan minuman adalah asam benzoat dan asam sorbat. Biasanya pengawet ini digunakan dalam bentuk garamnya karena bersifat lebih larut air dari pada bentuk asamnya. Tujuan penambahan pengawet ini adalah untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur dan kapang (Rimbawan, 2001).

Kombinasi pengawet natrium benzoat dan kalium sorbat banyak digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman seperti jus buah, air soda, kecap, margarin, mentega, minuman ringan, sambal, saus salad, saus tomat, selai, sirup buah dan lainnya (Nova, 2007).


(20)

Bahan makanan atau minuman yang menggunakan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan kalium sorbat, jika dikonsumsi secara terus menerus akan terakumulasi dan menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan. Penggunaan pengawet tersebut dalam jangka panjang dapat menimbulkan penyakit Lupus atau Systemic Lupus Erithematosus (SLE) (Yamauchi, et.al., 2004). Berdasarkan PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, batas maksimum penggunaan natrium benzoat dan kalium sorbat dalam sirup masing-masing 1000 mg/kg dan 800 mg/kg.

Dalam beberapa literatur, penetapan kadar kombinasi natrium benzoat dan kalium sorbat dalam sirup dapat ditentukan antara lain dengan metode spektrofotometri UV (AOAC, 1995; SNI, 1992), kromatografi gas (AOAC, 1995) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan menggunakan fase gerak metanol-dapar fosfat (8:92) dengan laju alir 0,3 ml/menit pada panjang gelombang 225 nm (Tekto, 2009).

Pada penelitian ini dilakukan analisis pengawet Natrium benzoat dan Kalium sorbat di dalam sirup menggunakan metode KCKT dan untuk mendapatkan hasil analisis yang optimum, dilakukan optimasi terhadap fase gerak dan laju alir. Kondisi optimum yang diperoleh diterapkan pada penetapan kadar Natrium benzoat dan Kalium sorbat dalam sirup. Adapun alasan memilih metode ini karena analisisnya cepat, daya pisah baik, peka, kolom dapat dipakai berulang kali dan perangkatnya dapat digunakan secara otomatis dan kuantitatif (Rohman, 2007).

Untuk menguji validitas dari metode ini dilakukan pengujian antara lain uji akurasi dengan parameter % recovery ; uji presisi dengan parameter Koefisien


(21)

variasi (RSD); uji sensitifitas dengan parameter limit deteksi (LOD) dan limit kuantitasi (LOQ) (WHO, 1992).

1.2 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Berapakah perbandingan dan laju alir fase gerak metanol-dapar fosfat sehingga dapat memisahkan campuran Natrium benzoat dan Kalium sorbat dalam sirup yang memenuhi kriteria resolusi ≥ 1,5 dengan metode KCKT ? 2. Apakah kondisi optimum fase gerak metanol-dapar fosfat yang diperoleh

dapat digunakan pada penetapan kadar Natrium benzoat dan Kalium sorbat dalam sirup dengan validasi metode yang memenuhi persyaratan ? 3. Apakah kadar natrium benzoat dan kalium sorbat yang digunakan sebagai

pengawet pada beberapa merek sirup memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan ?

1.3Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah

1. Perbandingan dan laju alir fase gerak metanol-dapar fosfat yang terpilih dapat memisahkan campuran Natrium benzoat dan Kalium sorbat dalam sirup yang memenuhi kriteria resolusi ≥ 1,5 dengan metode KCKT.

2. Kondisi optimum fase gerak metanol-dapar fosfat yang diperoleh dapat digunakan pada penetapan kadar Natrium benzoat dan Kalium sorbat dalam sirup dengan validasi metode yang memenuhi persyaratan.

3. Kadar natrium benzoat dan kalium sorbat yang digunakan sebagai pengawet pada beberapa merek sirup tidak memenuhi persyaratan yang


(22)

ditetapkan oleh PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pada perbandingan dan laju alir berapa fase gerak metanol-dapar fosfat dapat memisahkan campuran Natrium benzoat dan Kalium sorbat dalam sirup yang memenuhi kriteria resolusi ≥ 1,5 dengan metode KCKT.

2. Untuk menerapkan kondisi optimum fase gerak metanol-dapar fosfat yang diperoleh pada penetapan kadar Natrium benzoat dan Kalium sorbat dalam sirup dengan validasi metode yang memenuhi persyaratan.

3. Untuk mengetahui kesesuaian kadar natrium benzoat dan kalium sorbat yang digunakan sebagai pengawet pada beberapa merek sirup dengan persyaratan yang ditetapkan oleh PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kadar bahan pengawet di dalam sirup yang beredar di pasaran sehingga masyarakat lebih berhati-hati memilih jenis sirup yang baik untuk dikonsumsi.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Makanan

Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa atau campuran berbagai senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan penyimpanan, bukan merupakan bahan utama. Penambahan BTM secara umum bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi makanan, memperbaiki nilai sensori makanan dan memperpanjang umur simpan makanan (Wisnu, 2002).

Bahan tambahan makanan yang diizinkan sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/MEN.KES/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan :

a. Antioksidan (Antioxidant) b. Antikempal (Anticaking Agent)

c. Pengaturan Keasaman (Acidity Regulator) d. Pemanis Buatan (Artificial Sweetener)

e. Pemutih dan Pematang tepung (Flour Treatment Agent)

f. Pengemulsi, pemantap, pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener) g. Pengawet (Preservative)

h. Pengeras (Firming Agent) i. Pewarna (Colour)

j. Penyedap rasa dan Aroma, penguat rasa (Flavour, Flafour Enhancer)


(24)

2.2 Bahan Pengawet

Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman dan penguraian terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Penggunaan pengawet dalam minuman dan makanan harus tepat, baik jenis maupun jumlahnya. Karena bagaimanapun juga bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing bagi tubuh bila masuk bersama makanan yang dikonsumsi. Apabila jumlah pemakaian pengawet pada bahan pangan tidak diatur dan diawasi, kemungkinan dapat menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang bersifat langsung misalnya keracunan ataupun yang tidak langsung (kumulatif) misalnya karsinogenik.

2.2.1 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Menurut (Wisnu, 2002), tujuan penambahan bahan pengawet pada pangan secara umum adalah :

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen

2. Memperpanjang umur simpan pangan

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau pangan yang diawetkan

4. Tidak menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah 5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang

salah atau tidak memenuhi persyaratan


(25)

2.2.2 Jenis-Jenis Bahan Pengawet

Bahan Pengawet yang diizinkan penggunaannya pada bahan pangan adalah asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, sulfur dioksida, etil p-hidroksi benzoat, kalium benzoat, kalium sulfit, kalium bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium propionat, kalium sorbat, kalsium propionat, kalsium sorbat, kalsium benzoat, natrium benzoat, metil-p-hidroksi benzoat, natrium sulfit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitrit, natrium propionat, nisin dan propil-p-hidroksi benzoat (Wisnu, 2002).

Beberapa persyaratan yang umum untuk bahan pengawet kimia, antara lain : 1. Memberi arti ekonomis dari pengawetan

2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau tidak tersedia

3. Memperpanjang umur simpan dalam pangan

4. Tidak menurunkan kualitas ( warna, cita rasa dan bau ) bahan pangan yang diawetkan

5. Mudah dilarutkan

6. Menunjukkan sifat-sifat anti mikroba pada jenjang pH pangan yang diawetkan

7. Aman dalam jumlah yang diperlukan 8. Mudah ditentukan dengan analisis kimia 9. Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan

10.Tidak dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu senyawa


(26)

11.Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan

12.Mempunyai spektra antimikroba yang luas yang meliputi macam-macam pembusukan oleh mikroba yang berhubungan dengan bahan pangan yang diawetkan

2.2.2.1Natrium Benzoat Rumus Struktur :

Nama kimia : Natrium benzoat Rumus molekul : NaC6H5CO2

Berat molekul : 144,11 g/mol

Kelarutan : Mudah larut dalam air dan sukar larut dalam etanol

Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas

penggunaannya pada makanan dan minuman. Garam natrium dari asam benzoat lebih sering digunakan karena bersifat lebih larut air dari pada bentuk asamnya. Bahan ini dapat mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri (Rimbawan, 2001).

Sifat-sifat dari Natrium benzoat yaitu :

1. Berupa granul atau serbuk hablur berwarna putih 2. Tidak berbau dan stabil di udara

3. Mudah larut dalam air


(27)

5. Kelarutan dalam air pada suhu 25oC sebesar 660 gr/L dengan bentuk yang aktif sebagai pengawet sebesar 84,7% pada range pH 4,8

2.2.2.2Kalium sorbat Rumus Struktur :

Nama kimia : Kalium sorbat Rumus molekul : C6H7KO2

Berat molekul : 150,22 g/mol

Kelarutan : Mudah larut dalam air dan sukar larut dalam etanol, propilen glikol

Asam sorbat tergolong asam lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan mempunyai ikatan tidak jenuh (α-diena). Bentuk yang umum digunakan adalah Na-, Ca- dan K- Sorbat. Tujuan penambahannya adalah untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur dan kapang (Rimbawan, 2001).

Sifat-sifat dari Kalium sorbat yaitu :

1. Berbentuk kristal putih atau berbentuk tepung 2. Berbau khas

3. Larut di dalam air

4. Sukar larut di dalam etanol dan eter 5. Jarak lebur antara 132oC dan 135oC 6. Air tidak lebih dari 0,5 %

7. Sisa pemijaran tidak lebih dari 0,2 % 8. Logam berat tidak lebih dari 10 bpj


(28)

2.2.3 Dampak Bahan Pengawet bagi kesehatan a. Asam benzoat dan garamnya (Ca, K dan Na)

Penderita asma dan urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung.

b. Asam sorbat dan garamnya

Kondisi yang ekstrim (suhu dan konsentrasi sorbat tinggi) asam sorbat dapat bereaksi dengan nitrit membentuk produk mutagen yang tidak terdeteksi di bawah kondisi normal penggunaan, bahkan dalam curing asinan. Asam sorbat kemungkinan juga memberikan efek iritasi kulit apabila langsung dipakai pada kulit, sedangkan untuk garam sorbat belum diketahui efeknya terhadap tubuh. c. Asam propionat dan garamnya

Bahan pengawet ini biasanya digunakan untuk produk roti dan tepung, tujuannya untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Penggunaan jenis pengawet ini melebihi angka maksimum dapat menyebabkan migren, kelelahan dan kesulitan tidur.

d. Sulfur Dioksida

Bahan pengawet ini juga banyak ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang kering, sirup dan acar. Meski bermanfaat, penambahan bahan pengawet tersebut beresiko menyebabkan luka pada lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi (Wisnu, 2002).


(29)

2.3 Teori Kromatografi 2.3.1 Sejarah

Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi atau absorbsi sampel diantara suatu fase gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan dan fase diam yang juga bisa cairan atau suatu padatan. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903 mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO4). Istilah kromatografi

diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang bergerak ke bawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day juga menggunakan kromatografi untuk memisahan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett adalah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses kromatografi (Johnson dan Stevenson, 1991).

2.3.2 Pemakaian Kromatografi

1. Pemakaian untuk tujuan kualitatif mengungkapkan ada atau tidak adanya senyawa tertentu dalam cuplikan

2. Pemakaian untuk tujuan kuantitatif menunjukkan banyaknya masing-masing komponen campuran

3. Pemakaian untuk tujuan preparatif untuk memperoleh komponen campuran dalam jumlah memadai dalam keadaan murni (Gritter, dkk., 1991).

2.3.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi dan detektor yang sangat sensitif


(30)

dan beragam sehingga mampu menganalisis berbagai analit secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995).

KCKT disebut juga dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau High Pressure Liquid Chromatography atau Modern Liquid Chromatography merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain : farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan.

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatile). KCKT sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain.

Menurut (Putra, 2007), kelebihan KCKT dibandingkan dengan metode lain antara lain :

- Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran - Resolusinya baik

- Mudah melaksanakannya

- Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi

- Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/ kerusakan bahan yang dianalisis - Dapat digunakan bermacam-macam detektor

- Kolom dapat digunakan kembali - Mudah melakukan recovery cuplikan


(31)

- Tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian operator dan reprodusibilitasnya lebih baik

- Instrumennya memungkinkan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif .

2.3.4 Cara Kerja KCKT

Kromatografi merupakan teknik pemisahan dimana analit atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan analit-analit tersebut melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan analit tersebut diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Untuk mendapatkan hasil analisis yang baik, diperlukan penggabungan secara tepat dari kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom dan ukuran sampel (Rohman, 2007).

2.3.5 Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 2.3.5.1 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Daya tampung tandon harus lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir yang umumnya 1-2 ml/menit.

2.3.5.2 Pompa

Untuk menggerakkan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa. Pompa harus mampu menghasilkan tekanan 6000 Psi pada kecepatan alir 0,1 – 10 ml/menit. Pompa ada 2 jenis yaitu pompa volume konstan dan pompa tekanan konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua pelarut. Bahan yang


(32)

umum digunakan adalah gelas baja antikarat dan teflon. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor. 2.3.5.3 Injektor

Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom), diusahakan agar sesedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom.

Ada tiga dasar injektor, yaitu :

a. Hentikan aliran/ stop flow : injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak dipengaruhi.

b. Septum : injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak umumnya sama dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Disamping itu, partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.

c. Katup putaran (loop valve) : Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari 10 µ l dan dilakukan dengan cara automatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel diisi ke dalam loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom.


(33)

Gambar 2. Tipe injektor katup putaran 2.3.5.4 Kolom

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dibagi menjadi 2 kelompok ;

a. Kolom analitik : diameter khas adalah 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis kemasan. Untuk kemasan pellikular, panjang yang lumrah adalah 50-100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, umumnya 10-30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.

b. Kolom preparatif : umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25-100 cm.

Kolom umumnya dibuat dari stailess steel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tapi bisa juga digunakan pada temperatur labih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi.

2.3.5.5 Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan di dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan untuk semua tipe senyawa.


(34)

Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer uv 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang uv-vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas (Putra, 2007).

2.3.6 Analisis Kualitatif dan Kuantitatif a. Analisis Kualitatif

Ada 3 pendekatan untuk analisa kualitatif yakni:

1. Perbandingan antara retensi analit yang tidak diketahui dengan retensi baku yang sesuai (senyawa yang diketahui) pada kondisi yang sama.

2. Dengan cara spiking.

Metode spiking dilakukan dengan menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan diselidiki dengan senyawa baku pada kondisi kromatografi yang sama. Hal ini dilakukan dengan cara: pertama, dilakukan proses kromatografi sampel yang tidak di spiking. Kedua, sampel yang telah di-spiking dengan senyawa baku dilakukan proses kromatografi. Jika pada puncak tertentu yang diduga mengandung senyawa yang diselidiki terjadi peningkatan tinggi puncak/luas puncak setelah di-spiking, maka dapat diidentifikasi bahwa sampel mengandung senyawa yang kita selidiki.

3. Menggabungkan alat kromatografi dengan spektrometer massa.

Pada pemisahan dengan menggunakan KCKT, cara ini akan memberikan informasi data spektra massa solut dengan waktu retensi tertentu. Spektra analit yang tidak diketahui dapat dibandingkan dengan spektra yang ada di


(35)

data base komputer yang diinterpretasi sendiri. Cara ini dapat dilakukan untuk analit yang belum ada baku murninya.

b. Analisis Kuantitatif

Berikut beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam analisis kuantitatif baik pada penyiapan sampel atau proses kromatografi, antara lain :

a. Analit harus telah diketahui dan terpisah sempurna dari komponen-komponen lain dalam kromatogram

b. Baku dengan kemurnian yang tinggi dan telah diketahui harus tersedia c. Prosedur kalibrasi yang sudah diketahui harus digunakan.

Dalam KCKT, kuantifikasi dapat dilakukan dengan luas puncak atau tinggi puncak. Tinggi puncak atau luas puncak berbanding langsung dengan banyaknya analit yang dikromatografi, jika dilakukan pada kisaran detektor yang linier (Johnson dan Stevenson, 1991).

1. Metode tinggi puncak

Metode yang paling sederhana untuk pengukuran kuantitatif adalah dengan tinggi puncak. Tinggi puncak diukur sebagai jarak dari garis dasar ke puncak maksimum seperti puncak 1, 2, dan 3 pada gambar 3. Penyimpangan garis dasar diimbangi dengan interpolasi garis dasar antara awal dan akhir puncak.


(36)

Metode tinggi puncak hanya digunakan jika perubahan tinggi puncak linier dengan konsentrasi analit. Kesalahan akan terjadi jika metode ini digunakan pada puncak yang mengalami penyimpangan (asimetris) atau jika kolom mengalami kelebihan muatan.

2. Metode luas puncak

Prosedur penentuan luas puncak serupa dengan tinggi puncak. Suatu teknik untuk mengukur luas puncak adalah dengan mengukur luas puncak sebagai hasil kali tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (W1/2). Teknik ini hanya

dapat digunakan untuk kromatografi yang simetris atau yang mempunyai bentuk serupa (Johnson dan Stevenson, 1991).

Baik tinggi puncak maupun luasnya dapat dihubungkan dengan konsentrasi. Tinggi puncak mudah diukur, akan tetapi sangat dipengaruhi perubahan waktu retensi yang disebabkan oleh variasi suhu dan komposisi pelarut. Oleh karena itu, luas puncak dianggap merupakan parameter yang lebih akurat untuk pengukuran kuantitatif (Ditjen POM, 1995).

2.3.7 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis diuraikan dan didefenisikan sebagaimana cara penentuannya.


(37)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara penambahan baku pembanding (addition) dan cara spiking (WHO, 1992).

2. Ketelitian/ Keseksamaan (precision)

Ketelitian adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur ditetapkan secara berulang-ulang pada sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Ketelitian diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Ketelitian dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah ketelitian metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval yang pendek. Ketertiruan adalah ketelitian metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda (WHO, 1992)

3. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blengko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitasi terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (WHO, 1992).


(38)

4. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas adalah kemampuan yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (WHO, 1992).

5. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon secara langsung dan proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linearitas yang dapat diterima (WHO, 1992).

6. Ketangguhan (ruggedness)

Ketangguhan adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrument, bahan pereaksi, suhu dan hari yang berbeda (WHO, 1992).

7. Kekuatan (robustness)

Kekuatan adalah suatu perubahan metode yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi (WHO, 1992).


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Pebruari 2010 sampai Maret 2010.

3.2Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat instrumen KCKT lengkap (Shimadzu prominence series) dengan pompa (LC 20 AD), degasser (DGU 20 AS), injektor (Rheodyne 7225i), kolom shimpac VP-ODS (4,6 mm x 250 mm), detektor UV/Vis (SPD 20 A), wadah fase gerak, syringe 100 μl (SGE), Sonifikator (Branson 1510), pompa vakum (Gast DOA - P604 – BN), neraca analitik (mettler Toledo), membran filter PTFE 0,5 µm dan 0,2, cellulose nitrat membran filter 0,45 µ m, DRS 8000 ( Diffuse Reflecttance measuring), Spektrofotometer FTIR (Shimadzu IR Prestige-21), Shimadzu UV 1800.

3.3Bahan

Natrium benzoat (BPFI), Baku Kalium sorbat, methanol p.a (Merck), Kaliumdihidrogenfosfat (Merck), Dikaliumhidrogenfosfat (Merck), aquabidestilata ( PT. Ikapharmindo Putramas ), sirup RIA, sirup ABC SPECIAL GRADE rasa jeruk, sirup SUN QUICK rasa mangga dan MARJAN rasa melon.


(40)

3.4 Sampling Sirup

Proses sampling sirup dilakukan secara purposif, artinya tidak semua anggota dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan secara subjektif yaitu pemilihan secara acak (Johannes, 1992). Pengambilan sampel pada penelitian ini didasarkan pada informasi yang tertera pada kemasan sirup yang mencantumkan natrium benzoat dan kalium sorbat sebagai pengawet.

3.5 Prosedur penelitian

3.5.1 Uji Identifikasi Baku Natrium benzoat dan Kalium sorbat

Uji identifikasi baku Natrium benzoat dan Kalium sorbat dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer FTIR, yaitu dengan cara : masing-masing ditimbang 10 mg, lalu dicampur dengan 100 mg serbuk KBr dalam lumpang, digerus hingga halus dan homogen, masing-masing campuran tersebut diletakkan pada sampel pan kemudian dipasangkan pada DRS 8000 dan dianalisa pada bilangan gelombang 4000-500 cm-1.

3.5.2 Pembuatan fase gerak Metanol dan Dapar fosfat ( 30 :70 ) 3.5.2.1 Pembuatan Dapar Fosfat pH 6,8

Ditimbang kaliumdihidrogenfosfat 680 mg dan dikaliumhidrogenfosfat 870 mg, dimasukkan ke dalam labu tentukur 1000 ml kemudian dilarutkan dan dicukupkan dengan aquabidest sampai garis tanda ( larutan dapar fosfat pH 6,8 ), lalu disaring dengan menggunakan celllulosa nitrat membran filter 0,45 µm, kemudian diawaudarakan ± 20 menit.


(41)

3.5.2.2 Metanol p.a

Metanol p.a disaring dengan menggunakan membran filter PTFE 0,5 µ m, kemudian diawaudarakan ± 20 menit.

3.5.3 Pembuatan pelarut

Sebanyak 300 ml metanol p.a dimasukkan ke dalam labu tentukur 1000 ml lalu diencerkan dengan larutan dapar fosfat ( pH 6,8 ) sampai garis tanda.

3.5.4 Penyiapan alat KCKT

Kolom yang digunakan Shimpac VP-ODS (4.6 mm x 250 mm), dan detektor UV-Vis. Pompa menggunakan mode aliran tetap dengan low-pressure gradient system untuk memperoleh komposisi fase gerak yang konstan selama analisis. Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30 menit sampai diperoleh garis alas yang datar yang menandakan sistem tersebut telah stabil.

3.6 Prosedur Analisis

3.6.1 Penentuan Kondisi Kromatografi untuk Mendapatkan Hasil Analisis yang Optimal

Panjang gelombang analisis ditentukan dengan cara membuat spektrum serapan dari Natrium benzoat dan Kalium sorbat menggunakan spektrofotometer UV. Kemudian spektrum serapan yang diperoleh dibuat overlapping untuk mengetahui pada panjang gelombang berapa keduanya memberikan serapan maksimum. Pada pengukuran panjang gelombang ini, Natrium benzoat dan Kalium sorbat masing – masing dibuat dengan konsentrasi 4,7 ppm dan 1,85 ppm. Kondisi lainnya yang divariasikan untuk mendapatkan hasil analisis optimum adalah komposisi fase gerak dan laju alir. Perbandingan fase gerak metanol-dapar


(42)

fosfat yang divariasikan 5:95, 10:90, dan 30:70, sedangkan laju alir divariasikan 0,8 dan 1 ml/menit. Kondisi kromatografi yang memberikan waktu tambat singkat, jumlah lempeng teoritis yang tinggi dan tailing faktor paling kecil selanjutnya dipilih sebagai kondisi yang akan digunakan dalam penelitian ini. 3.6.2 Analisis Kualitatif

Natrium benzoat BPFI dengan konsentrasi 60 ppm dan baku Kalium sorbat dengan konsentrasi 20 ppm disuntikkan ke sistem KCKT dengan volume penyuntikan 20 µm pada kondisi yang terpilih. Waktu tambat Natrium benzoat dan Kalium sorbat dibandingkan dengan waktu tambat dari masing-masing sirup. 3.6.3 Pengukuran Sampel

Ditimbang 5 gram sirup, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 50ml, lalu dilarutkan dan dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda. Dikocok-kocok ± 5 menit lalu disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µ m kemudian diawaudarakan selama 15 menit. Masing-masing sampel diinjeksikan sebanyak 6 kali ke sistem KCKT dengan volume penyuntikan 20 µl diukur pada panjang gelombang 230 nm dengan laju aliran 0,8 ml/menit.

3.6.4 Pembuatan Larutan Induk Baku (LIB)

3.6.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku natrium benzoat

Ditimbang seksama 50 mg Natrium benzoat BPFI, dimasukkan ke labu tentukur 50 ml. Kemudian ditambahkan dengan sedikit pelarut, kocok hingga larut. Setelah larut, diencerkan lagi dengan pelarut sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 ppm (LIB I).


(43)

Dari LIB I dipipet 10 ml, lalu dimasukkan ke labu tentukur 50 ml, kemudian diencerkan dengan pelarut sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 200 ppm (LIB II).

3.6.4.2 Pembuatan Larutan Induk Baku kalium sorbat

Ditimbang seksama 50 mg Baku kalium sorbat, dimasukkan ke labu tentukur 50 ml. Kemudian ditambahkan dengan sedikit pelarut, kocok hingga larut. Setelah larut, diencerkan lagi dengan pelarut sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 ppm (LIB I).

Dari LIB I dipipet 10 ml, lalu dimasukkan ke labu tentukur 50 ml, kemudian diencerkan dengan pelarut sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 200 ppm (LIB II).

3.6.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium benzoat dan Kalium sorbat

Untuk Kurva kalibrasi, Natrium benzoat dibuat dengan konsentrasi 5, 20, 40, 60 dan 80 ppm, sedangkan Kalium sorbat 1, 10, 20, 40 dan 60 ppm.

Tahap-tahap pembuatan larutan campuran Natrium benzoat dan Kalium sorbat dengan konsentrasi di atas adalah sebagai berikut :

- Benzoat 5 ppm & Sorbat 1 ppm, dibuat dengan memipet 0,5 ml dari LIB II Natrium benzoat lalu dimasukkan ke labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 10 ppm (larutan A).

Kemudian Dipipet 0,5 ml dari LIB II Kalium sorbat lalu dimasukkan ke labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 10 ppm (larutan B).


(44)

Dari larutan A dipipet 5 ml dan dari larutan B dipipet 1 ml lalu dimasukkan ke labu 10 ml dan dicukupkan dengan pelarut hingga garis batas.

- Benzoat 20 ppm & Sorbat 10 ppm, dibuat dengan memipet 5 ml dari LIB II Natrium benzoat lalu dimasukkan ke labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 100 ppm (larutan A).

Kemudian Dipipet 5 ml dari LIB II Kalium sorbat lalu dimasukkan ke labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 100 ppm (larutan B).

Dari larutan A dipipet 5 ml dan dari larutan B dipipet 2,5 ml lalu dimasukkan ke labu 25 ml dan dicukupkan dengan pelarut hingga garis batas.

- Benzoat 40 ppm & Sorbat 20 ppm, dibuat dengan memipet 5 ml dari LIB II Natrium benzoat dan 2,5 ml dari LIB II Kalium sorbat, lalu dimasukkan ke labu 25 ml dan dicukupkan dengan pelarut hingga garis batas.

- Benzoat 60 ppm & Sorbat 40 ppm, dibuat dengan memipet 7,5 ml dari LIB II Natrium benzoat dan 5 ml dari LIB II Kalium sorbat, lalu dimasukkan ke labu 25 ml dan dicukupkan dengan pelarut hingga garis batas.

- Benzoat 80 ppm & Sorbat 60 ppm, dibuat dengan memipet 10 ml dari LIB II Natrium benzoat dan 7,5 ml dari LIB II Kalium sorbat, lalu dimasukkan ke labu 25 ml dan dicukupkan dengan pelarut hingga garis batas.

3.7 Penetapan kadar sampel

Kadar Natrium benzoat dan Kalium sorbat (X) dihitung dengan mensubstitusi luas puncak ke dalam persamaan regresi yang diperoleh dari kurva


(45)

kalibrasi pada bagian 2.5.4.1 sebagai (Y). Hasilnya lalu dikali dengan volume pengenceran (50 ml ), kemudian dibagi dengan berat penimbangan sampel sehingga diperoleh kadar Natrium benzoat dan Kalium sorbat dalam sirup dengan satuan mcg/g (ppm) sampel.

Rumus perhitungan kadar Natrium benzoat dan Kalium Sorbat dalam sirup dituliskan sebagai berikut :

Kadar Natrium benzoat dan Kalium sorbat dalam sirup (mcg/g sampel) : = X (mcg/ml) x

) ( ) ( g berat ml n pengencera

3.8 Validasi Metode 3.8.1 Akurasi

Uji akurasi dengan parameter % recovery dilakukan secara metode penambahan baku (standard addition method) kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada penetapan kadar sampel. Metode adisi ini dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang akan diperiksa. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan.

% Perolehan kembali =

A A F C C C *

x 100%

Keterangan : CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan

larutan baku

CA = konsentrasi sampel sebelum penambahan larutan baku

C*A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan

3.8.2 Presisi

Uji presisi ditentukan dengan parameter RSD dengan rumus : RSD =

X SD


(46)

Keterangan : RSD = Relative Standar Deviasi SD = Standar Deviasi

X = Kadar rata-rata Na Benzoat dan K Sorbat dalam sampel

3.8.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi (Limit Of Detection/LOD) dan batas kuantitasi (Limit Of Quantitation/LOQ) dihitung dari persamaan regresi kurva kalibrasi baku pembanding. Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

2 ) ( 2 − − =

n Yi Y SB Slope SB x LOD=3

Slope SB x LOQ=10

Keterangan : SB = Simpangan Baku 3.9 Analisa data secara statistik

Untuk menghitung Standar Deviasi (SD) digunakan rumus :

SD =

( )

1 2 − −

n x x

Keterangan : SD = Standar deviasi x = kadar sampel

x = kadar rata-rata sampel n = jumlah perlakuan.

Kadar dapat dihitung dengan persamaan regresi dan untuk menentukan data dapat diterima atau ditolak digunakan rumus :


(47)

t hitung =

n SD

X X

/

Data diterima jika t hitung < t tabel.

Untuk menghitung kadar sebenarnya dengan α = 0,01; dk = n-1, digunakan rumus:

μ = X

n SD x t(1−1/2α).dk

±

X = kadar rata-rata Natrium benzoat dan Kalium sorbat dalam sampel


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Identifikasi menggunakan Spektrofotometer FTIR

Baku Natrium Benzoat dan Kalium sorbat yang diperoleh dari PT. Sumber Jaya Bandung sebelum digunakan sebagai baku pembanding terlebih dahulu diidentifikasi menggunakan Spektrofotometer FTIR pada rentang bilangan gelombang 4000 – 500 cm-1.

Spektrum Inframerah Baku Natrium benzoat dapat dilihat pada gambar 1 bawah ini:

Gambar 1. Spektrum Inframerah Baku Natrium Benzoat ( PT. Sumber Jaya )

Data Clarke’s 667 685 709 935 1296 1689

Data BPFI - 682.8 711.73 920.05 1307.74 1660.71 Data Pengukuran - 684.73 715.59 920.05 1307.74 1660.71 Dari hasil pengukuran diperoleh bentuk spektrum Baku Natrium benzoat hampir sama dengan bentuk spektrum baku pembanding Natrium benzoat yang terdapat pada literatur dan spektrum BPFI Natrium benzoat. Pada daerah sidik jari


(49)

diperoleh bilangan gelombang yang hampir sama dengan bilangan gelombang yang terdapat di dalam literatur dan bilangan gelombang BPFI Natrium benzoat seperti pada tabel di atas.

Pada daerah gugus fungsi, terdapat bilangan gelombang >3000 cm-1 ini menunjukkan adanya Stretching CH aromatis dan bilangan gelombang 1660,71 menunjukkan adanya gugus C=O. Dari data spektrum yang diperoleh dapat diambil kesimpulan baku yang diidentifikasi adalah Natrium benzoat.

Spektrum Inframerah Baku Kalium sorbat dapat dilihat pada gambar 2 bawah ini:

Gambar 2. Spektrum Inframerah Baku Kalium sorbat ( PT. Sumber Jaya )

Data Clarke’s 882 1005 1550 1602 1616 1647

Data Pengukuran 885.33 1002.98 1537.27 1593.2 1612.49 1651.07 Dari hasil pengukuran diperoleh bentuk spektrum Baku Kalium sorbat hampir sama dengan bentuk spektrum baku pembanding Kalium sorbat yang terdapat pada literatur. Pada daerah sidik jari diperoleh bilangan gelombang yang hampir sama dengan bilangan gelombang yang terdapat di dalam literatur yaitu 882, 1005, 1550, 1602, 1616, 1647 cm-1(Clarke’s).


(50)

Pada daerah gugus fungsi, terdapat bilangan gelombang 1537,27 dan 1612,49 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C, Bilangan gelombang 1207,44 menunjukkan adanya gugus C-O dan bilangan gelombang 1759,08 menunjukkan adanya gugus C=O. Dari data spektrum yang diperoleh dapat diambil kesimpulan baku yang diidentifikasi adalah Kalium sorbat.

4.2 Penentuan Kondisi Kromatografi untuk Mendapatkan Hasil Analisis yang Optimum

Kadar Natrium benzoat dan Kalium sorbat dalam minuman sirup ditentukan dengan KCKT fase balik. Untuk mendapatkan hasil yang baik, terlebih dahulu ditentukan kondisi kromatografi yang optimal meliputi panjang gelombang analisis, komposisi fase gerak dan laju alir.

Panjang gelombang analisis ditentukan dengan membuat kurva serapan Natrium benzoat dan Kalium sorbat baku menggunakan spektrofotometer UV, kemudian spektrum serapan keduanya dibuat overlapping.

Spektrum hasil pengukuran Natrium benzoat dan Kalium sorbat baku dapat dilihat pada gambar 3 dan gambar 4 dan data spektrum pada lampiran 4.

Gambar 3. Kurva Serapan Natrium benzoat baku 4,7 ppm secara spektrofotometri UV

Dari kurva serapan ini, dapat disimpulkan bahwa Natrium benzoat memberikan serapan maksimal pada panjang gelombang 225 nm.


(51)

Gambar 4. Kurva Serapan Kalium sorbat Baku 1,85 ppm secara spektrofotometri UV

Dari kurva serapan ini, dapat disimpulkan bahwa Kalium sorbat memberikan serapan maksimal pada panjang gelombang 254 nm.

Kedua kurva serapan Natrium benzoat dan Kalium sorbat dibuat overlapping untuk melihat pada panjang gelombang berapa keduanya memberikan serapan optimal.

Gambar 5. Kurva Serapan Natrium benzoat Baku 4,7 ppm dan Kalium sorbat Baku 1,85 ppm secara spektrofotometri UV ( overlapping )

Dari hasil overlapping kurva serapan Natrium benzoat dan Kalium sorbat diperoleh panjang gelombang yang memberikan serapan optimal untuk keduanya yaitu pada 230 nm, dan panjang gelombang ini digunakan untuk analisis selanjutnya.


(52)

Pemisahan campuran secara KCKT dipengaruhi oleh polaritas zat yang ada di dalamnya. Zat yang lebih polar akan terelusi terlebih dahulu dibandingkan zat yang kurang polar ( Johnson dan Stevenson, 1991). Dari rumus struktur Natrium benzoat dan Kalium sorbat dapat dilihat bahwa Natrium benzoat lebih polar dibandingkan Kalium sorbat, sehingga Natrium benzoat akan terelusi terlebih dahulu dari Kalium sorbat.

Analisis Natrium benzoat dan Kalium sorbat dalam minuman ringan secara KCKT dengan fase balik menggunakan kolom C18 sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan fase gerak metanol dan dapar fosfat (8 : 92) dengan laju alir 0,3 ml/menit pada panjang gelombang 225 nm (Tekto, N., 2009). Pada hasil orientasi dengan menggunakan perbandingan fase gerak dan laju alir serta panjang gelombang yang sama memberikan waktu tambat yang lebih dari 20 menit. Waktu tambat ini tidak efisien, karena itu dilakukan lagi orientasi terhadap perbandingan fase gerak serta laju alir untuk mendapatkan hasil yang baik.

Pada orientasi selanjutnya dilakukan variasi perbandingan fase gerak yaitu (5 ; 95), (10 : 90) dan (30 : 70) pada panjang gelombang 230 nm dengan laju alir 0,8 dan 1 ml/menit. Parameter yang perlu diperhatikan antara lain : waktu tambat, theoritical plate dan tailing factor. Hasil orientasi dapat dilihat pada tabel 1 dan gambar pada lampiran 5.


(53)

Tabel 1. Hasil optimasi fase gerak dengan parameter data waktu tambat, theoretical plat dan tailing factor

Dari tabel diatas dapat dilihat perbandingan fase gerak yang terbaik adalah 30 : 70 dengan laju alir 0,8 ml/menit dan panjang gelombang 230 nm karena memiliki waktu tambat yang lebih singkat dan Tailing factor yang lebih kecil dibandingkan yang lain.

4.3Uji Kualitatif Natrium benzoat dan Kalium sorbat menggunakan KCKT Kondisi kromatografi yang terpilih digunakan untuk uji kualitatif. Hasil uji kualitatif Natrium benzoat BPFI (60 mcg/ml) dan Baku Kalium sorbat (20 mcg/ml) pada penyuntikan diperoleh kromatogram dengan waktu tambat 6.027 menit untuk Natrium benzoat dan 6.888 menit untuk Kalium sorbat dapat dilihat pada gambar 6, 7 dan 8. Waktu tambat yang diperoleh dari pengujian BPFI dibandingkan dengan waktu tambat yang diperoleh sampel yang akan di analisa.

Gambar 6. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Na benzoat BPFI dengan konsentrasi 60 ppm fase gerak metanol – dapar fosfat 30 : 70 No Perbandingan

FG Metanol & Dapar Fosfat

Nama Waktu

Retensi (menit)

Theoritical Plate

Tailing Faktor

Laju Alir (ml/menit) 1 5 : 95 Na Benzoat 10.351 6519.139 2.687 1

K Sorbat 13.118 7806.221 2.480

2 10 : 90 Na Benzoat 8.413 6628.622 2.631 1 K Sorbat 10.427 7716.078 2.470

3 30 : 70 Na Benzoat 6.085 4664.514 1.716 0.8 K Sorbat 6.976 5386.483 1.357


(54)

Gambar 7. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Kalium sorbat Baku dengan konsentrasi 20 ppm fase gerak metanol – dapar fosfat 30 : 70

Setelah dilakukan uji kualitatif masing-masing Natrium benzoat dan Kalium sorbat, selanjutnya dilakukan uji kualitatif terhadap campuran keduanya pada kondisi yang sama.

`

Gambar 8. Kromatogram hasil penyuntikan Campuran larutan Natrium benzoat BPFI (60 ppm) dan larutan Kalium sorbat Baku (20 ppm) fase gerak metanol – dapar fosfat 30 : 70


(55)

Hasil pengujian untuk sampel diperoleh waktu tambat yang hampir sama dengan Natrium benzoate BPFI dan Kalium sorbat baku. Waktu tambat rata-rata sirup RIA adalah Natrium benzoat 6.042 menit dan Kalium sorbat 6.962 menit, ABC SPECIAL GRADE adalah Natrium benzoat 6.068 menit dan Kalium sorbat 6.921 menit, SUN QUICK adalah Natrium benzoat 6.133 menit dan Kalium sorbat 6.995 menit, MARJAN adalah Natrium benzoat 6.042 menit dan Kalium sorbat 6.893 menit.

4.4Penentuan linieritas kurva kalibrasi

4.4.1 Penentuan linieritas kurva kalibrasi Natrium benzoat

Penentuan linieritas kurva kalibrasi Natrium benzoat BPFI ditentukan berdasarkan luas puncak pada konsentrasi 5, 20, 40, 60 dan 80 mcg/ml, diperoleh hubungan yang linier dengan koefisien korelasi (r) = 0,9994 dan persamaan regrasi Y = 84404,69467 X – 58082,87296. Kurva kalibrasi Natrium benzoat dapat dilihat pada gambar 9.


(56)

4.4.2 Penentuan linieritas kurva kalibrasi Kalium sorbat

Penentuan linieritas kurva kalibrasi Kalium sorbat Baku ditentukan berdasarkan luas puncak pada konsentrasi 1, 10, 20, 40 dan 60 mcg/ml, diperoleh hubungan yang linier dengan koefisien korelasi (r) = 0,9985 dan persamaan regrasi Y = 84911,67249 X + 134202,7845. Kurva kalibrasi Kalium sorbat dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Kurva kalibrasi Kalium sorbat Baku konsentrasi versus luas puncak Kromatogram hasil penyuntikan larutan Natrium benzoat dan Kalium sorbat Baku untuk pembuatan kurva kalibrasi dapat dilihat pada lampiran 10 dan perhitungan persamaan regresi natrium Benzoat dan Kalium sorbat dapat dilihat pada lampiran 11 dan 12.


(57)

4.5Penetapan Kadar Sampel

Hasil pengolahan data penyuntikan larutan sampel secara KCKT menggunakan kolom Shimpac VP-ODS (4,6 x 250 mm) dengan perbandingan fase gerak metanol dan dapar fosfat (30 : 70), volume penyuntikan 20 µ l, laju alir 0,8 ml/menit, detektor UV/Vis (SPD 20 A) pada panjang gelombang 230 nm dapat dilihat pada lampiran 18.

Kadar dapat dihitung dengan mensubtitusikan luas puncak pada Y dari persamaan regresi.

Natrium benzoat : Y = 84404,69467 X – 58082,87296 Kalium sorbat : Y = 84911,67249 X + 134202,7845

Tabel 2. Data Hasil perhitungan kadar setelah dilakukan uji statistik

4.6 Hasil uji validasi

Pada penelitian ini dilakukan uji validasi metode, dengan metode penambahan bahan baku (Standard Addition Method) kedalam sampel. Tujuan validasi ini adalah untuk menunjukkan bahwa metode yang digunakan telah sesuai dengan maksud yang dikehendaki. Uji ini meliputi uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali (% recovery) dan uji presisi dengan parameter RSD (Relatif Standar Deviasi), batas deteksi (LOD) dan batas quantitasi (LOQ).

No SIRUP

Rentang Kadar Natrium Benzoat (mcg/g sampel)

Rentang Kadar Kalium sorbat (mcg/g sampel)

1 SUN QUICK 236,8012 ± 3,9552 334,7314 ± 7,7965

2 ABC 373,1051 ± 4,1880 544,5627 ± 3,2615

3 RIA 625,8648 ± 14,0043 30,9381 ± 1,6612


(58)

Uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali dilakukan dengan menambahkan sejumlah bahan baku kedalam sampel. Dalam hal ini sampel yang digunakan adalah Sirup SUN QUICK dengan pertimbangan bahwa kadar Natrium benzoate dan Kalium sorbat pada sirup ini tidak terlalu tinggi sehingga dengan penambahan baku maka luas areanya masih berada dalam kurva kalibrasi. Bahan Baku Natrium benzoate dan Kalium sorbat yang ditambahkan kedalam sirup masing-masing 1 mg / 5 g sampel.

Data hasil pengujian perolehan kembali Natrium benzoat dan Kalium sorbat (PT. Sumber Jaya Bandung) pada sirup SUN QUICK dengan metode penambahan bahan baku (Standar Addition Method) dapat dilihat pada tabel 3 dan 4 di bawah ini.

Tabel 3. Data hasil perolehan kembali Natrium benzoat dengan metode penambahan bahan baku (Standard Addition Method)

Nama Luas Area Kadar

Natrium benzoat

3773420 440,7226

3761510 439,3526

3759705 439,1450

3787724 442,3679

3794962 443,2004

3754930 438,5957

(%) Recovery 101,89% Standar Deviasi (SD) 3,5169 % Relatif tandar Deviasi (RSD) 0,7982 %


(59)

Tabel 4. Data hasil perolehan kembali Kalium sorbat dengan metode penambahan bahan baku (Standard Addition Method)

Nama Luas Area Kadar

Kalium sorbat

4846773

538,8317 4864941

540,9091 4856269

539,9175 4812060

534,8627 4853369

539,5859 4848764

539,0594 (%) Recovery 101,31% Standar Deviasi (SD) 8,7303% Relatif tandar Deviasi (RSD) 1,6250%

Dari data di atas diperoleh persen perolehan kembali (% recovery) untuk Natrium benzoate sebesar 101,89% dengan Relatif Standar Deviasi (rsd) 0,7982 % dan untuk Kalium sorbat sebesar 101,31% dengan Relatif Standar Deviasi (RSD) 1,6250%. Nilai RSD yang diizinkan adalah ≤ 2%. Maka dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai akurasi dan presisi yang memenuhi syarat (WHO, 1992). Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) yang diperoleh dari penelitian ini sebesar 348658, mcg/ml dan 27,82883mcg/ml untuk Natrium benzoat, 9,59296 mcg/ml dan 31,97943mcg/ml untuk Kalium sorbat.

Kromatogram hasil perolehan kembali dan cara perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 16 dan 17.


(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penetapan kadar Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat pada beberapa merek sirup dapat dilakukan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan kolom C18 (4,6 mm x 250 mm) dengan perbandingan fase gerak metanol – dapar fosfat (30 : 70), laju alir 0,8 ml/menit, pada panjang gelombang 230 nm. Metode ini memberikan uji validasi dengan parameter akurasi, presisi dan sensifisitas yang memenuhi persyaratan.

Dari hasil analisis yang dilakukan diperoleh kadar Natrium benzoat dan Kalium sorbat dalam keempat merek sirup sebagai berikut : sirup RIA 625,8648 mcg/g dan 30,9381 mcg/mg; sirup ABC SPECIAL GRADE 373,1051 mcg/g dan 544,5627 mcg/g; sirup SUN QUICK 236,8012 mcg/g dan 334,7314 mcg/g ; Sirup MARJAN 377,7965 mcg/g dan 504,8255 mcg/g. Kadar Natrium benzoat dan Kalium sorbat dari keempat merek sirup tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan.

5.2 Saran

Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penetapan kadar Natrium benzoat dan Kalium sorbat secara KCKT dengan fase gerak yang berbeda.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2009). Sorbic Acid. Diakses

tanggal 18 Oktober 2009.

De Lux Putra, E. (2007). Dasar-dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Fakultas Farmasi USU-Medan. Hal. 40 - 123.

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Hal. 561-562.

Gritter, R.J, Bobbit, J.M, and Schwarting, A.E. (1985). Introduction of Chromatography. Penerjemah Kosasih Padmawinata. Pengantar Kromatografi. Edisi Ketiga. Penerbit ITB. Bandung. Hal. 186 - 239. Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara

Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol I, No 3:117-135. Johnson, E.L., and Stevenson, R (1991). Basic Liquid Chromatography.

Penerjemah Kosasih Padmawinata. Dasar Kromatografi Cair. Penerbit ITB. Bandung. Hal. 1– 40.

Moffat, A.C., M.D. Osselton., B. Widdop. (2005). Clarke’s Analysis Of Drug And Poisons. Thirth edition. London: Pharmaceutical Press. Electronic version. Hal. 686, 1565.

Nova. (2007). Menelisik Minuman Isotonik.

Diakses tanggal 18 Oktober 2009.

Rimbawan. (2001). Analisa Bahaya dan Pencegahan Keracunan Pangan. Hal 28. Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta. Penerbit: Pustaka

belajar. Hal. 378-379.

Johannes, S., (2001). Sampling untuk Pemeriksaan . Penerbit : UI Press. Jakarta . Hal. 22-23.

Tekto, N. (2009). Analisa Natrium Benzoat pada Produk Soft Drink.

WHO. (1992). The International Pharmacopoeia. Fourth Edition. Electronic Version Geneva: World Health Organization.

Wisnu. (2002). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Penerbit Bumi Aksara. Hal. 1-52.


(62)

Lampiran 1. Spektrum Inframerah BPFI Natrium benzoat


(63)

Lampiran 2. Spektrum Inframerah Natrium benzoat Pharmaceutical Substance (UV/IR)

Gambar 12. Spektrum Inframerah Natrium benzoat Pharmaceutical Substance (UV/IR)


(64)

Lampiran 3. Spektrum Inframerah Kalium sorbat Pharmaceutical Substance (UV/IR)

Gambar 13. Spektrum Inframerah Kalium sorbat Pharmaceutical Substance (UV/IR)


(65)

Lampiran 4. Data Spektrum UV Natrium benzoat dan Kalium sorbat Natrium Benzoat

Kalium sorbat


(66)

Lampiran 5. Kromatogram Hasil Penyuntikan Natrium benzoat dan Kalium sorbat Baku (Orientasi)

Gambar 14. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Natrium benzoat Baku (60 mcg/ml) dan larutan Kalium sorbat Baku (20 mcg/ml), fase gerak methanol dan dapar fosfat (5 : 95), volume penyuntikan 20µ l, laju alir 1 ml/menit pada panjang gelombang 230 nm

Gambar 15. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Natrium benzoat Baku (60 mcg/ml) dan larutan Kalium sorbat Baku (20 mcg/ml), fase gerak methanol dan dapar fosfat (10 : 90), volume penyuntikan 20µ l, laju alir 1 ml/menit pada panjang gelombang 230 nm


(67)

Gambar 16. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Natrium benzoat Baku (120 mcg/ml) dan larutan Kalium sorbat Baku (40 mcg/ml), fase gerak methanol dan dapar fosfat (30 : 70), volume penyuntikan 20µ l, laju alir 0,8 ml/menit pada panjang gelombang 230 nm


(68)

Lampiran 6. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sirup RIA

a


(69)

c


(70)

e

f

Gambar 17.

a, b, c, d, e

dan

f

merupakan kromatogram penyuntikan 6 kali dari larutan sirup RIA, fase gerak methanol dan dapar fosfat (30 : 70), volume penyuntikan 20 µ l, laju alir 0,8 ml/menit pada panjang gelombang 230 nm


(71)

Lampiran 7. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sirup ABC

a


(72)

c


(73)

e

f

Gambar 18.

a, b, c, d, e

dan

f

merupakan kromatogram penyuntikan 6 kali dari larutan sirup ABC, fase gerak methanol dan dapar fosfat (30 : 70), volume penyuntikan 20 µ l, laju alir 0,8 ml/menit pada panjang gelombang 230 nm


(74)

Lampiran 8. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sirup MARJAN

a


(75)

c


(76)

e

f

Gambar 19

. a, b, c, d, e

dan

f

merupakan kromatogram penyuntikan 6 kali dari larutan sirup MARJAN, dengan perbandingan fase gerak methanol dan dapar fosfat (30 : 70), volume penyuntikan 20 µ l, laju alir 0,8 ml/menit pada panjang gelombang 230 nm


(77)

Lampiran 9. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sirup SUN QUICK

a


(78)

c


(79)

e

f

Gambar 20.

a, b, c, d, e

dan

f

merupakan kromatogram penyuntikan 6 kali dari larutan sirup SUN QUICK, dengan perbandingan fase gerak methanol dan dapar fosfat (30 : 70), volume penyuntikan 20 µ l, laju alir 0,8 ml/menit pada panjang gelombang 230 nm


(80)

Lampiran 10. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Natrium benzoat BPFI dan Kalium sorbat Baku

a

(Na benzoat 5 ppm & K sorbat 1 ppm)

b


(81)

c

(Na benzoat 40 ppm & K sorbat 20 ppm)

d


(82)

e

(Na benzoat 80 ppm & K sorbat 60 ppm)

Gambar21

. a, b, c, d

dan

e

merupakan kromatogram larutan standard Natrium benzoat BPFI dan Kalium sorbat Baku pada Pembuatan Kurva Kalibrasi, fase gerak methanol dan dapar fosfat (30 : 70), volume penyuntikan 20 µ l, laju alir 0,8 ml/menit pada panjang gelombang 230 nm


(83)

Lampiran 11. Perhitungan Persamaan Regresi dari Kurva Kalibrasi Natrium Benzoat BPFI

Data Hasil Penyuntikan Larutan Natrium Benzoat BPFI Berdasarkan Luas Puncak

No Konsentrasi (ppm) Luas Area

1 5 400414

2 20 1523195

3 40 3351683

4 60 4890771

5 80 6788571

Tabel Konsentrasi (X) Vs Luas Area (Y) untuk Natrium Benzoat No

Konsentrasi

(ppm) Luas Area XY X2 Y2

X Y

1 0 0 0 0 0

2 5 400414 2002070 25 1,60331 x 1011

3 20 1523195 30463900 400 23,20123 x 1011

4 40 3351683 134067320 1600 112,33778 x 1010 5 60 4890771 293446260 3600 239,1964 x 1011 6 80 6788571 543085680 6400 460,84696 x 1011 ∑ 205 16954634 1003065230 12025 837,18568 x 1011 Rata2 34,167 2825772,33 167177538,3 2004,167 139,53094 x 1011

b aX Y= +

( ) ( )( )

( )

X

( )

X n n Y X XY a / / 2 2 − Σ

Σ Σ Σ − Σ =

(

) ( )(

)

(

12025

)

( )

205 /6

6 / 16954634 205 1003065230 2 − − = a 8333 , 5020 7 , 423781901 =

=84404,69467 b=YaX

=2825772 ,33−

(

84404,69467

)(

34,167

)

=−58082,87296


(84)

Jadi Persamaan regresi yang didapat : Y=84404,69467X −58082,87296

(

) ( )( )

( ) ( )

[

2 2

]

[

( )

2

( )

2

]

Y Y n X X n Y X XY n r Σ − Σ ∑ − Σ Σ Σ − Σ =

(

) ( )(

)

(

) ( )

[

2

]

[

(

11

)

(

)

2

]

16954634 10 18568 , 837 6 205 12025 6 16954634 205 1003065230 6 − − − = x r

(

) (

)

(

) (

)

[

]

[

(

11

) (

11

)

]

10 5961 , 2874 10 11408 , 5023 42025 72150 3475699970 6018391380 x x r − − − = 10 10 5 , 647241041 2542691410 x r= 2544093240 2542691410 = r 999448 , 0 = r

(

)

[

]

[

(

11

)

]

10 51798 , 2148 30125 2542691410 x r=


(85)

Lampiran 12. Perhitungan Persamaan Regresi dari Kurva Kalibrasi Kalium Sorbat Baku

Data Hasil Penyuntikan Larutan Kalium Sorbat Baku Berdasarkan Luas Puncak

No Konsentrasi (ppm) Luas Area

1 1 148514

2 10 1079874

3 20 2027961

4 40 3508791

5 60 5163336

Tabel Konsentrasi (X) Vs Luas Area (Y) untuk Natrium Benzoat No

Konsentrasi

(ppm) Luas Area XY X2 Y2

X Y

1 0 0 0 0 0

2 1 148514 148514 1 2,20564 x 1010

3 10 1079874 10798740 100 116,61278 x 1010

4 20 2027961 40559220 400 411,26258 x 1010

5 40 3508791 140351640 1600 1231,1614 x 1010 6 60 5163336 309800160 3600 2666,0038 x 1010 ∑ 131 11928476 501658274 5701 4427,2462 x 1010 Rat

a2 21,833 1988079,33 83609712,33 950,1667 737,87436 x 10

10

b aX Y= +

( ) ( )( )

( )

X

( )

X n n Y X XY a / / 2 2 Σ − Σ Σ Σ − Σ =

(

) ( )(

)

(

5701

)

( )

131 /6

6 / 11928476 131 501658274 2 − − = a 833 , 2840 3 , 241219881 =

=84911,67249 b=YaX

=1988079 ,33−

(

84911,67249

)(

21,833

)

=134202,7845


(86)

Jadi Persamaan regresi yang didapat : Y=84911,67249X +134202,7845

(

) ( )( )

( ) ( )

[

2 2

]

[

( )

2

( )

2

]

Y Y n X X n Y X XY n r Σ − Σ ∑ − Σ Σ Σ − Σ =

(

) ( )(

)

(

) ( )

[

2

]

[

(

10

)

(

)

2

]

11928476 10 2462 , 4427 6 131 5701 6 11928476 131 501658274 6 − − − = x r

(

) (

)

(

) (

)

[

]

[

(

10

) (

10

)

]

10 853 , 14228 10 4772 , 26563 17161 34206 1562630356 3009949644 x x r − − − = 10 10 5 , 210243669 1447319288 x r= 1449978170 1447319288 = r 998166 , 0 = r

(

)

[

]

[

(

10

)

]

10 6242 , 12334 17045 1447319288 x r=


(87)

Lampiran 13. Contoh Perhitungan untuk Mencari Kadar Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat

I. Natrium Benzoat

87296 , 58082 69467 , 84404 − = X Y

Luas puncak = 5324857 Pengenceran = 50 Berat sampel = 5,0098 g

69467 , 84404 87296 , 58082 5324857+ =

Kadar x

0098 , 5

50

= 376,0770 mcg/g sampel II. Kalium Sorbat

7845 , 134202 67249 , 84911 + = X Y

Luas puncak = 409681 Pengenceran = 50 Berat sampel = 5,0098 g

67249 , 84911 7845 , 134202 409681− =

Kadar x

0098 , 5

50


(88)

Lampiran 14. Hasil Perhitungan Kadar Natrium Benzoat dan Kalium sorbat pada sirup RIA, ABC, MARJAN dan SUN QUICK

Sirup RIA

No Nama Luas Area Kadar(mcg/g) Rata2

1 Natrium Benzoat

5324857 636,5060

625,8648 5180435 619,4288

5191767 620,7688 5229762 625,2615 5175824 618,8836 5306542 634,3404

2 Kalium Sorbat

409681 32,3794

30,9381 398211 31,0312

396730 30,8572 392294 30,3358 386614 29,6682 400982 31,3569 Sirup ABC

No Nama Luas Area Kadar(mcg/g) Rata2

1 Natrium Benzoat

3079671 371,6025

373,1051 3060448 369,3259

3092318 373,1002 3103909 374,4729 3103304 374,4013 3114507 375,7281

2 Kalium Sorbat

4748011 543,1483

544,5627 4750160 543,4013

4744474 542,7319 4778610 546,7505 4760127 544,5746 4778772 546,7696


(1)

(2)

Lampiran 24. Sertifikat bahan baku Natrium benzoat dari PT. Sumber Jaya Bandung


(3)

Lampiran 25. Sertifikat bahan baku Kalium sorbat dari PT. Sumber Jaya Bandung


(4)

(5)

Lampiran 27. Gambar alat KCKT dan syringe 100 µl

Gambar 24. Alat KCKT (Shimadzu)


(6)

Lampiran 28. Gambar Sonifikator (Branson 1510) dan Penyaring

Gambar 26. Sonifikator (Branson 1510)

Gambar Penyaring

Gambar 27. Pompa Vakum (Gast DO A-PG04-BN) dan alat penyaring fase gerak.


Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Kloramfenikol Dalam Sediaan Kapsul Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

10 121 47

Optimasi Fase Gerak Dapar Fosfat Ph 2,6 : Metanol Terhadap Vitamin C Dan Natrium Benzoat Dalam Kratingdaeng-S Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kckt)

2 59 124

Penetapan Kadar Simvastatin Dalam Sediaan Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dengan Fase Gerak Metanol–Air

23 164 114

Optimasi Fase Gerak Metanol-Air Dan Laju Alir Pada Penetapan Kadar Campuran Teofilin Dan Efedrin HCL Dalam Tablet Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

20 206 134

Optimasi Fase Gerak Dan Laju Alir Pada Penetapan Kadar Campuran Guaifenesin Dan Dekstrometorfan HBr Dalam Sirup Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

1 73 111

Optimasi Fase Gerak Dapar Fosfat PH 4,4-Metanol Pada Penetapan Kadar Campuran Amoksisilin Dan Kalium Klavulanat Dalam Tablet Secara Simultan Dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

3 57 126

Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Kalium Sorbat Dan Natrium Sakarin Dalam Sirup Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Di Balai Besar Pengawasan Obat Dan Makanan Medan

4 118 74

Penetapan Kadar Benzoat dalam Kismis Hitam Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

4 93 43

Optimasi Fase Gerak Dapar Fosfat Ph 2,6 : Metanol Terhadap Vitamin C Dan Natrium Benzoat Dalam Kratingdaeng-S Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kckt)

0 1 59

Optimasi Fase Gerak Dapar Fosfat Ph 2,6 : Metanol Terhadap Vitamin C Dan Natrium Benzoat Dalam Kratingdaeng-S Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kckt)

0 1 16