Strategi Pengembangan Bisnis Jahe (Zingiber officinale Rosc.) di Indonesia

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS JAHE

(Zingiber officinale Rosc.) DI INDONESIA

Oleh :

NURUL ZULASMI YANTI A14104593

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(2)

RINGKASAN

NURUL ZULASMI YANTI. Strategi Pengembangan Bisnis Jahe (Zingiber Officinale Rosc) di Indonesia (di bawah bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI).

Jahe merupakan salah satu tanaman rempah yang saat ini memiliki prospek ekonomi yang cukup baik. Namun pada kenyataannya, prospek tersebut belum didukung oleh kondisi yang ada saat ini. Di sektor hulu, petani jahe pada umumnya tidak memiliki pengetahuan tentang teknik budidaya jahe yang efektif dan efisien. Selain itu, proses produksi jahe menjadi produk akhir terutama menjadi obat tradisional atau yang lebih dikenal dengan jamu masih banyak yang belum menggunakan prosedur Good Manufacturing Practices (GMP).

Permasalahan yang ingin dikaji oleh peneliti adalah sebagai berikut: bagaimana karakteristik produk jahe yang dipasarkan pada pasar domestik dan pasar ekspor, bagaimana strategi pengembangan bisnis jahe saat ini, bagaimana strategi pengembangan bisnis jahe di masa yang akan datang terutama untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional. Berdasarkan uraian dalam rumusan masalah, maka peneliti melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk : mendeskripsikan karakteristik produk jahe yang dipasarkan pada pasar domestik dan pasar ekspor, mendeskripsikan strategi pengembangan bisnis jahe saat ini, merumuskan strategi pengembangan bisnis jahe di masa yang akan datang terutama untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional.

Penelitian ini dilakukan dengan melihat kondisi dan prospek bisnis jahe di Indonesia secara keseluruhan. Proses penelitian dilaksanakan secara intensif sejak bulan Maret hingga bulan Oktober 2007. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari wawancara dengan panduan kuesioner PHA (Proses Hirarki Analitik) dengan berbagai pihak yang berhubungan dengan kegiatan budidaya, pengolahan, dan pemasaran jahe di Indonesia. Data sekunder yang merupakan pelengkap data primer diperoleh dari Badan Pusat Statistik di Jakarta, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, perpustakaan di lingkungan IPB, internet, serta berbagai literatur yang dianggap relevan dengan penelitian ini.

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan uraian. Data yang terkumpul diolah terlebih dahulu dengan menggunakan perangkat lunak (software) Expert Choice version 2000. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan seluruh data yang terkumpul dan disajikan dalam susunan yang teratur untuk kemudian dianalisis. Pengolahan data diperlukan untuk menterjemahkan angka-angka yang didapat dari hasil penelitian sekaligus untuk menjawab tujuan penelitian.

Analisis pemilihan strategi pengembangan bisnis jahe ini dilakukan dengan menganalisis elemen-elemen yang berpengaruh terhadap pengembangan bisnis jahe. Elemen tersebut meliputi elemen faktor (pasokan input, informasi pasar, kualitas, perkembangan teknologi, potensi lahan, dan perkembangan pasar), aktor (petani, pedaganga, lembaga penelitian, dan pengolah), tujuan (meningkatkan


(3)

kualitas dan kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional), dan elemen strategi (penerapan Good Agriculture Practices, penerapan Good Manufacturing Practices, kemitraan antara petani dengan pengolah, dan diversifikasi produk).

Hasil pengolahan horizontal untuk elemen faktor diperoleh hasil bahwa faktor perkembangan pasar merupakan faktor yang paling penting dan berpengaruh pada keberhasilan pengembangan bisnis jahe, hal tersebut ditunjukkan oleh bobot yang bernilai 0,227. Faktor perkembangan pasar menempati prioritas utama karena jika pasar obat tradisional tidak menjanjikan keuntungan maka pihak petani maupun pengolah tidak akan tertarik untuk menggeluti bisnis obat tradisional.

Hasil pengolahan horizontal pada tingkat 3 menunjukkan penilaian para aktor mengenai seberapa besar tingkat kepentingan enam konteks faktor yang mempengaruhi pembuatan strategi pengembangan bisnis. Pengolahan horizontal untuk membandingkan tingkat kepentingan aktor dalam konteks pasokan input produksi menghasilkan pasokan input sebagai faktor yang terpenting bagi petani, hal ini bisa dilihat dari bobot nilai sebesar 0,306. Pengolahan horizontal untuk membandingkan tingkat kepentingan aktor dalan konteks informasi pasar menetapkan petani jahe sebagai aktor terpenting dengan bobot nilai sebesar 0,305. Pihak pengolah memilih kualitas sebagai faktor terpenting dengan bobot nilai sebesar 0,291. Pengolah dan petani jahe secara berturut-turut menempati posisi terpenting dengan bobot nilai sebesar 0,339 dan 0,301 dalam hal kepentingan kemajuan teknologi. Petani sebagai pihak yang berperan langsung dalam membudidayakan jahe menempati prioritas pertama dalam konteks potensi lahan dengan perolehan bobot nilai sebesar 0,411. Pihak pedagang memiliki tingkat kepentingan yang utama dalam hal perkembangan pasar yakni dengan bobot nilai sebesar 0,317.

Peningkatan kuantitas penjualan obat tradisional merupakan prioritas terpenting dengan perolehan bobot nilai sebesar 0,641. Peningkatan kualitas menempati prioritas kedua dengan nilai 0,359. Teknik GAP dan GMP memiliki selisih bobot nilai yang tidak begitu jauh karena strategi GAP dan GMP tidak bisa terpisahkan, yaitu dengan bobot nilai sebesar 0,262 dan 0,281. Analisis pengolahan vertikal juga menempatkan GMP pada posisi pertama karena berkaitan dengan proses produksi.Rasio inkonsistensi keseluruhan yang diperoleh adalah 0,00 yakni dibawah 10 persen yang artinya tingkat kepercayaan atas jawaban responden cukup akurat, meyakinkan, dan dapat dipercaya.


(4)

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DI INDONESIA

Oleh

NURUL ZULASMIYANTI A14104593

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(5)

ii

Nama : Nurul Zulasmiyanti NRP : A14104593

Program Studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis

Judul Skripsi : Strategi Pengembangan Bisnis Jahe (Zingiber officinale Rosc.) di Indonesia

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP. 131 918 659

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian IPB

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(6)

iii

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “STRATEGI PENGMBANGAN BISNIS JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DI INDONESIA” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2008

Nurul Zulasmiyanti


(7)

iv

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Ternate, Maluku Utara pada tanggal 20 september 1983. Penulis merupakan anak pertama dari dua orang bersaudara anak pasangan Bapak Zulkifli Qaimuddin, SE dan Ibu Asmawati.

Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Inpres II Paniki Bawah, Manado pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 10 Paniki Bawah, Manado dan lulus pada tahun 1998. Jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1 Pulau Gebe, Maluku Utara penulis selesaikan pada tahun 2001. Penulis berhasil lulus sebagai Ahli Madya (A.Md) dari Program Studi Diploma 3 Manajemen Agribisnis, Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB pada tahun 2004 dan sejak tahun 2004 pula penulis menempuh pendidikan Program Sarjana pada kelas Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Faperta IPB.


(8)

v

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Pengembangan Bisnis Jahe (Zingiber officinale Rosc.) di Indonesia” sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian sekaligus sebagai salah satu syarat penyelesaian studi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pemilihan jahe sebagai objek penelitian didorong oleh keinginan penulis sendiri untuk bisa memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengem-bangan agribisnis jahe nasional dalam kapasitas sebagai mahasiswa pertanian Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi karena saat ini jahe merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki prospek dan peluang pasar yang cerah, baik di dalam negeri maupun di pasar internasional.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, dengan harapan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para petani, pengusaha perjahean, pemerintah dan berbagai pihak lainnya yang terkait dengan dunia agribisnis jahe nasional.

Bogor, Januari 2008


(9)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Papa, Mama, adikku Nunung dan semua keluargaku yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, mendoakan, dan memberikan dukungan (baik moril maupun materil) kepada penulis selama mengenyam studi di IPB,

2. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah sabar membimbing penulis serta memberikan banyak bantuan, masukan, dan pembelajaran berharga selama penelitian hingga selesainya tulisan ini,

3. Ibu Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen evaluator pada kolokium saya yang telah memberi banyak masukan kritikan dan ide demi penyempurnaan skripsi ini,

4. Bpk. Dr. Ir. Suharno, MAdev selaku dosen penguji utama pada sidang saya yang telah memberikan kritik, saran, dan idenya demi penyempurnaan skripsi ini,

5. Bpk. Ir. Murdianto, MS selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan (Komdik) yang telah memberikan kritikan dan masukan untuk perbaikan penulisan skripsi ini,

6. Para responden dalam penelitian ini (Bu Rini, Bu Ida, Pak Egum, Pak Joko, Pak Kery Hidayat, dan Bu Arifin) yang telah berkenan menjadi responden dalam penelitian ini,

7. Para staf pegawai Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian RI di Jakarta yang telah sudi meluangkan waktunya dalam membantu penulis mendapatkan berbagai data dan referensi yang sangat bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini,

8. Ahmad Jauhari Hasibuan, SP terima kasih karena telah membuat hidupku lebih berwarna…,


(10)

vii

9. Novalina Purba yang telah berkenan menjadi pembahas pada saat seminar hasil penelitian,

10.Para pegawai perpustakaan Badan Pusat Statistik di Jakarta yang telah mengijinkan penulis mencari berbagai data dan referensi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini,

11. Emak, di M15 yang setia menjagaku selama studi program S1 di Buitenzorg

12.Saudari2ku tersayang di M15 dan semua teman-temanku, terima kasih untuk semuanya…,

13.Berbagai pihak yang hasil pemikiran ataupun penelitiannya penulis jadikan bahan rujukan dalam penyusunan skripsi ini,

14.Para dosen dan pegawai di lingkungan Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB yang telah sudi berbagi ilmu dan sangat berjasa selama penulis menempuh pendidikan pada program tersebut,

Semoga segala ilmu dan kebaikan yang diberikan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT…Amiiin ya rabbal ‘alamiiin.


(11)

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS JAHE

(Zingiber officinale Rosc.) DI INDONESIA

Oleh :

NURUL ZULASMI YANTI A14104593

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(12)

RINGKASAN

NURUL ZULASMI YANTI. Strategi Pengembangan Bisnis Jahe (Zingiber Officinale Rosc) di Indonesia (di bawah bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI).

Jahe merupakan salah satu tanaman rempah yang saat ini memiliki prospek ekonomi yang cukup baik. Namun pada kenyataannya, prospek tersebut belum didukung oleh kondisi yang ada saat ini. Di sektor hulu, petani jahe pada umumnya tidak memiliki pengetahuan tentang teknik budidaya jahe yang efektif dan efisien. Selain itu, proses produksi jahe menjadi produk akhir terutama menjadi obat tradisional atau yang lebih dikenal dengan jamu masih banyak yang belum menggunakan prosedur Good Manufacturing Practices (GMP).

Permasalahan yang ingin dikaji oleh peneliti adalah sebagai berikut: bagaimana karakteristik produk jahe yang dipasarkan pada pasar domestik dan pasar ekspor, bagaimana strategi pengembangan bisnis jahe saat ini, bagaimana strategi pengembangan bisnis jahe di masa yang akan datang terutama untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional. Berdasarkan uraian dalam rumusan masalah, maka peneliti melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk : mendeskripsikan karakteristik produk jahe yang dipasarkan pada pasar domestik dan pasar ekspor, mendeskripsikan strategi pengembangan bisnis jahe saat ini, merumuskan strategi pengembangan bisnis jahe di masa yang akan datang terutama untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional.

Penelitian ini dilakukan dengan melihat kondisi dan prospek bisnis jahe di Indonesia secara keseluruhan. Proses penelitian dilaksanakan secara intensif sejak bulan Maret hingga bulan Oktober 2007. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari wawancara dengan panduan kuesioner PHA (Proses Hirarki Analitik) dengan berbagai pihak yang berhubungan dengan kegiatan budidaya, pengolahan, dan pemasaran jahe di Indonesia. Data sekunder yang merupakan pelengkap data primer diperoleh dari Badan Pusat Statistik di Jakarta, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, perpustakaan di lingkungan IPB, internet, serta berbagai literatur yang dianggap relevan dengan penelitian ini.

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan uraian. Data yang terkumpul diolah terlebih dahulu dengan menggunakan perangkat lunak (software) Expert Choice version 2000. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan seluruh data yang terkumpul dan disajikan dalam susunan yang teratur untuk kemudian dianalisis. Pengolahan data diperlukan untuk menterjemahkan angka-angka yang didapat dari hasil penelitian sekaligus untuk menjawab tujuan penelitian.

Analisis pemilihan strategi pengembangan bisnis jahe ini dilakukan dengan menganalisis elemen-elemen yang berpengaruh terhadap pengembangan bisnis jahe. Elemen tersebut meliputi elemen faktor (pasokan input, informasi pasar, kualitas, perkembangan teknologi, potensi lahan, dan perkembangan pasar), aktor (petani, pedaganga, lembaga penelitian, dan pengolah), tujuan (meningkatkan


(13)

kualitas dan kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional), dan elemen strategi (penerapan Good Agriculture Practices, penerapan Good Manufacturing Practices, kemitraan antara petani dengan pengolah, dan diversifikasi produk).

Hasil pengolahan horizontal untuk elemen faktor diperoleh hasil bahwa faktor perkembangan pasar merupakan faktor yang paling penting dan berpengaruh pada keberhasilan pengembangan bisnis jahe, hal tersebut ditunjukkan oleh bobot yang bernilai 0,227. Faktor perkembangan pasar menempati prioritas utama karena jika pasar obat tradisional tidak menjanjikan keuntungan maka pihak petani maupun pengolah tidak akan tertarik untuk menggeluti bisnis obat tradisional.

Hasil pengolahan horizontal pada tingkat 3 menunjukkan penilaian para aktor mengenai seberapa besar tingkat kepentingan enam konteks faktor yang mempengaruhi pembuatan strategi pengembangan bisnis. Pengolahan horizontal untuk membandingkan tingkat kepentingan aktor dalam konteks pasokan input produksi menghasilkan pasokan input sebagai faktor yang terpenting bagi petani, hal ini bisa dilihat dari bobot nilai sebesar 0,306. Pengolahan horizontal untuk membandingkan tingkat kepentingan aktor dalan konteks informasi pasar menetapkan petani jahe sebagai aktor terpenting dengan bobot nilai sebesar 0,305. Pihak pengolah memilih kualitas sebagai faktor terpenting dengan bobot nilai sebesar 0,291. Pengolah dan petani jahe secara berturut-turut menempati posisi terpenting dengan bobot nilai sebesar 0,339 dan 0,301 dalam hal kepentingan kemajuan teknologi. Petani sebagai pihak yang berperan langsung dalam membudidayakan jahe menempati prioritas pertama dalam konteks potensi lahan dengan perolehan bobot nilai sebesar 0,411. Pihak pedagang memiliki tingkat kepentingan yang utama dalam hal perkembangan pasar yakni dengan bobot nilai sebesar 0,317.

Peningkatan kuantitas penjualan obat tradisional merupakan prioritas terpenting dengan perolehan bobot nilai sebesar 0,641. Peningkatan kualitas menempati prioritas kedua dengan nilai 0,359. Teknik GAP dan GMP memiliki selisih bobot nilai yang tidak begitu jauh karena strategi GAP dan GMP tidak bisa terpisahkan, yaitu dengan bobot nilai sebesar 0,262 dan 0,281. Analisis pengolahan vertikal juga menempatkan GMP pada posisi pertama karena berkaitan dengan proses produksi.Rasio inkonsistensi keseluruhan yang diperoleh adalah 0,00 yakni dibawah 10 persen yang artinya tingkat kepercayaan atas jawaban responden cukup akurat, meyakinkan, dan dapat dipercaya.


(14)

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DI INDONESIA

Oleh

NURUL ZULASMIYANTI A14104593

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(15)

ii

Nama : Nurul Zulasmiyanti NRP : A14104593

Program Studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis

Judul Skripsi : Strategi Pengembangan Bisnis Jahe (Zingiber officinale Rosc.) di Indonesia

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP. 131 918 659

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian IPB

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(16)

iii

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “STRATEGI PENGMBANGAN BISNIS JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DI INDONESIA” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2008

Nurul Zulasmiyanti


(17)

iv

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Ternate, Maluku Utara pada tanggal 20 september 1983. Penulis merupakan anak pertama dari dua orang bersaudara anak pasangan Bapak Zulkifli Qaimuddin, SE dan Ibu Asmawati.

Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Inpres II Paniki Bawah, Manado pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 10 Paniki Bawah, Manado dan lulus pada tahun 1998. Jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1 Pulau Gebe, Maluku Utara penulis selesaikan pada tahun 2001. Penulis berhasil lulus sebagai Ahli Madya (A.Md) dari Program Studi Diploma 3 Manajemen Agribisnis, Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB pada tahun 2004 dan sejak tahun 2004 pula penulis menempuh pendidikan Program Sarjana pada kelas Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Faperta IPB.


(18)

v

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Pengembangan Bisnis Jahe (Zingiber officinale Rosc.) di Indonesia” sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian sekaligus sebagai salah satu syarat penyelesaian studi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pemilihan jahe sebagai objek penelitian didorong oleh keinginan penulis sendiri untuk bisa memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengem-bangan agribisnis jahe nasional dalam kapasitas sebagai mahasiswa pertanian Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi karena saat ini jahe merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki prospek dan peluang pasar yang cerah, baik di dalam negeri maupun di pasar internasional.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, dengan harapan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para petani, pengusaha perjahean, pemerintah dan berbagai pihak lainnya yang terkait dengan dunia agribisnis jahe nasional.

Bogor, Januari 2008


(19)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Papa, Mama, adikku Nunung dan semua keluargaku yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, mendoakan, dan memberikan dukungan (baik moril maupun materil) kepada penulis selama mengenyam studi di IPB,

2. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah sabar membimbing penulis serta memberikan banyak bantuan, masukan, dan pembelajaran berharga selama penelitian hingga selesainya tulisan ini,

3. Ibu Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen evaluator pada kolokium saya yang telah memberi banyak masukan kritikan dan ide demi penyempurnaan skripsi ini,

4. Bpk. Dr. Ir. Suharno, MAdev selaku dosen penguji utama pada sidang saya yang telah memberikan kritik, saran, dan idenya demi penyempurnaan skripsi ini,

5. Bpk. Ir. Murdianto, MS selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan (Komdik) yang telah memberikan kritikan dan masukan untuk perbaikan penulisan skripsi ini,

6. Para responden dalam penelitian ini (Bu Rini, Bu Ida, Pak Egum, Pak Joko, Pak Kery Hidayat, dan Bu Arifin) yang telah berkenan menjadi responden dalam penelitian ini,

7. Para staf pegawai Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian RI di Jakarta yang telah sudi meluangkan waktunya dalam membantu penulis mendapatkan berbagai data dan referensi yang sangat bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini,

8. Ahmad Jauhari Hasibuan, SP terima kasih karena telah membuat hidupku lebih berwarna…,


(20)

vii

9. Novalina Purba yang telah berkenan menjadi pembahas pada saat seminar hasil penelitian,

10.Para pegawai perpustakaan Badan Pusat Statistik di Jakarta yang telah mengijinkan penulis mencari berbagai data dan referensi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini,

11. Emak, di M15 yang setia menjagaku selama studi program S1 di Buitenzorg

12.Saudari2ku tersayang di M15 dan semua teman-temanku, terima kasih untuk semuanya…,

13.Berbagai pihak yang hasil pemikiran ataupun penelitiannya penulis jadikan bahan rujukan dalam penyusunan skripsi ini,

14.Para dosen dan pegawai di lingkungan Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB yang telah sudi berbagi ilmu dan sangat berjasa selama penulis menempuh pendidikan pada program tersebut,

Semoga segala ilmu dan kebaikan yang diberikan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT…Amiiin ya rabbal ‘alamiiin.


(21)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Definisi Tanaman Obat dan Industri Obat Tradisional... 8

2.2. Deskripsi Tanaman Jahe ... 10

2.3. Produk dan Syarat Mutu Jahe ... 14

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu ... 15

2.4.1. Penelitian Terdahulu tentang Obat Tradisional ... 15

2.4.2. Penelitian Terdahulu tentang Analisis Hirarki Proses (AHP) ... 18

2.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 21

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 22

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 22

3.1.1. Konsep dan Model Manajemen Strategi ... 22

3.1.2. Konsep Analisis Hirarki Proses (AHP) ... 24


(22)

ix

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 29 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29 4.2. Jenis dan Sumber Data ... 29 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 29 4.3.1. Metode Analisis Hirarki Proses (AHP) ... 30 BAB V. GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS JAHE DI INDONESIA 39

5.1. Bisnis Jahe di Pasar Dalam Negeri ... 41 5.2. Prospek Bisnis Jahe di Pasar Internasional ... 43 BAB VI. STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS JAHE

DI INDONESIA ... 51 6.1. Strategi Pengembangan Bisnis Jahe Saat Ini ... 62 6.2. Analisis Alternatif Strategi Pengembangan Bisnis Jahe ... 63 6.2.1. Analisis Pengolahan Horizontal ... 64 6.2.2. Analisis Pengolahan Vertikal ... 76 6.2.3 Pembagian Tugas Untuk Para Aktor... 78 6.2.4. Ikhtisar ... 79

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80 7.1. Kesimpulan ... 80 7.2. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN ... 85


(23)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Industri Obat Tradisional (IOT) dan

Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) Tahun 1995 – 2004 .... 1 2. Standar Mutu Jahe Segar ... 15 3. Standar Mutu Minyak Atsiri Jahe ... 16 4. Standar Mutu Simplisia Jahe ... 17 5. Nilai Skala Dasar Perbandingan pada PHA ... 39 6. Matriks Pendapat Individu (MPI) ... 40 7. Matriks Pendapat Gabungan (MPG) ... 40 8. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Jahe Seluruh Indonesia

Menurut Status Pengusahaan dari Tahun 1989 - 2002 ... 45 9. Perkembangan Volume Ekspor Jahe Segar Indonesia ke 10

Negara Tujuan Ekspor dari Tahun 2001 – 2005 ... 50 10. Perkembangan Nilai Ekspor Jahe Segar Indonesia ke 10

Negara Tujuan Ekspor dari Tahun 2001 – 2005 ... 51 11. Volume dan Nilai Ekspor Produk Olahan Jahe Tahun

2000 – 2006 ... 52 12. Perkembangan Volume dan Nilai Impor Jahe Segar

Indonesia Selama Tahun 1990 – 2000 ... 53 13. Ekspor Jamu Tahun 1996 – 2000 ... 54 14. Negara-Negara Pengekspor Jamu Terbesar dan Negara Tujuan

Ekspornya pada Tahun 2001... 55 15. Impor Jamu Tahun 1996 – 2000 ... 56 16. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Elemen Faktor ... 59


(24)

xi

17. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan

Tingkat Kepentingan Aktor dalam Konteks Pasokan Input ... 61 18. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan

Tingkat Kepentingan Aktor dalam Konteks

Informasi Pasar ... 62 19. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan

Tingkat Kepentingan Aktor dalam Konteks Kualitas ... 64 20. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan

Tingkat Kepentingan Aktor dalam Konteks

Kemajuan Teknologi ... 65 21. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan

Tingkat Kepentingan Aktor dalam Konteks

Potensi Lahan ... 66 22. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan

Tingkat Kepentingan Aktor dalam Konteks

Perkembangan Pasar ... 67 23. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan

Tingkat Kepentingan Para Aktor Terhadap Tujuan ... 69 24. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan

Tingkat Kepentingan Strategi ... 70 25. Hasil Pengolahan Vertikal untuk Membandingkan

Tingkat Kepentingan Strategi Guna Meningkatkan Kualitas

Jahe sebagai Obat Tradisional ... 76 26. Hasil Pengolahan Vertikal untuk Membandingkan

Tingkat Kepentingan Strategi Guna Meningkatkan Kuantitas


(25)

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagan Hasil Olahan Jahe ... 13 2. Model Struktur Hirarki ... 25 3. Kerangka Pemikiran Operasional ... 28 4. Jalur Tataniaga Jahe di Pasar Domestik ... 44 5. Jalur Tataniaga Jahe untuk Pasar Ekspor ... 47


(26)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Diagram Awal Hirarki AHP Berdasarkan Sumber Teori

dan Studi Terdahulu ... 85 2. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Elemen Faktor ... 86 3. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat

Kepentingan Aktor Dalam Konteks Pasokan Input ... 87 4. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat

Kepentingan Aktor Dalam Konteks Informasi Pasar ... 87 5. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat

Kepentingan Aktor Dalam Konteks Kualitas ... 88 6. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat

Kepentingan Aktor Dalam Konteks Kemajuan Teknologi ... 88 7. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat

Kepentingan Aktor Dalam Konteks Potensi Lahan ... 89 8. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat

Kepentingan Aktor Dalam Konteks Perkembangan Pasar ... 89 9. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat

Kepentingan Para Aktor Terhadap Tujuan ... 90 10. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat

Kepentingan Strategi ... 90 11. Hasil Pengolahan Vertikal untuk Membandingkan Tingkat

Kepentingan Strategi Guna Meningkatkan Kualitas Jahe

sebagai Obat Tradisional ... 89 12. Hasil Pengolahan Vertikal untuk Membandingkan Tingkat

Kepentingan Strategi Guna Meningkatkan Kuantitas Penjualan Jahe sebagai Obat Tradisional ... 91


(27)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Potensi lahan dan keanekaragaman hayati di Indonesia memungkinkan untuk dilakukannya pengembangan tanaman biofarmaka yang beranekaragam. Hal ini didukung oleh beberapa faktor diantaranya : kondisi trend kenaikan harga obat-obatan, meningkatnya kesadaran individu untuk meningkatkan kualitas kesehatannya, meningkatnya kesadaran masyarakat untuk lebih fokus pada prinsip kesehatan “mencegah lebih baik daripada mengobati”, kesadaran masyarakat akan bahaya mengkonsumsi obat-obat kimia dalam jangka waktu yang lama dan permintaan konsumen akan naturalproducts1).

Peralihan pilihan konsumsi obat-obatan masyarakat dari yang berbahan baku kimia menjadi berbahan baku alami turut mendorong berkembangnya Industri Obat Tradisional (IOT) dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di dalam negeri. Perkembangan IOT dan IKOT dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Industri Obat Tradisional (IOT) dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di Indonesia Tahun 1995 – 2004

Tahun IOT IKOT Total Industri Pertumbuhan Industri (%)

1995 40 508 548 0

1996 66 517 583 6,0

1997 77 559 636 8,3

1998 79 602 687 7,4

1999 87 722 809 15,1

2000 94 855 949 14,7

2001 113 903 1016 4,9

2002 118 917 1035 1,5

2003 108 952 1060 4,5

2004 112 1000 1112 4,7

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 200

1) )

Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, ”Prosiding Fasilitasi Forum Kerjasama Pengembangan Biofarmaka”, edisi 2006.


(28)

Fenomena yang ada selama ini adalah bahwa petani menanam tanaman obat tradisional hanya untuk konsumsi pribadi ataupun lingkungan sekitar, hanya sebagian kecil yang memanfaatkannya sebagai salah satu usaha untuk men-dapatkan penghasilan (Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, 2007). Perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin sadar akan arti kesehatan yang diikuti oleh berkembangnya perusahaan IOT dan IKOT diharapkan dapat menumbuhkan keinginan petani untuk membudidayakan tanaman obat tradisional secara lebih serius. Kondisi tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik terutama oleh petani untuk menjadi sumber penghasilan.

Pemanfaatan tanaman obat tradisional telah turun temurun dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Pengetahuan tradisional masyarakat tentang ramuan dan jenis tumbuhan obat merupakan aset dan modal dasar bagi pengembangan bisnis tanaman obat2). Sekitar 30.000 spesies tumbuhan di Indonesia, hingga saat ini hanya 9.600 tumbuhan diketahui berkhasiat obat dan 300 di antaranya sudah digunakan sebagai bahan jamu oleh industri.3) Indonesia saat ini telah memiliki sumberdaya manusia yang handal untuk mengembangkan bisnis tanaman obat, namun potensi tersebut belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah maupun industri. Pengembangan bisnis tanaman obat memerlukan kerjasama yang sinergis diantara berbagai pihak yang berkepentingan.

Berdasarkan khasiatnya, ada lima komoditi tanaman obat potensial yang dapat dikembangkan yaitu temulawak, kunyit, kencur, jahe, dan purwoceng. Tanaman

2

) http://Ic.bppt.go.id/iptek powered by Joomla, 2005 (diakses 15 juli 2007) 3)

Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, ”Prosiding Fasilitasi Forum Kerjasama Pengembangan Biofarmaka” edisi tahun 2006


(29)

2

jahe merupakan tanaman rempah-rempah sekaligus tanaman yang berfungsi sebagai bahan baku obat-obatan. Masyarakat Indonesia menggunakan rimpang jahe sebagai bumbu masakan, yang dapat memberikan aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai jenis minuman. Jahe juga dapat digunakan sebagai bahan baku jamu tradisional, minyak wangi, serta berbagai produk olahan lainnya. Masyarakat luar negeri juga menggunakan jahe sebagai bahan baku untuk aneka macam produk, sehingga jahe juga merupakan salah satu komoditi ekspor yang dapat diandalkan (Andoko dan Harmono, 2005).

Tanaman jahe dapat digunakan sebagai bahan baku obat-obatan atau jamu karena jahe mengandung satu hingga empat persen minyak atsiri dan oleoresin. Secara tradisional jahe digunakan sebagai peluruh dahak atau obat batuk, peluruh keringat, peluruh angin perut, diare, dan pencegah mual. Jahe juga bisa digunakan untuk menghilangkan nyeri dan gejala yang berhubungan dengan rematik. Jahe bila dikonsumsi dalam bentuk teh dapat memperbaiki pencernaan dan merangsang nafsu makan. Maka dari itu, belakangan ini semakin banyak dilakukan penelitian mengenai khasiat tanaman jahe agar bisa lebih dikembangkan sebagai obat tradisional atau jamu.

1.2 Perumusan Masalah

Pengembangan bisnis tanaman obat secara umum dihadapkan pada berbagai masalah, antara lain : (1) belum tersedianya informasi tentang sifat-sifat bio-ekologi spesies tanaman obat yang merupakan dasar dari teknologi budidaya, (2) masih banyaknya spesies-spesies tanaman obat yang belum diketahui cara pembudidayaannya, (3) masih lemahnya sistem pemasaran tanaman obat, (4)


(30)

3

belum terampilnya sumberdaya manusia yang akan melakukan kegiatan budidaya, (5) kurangnya dana untuk pengembangan tanaman obat, dan (6) kurangnya sarana dan prasarana yang diperlukan (Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2002).

Jahe merupakan salah satu tanaman rempah yang saat ini memiliki prospek ekonomi yang cukup baik, karena banyak digunakan sebagai bahan baku obat- obatan, makanan, dan minuman. Namun pada kenyataannya, prospek tersebut belum didukung oleh kondisi yang ada saat ini. Kurangnya koordinasi yang baik antara para pelaku usaha menjadikan kontinuitas pengadaan bahan baku untuk proses produksi yang berupa jahe segar menjadi tidak lancar. Akibatnya bisnis jahe yang prospektif untuk dikembangkan karena memberikan manfaat dan keuntungan menjadi kurang diminati oleh para pelaku usaha. Pembudidayaan jahe masih terbatas pada perseorangan yang berminat dan karena terikat kontrak pada beberapa pemasok obat yang sudah lama beroperasi.

Di sektor hulu, petani jahe pada umumnya tidak memiliki pengetahuan tentang teknik budidaya jahe yang efektif dan efisien, yang pada akhirnya mengakibatkan petani mengalami kerugian. Kurangnya informasi pasar mengakibatkan petani tidak mengetahui jalur pemasaran yang paling menguntungkan untuk produknya. Akibatnya mereka cenderung menjualnya ke tengkulak dan pasar tradisional dengan harga yang rendah. Kondisi tersebut secara perlahan namun pasti membuat petani enggan untuk mengusahakan pembudidayaan jahe kembali, sehingga kontinuitas produksinya menjadi tidak terjaga.

Petani juga belum menyadari betapa pentingnya kualitas dari hasil produksi, sehingga mutu dari tiap simplisia seringkali tidak sama. Terkadang ditemui rimpang jahe yang terlalu besar kandungan seratnya dan memiliki kandungan air yang terlalu berlebihan sehingga dapat berpengaruh pada proses pengolahannya.


(31)

4

Hal tersebut juga disebabkan karena aktivitas sortasi dan grading yang cenderung tidak dilakukan secara optimal pada saat pasca panen.

Konsumen jahe yaitu IOT, IKOT, maupun Usaha Jamu Racikan, lebih memilih untuk membeli jahe segar tidak langsung ke petani melainkan ke pedagang pengumpul. Hal ini dilakukan dengan alasan karena jahe segar di pedagang pengumpul biasanya sudah disortir dan digrading sesuai dengan kualitasnya masing-masing. Alasan lainnya, pedagang pengumpul bisa menyediakan kebutuhan konsumen tersebut dalam kapasitas yang besar karena tidak berasal hanya dari satu petani saja. Permasalahan lain yang dihadapi industri pengolah adalah kurangnya pemanfaatan teknologi yang handal dalam proses pengolahan sehingga produk yang dihasilkan kualitasnya belum maksimal dan hasil produk olahannya masih terbatas.

Petugas penyuluh pertanian yang notabene perwakilan dari Dinas Pertanian yang dimiliki oleh tiap daerah kurang aktif dalam melakukan penyuluhan terutama yang berkaitan dengan teknik budidaya yang baik jika jahe tidak termasuk dalam salah satu komoditi unggulan dari daerah tersebut. Hal ini secara tidak langsung tentu berdampak negatif dalam aktivitas on farm yang merupakan hulu dari aliran agribisnis jahe di Indonesia.

Selain itu, proses produksi jahe menjadi produk akhir terutama menjadi obat tradisional atau yang lebih dikenal dengan jamu belum menggunakan prosedur

Good Manufacturing Practices (GMP) secara intensif dan menyeluruh. Perusahaan yang mengolahnya cenderung hanya berdasarkan pada uji khasiat, sehingga produk yang dihasilkan seringkali gagal untuk diekspor karena kualitas produk yang dihasilkan dianggap belum memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan oleh negara tujuan.


(32)

5

Oleh karena itu permasalahan yang ingin dikaji oleh peneliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik produk jahe yang dipasarkan pada pasar domestik dan pasar ekspor

2. Bagaimana strategi pengembangan bisnis jahe saat ini

3. Bagaimana strategi pengembangan bisnis jahe di masa yang akan datang terutama untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian dalam rumusan masalah, maka peneliti melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk :

1. Mendeskripsikan karakteristik produk jahe yang dipasarkan pada pasar domestik dan pasar ekspor

2. Mendeskripsikan strategi pengembangan bisnis jahe saat ini

3. Merumuskan strategi pengembangan bisnis jahe di masa yang akan datang terutama untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa berguna sebagai masukan yang membangun untuk para petani dan pengusaha yang bergerak pada usaha budidaya dan pengolahan jahe. Temuan dalam penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan kepada pemerintah untuk lebih serius memperhatikan dan mengelola potensi bisnis jahe Indonesia yang masih belum termanfaatkan secara optimal. Hasil penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi referensi bagi studi lanjutan


(33)

6

yang terkait dengan dunia agribisnis jahe di Indonesia, sekaligus menjadi tambahan wawasan bagi para pembaca.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada strategi pengembangan bisnis jahe sebagai obat tradisional, baik itu kualitas produknya maupun kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional. Namun dalam gambaran umum, dibahas juga mengenai bisnis jahe secara umum dari produk-produk jahe yang lain.


(34)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi Tanaman Obat dan Industri Obat Tradisional

Tanaman obat merupakan tanaman yang mudah tumbuh meskipun di lahan-lahan yang sudah tidak dapat ditanami tanaman lain. Menurut Songko (2002), tanaman obat adalah tanaman yang penggunaan utamanya untuk keperluan obat-obatan, sedangkan menurut Hamid et al. dalam Songko (2002), tanaman obat adalah semua tanaman baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan, dapat digunakan sebagai obat dan berkisar dari yang terlihat dengan mata hingga yang nampak di bawah mikroskop.

Menurut Suhirman dalam Songko (2002), tanaman obat adalah tanaman yang bagian tanamannya (daun, batang, atau akar) mempunyai khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai obat modern atau tradisional. Pengertian obat-obatan menurut Songko (2002) adalah obat tradisional yang daya pengaruhnya belum dibuktikan secara medis, serta obat fitoterapi dan obat modern yang secara medis sudah diketahui daya penyembuhnya.

Songko (2002) lebih rinci mengemukakan bahwa tanaman obat adalah seluruh spesies tanaman obat yang diketahui atau dipercaya berkhasiat obat, dan dapat dikelompokkan menjadi : (1) tanaman obat tradisional, yaitu tanaman yang diketahui atau dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional, (2) tanaman obat modern, yaitu spesies tanaman yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa/ bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis, dan (3) tanaman obat potensial yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi


(35)

8

belum dibuktikan secara ilmiah atau medis atau penggunaannya sebagai bahan baku obat tradisional sulit ditelusuri.

Menurut BPS (2004), tanaman obat didefinisikan sebagai tanaman yang bermanfaat sebagai obat-obatan yang dikonsumsi dari berbagai tanaman berupa daun, bunga, buah, umbi (rimpang) atau akar. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 246/MENKES/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional dan pendaftaran obat tradisional, maka Industri Obat Tradisional dibagi dalam kategori :

1. IOT

Industri Obat Tradisional (IOT) adalah industri yang memproduksi obat tradisional dengan total asset diatas Rp. 600.000.000,- tidak termasuk harga tanah dan bangunan. Beberapa contoh industri yang termasuk IOT adalah Jamu Air Mancur, Jamu Jago, Jamu Nyonya Meneer, Sari Ayu, Mustika Ratu, dll.

2. IKOT

Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) adalah industri yang memproduksi obat tradisional dengan total asset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- tidak termasuk harga tanah dan bangunan

3. Usaha Jamu Racikan

Usaha Jamu Racikan adalah usaha peracikan, pencampuran dan/atau pengo-lahan obat tradisional dalam bentuk rajangan, serbuk, cairan, pilis, tapel, atau parem dengan skala kecil, dijual di satu tempat tanpa penandaan/merek dagang. 4. Usaha Jamu Gendong

Usaha Jamu Gendong adalah usaha peracikan, pencampuran, pengolahan, dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, tapel atau parem tanpa penandaan atau merek dagang serta dijajakan untuk langsung digunakan.


(36)

9

Obat tradisional adalah obat asli Indonesia yang berasal dari tanaman obat, proses produksinya masih tradisional dan belum diuji secara ilmiah. Obat tradisional ini berupa ramuan, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Herba, 2002).

Biofarmaka merupakan bahan hayati baik tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang mempunyai fungsi sebagai obat dan “nutraceuticals”, baik untuk manusia, hewan, maupun tumbuhan. Ruang lingkup biofarmaka mencakup sumberdaya hayati yang berfungsi sebagai obat dengan tujuan untuk perawatan dan rehabilitasi kesehatan yang meliputi suplemen, jamu, obat, dan kosmetika (Dirjen Hortikultura, 2006).

Menurut Keputusan Nomor 230/Menkes/IX/1976 dalam Melaniawati tentang simplisia :

1. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan

2. Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, dapat juga berupa bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.

3. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.


(37)

10

4. Simplisia pelikan (mineral) adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelikan (meneral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

2.2Deskripsi Tanaman Jahe

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu dari sejumlah temu-temuan dari suku Zingiberaceae yang sudah ada sejak dulu digunakan sebagai bagian dari rempah-rempah dan telah diperdagangkan secara luas di dunia. Jahe tergolong pada tumbuhan semak yang memiliki umbi batang dan rimpang. Batangnya merupakan batang semu, terdiri dari pelepah-pelepah daun yang berpadu. Tinggi batang antara 40 sampai 60 cm, bahkan bisa mencapai 1 meter.

Umbi batang dan rimpang tumbuh menjalar di dalam tanah secara mendatar. Umbi batangnya tumbuh memanjang, bercabang-cabang dengan cara ber-tunas. Tunas-tunas inilah yang dikenal dengan rimpang, berupa bonggol beruas-ruas, yang memiliki aroma yang khas dan rasa yang pedas. Warna rimpang kuning atau jingga, dan pada bagian tengah warnanya lebih tua. Di sekitarnya terdapat akar-akar serabut yang lebih banyak terdapat pada bagian bawah rimpang.

Jahe hendaknya dibudidayakan di tanah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik (humus) dan berdrainase baik untuk mendapatkan rimpang jahe yang gemuk dan berdaging. Pengembangan jahe umumnya dilakukan pada tanah-tanah latosol, aluvial, podsolik merah kuning yang cukup subur dan andosol yang mengandung bahan organik relatif tinggi. Tanaman jahe tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki banyak genangan air (drainase buruk), tanah rawa, tanah liat berat, dan pada tanah yang didominasi oleh kandungan pasir kasar atau kerikil (Rusli dan Sofyan et al.,1987).


(38)

11

Klasifikasi tanaman jahe adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberacea Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale

Setiap daerah memiliki struktur tanah yang berbeda-beda, maka dari itu sentra produksi untuk tiga jenis jahe juga berbeda-beda. Ada tiga daerah sentra produksi jahe yaiu :

1. Jawa Barat merupakan sentra produksi jahe gajah. Jahe jenis ini rimpangnya besar dan gemuk, ruas rimpang lebih menggembung. Jahe gajah bisa untuk dikonsumsi, baik saat masih berumur 3 – 4 bulan maupun sudah berumur 8 – 9 bulan. Jahe gajah juga bisa dimanfaatkan dalam bentuk jahe segar atau jahe olahan.

2. Jawa Tengah merupakan sentra produksi jahe emprit. Jahe ini ruasnya kecil, agak rata sampai agak menggembung. Jahe emprit bisa dipanen setelah berumur 8 – 9 bulan. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas dan seratnya lebih tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan atau untuk diekstrak menjadi oleoresin dan minyak atsiri. 3. Sumatera, Bengkulu, dan Lampung merupakan sentra produksi Jahemerah,

memiliki rimpang berwarna merah, bentuknya lebih kecil daripada jahe gajah


(39)

12

memiliki kandungan minyak atsiri paling tinggi dibandingkan dua jenis lainnya yakni sebesar 4% sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.

Penanaman jahe oleh petani umumnya tergantung dari kegunaannya. Rimpang jahe segar umumnya digunakan untuk pembuatan jahe asinan, permen jahe dan bubuk jahe. Bagian tersebut biasanya berasal dari varietas jahe besar atau dikenal dengan nama Jahe Gajah atau Badak. Rimpang jahe jenis kecil atau emprit biasa digunakan untuk penyedap makanan, minuman penghangat, minyak atsiri dan bahan baku jamu. Sedangkan jahe merah biasa digunakan untuk obat, minyak atsiri dan oleoresin. Jahe segar yang diekspor Indonesia umumnya adalah jenis jahe besar, sedangkan jenis jahe kecil umumnya diekspor dalam bentuk jahe kering. Penggolongan hasil olahan jahe secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh petani untuk mendapatkan produksi jahe yang optimal selain dengan pembibitan yang baik adalah melalui cara penanaman yang benar dan pemeliharaan yang meliputi penyulaman, penyiangan, pembumbunan (penggemburan), pemberian serasah (mulching), serta pemupukan. Pengendalian hama dan penyakit yang dapat mengganggu hasil produksi jahe juga dibutuhkan, karena salah satu kendala pengembangan komo-ditas jahe adalah penyakit layu bakteri (Pseudomonas solanacearum) yang menyebabkan turunnya produksi dan mutu. Hingga saat ini belum ditemukan solusi yang efektif mengatasi penyakit tersebut. Pihak Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika (BALITRO) masih terus mengadakan penelitian dan pengembangan sehubungan dengan pemecahan masalah budidaya jahe yaitu penyakit layu bakteri.


(40)

15

Jahe besar

Jahe tua

(8-9 bulan) Rimpang segar

Makanan (selai,dodol jahe)

Minuman (anggur dan sirup jahe) Jahe asinan

Manisan jahe Pikel jahe Jahe muda

(3-4 bulan)

Jahe kering Jahe kecil

Jahe kering

Rimpang segar

Bubuk jahe Minyak jahe Oleoresin jahe

Rimpang segar

Gula jahe

Jahe merah

Gula jahe

Gambar 1. Bagan Hasil Olahan Jahe Sumber : Trubus, 1999


(41)

15

2.3 Produk dan Syarat Mutu Jahe

Tanaman jahe dapat dijual dalam bentuk jahe segar maupun dalam bentuk olahan lainnya seperti bubuk jahe, jahe kering, minyak atsiri, oleoresin, dan asinan jahe. Jahe segar lebih banyak dikonsumsi oleh pasar domestik untuk kepentingan kesehatan. Hal ini terkait dengan kebiasaan orang Indonesia yang sejak dulu sudah gemar mengkonsumsi tanaman obat termasuk jahe.

Selain untuk memenuhi permintaan pasar domestik, jahe segar maupun jahe olahan lainnya dapat diekspor. Jahe dan produk olahan jahe harus memenuhi syarat-syarat mutu yang telah ditetapkan agar lebih bisa bersaing di pasaran. Berikut ini merupakan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sehingga jahe dan produk olahan jahe bisa dipasarkan di dalam maupun di luar negeri.

1. Jahe Segar

Jahe segar merupakan jahe yang baru dipanen dan belum mengalami perubahan bentuk. Jahe segar kualitas ekspor yang dikehendaki adalah jahe rimpang gemuk dengan berat minimum 200 gram. Tabel 3 berikut menunjukkan standar mutu jahe segar yang diinginkan oleh konsumen.

Tabel 3. Standar Mutu Jahe Segar

No. Karateristik Syarat Mutu

1 Kesegaran jahe Kulit jahe tampak halus, mengkilat, dan tidak keriput

2 Rimpang bertunas Tidak ada salah satu atau beberapa ujung rimpang yang bertunas

3 Kenampakan irisan melintang

Jahe segar bila diiris melintang pada salah satu rimpangnya maka penampangnya berwarna cerah khas jahe segar

4 Bentuk rimpang Rimpang jahe segar dikatakan utuh bila cabang-cabang dari rimpang jahe tidak ada yang patah, dengan maksimum dua penampang patah pada pangkalnya

5 Serangga hidup Bebas dari serangga hidup Sumber : Agromedia Pustaka, 2005


(42)

2. Bubuk Jahe

Bubuk jahe merupakan jahe kering sempurna (kadar air sekitar 8 – 10 persen). Jahe kering tersebut digiling halus dengan ukuran sekitar 50 – 60 mesh dan dikemas dalam wadah yang kering.

3. Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap yang terdiri atas campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang berbeda. Seba-gian besar minyak atsiri diperoleh melalui penyulingan (hidrodestilasi). Minyak atsiri yang disuling dari jahe berwarna bening sampai kuning tua. Lama penyu-lingan berlangsung 10–15 jam agar minyak dapat tersuling semua. Kadar minyak dari jahe mencapai 1,5–3 persen. Tabel 4 berikut menunjukkan standar mutu minyak jahe yang masih mengacu pada ketentuan Essential Oil Association

(EOA).

Tabel 4. Standar Mutu Minyak Atsiri Jahe

No. Spesifikasi Persyaratan

1 Warna kuning muda – kuning

2 Bobot jenis 25/25 ºC 0.877 – 0.882

3 Indeks bias 1.486 – 1.492

4 Putaran optik (-28º) – (-45º)

5 Bilangan penyabunan, maksimum 20 Sumber : Agromedia Pustaka, 2005

Minyak atsiri banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri parfum, kosmetik, essence, farmasi dan flavouring agent. Saat ini bahkan sedang giat dikembangkan upaya penyembuhan penyakit melalui aromatheraphy, yaitu dengan menggunakan minyak atsiri yang berasal dari tanaman.


(43)

15

4. Oleoresin

Oleoresin merupakan campuran resin dan minyak atsiri yang diperoleh dari ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik yang berupa etanol, aseton, isopropanol ataupun heksan. Jahe mengandung resin yang cukup tinggi sehingga bisa dibuat sebagai oleoresin. Keunggulan dari oleoresin adalah lebih higienis dan mempunyai kekuatan lebih bila dibandingkan dengan jahe segar. Penggunaan oleoresin dalam industri lebih disukai karena aromanya lebih tajam sehingga penggunaanya tidak membutuhkan biaya yang cukup besar.

5. Jahe Kering

Jahe kering adalah jahe yang diawetkan melalui proses pengeringan baik pengeringan menggunakan tenaga surya maupun dengan pengeringan buatan. Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air sampai batas yang terbaik (sekitar 8 – 10 persen), karena pada tingkat kadar air tersebut jahe bisa aman dari pencemaran yang disebabkan oleh jamur dan penggunaan insektisida yang berlebihan. Jahe kering dapat dijual dalam bentuk tidak dikuliti, maupun setengah dikuliti. Tabel 5 berikut menunjukkan standar mutu simplisia jahe (jahe kering). Tabel 5. Standar Mutu Simplisia Jahe

No. Karateristik Nilai

1 Kadar air, maksimum 12 %

2 Kadar minyak atsiri, maksimum 1.5 %

3 Kadar abu, maksimum 8.0 %

4 Berjamur atau berserangga -

5 Benda asing, maksimum 2.05

Sumber : Agromedia Pustaka, 2005 2.4 Hasil Penelitian Terdahulu


(44)

15

Penelitian mengenai tanaman obat tradisional pernah dilakukan oleh beberapa mahasiswa, diantaranya Sastrawan (2006), Luther (2006), dan Budiman (2004). Sastrawan (2006) melakukan penelitian mengenai ”Optimalisasi Produksi Obat Tradisional pada KTO Enggal Damang”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa seiring dengan peningkatan mitra jual dan untuk memenuhi permintaan pasar perlu dilakukan peningkatan produksi, namun perusahaan masih sulit untuk dapat memenuhinya. Oleh karena itu, sumberdaya yang dimiliki harus dialokasikan secara efisien dalam rangka menghasilkan produk yang beragam agar dapat memberikan keuntungan yang maksimal.

Berdasarkan hasil olahan data diketahui bahwa KTO Enggal Damang belum melakukan produksi secara optimal. Tingkat produksi obat tradisional pada kondisi optimal lebih besar daripada produksi aktualnya dengan jenis obat tradisional yang sama. Produksi obat tradisional pada kondisi aktual sebesar 105,6 (63.360 kapsul), sedangkan pada kondisi optimal disarankan untuk memproduksi sebesar 219,38 (131.628 kapsul). Dengan menerapkan pola produksi optimal, laba kotor yang diperoleh KTO Enggal Damang mencapai Rp. 13.437.330 atau 109,1 persen lebih tinggi dibandingkan laba kotor aktualnya dan tingkat produksi optimal dapat memenuhi permintaan pasar sebesar 95 persen.

Luther (2006) meneliti tentang ”Strategi Pengembangan Agrowisata Obat Tradisional Taman Sringanis”. Hasil analisis dengan matriks EFI dan EFE menunjukkan bahwa kekuatan utama Taman Sringanis adalah kualitas produk yang baik, sedangkan kelemahan terbesarnya adalah misi perusahaan yang tidak berorientasi pada laba. Gaya hidup masyarakat untuk back to nature menjadi peluang terbesarnya, dan penggunaan obat farmasi dalam medis menjadi ancaman terbesar yang dihadapi Taman Sringanis.


(45)

15

Rumusan analisis SWOT mendapatkan empat strategi alternatif yang dapat dijadikan pilihan bagi Taman Sringanis dalam rangka memperbaiki atau meningkatkan kinerjanya, diantaranya :

1. mempertahankan harga produk,

2. mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro serta menjaga kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat,

3. meningkatkan kegiatan promosi secara optimal, dan 4. memperbaiki sistem manajemen perusahaan.

Prioritas strategi berdasarkan analisis dengan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) merekomendasikan strategi satu sebagai nilai tertinggi, dengan langkah-langkah operasionalnya sebagai berikut :

1. mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro,

2. memanfaatkan kualitas produk, citra baik di mata konsumen, mempertahankan hubungan baik dengan pemasok, serta hubungan baik dengan instansi peme-rintah untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi, pendatang baru dan produk substitusi, serta peningkatan jumlah pelaku industri,

3. melakukan uji laboratorium untuk menjamin mutu produknya aman dikon-sumsi sehingga dapat lebih diterima dan dipercaya oleh masyarakat luas. Budiman (2004) melakukan penelitian tentang ”Analisis Strategi Bersaing Obat Tradisional”. Analisisnya menggunakan matriks Internal Factor Evaluation

(IFE), matriks External Factor Evaluation (EFE), matriks Competitive Profile Matrix (CPM), dan matriks Strategic Position and Action Evaluation (SPACE). Analisis melalui matriks IFE menunjukkan bahwa Taman Sringanis berada dalam kondisi internal yang kuat, sedangkan matriks EFE menunjukkan bahwa Taman


(46)

15

Sringanis memiliki kemampuan rata-rata dalam memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman dari lingkungan eksternal.

Hasil analisis dengan CPM menunjukkan bahwa nilai total skor yang diperoleh Taman Sringanis adalah 2,1709, sedangkan pesaingnya Karyasari 3,0130. Angka tersebut menunjukkan bahwa Karyasari lebih unggul dibandingkan Taman Sringanis, namun tidak dapat diartikan bahwa Karyasari 80 persen lebih bagus daripada Taman Sringanis. Sedangkan matriks SPACE menunjukkan bahwa Taman Sringanis berada pada kuadran agresif yang artinya memiliki kondisi keuangan yang sehat, dan memiliki keunggulan bersaing dalam industri yang sedang tumbuh dan stabil.

2.4.2Penelitian Terdahulu tentang Analisis Hirarki Proses (AHP)

Penelitian mengenai Analisis Hirarki Proses (AHP) telah dilakukan oleh Mardiana (2007), Agustini (2007), Piansyah (2007) dan Melasari (2007). Mardiana (2007) meneliti tentang ”Analisis Strategi Pengembangan Bisnis Pusat Perbelanjaan Modern pada LA PIAZZA, Sentra Kelapa Gading, Jakarta Utara”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa dari hasil pengolahan data dengan AHP diperoleh prioritas alternatif strategi pengembangan bisnis secara berturut-turut : (1) meningkatkan kualitas atau mutu pelayanan kepada konsumen dalam

kemampuan manajemen dan teknologi,

(2) memperluas pemasaran atau divisi marketing melalui pengadaan event-event

dan meningkatkan outlet atau tenant-tenant yang bermerek terkenal sesuai dengan konsep life style,


(47)

15

(3) bekerjasama dengan pihak Badan Meteorologi Geofisika (BMG) untuk mengetahui keadaan cuaca dan membuat alternatif tenda darurat saat hujan datang, serta

(4) memantapkan target pasar pada konsep life style sehingga tujuan agar pelanggan tidak memperhitungkan harga untuk menikmati gaya hidupnya terpenuhi.

Agustini (2007) dengan judul penelitian ”Pengembangan Strategi Bauran Pemasaran dengan 7-P pada PT. Alco Company” menyimpulkan bahwa Harga merupakan strategi nomor satu dengan strategi operasionalnya adalah menetapkan harga di bawah pesaing. Strategi kedua adalah Produk dengan cara menjaga dan meningkatkan kualitas. Proses menjadi strategi ketiga melalui pelayanan antar pesanan, sedangkan Promosi menjadi strategi keempat dengan cara penjualan personal. Strategi kelima adalah Distribusi melalui distribusi langsung, strategi keenam adalah orang atau Tenaga Kerja dengan cara melatih kesigapan, dan strategi ketujuh adalah Bukti Fisik melalui pengaturan tata letak bangunan.

Piansyah (2007) menyimpulkan bahwa berdasarkan kendala yang dihadapi perusahaan dan pendukung yang dimiliki perusahaan, terdapat empat alternatif strategi pengembangan produk yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Keempat alternatif tersebut adalah :

(1) meningkatkan penjualan produk,

(2) mempertahankan dan meningkatkan profitabilitas perusahaan, (3) memperluas jaringan pemasaran, dan

(4) melakukan efisiensi biaya operasional pemasaran.

Hasil penelitian Melasari (2007) tentang ”Analisis Kepuasan Konsumen dan Strategi Pengembangan Produk Ban Mobil Penumpang PT. GOODYEAR


(48)

15

INDONESIA Tbk. Bogor menyimpulkan bahwa alternatif strategi yang paling utama adalah perusahaan menitikberatkan kegiatan pengembangan produk pada biaya dan kapasitas. Strategi kedua adalah perusahaan menitikberatkan kegiatan pengembangan produk pada teknologi dan produk. Strategi berikutnya adalah perusahaan menitikberatkan kegiatan pengembangan produk pada alat pengem-bangan produk, dan strategi terakhir adalah perusahaan sama sekali tidak perlu melakukan pengembangan produk.

2.5 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian ini sangat berbeda dengan penelitian terdahulu dalam hal fokus penelitian. Penelitian terdahulu tentang obat tradisional berfokus pada analisis strategi bersaing dan optimalisasi produksi obat tradisional secara umum, sedangkan penelitian ini lebih dikhususkan kepada analisis strategi pengembangan bisnisnya melalui bisnis jahe sebagai salah satu tanaman bahan baku obat tradisional. Penelitian ini juga berbeda dalam hal objeknya. Objek penelitian ini adalah jahe, sedangkan objek penelitian terdahulu adalah obat tradisional secara umum dan komoditi lain yang tidak berhubungan dengan obat tradisional.


(49)

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep dan Model Manajemen Strategi ™ Konsep Manajemen Strategi

Menurut David (2002), manajemen strategi didefinisikan sebagai ”seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kepu-tusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai tujuannya”. Fokus manajemen strategi terletak pada memadukan manajemen, pemasaran, keuangan, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi.

Organisasi dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu organisasi yang terdiri dari beberapa aktor yaitu : petani, pengolah, pedagang, lembaga penelitian dan pemerintah yang berperan dalam pengembangan bisnis jahe di Indonesia. Strategi ini kemudian akan diaplikasikan dan dijalankan oleh masing-masing aktor dengan pemeintah sebagai pemandu dan pengawas jalannya strategi yang telah dibuat.

Sedangkan menurut Pearce dan Robinson (1997), manajemen strategi adalah sebagai “kumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan”. Pearce dan Robinson (1997) lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam proses manajemen strategi terkandung sembilan tugas penting, yaitu :

1. Merumuskan misi perusahaan, meliputi rumusan umum tentang maksud keberadaan (purpose), filosofi (philosophy), dan tujuan (goal),


(50)

24

2. Mengembangkan profil perusahaan yang mencerminkan kondisi internal dan kapabilitasnya,

3. Menilai lingkungan eksternal perusahaan, meliputi pesaing maupun faktor-faktor kontekstual umum,

4. Menganalisis opsi perusahaan dengan mencocokkan sumberdayanya dengan lingkungan eksternal,

5. Mengidentifikasi opsi yang paling dikehendaki dengan mengevaluasi setiap opsi yang ada berdasarkan misi perusahaan,

6. Memilih seperangkat sasaran jangka panjang dan strategi umum (grand strategy) yang akan mencapai pilihan yang paling dikehendaki,

7. Mengembangkan sasaran tahunan dan strategi jangka pendek yang sesuai dengan sasaran jangka panjang dan startegi umum yang dipilih,

8. Mengimplementasikan pilihan strategi dengan cara mengalokasikan sumber-daya anggaran yang menekankan pada kesesuaian antara tugas, sumbersumber-daya manusia, struktur, teknologi dan sistem imbalan, serta

9. Mengevaluasi keberhasilan proses strategi sebagai masukan bagi pengam-bilan keputusan yang akan datang.

Sembilan tugas penting yang dikemukakan oleh Pearce dan Robinson berupa tahapan-tahapan dalam merumuskan strategi juga diaplikasikan dalam penyusunan strategi pengembangan bisnis jahe ini. Pengembangan bisnis jahe di Indonesia merupakan salah satu cara untuk mencapai visi yang telah ditetapkan


(51)

25

yakni ” Indonesia Sehat 2010 ” .4) Penyusunan strategi pengembangan bisnis ini dimulai dari menganalisis lingkungan internal dan eksternal yang ada dalam bisnis jahe. Lingkungan internal diperoleh melalui wawancara dengan para aktor yang berperan dalam pengembangan bisnis jahe dan hasilnya disajikan secara deskriptif. Lingkungan internal tersebut mencakup kondisi pertanian jahe, kondisi perusahaan pengolah jahe, dan kondisi bisnis jahe dipasar domestik.

Lingkungan eksternal juga diperoleh melalui hasil wawancara dan dari literatur yang relevan. Lingkungan eksternal antara lain meliputi ancaman produk substitusi yang berasal dari negara lain dan pemberlakuan standarisasi ekspor yang cukup ketat dari negara tujuan ekspor. Kemudian faktor internal dan eksternal dikombinasikan sehingga menghasilkan beberapa alternatif strategi yang kemudian dianalisis prioritasnya dengan menggunakan metode PHA.

™ Model Manajemen Strategi

Proses manajemen strategi paling baik dipelajari dan ditetapkan dengan menggunakan suatu model. Setiap model menggambarkan semacam proses. Proses manajemen strategi bersifat dinamis dan berkelanjutan. Suatu perubahan dalam salah satu komponen utama model dapat memaksa perubahan dalam salah satu atau semua komponen yang lain. Oleh karena itu, aktivitas merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasikan strategi harus dilaksanakan secara terus-menerus.

Model rangkaian manajemen yang berisi langkah-langkah akan memudahkan pihak perusahaan untuk mengambil kebijakan yang tepat sasaran. Rumusan strategi yang dihasilkan perlu dievaluasi terlebih dahulu sebelum

4)

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. “Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat”. 2005


(52)

26

kan. Hal ini sangat penting karena adanya strategi baru akan menghasilkan perubahan yang harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Perusahaan juga harus melihat seberapa efektif pelaksanaan strategi tersebut dalam implemen- tasinya, kemudian dievaluasi kembali apakah strategi tersebut masih layak untuk dijalankan atau harus diidentifikasi kembali untuk membuat strategi yang baru. 3.1.2. Konsep Analisis Hirarki Proses

Analisis Hirarki Proses (Process Hierarchy Analitic, PHA) pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari University of Pitsburg, Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an. PHA merupakan suatu model yang berguna untuk memecahkan masalah secara kuantitatif dengan cara memberikan kesempatan kepada perorangan atau kelompok untuk mengemukakan gagasan dan membuat asumsi dengan cara mereka sendiri. Proses ini juga memungkinkan orang untuk menguji kepekaan terhadap perubahan informasi.

PHA merupakan proses yang ampuh untuk menangulangi berbagai persoalan yang kompleks, dirancang untuk lebih menampung sifat alamiah dan kreatifitas manusia dibandingkan mengajak kita berpikir yang bisa saja berlawanan dengan hati nurani. Proses PHA memberikan suatu kerangka pengambilan keputusan yang efektif atas persoalan kompleks yang dihadapi dengan jalan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan yang kita harapkan.

Pada dasarnya, metode PHA memecahkan suatu situasi yang kompleks, tidak terstruktur, ke dalam bagian-bagian komponennya dan menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki. Melalui serangkaian kerja matematis, PHA mensintesis penilaian-penilaian menjadi suatu taksiran menyeluruh dari


(53)

27

prioritas-prioritas relatif untuk berbagai alternatif tindakan. Hal ini dilakukan dengan memberikan nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Model struktur hirarki yang dibuat untuk menyederhanakan masalah dapat dilihat pada Gambar 2.

Tingkat 1 : Fokus G

F1

A1

O1

S1

F2

A2

O2

S2

F3 Fn

A3 An

O3

S3

On

Sn Tingkat 2 : Faktor

Tingkat 3 : Pelaku

Tingkat 4 : Tujuan

Tingkat 5 : Skenario

Gambar 2. Model Struktur Hirarki Sumber : Saaty, 1993

Saaty (1993) menyebutkan beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu manajemen apabila mengambil keputusan dengan menggunakan PHA, antara lain: 1. Kesatuan ; PHA memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti

dan luwes untuk aneka ragam persoalan yang tidak terstruktur,

2. Kompleksitas ; PHA memadukan ancangan deduktif dan ancangan berda-sarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks,

3. Saling ketergantungan ; PHA dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier,


(54)

28

4. Penyusunan hirarki ; PHA mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat, 5. Pengukuran ; PHA memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan

bertujuan untuk menetapkan prioritas,

6. Konsistensi ; PHA melacak konsistensi logis dari berbagai pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas,

7. Sintesis ; PHA menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif,

8. Tawar-menawar ; PHA mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka,

9. Penilaian dan konsensus ; PHA tidak memaksakan konsensus tetapi men-sintesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda, dan

10. Pengulangan proses ; PHA memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Rendahnya mutu produk jahe segar dengan kontinuitasnya yang tidak lancar sebagai bahan baku industri jahe di Indonesia mendorong dilakukannya berbagai upaya pengembangan bisnis jahe agar dapat memberikan manfaat (benefit) yang optimal kepada para pelaku agribisnisnya, baik yang di sektor hulu (dalam hal ini adalah petani jahe) maupun yang di sektor hilir (dalam hal ini adalah pengusaha industri pengolahan jahe).

Konsep manajemen strategi digunakan untuk merumuskan alternatif strategi yang diharapkan dapat menjadi solusi handal bagi permasalahan agribisnis jahe di


(55)

29

Indonesia seperti yang dikemukakan sebelumnya. Proses perumusan strategi dimulai dengan mengidentifikasi lingkungan internal bisnis jahe di Indonesia sehingga hal-hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan dari bisnis tersebut bisa diidentifikasi dan dinilai. Pengidentifikasian lingkungan eksternal bisnis jahe di Indonesia juga perlu dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang menjadi peluang sekaligus ancaman yang dihadapi oleh bisnis tersebut.

Hasil identifikasi tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam kerangka kerja perumusan strategi yang terdiri dari tiga tahapan yaitu :

1. Tahap masukan (Input Stage), yaitu tahap meringkas informasi atau input dasar yang diperlukan dalam merumuskan strategi.

2. Tahap pencocokan (Matching Stage), yaitu tahap memfokuskan dan meng-hasilkan alternatif strategi yang sesuai dengan kondisi bisnis dengan memadukan faktor-faktor internal dan eksternal.

3. Tahap pemilihan strategi (Decision Stage), yaitu tahap pemilihan strategi utama berdasarkan sejumlah alternatif strategi yang telah ditetapkan sebe-lumnya pada tahap 2. Metode yang digunakan pada tahap ini adalah metode Analisis Hirarki Proses (AHP) untuk mengetahui prioritas strategi yang paling sesuai dengan kondisi bisnis jahe di Indonesia.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan alur pemikiran seperti yang disajikan pada Gambar 3.


(56)

Potensi Ekonomi Jahe Indonesia

Kurangnya Kuantitas Penjualan Produk Jahe sebagai Obat Tradisional

Prioritas Alternatif Strategi Pengembangan Bisnis Jahe di Indonesia

Pemilihan Strategi Utama dengan AHP Formulasi Strategi Kurangnya Kualitas

Produk Jahe sebagai Obat Tradisional

Pengembangan Bisnis Jahe di Indonesia


(57)

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melihat kondisi dan prospek bisnis jahe di

Indonesia secara keseluruhan. Proses penelitian dilaksanakan secara intensif sejak

bulan Juni hingga bulan November 2007.

4.2Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh

dari wawancara dengan panduan kuesioner PHA (Proses Hirarki Analitik) dengan

berbagai pihak yang berhubungan dengan kegiatan budidaya, pengolahan, dan

pemasaran jahe di Indonesia. Responden untuk petani dipilih di daerah Sukabumi

dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu sentra produksi

jahe di Jawa Barat. Taman Sringanis mewakili pihak pengolah dengan

pertimbangan bahwa Taman Sringanis sudah cukup lama berkecimpung dalam

bisnis obat-obatan tradisional. Responden yang lain adalah pedagang pengumpul

di daerah Sukabumi, perwakilan dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan

Aromatika (Balitro), dan perwakilan dari bidang Manajemen Pemasaran dan

Bisnis Institut Pertanian Bogor. Data sekunder yang merupakan pelengkap data

primer diperoleh dari Badan Pusat Statistik di Jakarta, Departemen Pertanian,

Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, perpustakaan di lingkungan


(58)

4.3Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, disajikan dalam

bentuk tabel, gambar dan uraian. Data yang terkumpul diolah terlebih dahulu

dengan menggunakan perangkat lunak (software) Expert Choice version 2000.

Tujuannya adalah untuk menyederhanakan seluruh data yang terkumpul dan

disajikan dalam susunan yang teratur untuk kemudian dianalisis. Pengolahan data

diperlukan untuk menterjemahkan angka-angka yang didapat dari hasil penelitian

sekaligus untuk menjawab tujuan penelitian.

4.3.1 Metode Analisis Hirarki Proses (AHP)

Metode AHP mengenal tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan

analisa logis eksplisit, yaitu :

1. Prinsip menyusun hierarki

Melakukan identifikasi dari yang diamati, mempersepsikan gagasan dengan

menggunakan seperangkat pengetahuan dan metode tertentu yang kemu-dian

menjadi elemen-elemen pokok dari setiap persoalan sampai pada sub bagian yang

terkecil (tersusun secara hierarki) yang berkaitan dengan realitas yang diamati

(yang menjadi pokok permasalahan). Dalam metode ini biasanya hierarki-nya

antara lima sampai sembilan, prinsipnya bahwa realitas yang heterogen tersebut

dapat dipecahkan menjadi bagian-bagian yang sama dan bersifat homogen serta

dapat dipadukan dengan sejumlah informasi kedalam struktur masalah sehingga

dapat membentuk gambaran yang lengkap dari keseluruhan sistem.

2. Prinsip menentukan prioritas

Penetapan prioritas yang dimaksud adalah menentukan peringkat


(59)

3. Prinsip konsistensi logis

Prinsip ketiga dari dari pemikiran analitik adalah konsistensi logis yang

artinya, pertama bahwa pemikiran atau obyek yang serupa dikelompokkan

menurut homogenitas dan relevansinya. Kedua, bahwa intensitas relasi antar

gagasan atau antar obyek yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu, saling

membenarkan secara logis. Dalam prinsip ini proses hierarki analitik memasukkan

aspek kualitatif maupun kuantitatif manusia. Aspek kualitatif untuk

mendefinisi-kan persoalan dan hierarkinya, sedangmendefinisi-kan aspek kuantitas untuk mengekspresimendefinisi-kan

penilaian dan preferensi secara ringkas.

Proses hierarki analitik memiliki kerangka kerja yang terdiri atas delapan langkah

kerja (Saaty, 1991), yaitu:

1. Mendefinisikan permasalahan

Langkah pertama menitikberatkan pada penguatan masalah secara mendalam.

Permasalahan yang tidak jelas atau kurang spesifik akan menimbulkan bias dalam

menentukan pemilihan tujuan, kriteria, aktivitas dan berbagai elemen atau faktor

yang membentuk struktur hierarki pemecahan masalah tersebut. Selain itu,

penentuan komponen juga didasarkan pada kemampuan peneliti untuk

mene-mukan unsur-unsur yang dapat dilibatkan dalam struktur tersebut. Hal ini dapat

dilakukan dengan mempelajari literatur untuk memperoleh informasi yang relevan

dengan masalah.

2. Tahap menyusun hierarki

Penyusunan model suatu hierarki tidak memerlukan aturan khusus karena

yang menentukan adalah jenis permasalahan dan keputusan yang akan diambil.


(60)

hierarki. Tingkat puncak hierarki hanya terdiri dari satu elemen saja, yang disebut

fokus, yaitu seluruh sasaran yang ingin dicapai. Tingkat berikutnya dapat terbagi

menjadi beberapa elemen atau faktor, yang terdiri dari kelompok-kelompok yang

homogen (berjumlah antara lima-sembilan agar dapat dibandingkan secara efektif

terhadap elemen-elemen yang berada setingkat diatasnya). Tidak ada batasan

tertentu yang mengatur jumlah tingkatan struktur keputusan dan elemen-elemen

pada setiap tingkat. Elemen dalam struktur hierarki dapat berupa faktor pelaku,

aktivitas, tujuan, skenario, alternatif-alternatif dan sebagainya.

Penyusunan hirarki awal berdasarkan sumber teori dan studi terdahulu dapat

dilihat pada Lampiran 1.

Hirarki strategi pengembangan bisnis jahe di Indonesia terdiri atas lima

tingkatan hirarki, tingkat satu adalah fokus, yaitu strategi pengembangan bisnis

jahe di Indonesia. Tingkat dua adalah faktor-faktor yang dibutuhkan untuk

membuat strategi dalam pengembangan bisnis jahe ini. Tingkat tiga adalah para

aktor yang berperan dalam pengembangan bisnis jahe ini. Tingkat empat

merupakan tujuan dari dilakukannya analisis strategi pengembangan bisnis jahe.

Tingkatan terakhir merupakan strategi yang dapat digunakan oleh para aktor

dalam rangka pengembangan bisnis jahe. Pemilihan elemen untuk tiap tingkatan

hirarki dipilih berdasarkan justifikasi atau pertimbangan bahwa elemen tersebut

berpengaruh terhadap perkembangan bisnis jahe di Indonesia. Justifikasi atau

pertimbangan untuk tiap elemen tersebut adalah sebagai berikut :

A. Elemen Faktor

(1) Pasokan input


(61)

karena bagi industri obat tradisional kualitas produk akhir sangat dipengaruhi oleh

kualitas bahan bakunya.

(2) Informasi pasar

Informasi pasar merupakan faktor yang penting karena sangat membantu

berbagai pihak yang terlibat dalam bisnis jahe agar selalu dapat mengetahui

dengan cepat perkembangan bisnisnya sehingga bisa langsung direspon oleh para

pelaku bisnis jahe.

(3) Kualitas

Kualitas dipilih sebagai salah satu faktor yang penting dalam hirarki karena

bagi industri obat tradisional jaminan kualitas untuk suatu produk terutama untuk

produk obat tradisional merupakan kunci penting dalam keberhasilan usaha.

(4) Potensi Lahan

Potensi lahan turut menjadi salah satu faktor yang berpengaruh karena dapat

menentukan kualitas dari hasil panen jahe.

(5) Kemajuan teknologi

Kemajuan teknologi menjadi bagian dalam hirarki karena teknologi berperan

untuk meningkatkan nilai jual jahe. Teknologi diharapkan dapat digunakan dalam

perancangan produk, pengawasan bahan baku, pengolahan, pengemasan,

pe-nyimpanan, dan distribusi produk sampai ke konsumen, sehingga kualitas produk

olahan jahe yang dihasilkan tetap terjaga.

(6) Perkembangan pasar

Perkembangan pasar penting untuk strategi pengembangan bisnis karena jika

situasi pasarnya menjanjikan keuntungan maka pihak petani jahe hingga pengolah


(1)

Lampiran 3. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat Kepentingan Aktor Dalam Konteks Pasokan Input

Model Name: PENGOLAHAN AHP

Priorit ies w it h respect t o: Com bined

PENGEMBANGAN BI SNI S JAH E > ANALI SI S FAKTOR > pasokan input

pet ani .306

pengolah .291

lemb aga penelit ian .159

pedagang .244

I nconsist ency = 0.00 w it h 0 missing judgm en ts.

Page 1 of 1 1/14/2008 8:30:47 AM

AHP

Model Name: PENGOLAHAN AHP

Priorities w ith respect to: Combined

PENGEMBANGAN BI SNI S JAHE > ANALI SI S FAKTOR > informasi pasar

petani .305

pengolah .290

lembaga penelitian .119

pedagang .287

I nconsistency = 0.02 w it h 0 missing judgments.

Page 1 of 1 1/14/2008 8:31:43 AM

Lampiran 4. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat Kepentingan Aktor Dalam Konteks Informasi Pasar


(2)

Lampiran 5. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat Kepentingan Aktor Dalam Konteks Kualitas

Model Name: PENGOLAHAN AHP

Priorit ies w it h respect t o: Com bined

PENGEMBANGAN BI SNI S JAHE > ANALI SI S FAKTOR > ku alitas

pet ani .263

pengolah .291

lemb aga penelit ian .179

pedagang .267

I nconsist ency = 0.00 w it h 0 missing judgm en ts.

Page 1 of 1 1/14/2008 8:32:20 AM

AHP

Model Name: PENGOLAHAN AHP

Priorities w ith respect to: Combined

PENGEMBANGAN BI SNI S JAHE > ANALI SI S FAKTOR > teknologi

petani .269

pengolah .349

lembaga penelitian .219

pedagang .163

I nconsistency = 0.01 w it h 0 missing judgments.

Page 1 of 1 1/14/2008 8:34:00 AM

Lampiran 6. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat Kepentingan Aktor Dalam Kemajuan Teknologi


(3)

Lampiran 7. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat Kepentingan Aktor Dalam Konteks Potensi Lahan

Model Name: PENGOLAHAN AHP

Priorit ies w it h respect t o: Combined

PENGEMBANGAN BI SNI S JAHE > ANALI SI S FAKTOR > potensi lahan

pet ani .408

pengolah .207

lembaga penelit ian .219

pedagang .167

I nconsist ency = 0.01 w it h 0 missing judgments.

Page 1 of 1 1/14/2008 8:41:22 AM

Model Name: PENGOLAHAN AHP

Lampiran 8. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat Kepentingan Aktor Dalam Konteks Perkembangan Pasar

Priorities w ith respect to: Combined

PENGEMBANGAN BI SNI S JAHE > ANALI SI S FAKTOR > perkembangan pasar

petani .252

pengolah .310

lembaga penelitian .121

pedagang .317

I nconsistency = 0.03 w it h 0 missing judgments.

Page 1 of 1 1/14/2008 8:41:55 AM


(4)

Lampiran 9. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat Kepentingan Para Aktor Terhadap Tujuan

Model Name: PENGOLAHAN AHP

Priorities with respect to: Combined

PENGEMBANGAN BI SNI S JAHE > ANALI SI S TUJUAN

meningkatkan kualitas .359 meningkatkan kuantitas .641 I nconsistency = 0.00

with 0 missing judgments.

Page 1 of 1 1/14/2008 8:43:03 AM

Model Name: PENGOLAHAN AHP

Lampiran 10. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat Kepentingan Strategi

AHP

Priorities with respect to: Combined

PENGEMBANGAN BI SNI S JAHE > ANALI SI S STRATEGI

GAP .262

GMP .281

Pola kemitraan .198

Diversifikasi produk .260 I nconsistency = 0.01

with 0 missing judgments.

Page 1 of 1 1/14/2008 8:45:42 AM


(5)

Lampiran 11. Hasil Pengolahan Vertikal untuk Membandingkan Tingkat Kepentingan Strategi Guna Meningkatkan Kualitas Jahe sebagai Obat Tradisional

Model Name: PENGOLAHAN AHP

Priorit ies w it h respect t o: Combined PENGEMBANGAN BI SNI S JAHE

> ANALI SI S TUJUAN > meningkatkan kualitas

GAP .234

GMP .297

KEMI TRAAN .223

DI VERSI FI KASI PRODUK .246 I nconsist ency = 0.00

w it h 0 missing judgments.

Page 1 of 1 1/14/2008 8:43:35 AM

AHP

Model Name: PENGOLAHAN AHP

Priorities with respect to: Combined

PENGEMBANGAN BI SNI S JAHE > ANALI SI S TUJUAN > meningkatkan kuantitas

GAP .214

GMP .251

KEMI TRAAN .179

DI VERSI FI KASI .356

I nconsistency = 0.01 with 0 missing judgments.

Page 1 of 1 1/15/2008 5:28:56 AM

Lampiran 12. Hasil Pengolahan Vertikal untuk Membandingkan Tingkat Kepentingan Strategi Guna Meningkatkan Kuantitas Penjualan Jahe sebagai Obat Tradisional


(6)

FOKUS Strategi Pengembangan Bisnis Jahe di Indonesia FAKTOR s Ketersediaan Teknologi 0,132 Pasokan Input 0,130 Kualitas 0,178 Informasi Pasar 0,195 Perkembangan Pasar 0,227 Petani 0,229 Pedagang Jahe 0,183 Pengolah 0,351 Lembaga Penelitian 0,236 Meningkatkan kualitas Obat tradisional 0,359 Meningkatkan Kuantitas Penjualan Obat Tradisional

0,641 Menggunakan Teknik Budidaya sesuai GAP 0,262 Menggunakan Teknik Pasca panen

sesuai GMP 0,281

Kemitraan antara Petani dengan Industri 0,198 Potensi Lahan 0,139 Diversifikasi Produk 0,260 AKTOR TUJUAN STRATEGI 89