Menurut Mariska 1996, masih rendahnya kalus yang beregenerasi pada perlakuan pemberian kolkisin diduga karena pemberian kolkisin dengan konsentrasi
yang tinggi pada awal perlakuan akan mengakibatkan kerusakan fisiologis tanaman. Pemberian kolkisin juga mengakibatkan penundaan pertumbuhan akibat jaringan yang
rusak dan memerlukan waktu yang lama untuk tumbuh. Menurut Eigisti dan Dustin 1995, bahwa kolkisin merupakan senyawa kimia yang bersifat toksik yang pada
konsentrasi yang tepat dapat mencegah terbentuknya benang-benang spindel, kolkisin dengan konsentrasi yang beragam dapat menyebabkan pengaruh yang beragam pula.
Berbagai konsentrasi kolkisin jika tidak sesuai akan memberikan pengaruh yang berbeda pada pertumbuhan tanaman seperti jumlah daun, berat basah tunas, berat
basah akar, berat kering tunas dan berat kering akar.
2.6 Poliploidi
Poliploidi adalah suatu kondisi dimana susunan kromosom menjadi lebih dari dua set kromosom. Tanaman poliploidi mempunyai keunggulan yaitu sel-selnya menjadi
lebih besar sehingga tanaman menjadi lebih besar. Hal ini tentunya menguntungkan karena memberikan nilai produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman yang tidak mengalami poliploidi. Selain itu tanaman poliploidi lebih subur dan pertumbuhannya lebih cepat Griffith, 2000.
Manipulasi poliploidi merupakan suatu cara yang banyak digunakan untuk peningkatan produktivitas pada banyak tanaman seperti Solanum, Citrus, Scutelia
baicalansis, Alocasia, Allium cepa dan Azalea. Poliploidi dilakukan pada tanaman untuk berbagai alasan, yaitu 1 menghasilkan tanaman tanpa biji, 2 meningkatkan
senyawa metabolit sekunder, 3 untuk mendapatkan varietas baru dan 4 meningkatkan plasma nutfah guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Madon,
et al., 2006.
Tanaman poliploidi juga akan menghasilkan daun yang lebih besar, batangnya lebih tebal, bunga dan buahnya juga lebih besar dibandingkkan dengan tanaman
asalnya yang diploid Dermen dan Bain, 1994. Selanjutnya Stebbins 1984 dan
Universitas Sumatera Utara
Segraves et al., 1999 menyatakan bahwa tanaman yang poliploid berbeda dibandingkan dengan tanaman yang diploid, yaitu :
a. Individu maupun populasinya lebih terjaga sifat heterozigositasnya
b. Pada saat terjadi inbreeding akan lebih menguntungkan karena tekanan yang
dialami akan lebih kecil dibandingkan dengan yang diploid c.
Pada umumnya, spesies yang poliploid bersifat polipheletic
Poliploid dapat terjadi melalui pembentukan sel-sel gamet yang terbentuk dari proses mitosis. Bila sel-sel tersebut mengalami penggandaan kromosom, phase S tidak
akan dilewati pada siklus sel, maka gamet yang diploid akan terbentuk Stebbins, 1984 dan Segraves et al., 1999. Secara laboratorium poliploidi dapat dilakukan yaitu
dengan menginduksi sel yang akan membelah dengan berbagai zat kimia.
2.7 Enzim
Enzim merupakan protein biokatalisator untuk proses-proses fisiologi tanaman yang pengadaan dan pengaturannya dikontrol secara genetik Shannon, 1968. Penggunaan
penandaan isozim mempunyai kelebihan karena isozim diatur oleh gen tunggal dan bersifat kodominan dalam pewarisan dan bersegregasi secara normal. Penanda ini
bersifat stabil karena tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, lebih cepat dan akurat karena tidak menunggu tanaman ini sampai bereproduksi Hadiati et al., 2002.
Suatu reaksi kimia khususnya antara senyawa organik yang dilakukan di laboratorium memerlukan suatu kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor seperti
suhu, tekanan, waktu dan lain-lain. Reaksi atau proses kimia yang berlangsung dengan baik di dalam tubuh dimungkinkan karena adanya katalis yang disebut enzim
Poedjiadi, 2004. Salah satu fungsi dari protein adalah sebagai enzim.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Gaman Sherrington 1992, bahwa sifat-sifat enzim adalah sebagai berikut:
a. Aktivitas enzim sangat spesifik
Pada umumnya enzim tertentu hanya akan mengkatalis satu reaksi. Sebagai contoh laktase menghidrolisis gula laktosa tetapi tidak berpengaruh terhadap disakarida
lain. Hanya molekul laktosa saja yang sesuai dalam sisi aktif pada enzim. b.
Pengaruh suhu Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim pada hewan suhu
optimalnya 35-40
o
C. Pada suhu di atas dan di bawah suhu optimal maka aktivitas enzim akan menurun. Di atas suhu 50
o
C enzim secara bertahap menjadi inakstif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100
o
C semua enzim rusak. Pada suhu sangat rendah, enzim tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat banyak
berkurang. c.
Pengaruh pH Setiap reaksi yang dikatalisatori oleh enzim menunjukkan laju reaksi yang cepat
pada pH tertentu. pH optimal dari enzim berkisar 7 netral dan jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktifasi. Akan tetapi
beberapa enzim akan bekerja dalam kondisi asam atau alkalis. d.
Koenzim dan Aktifator Enzim seringkali memerlukan bantuan substansi lain agar berfungsi secara efektif.
Koenzim adalah substansi bukan protein yang mengaktifkan enzim. Beberapa vitamin berfungsi sebagai enzim. Beberapa ion anorganik, misalnya ion kalsium
dan ion klorida dapat meningkatkan aktivitas beberapa enzim. Senyawa ini dikenal sebagai kofaktor.
e. Konsentrasi substrat
Kompleks enzim dan substrat terjadi karena adanya kontak. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan
konsentrasi substrat akan meningkatkan laju reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi
substrat diperbesar. Pada konsentrasi substrat rendah, pada sisi aktif enzim hanya menampung sedikit substrat.
Universitas Sumatera Utara
2.8 Enzim Peroksidase PO