57
3. Pelacuran Sebagai Masalah Sosial
Pelacuran atau prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha
pencegahan dan perbaikannya. Pelacuran ini berasal dari bahasa Latin ‘prostituere’ atau ‘pro – stauree’ yang berarti membiarkan diri berbuat
zinah, melakukan persundalan, percabulan, pergendakan. Sedangkan prostitute adalah pelacur atau sundal, dikenal dengan istilah WTS dalam
perkembangan hingga sekarang. Tuna susila itu diartikan sebagai, kurang beradab karena keroyalan
relasi seksualnya, dalam bentuk penyerahan diri kepada lelaki untuk pemuasan seksual, dan mendapatkan imbalan jasa atau uang dalam bentuk
pelayanannya. Tuna susila ini juga bisa diartikan sebagai salah tingkah, tindakan tuna susila atau gagal dalam menyesuaikan diri terhadap norma –
norma sosial. Perkembangan penciptaan peran gender yang dianggap universal
melalui citra perempuan, representasi dalam media, dan pengaruh – pengaruh lain pada sosialisasi adalah bagian dari rezim kebenaran yang
bertindak mengabadikan diskriminasi nyata dan orde kuasa Allison J. Murray, 1991:16. Proses ini tidak dapat diabaikan dari control ideologis
Universitas Sumatera Utara
58 terhadap partisipasi ekonomi perempuan dalam perkembangan sosial
kemasyarakatan. Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua umur
kehidupan manusia itu sendiri. Yaitu berupa tingkah laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan
jenisnya tanpa mengenal batas – batas kesopanan. Pelacuran itu selalu ada pada semua Negara berbudaya, sejak zaman purba sampai sekarang. Dan
senantiasa menjadi masalah sosial, atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi, selanjutnya dengan perkembangan teknologi, industri dan
kebudayaan manusia, turut berkembang pula pelacuran dalam berbagai tingkatan.
Pelacuran merupakan suatu masyarakat tersendiri dengan sub kultur yang khas, sebagai suatu kelompok sosial yang memiliki karakteristik yang
khas, kehidupannya penuh gemerlapan, bau parfum dan minuman keras yang menusuk hidung dan tawa cekikikan yang mengundang nafsu. Disitu
mereka harus menyenandungkan birahi, membuat laki – laki resah menunggu, saat berkencan, hidup mereka penuh sandiwara dan kepalsuan.
Tidak seorang pun wanita mempunyai cita – cita menjadi pelacur, tetapi keadaan tidak bisa diajak berdamai, dengan keadaan yang serba sulit
dimana kebutuhan hidup semangkin banyak dan harus dipenuhi, terpaksa
Universitas Sumatera Utara
59 keputusan diambil dengan mengingkari norma agama dan norma
masyarakat, diketahui atau tanpa diketahui ayah bunda tercinta, anak – anak ataupun sang suami. Profesi sebagai pelacur di jalani dengan rasa tak
berdaya untuk merambah kemungkinan hidup yang lebih baik. Dengan latar belakang dan berbagia sebab, profesi sebagai pelacur
mereka jalani tanpa menghiraukan akibat – akibat ataupun bahaya – bahaya yang ditimbulkannya.
4. Akibat – Akibat Yang Ditimbulkan Masalah Pelacuran