Kajian Pelaksanaan Program Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan Provinsi Sumatera Utara

(1)

KAJIAN PELAKSANAAN PROGRAM POS KESEHATAN PESANTREN (POSKESTREN) DI PONDOK PESANTREN AR-RAUDHATUL

HASANAH MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh

NUR ASWAT NIM. 091000108

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

KAJIAN PELAKSANAAN PROGRAM POS KESEHATAN PESANTREN (POSKESTREN) DI PONDOK PESANTREN AR-RAUDHATUL

HASANAH MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat

Oleh

NUR ASWAT NIM. 091000108

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

(4)

ABSTRAK

Program Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) merupakan salah satu Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) di lingkungan pondok pesantren, dengan prinsip dari, oleh dan untuk warga pondok pesantren, yang mengupayakan pelayanan promotif (peningkatan) dan preventif (pencegahan) tanpa mengabaikan aspek kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan), dengan binaan puskesmas setempat

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang pelaksanaan program poskestren di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan Provinsi Sumatera Utara. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT), sedangkan untuk data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen. Informan dalam penelitian ini berjumlah 32 orang, yang terdiri dari 24 orang informan santri dan santriwati, 1 orang informan ustadz/ustadzah, dan 1 orang informan karyawan pesantren yang dalam hal ini bertindak sebagai pengguna poskestren. Selanjutnya adalah para pejabat dan staf yang berhubungan dengan pelaksanaan program yaitu: 1 Staf Bina Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 1 Staf UKS Dinas Kesehatan Kota Medan, 1 Petugas UKS Puskesmas Simalingkar, 1 Kepala Bidang Kesejahteraan Pesantren, 1 Ketua Poskestren dan 1 petugas kesehatan Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi pihak pesantren dengan puskesmas dalam pelaksanaan program poskestren tidak berjalan dengan baik. Puskesmas hanya ikut berpartisipasi dalam kegiatan penjaringan kesehatan yang dilakukan pada setiap tahunnya bagi santri dan santriwati baru di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah. Namun karena kesadaran warga pondok pesantren akan kesehatan sudah baik mengakibatkan kegiatan pelayanan kesehatan tetap berjalan.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Puskesmas Simalingkar, Dinas kesehatan Kota Medan dan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan koordinasi dengan pihak Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah, seperti melakukan pemantauan dan pembinaan yang berhubungan dengan peningkatan program poskestren yang telah ada, sehingga tidak timbul anggapan yang menyatakan bahwa poskestren yang sudah dibentuk tidak mendapat perhatian.


(5)

ABSTRACT

Boarding School Program Health Post (Poskestren) is one of power sourced Public Health Efforts (UKBM) in the boarding school, the principle of, by and for the citizens of the boarding school, which sought promotive and preventive without prejudice to the curative aspects and rehabilitation,with the local health center guidance.

This research is a qualitative research study that aimed to get a more in-depth information about the implementation of the poskestren program at boarding school Ar-Raudhatul Hasanah Medan, North Sumatra. The primary data obtained through indepth interview and Focus Group Discussion (FGD), while for the secondary data obtained through document reviews. Informans in this study amounted to 31 people, consists of 24 students, 1teacher, and 1 employeeboarding school which in this case acts as a user of poskestren. The other is the officials and staff associated with the implementation of the program, consisting of 1 Health Care Staff Development North Sumatra Health Office, 1 City Health Office staff UKS Medan, 1 Officer UKS Simalingkar Health Center, 1 Head of Welfare boarding, 1 Chairman of Poskestren and 1health worker of Ar-Raudhatul Hasanah Poskestren.

The results showed that the coordination of the school with health center in the implementation of the program poskestren not go well. Only health center participating in the health crawl conducted every year for new students in the boarding school Ar-Raudhatul Hasanah. The awareness of citizens of the boarding school about health is good, health service activity is still running.

Based on the results of the study, expected to Health Center, City Health office and Province Health office to improve coordination with the Boarding School Ar-Raudhatul Hasanah, such as monitoring and guidance relating to the improvement of existing programs poskestren, so no assumption that arise poskestren had formed no attention.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nur Aswat

Tempat/Tanggal Lahir : Kuala Simpang/21 November 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jl. Kota Lintang, Desa Landuh, Kuala Simpang, Aceh Tamiang

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1995-1996 : TK Nusa Indah Kuala Simpang 2. 1996-2002 : SD Negeri 1 Kuala Simpang 3. 2002-2005 : SMP Negeri 1 Kuala Simpang 4. 2005-2008 : SMA Negeri 1 Kejuruan Muda 5. 2009-Sekarang : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kajian Pelaksanaan Program Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan Provinsi Sumatera Utara”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Terutama kepada Ibu Dr. Juanita, SE., M.Kes selaku dosen Pembimbing I sekaligus Ketua Penguji dan Ibu dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku dosen Pembimbing II sekaligus Dosen Penguji I yang selalu memberikan masukan dan bimbingannya dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Heldy BZ, MPH selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Penguji II.

3. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan banyak bimbingan dan nasehat selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

4. Bapak dr. Fauzi, SKM selaku dosen Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan sekaligus Dosen Penguji III yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

5. Ibu Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes, selaku dosen Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang telah banyak memberikan masukan serta saran-saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini serta memberikan dukungan dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan.

6. Para dosen dan staf di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

7. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara beserta seluruh stafnya yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

8. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan beserta seluruh stafnya yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian di wilayah kerjanya.

9. Kepala Puskesmas Simalingkar beserta stafnya yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian.

10. Bapak Drs. Rasyidin Bina selaku Pimpinan Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan beserta seluruh keluarga besar Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan tempat penelitian ini dilakukan.

11. Seluruh pihak yang menjadi informan dalam penelitian ini yang telah memberikan dukungan dan kerjasama kepada penulis selama melaksanakan penelitian.


(9)

12. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Sufril Mahdi dan Ibunda Juriah yang selalu memberikan doa, kasih sayang serta dukungan baik moril maupun materil.

13. Saudara-saudara tersayang, Kakanda Safrizal SEI dan Adinda Mawaddah yang selalu memberi semangat.

14. Kepada Amrul Hasibuan ST, yang setia menemani, memberikan dukungan, bantuan dan semangat kepada penulis.

15. Teman-teman angkatan 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Terkhusus kepada teman-teman dan kakak-kakak Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang tidak bisa disebutkan satu per satu dan semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan semangat serta doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka dan menghitungnya sebagai amal ibadah serta selalu memberi ridho dan berkah-Nya kepada kita semua. Amin.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari para pembaca. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan bagi para pembaca.

Medan, April 2013 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Puskesmas ... 10

2.1.1 Definisi Puskesmas ... 10

2.1.2 Visi dan Misi Puskesmas ... 10

2.1.3 Tujuan ... 11

2.1.4 Fungsi Puskesmas ... 11

2.1.5 Upaya dan Azas Penyelenggaraan ... 12

2.1.5.1 Upaya ... 12

2.1.5.2 Azas Penyelenggaraan ... 14

2.1.6 Pengembangan Fungsi Puskesmas di Perkotaan ... 18

2.1.7 Sasaran Upaya Kesehatan Puskesmas di Perkotaan Berdasarkan pada Tatanan/Kawasan ... 22

2.1.7.1 Tatanan Pemukiman/Rumah Tangga di Kawasan Kumuh ... 22

2.1.7.2 Tatanan Tempat Kerja Industri/kawasan Industri ... 22

2.1.7.3 Tatanan Tempat-Tempat Umum ... 22

2.1.7.4 Tatanan Institusi Pendidikan ... 23

2.2 Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) ... 23

2.2.1 Sasaran ... 24

2.3 Keputusan Bersama Tiga Menteri Tentang Peningkatan Kesehatan Pada Pondok Pesantren dan Institusi Agama Lainnya ... 24

2.4 Pesantren ... 26

2.5 Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) ... 28

2.5.1 Tujuan Poskestren ... 28

2.5.2 Sasaran Poskestren ... 29


(11)

2.5.4 Fungsi Poskestren ... 29

2.5.5 Manfaat Poskestren ... 30

2.6 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Pedoman Penyelenggaraan dan pembinaan Poskestren ... 31

2.7 Fokus Penelitian ... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

3.1 Jenis Penelitian ... 45

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 45

2.1.1 Lokasi Penelitian ... 45

2.1.2 Waktu Penelitian ... 45

3.3 Informan Penelitian ... 45

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 46

3.5 Triangulasi ... 46

3.6 Teknik Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 48

4.1 Gambaran Umum Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan ... 48

4.2 Karakteristik Informan ... 50

4.2.1 Karakteristik Informan Pengguna Poskestren ... 50

4.2.2 Karakteristik Informan Pelaksana Program ... 51

4.3 Pelaksanaan Program Poskestren di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 52

4.3.1 Pernyataan Informan Tentang Tujuan Program Poskestren di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 52

4.3.2 Pernyataan Informan Tentang Pelayanan Kesehatan di Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 53

4.3.3 Pernyataan Informan Tentang Kader Kesehatan di Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 55

4.3.4 Pernyataan Informan Tentang Sarana dan Prasarana Kesehatan di Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 56

4.3.5 Pernyataan Informan Tentang Pendanaan Kesehatan di Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 58

4.3.6 Pernyataan Informan Tentang Frekuensi Penyuluhan Kesehatan di Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 60

4.3.7 Pernyataan Informan Tentang Frekuensi Pertemuan yang Membahas Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 62

4.3.8 Pernyataan Informan Tentang Frekuensi Pembinaan Kesehatan di Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 63


(12)

4.3.9 Pernyataan Informan Tentang Output Program Poskestren

di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 65

4.3.10 Pernyataan Informan Tentang Hambatan dalam Pelaksanaan Program Poskestren di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 66

4.4 Pelaksanaan Diskusi Kelompok Terarah... 68

4.4.1 Hasil DKT Tentang Gerakan Jumat Bersih di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 69

4.4.2 Hasil DKT Tentang Kawasan Bebas Rokok di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 69

4.4.3 Hasil DKT Tentang Kebersihan Perorangan di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 70

4.4.4 Hasil DKT Tentang Sampah di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 71

4.4.5 Hasil DKT Tentang Rujukan Santri/santriwati di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 72

BAB V PEMBAHASAN ... 74

5.1 Masukan (input) ... 74

5.1.1 Kader ... 74

5.1.2 Sarana Poskestren ... 76

5.1.3 Dukungan Pendanaan ... 78

5.2 Proses (process)... 80

5.2.1 Frekuensi Penyuluhan ... 80

5.2.2 Frekuensi Pertemuan ... 82

5.2.3 Frekuensi Pembinaan ... 83

5.3 Keluaran (output) ... 84

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 88

6.1 Kesimpulan ... 88

6.2 Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Pedoman Wawancara

Pedoman Diskusi Kelompok Terarah (DKT) Surat Permohonan Izin Penelitian


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Distribusi Informan Pengguna Poskestren Berdasarkan

Karakteristik ... 50

Tabel 4.2 Distribusi Informan Pelaksana Program Berdasarkan

Karakteristik ... 51 Tabel 4.3 Matriks Pernyataan Informan Tentang Tujuan Program

Poskestren di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 52 Tabel 4.4 Matriks Pernyataan Informan Tentang Pelayanan Kesehatan di

Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 53 Tabel 4.5 Matriks Pernyataan Informan Tentang Kader Kesehatan di

Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 55 Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Informan Tentang Sarana dan Prasarana

Kesehatan di Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 56 Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Informan Tentang Pendanaan Kesehatan

di Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 58 Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Informan Tentang Frekuensi Penyuluhan

Kesehatan di Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 60 Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Informan Tentang Frekuensi Pertemuan

yang Membahas Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 62 Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Informan Tentang Frekuensi Pembinaan

Kesehatan di Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 63 Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan Tentang Output Program

Poskestren di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 65 Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan Tentang Hambatan dalam

Pelaksanaan Program Poskestren di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 67 Tabel 4.13 Matriks Hasil DKT Tentang Gerakan Jumat Bersih di


(14)

Tabel 4.14 Matriks Hasil DKT Tentang Kawasan Bebas Rokok di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 70 Tabel 4.15 Matriks Hasil DKT Tentang Kebersihan Perorangan di

Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 70 Tabel 4.16 Matriks Hasil DKT Tentang Sampah di Pesantren

Ar-Raudhatul Hasanah... 71 Tabel 4.17 Matriks Hasil DKT Tentang Rujukan Santri/santriwati di


(15)

DAFTAR GAMBAR


(16)

ABSTRAK

Program Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) merupakan salah satu Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) di lingkungan pondok pesantren, dengan prinsip dari, oleh dan untuk warga pondok pesantren, yang mengupayakan pelayanan promotif (peningkatan) dan preventif (pencegahan) tanpa mengabaikan aspek kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan), dengan binaan puskesmas setempat

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang pelaksanaan program poskestren di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan Provinsi Sumatera Utara. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT), sedangkan untuk data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen. Informan dalam penelitian ini berjumlah 32 orang, yang terdiri dari 24 orang informan santri dan santriwati, 1 orang informan ustadz/ustadzah, dan 1 orang informan karyawan pesantren yang dalam hal ini bertindak sebagai pengguna poskestren. Selanjutnya adalah para pejabat dan staf yang berhubungan dengan pelaksanaan program yaitu: 1 Staf Bina Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 1 Staf UKS Dinas Kesehatan Kota Medan, 1 Petugas UKS Puskesmas Simalingkar, 1 Kepala Bidang Kesejahteraan Pesantren, 1 Ketua Poskestren dan 1 petugas kesehatan Poskestren Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi pihak pesantren dengan puskesmas dalam pelaksanaan program poskestren tidak berjalan dengan baik. Puskesmas hanya ikut berpartisipasi dalam kegiatan penjaringan kesehatan yang dilakukan pada setiap tahunnya bagi santri dan santriwati baru di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah. Namun karena kesadaran warga pondok pesantren akan kesehatan sudah baik mengakibatkan kegiatan pelayanan kesehatan tetap berjalan.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Puskesmas Simalingkar, Dinas kesehatan Kota Medan dan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan koordinasi dengan pihak Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah, seperti melakukan pemantauan dan pembinaan yang berhubungan dengan peningkatan program poskestren yang telah ada, sehingga tidak timbul anggapan yang menyatakan bahwa poskestren yang sudah dibentuk tidak mendapat perhatian.


(17)

ABSTRACT

Boarding School Program Health Post (Poskestren) is one of power sourced Public Health Efforts (UKBM) in the boarding school, the principle of, by and for the citizens of the boarding school, which sought promotive and preventive without prejudice to the curative aspects and rehabilitation,with the local health center guidance.

This research is a qualitative research study that aimed to get a more in-depth information about the implementation of the poskestren program at boarding school Ar-Raudhatul Hasanah Medan, North Sumatra. The primary data obtained through indepth interview and Focus Group Discussion (FGD), while for the secondary data obtained through document reviews. Informans in this study amounted to 31 people, consists of 24 students, 1teacher, and 1 employeeboarding school which in this case acts as a user of poskestren. The other is the officials and staff associated with the implementation of the program, consisting of 1 Health Care Staff Development North Sumatra Health Office, 1 City Health Office staff UKS Medan, 1 Officer UKS Simalingkar Health Center, 1 Head of Welfare boarding, 1 Chairman of Poskestren and 1health worker of Ar-Raudhatul Hasanah Poskestren.

The results showed that the coordination of the school with health center in the implementation of the program poskestren not go well. Only health center participating in the health crawl conducted every year for new students in the boarding school Ar-Raudhatul Hasanah. The awareness of citizens of the boarding school about health is good, health service activity is still running.

Based on the results of the study, expected to Health Center, City Health office and Province Health office to improve coordination with the Boarding School Ar-Raudhatul Hasanah, such as monitoring and guidance relating to the improvement of existing programs poskestren, so no assumption that arise poskestren had formed no attention.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia yang sangat fundamental bagi setiap penduduk. Selain sebagai hak asasi, kesehatan juga merupakan investasi, untuk itu harus diperjuangkan oleh semua pihak, tidak hanya bidang kesehatan saja, namun juga oleh berbagai jajaran (lintas sektor). Hal ini diperkuat oleh konstitusi organisasi kesehatan sedunia World Health Oganization (WHO) tahun 1948 dan Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 28 H ayat 1, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Selain itu Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan juga menjelaskan dengan tegas tentang hak dan kewajiban pemerintah maupun masyarakat yang berkenaan dengan pemenuhan akan kesehatan.

Alasan mengapa pemerintah suatu negara harus berperan penting dalam pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu: (1) kesehatan merupakan suatu hak dasar rakyat (2) kesehatan mempunyai peranan yang besar dalam pembangunan ekonomi, yaitu pada tingkat mikro kesehatan merupakan dasar bagi peningkatan produktivitas dan pada tingkat makro kesehatan merupakan input untuk menurunkan kemiskinan. Di Indonesia, peran penting pemerintah tersebut ditambah dengan alasan lain, yaitu: (1) Pelayanan dasar bagi penduduk miskin adalah perintah konstitusi; dan (2) Terjadi disparitas status kesehatan (Trisnantoro, 2005).


(19)

Berdasarkan Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 telah ditetapkan Visi Kementerian Kesehatan yaitu: Masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan, dengan salah satu strateginya adalah pemberdayaan masyarakat dan swasta melalui kerja sama nasional dan global (Bapelkes Cikarang, 2012).

Pentingnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan, telah diakui oleh semua pihak. Hasil pengamatan, pengalaman lapangan sampai peningkatan cakupan program yang dikaji secara statistik, semuanya membuktikan bahwa peran serta masyarakat amat menentukan keberhasilan, kemandirian, dan kesinambungan pembangunan kesehatan. Sebagaimana yang terkandung dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 174 ayat 1 dan 2 tentang Peran Serta Masyarakat bahwa masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Mencakup keikutsertaan secara aktif dan kreatif (Undang-Undang Kesehatan, 2009).

Peningkatan cakupan pelayanan kesehatan merupakan salah satu indikator akan keberhasilan suatu upaya kesehatan. Berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan adalah dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada termasuk yang ada di masyarakat. Peran serta masyarakat semakin terasa setelah munculnya posyandu sebagai salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM), yang merupakan wujud nyata peran serta mereka dalam pembangunan kesehatan. Kondisi ini ternyata mampu memacu terbentuknya berbagai UKBM lainnya seperti Polindes (Pondok Bersalin Desa), POD


(20)

(Pondok Obat Desa), Pos UKK (Pos Upaya Kesehatan Kerja), TOGA (Tanaman Obat Keluarga), Dana Sehat, Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren), dan lain sebagainya (Depkes RI, 2006).

Inti kegiatan poskestren adalah memberdayakan masyarakat pesantren baik santri maupun guru agar mau dan mampu untuk hidup sehat. Konsep pemberdayaan masyarakat pesantren ini adalah memperkenalkan mereka akan permasalahan yang mereka hadapi yang dilakukan oleh mereka sendiri. Sehingga masalah yang ditemukan benar-benar dirasakan dan disepakati oleh mereka (Bapelkes Cikarang, 2012). Sebagaimana menurut Mahyuliansyah (2010) bahwa santri-santri yang berada di pondok pesantren merupakan anak didik yang pada dasarnya sama saja dengan anak didik di sekolah-sekolah umum yang harus berkembang dan merupakan sumber daya yang menjadi generasi penerus pembangunan yang perlu mendapat perhatian khusus terutama kesehatan dan pertumbuhannya.

Pondok Pesantren pada awal berdirinya mempunyai pengertian yang sederhana, yaitu tempat pendidikan santri-santri untuk mempelajari pengetahuan Agama Islam di bawah bimbingan seorang guru/ustadz/kyai dengan tujuan untuk menyiapkan santri-santri menguasai ilmu Agama Islam dan siap mengajarkan Agama Islam dengan mendirikan pesantren baru untuk memperbanyak jumlah kader dakwah Islamaiyahnya (Mahyuliansyah, 2010).

Pondok pesantren yang ada di Indonesia berjumlah 14.798, terdiri dari 3.184 (22,0%) pondok pesantren salafi/salafiah (tradisional), 4.582 (31,0%) pondok pesantren khalafi/khalafiah (modern), dan pondok pesantren terpadu/kombinasi sebanyak 7.032 (47,0%), dengan jumlah santri sebanyak 3.464.334 orang. Dari


(21)

jumlah tersebut yang merupakan santri pesantren kombinasi dan modern sebanyak 2.057.814 orang atau 59,4% dan santri pesantren tradisional sebanyak 1.406.519 orang atau 40,6% (Depag, 2005).

Keberadaan pondok pesantren ditengah-tengah masyarakat Indonesia sudah dirasakan manfaatnya sejak dulu. Sejarah perkembangan pondok pesantren tidak lepas dari sejarah bangsa ini dalam meraih kemerdekaan. Seiring perjalanan waktu, kebutuhan akan pondok pesantren yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat di bidang agama dan pendidikan yang berkualitas sangatlah dibutuhkan. Dalam upaya mendukung hal tersebut, kebutuhan fasilitas penunjang sangatlah dibutuhkan. Salah satu kebutuhan tersebut adalah tersedianya sarana pelayanan kesehatan yang memadai (Muqowis, 2009).

Kesehatan adalah salah satu pilar yang berpengaruh terhadap kualitas hidup sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka diharapkan lembaga pendidikan pondok pesantren memiliki sarana pendukung kesehatan bagi warga pesantren sebagai sarana penunjang bagi para santri untuk meningkatkan kepedulian serta partisipasi seluruh warga pesantren dalam berperilaku hidup bersih dan sehat sehingga kualitas sumber daya manusia meningkat (Isnaini, 2011).

Permasalahan kesehatan yang dihadapi santri-santri tidak berbeda dengan permasalahan yang dihadapi anak sekolah umum bahkan bagi santri yang mondok akan bertambah lagi dengan masalah kesehatan lingkungan yang ada di pondok yang mereka tempati. Berdasarkan hal tersebut, dituntut suatu peran aktif dari masyarakat dalam hal ini adalah pesantren bekerja sama dengan pihak kesehatan melakukan pembinaan kesehatan bagi santri-santri yang ada sehingga terwujud pola perilaku


(22)

hidup bersih dan sehat bagi para santri dan masyarakat pondok pesantren serta masyarakat lingkungannya (Mahyuliansyah, 2010).

Pada umumnya kondisi kesehatan di lingkungan pondok pesantren masih memerlukan perhatian dari pelbagai pihak, baik dalam aspek pelayanan kesehatan, perilaku sehat maupun aspek kesehatan lingkungannya. Berikut beberapa poin permasalahan kesehatan secara umum di pondok pesantren. (1) Berkaitan dengan kesehatan lingkungan: (a) sampah yang berserakan di lingkungan pesantren (b) lantai asrama jarang dipel (c) bak mandi jarang dikuras dan (e) kasur tidak dijemur. (2) Bekaitan dengan masalah tingkah laku: (a) piring tidak segera dicuci sebelum dan sesudah makan (b) sisa makanan yang berserakan di asrama (c) pakaian yang sudah digunakan bergantungan di dalam asrama (d) santri tidur di lantai, tanpa selimut dan alas tidur (e) ember sabun, sepatu dan sandal diletakkan sembarangan di dalam asrama (f) bantal sering dipakai bersama-sama dan (g) sesudah Buang Air Besar (BAB) tidak cuci tangan dengan sabun. (3) Berkaitan dengan masalah gizi: (a) mie instan dijadikan makanan pokok (b) menu makanan kurang bervariasi (c) santri tidak sarapan pagi (d) mengambil porsi makanan yang tidak sesuai, dan (4) Berkaitan dengan masalah sarana dan prasarana: (a) ruang asrama tidak sesuai dengan jumlah penghuni dan (b) kurangnya tempat menjemur pakaian (Muslim, 2012).

Berhubungan dengan berbagai penyakit yang paling sering diderita oleh warga pondok pesantren, melalui wawancara yang dilakukan diperoleh data, yaitu: scabies, diare, sesak nafas, batuk pilek dan penyakit lainya seperti gangguan pencernaan. Untuk itu, salah satu upaya mendekatkan pelayanan kesehatan bagi warga pondok pesantren adalah menumbuhkembangkan poskestren.


(23)

Mengingat bahwa pondok pesantren merupakan wadah yang potensial dalam meningkatkan sumber daya manusia, maka perlu didukung oleh kebijakan pemerintah dan berbagai program kesehatan, khususnya upaya pelayanan kesehatan melalui poskestren, yang diperkuat dengan adanya Keputusan Bersama Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No. 1067/Menkes/SKB/VIII/2002, Nomor 385 Tahun 2002 dan Nomor 37 Tahun 2002 tentang Peningkatan Kesehatan Pondok Pesantren dan Instituti Keagamaan lainnya. Selanjutnya pada tahun 2006 Menteri Kesehatan menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No 867/Menkes/SK/X/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Poskestren.

Di sekolah-sekolah formal, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) sudah berkembang dengan baik. Sedangkan di pondok pesantren dikembangkan poskestren yang merupakan salah satu wujud UKBM di lingkungan pondok pesantren, dengan prinsip dari, oleh dan untuk warga pondok pesantren, yang mengutamakan pelayanan promotif (peningkatan) dan preventif (pencegahan) tanpa mengabaikan aspek kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan), yang diharapkan menjadi wadah warga pondok pesantren untuk mengatasi persoalan kesehatan yang masih banyak dijumpai di pondok pesantren, yang selanjutnya diikuti dengan binaan puskesmas setempat (Depkes RI, 2006).

Pembinaan dilakukan secara terpadu oleh puskesmas dan stakeholder terkait lainnya, yang dilakukan secara berkala, baik langsung maupun tidak langsung. Peran petugas puskesmas di poskestren antara lain: (1) membimbing dan membina kader dalam pengelolaan poskestren termasuk melakukan orientasi dan pembinaan, (2) menyelenggarakan pelayanan kesehatan, (3) menyelenggarakan penyuluhan


(24)

kesehatan masyarakat dan gizi kepada pengunjung poskestren dan masyarakat sekitar, (4) menganalisis hasil kegiatan poskestren, menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan sesuai dengan kebutuhan poskestren, (5) menerima konsultasi atau rujukan dalam menangani berbagai kasus kesehatan yang tidak dapat ditanggulangi oleh kader poskestren, dan (6) membantu pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan yang dibutuhkan poskestren (Depkes RI, 2006).

Pondok pesantren Ar-raudhatul Hasanah merupakan salah satu pondok pesantren terbesar di Sumatera Utara yang telah menerapkan program poskestren untuk meningkatkan derajat kesehatan warga pesantren. Poskestren tersebut telah berdiri selama lebih kurang tiga tahun. Pada awalnya poskestren diberi nama Poliklinik atau Balai Pengobatan santri/wati dan hanya terfokus pada pelayanan kesehatan kuratif maupun rehabilitatif seperti pengobatan warga pondok pesantren dan rujukan kasus ke pelayanan kesehatan yang lebih mampu. Sedangkan pelayanan kesehatan promotif dan preventif seperti penjaringan kesehatan santri/wati yaitu pemeriksaan golongan darah, perhitungan tinggi dan berat badan, kegiatan gotong-royong atau jumat bersih, dan kegiatan pengkaderan santri/wati tentang kesehatan belum terlalu difokuskan, demikian juga dengan kegiatan penyuluhan tentang berbagai masalah kesehatan. Beberapa kegiatan penyuluhan kesehatan yang pernah dilakukan selama tiga tahun tersebut diantaranya tentang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunedeficiency Syndrome (HIV/AIDS), Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA), kesehatan reproduksi bagi santriwati, dan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dimana kegiatan tersebut dilakukan dengan


(25)

memanfaatkan sumber daya yang terdapat di pesantren tanpa adanya pembinaan dan koordinasi dengan pihak puskesmas setempat.

Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan pelaksanaan program pelayanan kesehatan adalah penelitian yang dilakukan oleh Subchairanur (2004), menunjukkan bahwa pencapaian tujuan pelayanan kesehatan belum sesuai dengan target yang telah ditetapkan, dimana masih terdapat beberapa aspek kegiatan yang belum terlaksana. Sedangkan penelitian yang behubungan dengan program upaya kesehatan di lingkungan pendidikan atau sekolah adalah penelitian Samira (2011) yang menunjukkan adanya pengaruh pembinaan lingkungan sekolah sehat dan ketenagaan dengan pelaksanaan program usaha kesehatan sekolah.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui pelaksanaan program poskestren yang ada di pondok pesantren Ar-raudhatul Hasanah Medan Provinsi Sumatera Utara sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 867 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Poskestren dalam upaya terwujudnya kemandirian warga pondok pesantren dan masyarakat sekitar untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana pelaksanaan program poskestren di Pondok Pesantren Ar-raudhatul Hasanah Medan Provinsi Sumatera Utara.


(26)

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan program poskestren yang diberlakukan di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan Provinsi Sumatera Utara.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Dapat memberikan informasi kepada stakeholder dalam hal ini Dinas kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Kesehatan Kota Medan tentang bagaimana pelaksanaan kebijakan program poskestren di Pondok Pesantren Ar-raudhatul Hasanah Medan Provinsi Sumatera Utara dalam upaya terwujudnya kemandirian warga pondok pesantren dan masyarakat sekitar dalam berperilaku hidup bersih dan sehat.

2. Sebagai masukan bagi pihak Puskesmas Simalingkar dan Pondok Pesantren Ar-raudhatul Hasanah Medan Provinsi Sumatera Utara tentang bagaimana pelaksanaan kebijakan program poskestren dalam upaya terwujudnya kemandirian warga pondok pesantren dan masyarakat sekitar dalam berperilaku hidup bersih dan sehat.

3. Sebagai bahan menambah ilmu pengetahuan sekaligus menambah wawasan secara nyata bagi penulis.

4. Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi penelitian lain yang berhubungan dengan program poskestren.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

2.1.1 Definisi Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelayanan teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2004).

2.1.2 Visi dan Misi Puskesmas 1. Visi

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Kecamatan sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

2. Misi

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:

a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.

b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.


(28)

c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya (Depkes RI, 2004).

2.1.3 Tujuan

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat (Depkes RI, 2004).

2.1.4 Fungsi Puskesmas

Terdapat tiga fungsi puskesmas, yaitu:

a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektoral termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.

b. Pusat pemberdayaan masyarakat

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dan memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.


(29)

c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, meliputi:

1. Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi

(private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan

kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.

2. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya (Depkes RI, 2004).

2.1.5 Upaya dan Azas Penyelenggaraan 2.1.5.1Upaya

1. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi


(30)

untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:

a. Upaya promosi kesehatan b. Upaya kesehatan lingkungan

c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana d. Upaya perbaikan gizi masyarakat

e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular f. Upaya pengobatan

2. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada yakni:

a. Upaya kesehatan sekolah b. Upaya kesehatan olah raga

c. Upaya perawatan kesehatan masyarakat d. Upaya kesehatan kerja

e. Upaya kesehatan gigi dan mulut f. Upaya kesehatan jiwa

g. Upaya kesehatan mata h. Upaya kesehatan usia lanjut


(31)

2.1.5.2Azas Penyelenggaraan

1. Azas pertanggungjawaban wilayah

Azas pertanggungjawaban wilayah mengandung arti puskesmas bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Untuk itu puskesmas harus melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain sebagai berikut:

a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan sehingga berwawasan kesehatan.

b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.

c. Membina setiap usaha kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya.

d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan terjangkau di wilayah kerjanya.

2. Azas pemberdayaan masyarakat

Azas pemberdayaan masyarakat mengandung arti puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas. Beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain:

a. Upaya kesehatan ibu dan anak: posyandu, polindes, Bina Keluarga Balita (BKB). b. Upaya pengobatan: posyandu, Pos Obat Desa (POD)

c. Upaya perbaikan gizi: posyandu, panti pemuliaan gizi, Keluarga sadar gizi (Sadarzi)


(32)

d. Upaya kesehatan sekolah: dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali murid, Saka Bakti Husada (SBH), Pos kesehatan pesantren (Poskestren)

e. Upaya kesehatan lingkungan: Kelompok pemakai air (Pokmair), Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)

f. Upaya kesehatan usia lanjut: posyandu usila, panti wreda g. Upaya kesehatan kerja: Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)

h. Upaya kesehatan jiwa: posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM)

i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional: Taman Obat Keluarga (TOGA), pembinaan pengobatan tradisional (Battra)

3. Azas keterpaduan

Untuk mengatasi keterbatasan sumber daya serta diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika mungkin sejak dari tahap perencanaan. Ada dua macam keterpaduan yang harus diperhatikan, yakni:

a. Keterpaduan lintas program

Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggung jawab puskesmas, antara lain:

1) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS): keterpaduan KIA dengan P2M, gizi, promosi kesehatan dan pengobatan.

2) Upaya Kesehatan Sekolah (UKS): keterpaduan kesehatan lingkungan dengan promosi kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan jiwa.


(33)

3) Puskesmas keliling: keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi kesehatan dan kesehatan gigi.

4) Posyandu: keterpaduan KIA dengan KB, gizi, P2M, Kesehatan jiwa dan promosi kesehatan.

b. Keterpaduan lintas sektor

Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha, antara lain:

1) Upaya kesehatan sekolah: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan dan agama.

2) Upaya promosi kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, agama dan pertanian.

3) Upaya kesehatan ibu dan anak: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK dan PLKB.

4) Upaya perbaikan gizi: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama, pertanian, koperasi, dunia usaha, PKK dan PLKB. 5) Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan

camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, koperasi, dunia usaha dan organisasi kemasyarakatan.


(34)

4. Azas rujukan

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal antar strata sarana pelayanan kesehatan yang sama. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal, yakni:

a. Rujukan upaya kesehatan perorangan

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu. Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:

1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (misal operasi) dan lain-lain.

2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.

3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau menyelenggarakan pelayanan medik spesialis di puskesmas.

b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan dan bencana. Rujukan juga dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan


(35)

upaya kesehatan wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam:

1) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai dan bahan makanan.

2) Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan dan penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam.

3) Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan tanggung jawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (antara lain usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan jiwa, pemeriksaan contoh air bersih) kepada dinas kesehatan kabupaten/kota (Depkes RI, 2004).

2.1.6 Pengembangan Fungsi Puskesmas di Perkotaan

Secara konseptual puskesmas didaerah perkotaan tidak beda dengan puskesmas lain di Indonesia, yaitu sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama baik aspek upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan (Kepmenkes No 128/MENKES/KEP/II/2004). Konsep dasar puskesmas tersebut meliputi pengertian, visi, misi, fungsi, upaya dan azas penyelenggaraan (Depkes RI, 2005).

Perbedaannya terletak pada upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan yang lebih kompleks mencakup aspek lingkungan, perilaku, dan akses


(36)

pelayanan kesehatan. Kebutuhan masyarakat akan jenis pelayanan diperkotaan berbeda sesuai karakteristik masyarakat. Pengembangan fungsi puskesmas antara lain:

1. Fungsi pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerja Melalui fungsi ini puskesmas diharapkan dapat menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk yang dilakukan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, agar kegiatan yang dilaksanakan berwawasan kesehatan. Kegiatan fungsi pertama ini dilaksanakan dalam bentuk:

a. Surveilans

Surveilans yang dilakukan oleh puskesmas perkotaan tidak hanya surveilans yang bersifat rutin seperti surveilans penyakit menular, penyakit tidak menular, surveilans faktor risiko, surveilans hidup bersih dan sehat, dan surveilans gizi.

b. Penyuluhan kesehatan

Sasaran penyuluhan adalah masyarakat/institusi yang ada di wilayah kerja dalam upaya promosi dan pencegahan terhadap berbagai masalah kesehatan yang mungkin muncul akibat dampak negatif pembangunan di wilayah tersebut. c. Kerja sama lintas sektoral

Kerja sama lintas sektoral dilakukan melalui lokakarya mini triwulan dengan instansi yang setingkat kecamatan termasuk dengan LSM, Ormas. Melalui pertemuan tersebut puskesmas menyampaikan hasil-hasil temuan masalah kesehatan di wilayah kerja dari hasil surveilans yang dilakukan, untuk mendapatkan kesepakatan dan komitmen penyelesaian.


(37)

2. Fungsi pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat

Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. Kegiatan fungsi kedua ini meliputi:

a. Pemberdayaan perorangan

Bentuk pemberdayaan perorangan diperkotaan dapat diwujudkan dalam bentuk (1) peran serta menjadi kader kesehatan dalam tatanan keluarga, dan masyarakat melalui kegiatan posyandu, gerakan sehat, kader mengamat jentik dan lain-lain. (2) penggalangan dana maupun sumbangan pemikiran disesuaikan dengan kondisi setempat untuk kepentingan kesehatan.

b. Pemberdayaan kelompok

Pemberdayaan kelompok dimaksudkan agar kelompok masyarakat dapat ikut memperjuangkan kepentingan kesehatan di wilayah yang masih menemui berbagai masalah kesehatan dimana masyarakat setempat tidak mampu mengatasi masalah tersebut secara mandiri.

c. Pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan masyarakat dimaksudkan agar masyarakat di wilayah kerja puskesmas dapat membentuk suatu Badan Penyantun Puskesmas (BPP)/ konsil kesehatan atau forum yang peduli kesehatan sebagai mitra kerja puskesmas yang berperan membantu keberhasilan pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan tersebut.


(38)

3. Fungsi pusat pelayanan kesehatan strata pertama Pengembangan yang dapat dilakukan antara lain: a. Jenis pelayanan kesehatan

Untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan, puskesmas dapat mengembangkan jenis pelayanan yang telah ada dengan kegiatan baru seperti Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), pelayanan Santun Usia Lanjut, pelayanan pencegahan penyalahgunaan Napza, penanganan masalah kesehatan dan seksual, pelayanan konsultasi kesehatan, pelayanan HIV/AIDS, ruang rehidrasi, ruang rawat inap dan lain-lain.

b. Pengembangan tata cara pelayanan

Mengingat tuntutan dan kebutuhan masyarakat perkotaan akan pelayanan yang komperhensif, maka perlu dipikirkan untuk mengembangkan tata cara pelayanan seperti:

1) Pelayanan 24 jam/gawat darurat 2) Pelayanan sore hari

3) Pelayanan dengan sarana penunjang lengkap 4) Pelayanan konsultasi/konseling

5) Pelayanan on call/konsultasi via telepon 6) Posyandu sore hari

7) Penyuluhan kesehatan sore/malam hari 8) Kunjungan rumah sesuai kebutuhan


(39)

2.1.7 Sasaran Upaya Kesehatan Puskesmas di Perkotaan Berdasarkan pada Tatanan/Kawasan

2.1.7.1Tatanan Pemukiman/Rumah Tangga di Kawasan Kumuh

Penduduk di kawasan kumuh perkotaan merupakan masyarakat yang rawan terhadap masalah kesehatan perorangan maupun masalah kesehatan masyarakat. Masalah kesehatan di kawasan kumuh perkotaan antara lain: segi epidemiologis, lingkungan pemukiman, demografi, perilaku dan pengetahuan penduduk, dan pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2005).

2.1.7.2Tatanan Tempat Kerja Industri/Kawasan Industri

Tatanan tempat kerja yang perlu mendapat perhatian salah satunya adalah kawasan industri. Hal tersebut berkaitan dengan dampak kegiatan industri yang dapat menimbulkan berbagai pencemaran lingkungan yang berpengaruh pada kesehatan. Dampak ini dapat terjadi pada pekerja maupun masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri (Depkes RI, 2005).

2.1.7.3Tatanan Tempat-Tempat Umum

Beberapa tempat-tempat umum yang menjadi sasaran pelayanan kesehatan antara lain:

a. Tatanan pasar

Khususnya pasar tradisional memerlukan perhatian aspek kesehatan. Hal tersebut terkait dengan kondisi pasar. Khususnya dalam pengelolaan pasar yang belum memerhatikan higiene dan sanitasi lingkungan, higiene dan sanitasi makanan yang diperjualbelikan.


(40)

b. Tatanan tempat pariwisata

Dunia pariwisata dan hiburan merupakan salah satu faktor makin meningkatnya masalah kesehatan, mengingat berbagai kegiatan yang dilakukan baik oleh wisatawan maupun masyarakat di lingkungan tersebut.

c. Tatanan terminal/stasiun/pelabuhan

Terminal/stasiun/pelabuhan adalah tempat umum yang berpotensi terhadap penularan berbagai penyakit, mengingat tingginya mobilitas dan interaksi antar manusia (Depkes RI, 2005).

2.1.7.4Tatanan Institusi Pendidikan

Tatanan institusi pendidikan/sekolah sebagai suatu institusi tempat berkumpulnya banyak orang dalam waktu yang cukup lama, dari aspek kesehatan perlu mendapat perhatian. Khususnya kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat sekolah.

Siswa sekolah merupakan kelompok rawan yang sangat mudah terpengaruh gaya hidup tidak sehat di sekitarnya. Namun melalui tatanan sekolah, siswa dapat dijadikan kader-kader kesehatan (Depkes RI, 2005).

2.2 Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM)

Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) merupakan salah satu wujud pemberdayaan masyarakat, yang tumbuh dari masyarakat, dikelola oleh masyarakat, dan untuk kepentingan masyarakat dalam upaya menanggulangi permasalahan kesehatan yang dihadapi dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki masyarakat setempat.


(41)

UKBM adalah salah satu wujud nyata peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Kondisi ini ternyata mampu memacu munculnya berbagai bentuk UKBM lainya seperti Polindes, POD (pos obat desa), Pos UKK (pos upaya kesehatan kerja), TOGA (taman obat keluarga), dana sehat, dan lain sebagainya.

2.2.1 Sasaran

Sasaran UKBM adalah: 1. Individu/Toma berpengaruh 2. Keluarga dan perpuluhan keluarga

3. Kelompok masyarakat : generasi muda, kelompok wanita, angkatan kerja, dll 4. Organisasi masyarakat: organisasi profesi, LSM, dll

5. Masyarakat umum: desa, kota, dan pemukiman khusus

2.3 Keputusan Bersama Tiga Menteri Tentang Peningkatan Kesehatan Pada Pondok Pesantren dan Institusi Keagamaan Lainnya

Keputusan tiga menteri yaiu Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Agama Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1067 Tahun 2002, Nomor 385 Tahun 2002, dan Nomor 37 Tahun 2002 menjelaskan tentang peningkatan kesehatan pada pondok pesantren dan institusi keagamaan lainnya. Mengingat bahwa institusi keagamaan mempunyai peranan yang strategis dalam upaya pembinaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, serta pola hidup sehat yang dinamis. Selanjutnya bahwa pondok pesantren atau institusi keagamaan lainnya merupakan wadah yang potensial dalam meningkatkan sumber


(42)

daya manusia, untuk itu perlu didukung dengan berbagai program di bidang kesehatan

Keputusan Bersama tiga menteri ini mengatur berbagai hal, diantaranya: 1. Kerjasama dalam upaya peningkatan kesehatan pada pondok pesantren dan

institusi keagamaan lainnya. Departemen Kesehatan, Departemen Agama dan Departemen dalam Negeri melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Pengembangan sistem pelayanan kesehatan pada pondok pesantren dan institusi keagamaan lainnya yang meliputi: bentuk pelayanan kesehatan, cara pembiayaan kesehatan, dan cara pengelolaan kesehatan yang dilaksanakan secara efektif dan efisien.

b. Pengangkatan tenaga kesehatan oleh pondok pesantren dan institusi keagamaan lainnya atas persetujuan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dan diakui sebagai pelaksanaan Masa Bakti. c. Pendirian dan pengembangan Klinik Kesehatan atau institusi pelayanan

kesehatan yang sesuai dengan keadaan setempat. d. Penyusunan pedoman-pedoman yang diperlukan.

2. Untuk teknis pelaksanaan amar kedua Keputusan Bersama ini dibentuk kelompok kerja di lingkungan Departemen Kesehatan, Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri, yang ditetapkan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri oleh masing-masing departemen.

3. Segala pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan kerjasama ini menjadi tanggung jawab masing-masing departemen sesuai dengan tugas dan fungsinya.


(43)

2.4 Pesantren

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Agama Islam yang dalam kegiatannya mengembangkan fungsi peningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT; pengembangan keilmuan yang bermanfaat; dan pengabdian terhadap Agama Islam masyarakat dan negara. Selain itu pengertian sederhana lainnya tentang pesantren adalah tempat pendidikan santri-santri untuk mempelajari pengetahuan Agama Islam di bawah bimbingan seorang kyai/ustadz/guru dengan tujuan untuk menyiapkan para santri sebagai kader dakwah Islamiah, yang menguasai ilmu Agama Islam dan siap menyebarkan Agama Islam di pelbagai lapisan masyarakat (Depkes RI, 2006).

Warga pondok pesantren adalah kyai atau sebutan lain (dan keluarga), santri, ustadz/ustadzah (dan keluarga), serta pengelola (dan keluarga).

Sesuai dengan tujuan utamanya, maka materi yang diajarkan di pondok pesantren pada umumnya terdiri dari materi agama yang digali langsung dari kitab-kitab klasik berbahasa Arab yang ditulis oleh para ulama yang hidup pada masa pertengahan. Semenjak perang kemerdekaan, terjadi perubahan mendasar dalam sistem pendidikan pondok pesantren. Perubahan tersebut di antaranya dengan diperkenalkannya sistem madrasah dalam proses belajar-mengajar, yang kemudian mulai diajarkannya materi umum. Dengan demikian pondok pesantren tidak lagi sepenuhnya tergolong pendidikan jalur luar sekolah, tetapi juga masuk jalur sekolah.

Selanjutnya dalam dua dasawarsa terakhir, di dalam lingkungan pondok pesantren tidak hanya menyelenggarakan sistem madrasah, namun juga diselenggarakan sekolah-sekolah umum, perguruan tinggi dan juga program


(44)

pengembangan masyarakat. Masuknya program pengembangan masyarakat, keterampilan, pendidikan umum termasuk kesehatan, dianggap sebagai pelengkap dari pendidikan di pondok pesantren.

Secara garis besar, pondok pesantren dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu:

1. Pondok Pesantren Salafi/Salafiah (Tradisional)

Pondok pesantren salafiah merupakan pondok pesantren yang hanya menyelenggarakan pengajaran kitab klasik dan pengajaran Agama Islam. Umumnya, lebih mendahulukan dan mempertahankan hal-hal yang bersifat tradisional dalam sistem pendidikan maupun perilaku kehidupannya, serta sangat selektif terhadap segala bentuk pembaharuan, termasuk kurikulum pengajarannya.

2. Pondok Pesantren Khalafi/Khalafiah (Modern)

Pondok pesantren khalafi/khalafiah adalah pondok pesantren yang selain menyelenggarakan kegiatan sebagaimana pada pondok pesantren salafiah, juga menyelenggarakan jalur sekolah atau formal, baik sekolah umum (SD, SMP, SMA, dan SMK) maupun sekolah bercirikan Agama Islam (MI, MTs, MA atau MAK). Dalam implementasi proses belajar-mengajar, akomodatif terhadap perkembangan modern, metodologi penerapan kurikulum melibatkan perangkat modern, mengajarkan sejumlah keterampilan pengetahuan umum lainnya termasuk kesehatan.


(45)

3. Pondok Pesantren Salafi-Khalafi (Perpaduan Tradisional dan Modern)

Pondok pesantren salafi-khalafi merupakan perpaduan pondok pesantren yang dalam kegiatannya memadukan metode salafi dan khalafi, memelihara nilai tradisional yang baik dan akomodatif terhadap perkembangan yang bersifat modern.

2.5 Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)

Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) merupakan salah satu UKBM di lingkungan pondok pesantren, dengan prinsip dari, oleh dan untuk warga pondok pesantren, yang mengupayakan pelayanan promotif (peningkatan) dan preventif (pencegahan) tanpa mengabaikan aspek kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan), dengan binaan puskesmas setempat (Depkes RI, 2006).

2.5.1 Tujuan Poskestren Tujuan Umum:

Terwujudnya kemandirian warga pondok pesantren dan masyarakat sekitar dalam berperilaku hidup bersih dan sehat.

Tujuan Khusus:

1. Meningkatnya pengetahuan warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya tentang kesehatan

2. Meningkatnya sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat bagi warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.

3. Meningkatnya peran serta aktif warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam upaya penyelenggaraan kesehatan.


(46)

4. Terpenuhinya pelayanan kesehatan dasar bagi warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 2006).

2.5.2 Sasaran Poskestren

Sasaran Poskestren adalah sebagai berikut:

1. Warga pondok pesantren: santri, kyai, pimpinan, pengelola, dan para pengajar di pondok pesantren termasuk wali santri.

2. Masyarakat di lingkungan pondok pesantren.

3. Tokoh masyarakat: tokoh Agama Islam, pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pimpinan organisasi kemasyarakatan lainnya di lingkungan pondok pesantren.

4. Petugas kesehatan dan stakeholders lainnya (Depkes RI, 2006).

2.5.3 Ruang Lingkup Kegiatan Poskestren

Ruang lingkup kegiatan poskestren meliputi pelayanan kesehatan dasar secara komperhensif, yaitu upaya promotif, preventif, tanpa meninggalkan upaya rehabilitatif dan kuratif, serta upaya pemberdayaan warga pondok pesantren dan masyarakat sekitar dalam bidang kesehatan (Depkes RI, 2006).

2.5.4 Fungsi Poskestren

1. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, dalam alih informasi, pengetahuan dan keterampilan, dari petugas kepada warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya, dan antara sesama warga pondok pesantren dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat.


(47)

2. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan desa kepada warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 2006).

2.5.5 Manfaat Poskestren

1. Bagi warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya

a. Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi, pengetahuan dan pelayanan kesehatan dasar.

b. Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan.

c. Mendapatkan informasi awal tentang kesehatan.

d. Dapat mewujudkan kondisi kesehatan yang lebih baik bagi warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.

2. Bagi kader poskestren

a. Mendapatkan informasi lebih awal tentang kesehatan.

b. Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya untuk membantu warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di lingkungannya.

3. Bagi puskesmas

a. Dapat mengoptimalkan fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

b. Dapat memfasilitasi warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam pemecahan masalah kesehatan sesuai dengan kondisi setempat.


(48)

c. Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga, dan dana melalui pemberian pelayanann kesehatan secara terpadu.

4. Bagi sektor lainnya

a. Dapat memfasilitasi warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam pemecahan masalah sektor terkait.

b. Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing sektor (Depkes RI, 2006).

2.6 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Poskestren

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 867 Tahun 2006 ini merupakan peraturan yang membahas tentang pedoman penyelenggaraan dan pembinaan poskestren. Mengingat adanya Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Agama Republik Indonesia Dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia) Nomor 1067/Menkes/SKB/VIII/2002 Nomor 385 Tahun 2002 Nomor 37 Tahun 2002, untuk itu Keputusan Menteri Kesehatan ini merupakan peraturan yang bersifat operasional.

Keputusan menteri Kesehatan ini mengatur beberapa hal, antara lain: 1. Pengorganisasian

a. Kedudukan dan hubungan kerja secara teknis medis, poskestren dibina oleh puskesmas. Secara kelembagaan, poskestren dibina oleh pemerintah desa/ kelurahan/kecamatan. Selanjutnya terhadap pelbagai UKBM yang ada adalah sebagai mitra.


(49)

b. Pengelola poskestren

Struktur organisasi poskestren ditetapkan melalui musyawarah warga pondok pesantren pada saat pembentukan poskestren. Struktur organisasi tersebut bersifat fleksibel, sehingga dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, kondisi, permasalahan, dan kemampuan sumber daya yang ada. Struktur organisasi minimal terdiri dari: Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan Kader poskestren yang merangkap sebagai anggota. Kriteria pengelola poskestren antara lain sebagai berikut:

1) Diutamakan berasal dari warga pondok pesantren dan tokoh masyarakat setempat.

2) Memiliki semangat pengabdian, berinisiatif tinggi dan mampu memotivasi masyarakat.

3) Bersedia bekerja sukarela bersama masyarakat.

c. Kader poskestren dipilih oleh pengurus poskestren dan santri pondok pesantren yang bersedia secara sukarela, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan poskestren. Kriteria kader poskestren antara lain sebagai berikut:

1. Berasal dari santri pondok pesantren.

2. Mempunyai jiwa pelopor, pembaharu dan penggerak masyarakat. 3. Bersedia bekerja secara sukarela.

2. Kegiatan

Pelayanan yang disediakan oleh poskestren adalah pelayanan kesehatan dasar, yang meliputi promotif, preventiv, rehabilitatif dan kuratif. Khusus untuk


(50)

pelayanan kuratif dan beberapa pelayanan preventif tertentu seperti imunisasi dan pemeriksaan kesehatan berkala dilaksanakan oleh petugas kesehatan. Pelayanan kesehatan tersebut, secara rinci sebagai berikut:

a. Upaya promotif, antara lain: 1) Konseling kesehatan

2) Penyuluhan kesehatan, antara lain: PHBS, penyehatan lingkungan, gizi, penyakit menular, TOGA.

3) Olah raga teratur

b. Upaya preventif, antara lain: 1) Pemeriksaan kesehatan berkala 2) Penjaringan kesehatan santri 3) Imunisasi

4) Kesehatan lingkungan dan kebersihan diri 5) Pemberantasan nyamuk dan sarangnya c. Upaya kuratif, antara lain:

1) Pengobatan terbatas 2) Rujukan kasus

d. Upaya rehabilitatif, antara lain:

Membantu petugas puskesmas untuk mengunjungi dan menindaklanjuti perawatan pasien pasca perawatan di puskesmas/rumah sakit.


(51)

3. Waktu Penyelenggaraan

Penyelenggaraan poskestren pada dasarnya dapat dilaksanakan secara rutin setiap hari atau ditetapkan sesuai kesepakatan bersama.

4. Tempat Penyelenggaraan

Tempat Penyelenggaraan kegiatan promotif dan preventif dapat dilaksanakan di lingkungan pondok pesantren dan sekitarnya. Adapun untuk pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan di ruang tersendiri, baik menggunakan salah satu ruangan pondok pesantren atau tempat khusus yang dibangun secara swadaya oleh warga pondok pesantren dan masyarakat sekitar. Tempat penyelenggaraan sekurang-kurangnya dilengkapi dengan:

1) Tempat pemeriksaan

2) Tempat konsultasi (gizi, sanitasi, dll) 3) Tempat penyimpanan obat

4) Ruang tunggu

Selain sarana tersebut diatas, poskestren perlu dilengkapi dengan: a. Peralatan

1) Peralatan medis yang disesuaikan dengan jenis pelayanan yang disediakan 2) Peralatan non medis seperti: pencatatan, meja, kursi, tempat tidur, lemari, dan

lain-lain sesuai kebutuhan. b. Obat-obatan

Jenis dan jumlah obat-obatan yang perlu disediakan di poskestren sesuai dengan petunjuk kepala puskesmas setempat.


(52)

5. Tugas dan Tanggung Jawab Para Pelaksana

Terselenggaranya pelayanan poskestren melibatkan banyak pihak. Adapun tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam menyelenggarakan poskestren adalah sebagai berikut:

a. Kader poskestren (Santri Husada)

Kader poskestren merupakan ujung tombak di poskestren. Selain sebagai pelaksana, para kader poskestren diharapkan dapat berfungsi antara lain sebagai: penggerak masyarakat, pemberi semangat, penggagas kegiatan, maupun suri tauladan. Jumlah kader untuk setiap poskestren minimal 3% dari jumlah santri atau disesuaikan dengan kebutuhan dan kegiatan yang dikembangkan. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh kader poskestren antara lain:

1) Memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kewenangannya, misalnya memberikan vitamin, tablet besi (Fe) dan oralit.

2) Melaksanakan kegiatan penyuluhan kesehatan dan gizi. 3) Mengukur tinggi dan berat badan.

4) Memeriksa tajam penglihatan.

5) Melakukan pencatatan pada buku catatan poskestren. 6) Mengadakan pemutakhiran data sasaran poskestren.

7) Melakukan kunjungan tatap muka ke tokoh masyarakat, dan menghadiri pertemuan rutin kelompok masyarakat atau organisasi keagamaan.

b. Pengelola poskestren

1) Bertanggung jawab terhadap keberlangsungan poskestren. 2) Memantau kegiatan poskestren


(53)

3) Menggalang dukungan dana dan menjalin kemitraan 4) Menyediakan kebutuhan poskestren

c. Petugas puskesmas

Poskestren merupakan salah satu UKBM binaan puskesmas. Kehadiran tenaga kesehatan puskesmas yang diwajibkan dalam pembinaan di poskestren hanya satu kali dalam sebulan. Peran petugas puskesmas antara lain sebagai berikut:

1) Membimbing dan membina kader dalam pengelolaan poskestren termasuk melakukan orientasi dan pelatihan.

2) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Sesuai dengan kehadiran wajib puskesmas, pelayanan kesehatan oleh petugas puskesmas hanya dilakukan satu kali dalam sebulan.

3) Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan masyarakat dan gizi kepada pengunjung poskestren dan masyarakat sekitarnya.

4) Menganalisis hasil kegiatan poskestren, menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan sesuai dengan kebutuhan poskestren.

5) Menerima konsultasi atau rujukan dalam menangani berbagai kasus kesehatan yang tidak dapat ditanggulangi oleh kader poskestren.

6) Membantu pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan yang dibutuhkan poskestren.


(54)

6. Pembiayaan a. Sumber biaya

Pembiayaan berasal dari berbagai sumber, antara lain: 1) Masyarakat

a. Iuran pengguna/pengunjung poskestren

b. Iuran masyarakat umum dalam bentuk dana sehat

c. Sumbangan/donatur dari perorangan atau kelompok masyarakat, termasuk dari alumni pondok pesantren dan wali murid/santri

d. Dana sosial keagamaan, misalnya: zakat, infak, dan sedekah 2) Swasta/Dunia Usaha

Peran aktif swasta/dunia usaha juga diharapkan dapat menunjang pembiayaan poskestren. Bantuan yang diberikan dapat berupa dana, sarana, prasarana, atau tenaga yang dapat bertindak sebagai sukarelawan poskestren.

3) Hasil Usaha

Pengelola dan kader poskestren dapat melakukan usaha mandiri, yang hasilnya disumbangkan untuk biaya pengelolaan poskestren. Contoh usaha mandiri yang dapat dilakukan adalah Kelompok Usaha Bersama (KUB), dan hasil karya kader poskestren, seperti: ternak ayam, kolam ikan, kerajinan, budi daya Taman Obat Keluarga (TOGA) dan lain sebagainya.


(55)

4) Pemerintah

Bantuan dari pemerintah terutama pada tahap awal pembentukan, yakni berupa dana stimulan atau bantuan lainnya, baik dalam bentuk sarana maupun prasarana poskestren.

b. Pemanfaatan dan Pengelolaan Dana

Dana yang diperoleh poskestren digunakan untuk membiayai kegiatan poskestren, antara lain untuk: (1) Biaya operasional poskestren, (2) bantuan biaya rujukan bagi yang membutuhkan, dan (3) modal usaha. Sedangkan pengelolaan dana dilakukan oleh pengelola dan kader poskestren. Dana harus disimpan di tempat yang aman dan jika mungkin dapat mendatangkan hasil. Untuk keperluan biaya rutin disediakan kas kecil yang dipegang oleh kader yang ditunjuk. Setiap pemasukan dan pengeluaran harus dicatat dan dikelola secara bertanggung jawab.

7. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan oleh kader segera setelah kegiatan dilaksanakan. Pencatatan dilakukan dengan menggunakan format yang ada, antara lain

a. Buku catatan sasaran poskestren, yang mencatat jumlah seluruh warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.

b. Buku catatan rekapitulasi kegiatan pelayanan poskestren.

c. Buku catatan kegiatan pertemuan yang diselenggarakan oleh poskestren. d. Buku catatan kegiatan usaha, apabila poskestren menyelenggarakan kegiatan

usaha.


(56)

f. Dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan poskestren yang bersangkutan. Sedangkan dalam hal pelaporan, poskestren tidak berkewajiban melaporkan kegiatannya kepada puskesmas ataupun kepada sektor lainnya. akan tetapi, jika puskesmas atau sektor lainnya membutuhkan data maka mereka harus mengambilnya langsung ke poskestren. Untuk itu harus ada petugas khusus yang bertanggung jawab untuk mengambil data hasil kegiatan poskestren.

8. Pembinaan dan Pengembangan Poskestren

Pembinaan Poskestren dilaksanakan secara terpadu oleh puskesmas dan stakeholders terkait lainnya yang dilakukan secara berkala, baik langsung maupun tidak langsung. Pembinaan yang dilakukan adalah Peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi pengelola dan kader poskestren serta pembinaan administrasi, termasuk pengelolaan keuangan. Hal ini dilakukan demi memelihara kelangsungan hidup dari poskestren.

Komponen terpenting dalam pengelolaan poskestren adalah sumber daya manusia (SDM) dan pendanaan. Maka dalam proses pembinaan lebih difokuskan pada dua hal tersebut. Fenomena ketidakberlanjutan sebuah poskestren terjadi dikarenakan kurangnya pembinaan dari puskesmas. Salah satu penyebab kurangnya pembinaan tersebut adalah tidak tersedianya dana operasional untuk melakukan pembinaan di luar gedung untuk memberikan bantuan teknis. Selanjutnya, kalaupun dana memadai kendala lainnya adalah terbatasnya tenaga untuk melakukan supervisi dan bantuan teknis. Namun pada hakekatnya, kelangsungan hidup poskestren tidak terlalu bergantung pada puskesmas jika


(57)

poskestren tersebut memang lahir dari prakarsa masyarakat sekitar dan warga pondok pesantren.

Dukungan pemerintah antara lain dapat berupa fasilitas, bimbingan teknis, dan obat-obatan. Dengan demikian, fungsi pembinaan dari pemerintah terhadap poskestren pada hakekatnya tetap ada. Selanjutnya, fungsi pembinaan dari pemerintah tersebut perlu dikoordinasikan dan diorganisasikan. Unsur-unsur yang berperan dalam pembinaan poskestren tidak terbatas pada komponen instansi pemerintah saja, tetapi juga dapat melibatkan unsur-unsur lainnya, seperti: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), swasta/dunia usaha, tokoh masyarakat, dan sebagainya.

Poskestren yang sudah berjalan dengan baik, seyogyanya segera diarahkan untuk meningkatkan pelayanannya. Terutama jika sumber daya manusia dan dana yang ada cukup atau memadai untuk meningkatkan pelayanan poskestren.

Peningkatan pelayanan ini harus dilandasi oleh kebutuhan kesehatan dari warga pondok pesantren. setelah itu, baru didukung oleh ketersediaan dan keterampilan sumber dayanya. Oleh karena itu, upaya peningkatan pelayanan poskestren ini harus mencakup langkah-langkah berikut:

a. Bersama kader poskestren mengidentifikasi kebutuhan tambahan bagi kesehatan warga pondok pesantren. Hal ini dapat dilaksanakan melalui survei ataupun observasi untuk mengetahui perlunya perluasan pelayanan. Misalnya, jika selama ini poskestren baru bergerak di bidang pengobatan, maka penjajakan dapat dilakukan di bidang gizi, kesehatan lingkungan, atau perilaku sehat para santri.


(58)

b. Bersama kader poskestren menetapkan pilihan pelayanan tambahan dan menyusun prioritas sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dana serta tenaga yang ada. Dari kegiatan ini kemudian dapat ditetapkan satu atau beberapa pelayanan kesehatan tambahan dalam rangka meningkatkan pelayanan poskestren.

c. Menyediakan tenaga dan dana puskesmas untuk dapat memberikan tambahan bantuan teknis kepada poskestren.

d. Melatih kader poskestren dalam pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan tambahan.

e. Bersama kader poskestren menyempurnakan sistem pencatatan dan pelaporan sehingga mencakup pelayanan kesehatan tambahan.

Jika hal-hal tersebut di atas telah dilaksanakan, maka puskesmas kembali kepada jalur semula, yaitu melanjutkan kegiatan pembinaan. Hanya saja, cakupan dari upaya pembinaan itu, kini bertambah luas (Depkes RI, 2006).

2.7 Fokus Penelitian

Pada prinsipnya keberhasilan program poskestren dapat diukur melalui indikator masukan (input), proses (process), dan luaran (output). Oleh karena itu fokus penelitian dapat disusun sebagai berikut:


(59)

Gambar 2.1 Fokus Penelitian

Berdasarkan gambar di atas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai berikut:

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan program poskestren dengan baik, meliputi: kader, sarana poskestren, dan dukungan pendanaan, dengan definisi sebagai berikut:

a. Kader adalah santri-santri yang berada di pondok pesantren yang akan membantu kegiatan pelayanan kesehatan di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah yang dalam hal ini telah mendapatkan pelatihan dari petugas puskesmas.

b. Sarana poskestren adalah seluruh bahan, peralatan, serta fasilitas yang digunakan dalam program poskestren di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah bagi warga pondok pesantren.

Output: 1. Gerakan

Jumat Bersih 2. Kawasan

bebas rokok 3. Kebersihan

perorangan 4. Adanya dana

sehat 5. Sampah

tidak berserakan 6. Jumlah

rujukan santri/santri wati Proses: 1.Frekuensi penyuluhan 2.Frekuensi pertemuan 3.Frekuensi pembinaan Input:

1. Kader 2. Sarana

Poskestren 3. Dukungan


(60)

c. Dukungan pendanaan adalah dukungan uang yang digunakan dalam pelaksanaan program poskestren di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah bagi warga pondok pesantren.

2. Proses (process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, meliputi: frekuensi penyuluhan, frekuensi pertemuan, serta frekuensi pembinaan, dengan defenisi sebagai berikut:

a. Frekuensi penyuluhan adalah seberapa sering penyampaian pesan-pesan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan pihak pondok pesantren guna meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku santri dan masyarakat pondok pesantren mengenai kesehatan jasmani, mental dan sosial.

b. Frekuensi pertemuan adalah seberapa sering kegiatan koordinasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan pihak pondok pesantren bertujuan untuk membahas berbagai hal yang berhubungan dengan program poskestren seperti: saling tukar informasi tentang poskestren, pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi, dan evaluasi program.

c. Frekuensi pembinaan adalah seberapa sering kegiatan yang bertujuan untuk memelihara kelangsungan hidup poskestren yang dilaksanakan secara terpadu oleh puskesmas dan stakeholders lainnya. kegiatan pembinaan tersebut meliputi: peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi pengelola dan kader poskestren serta pembinaan administrasi, termasuk pengelolaan keuangan.


(61)

3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu program poskestren dengan adanya pelayanan kesehatan, baik kesehatan masyarakat maupun kesehatan perorangan, meliputi: Gerakan jumat bersih, kawasan bebas rokok, kebersihan perorangan, adanya dana sehat, sampah tidak berserakan, dan jumlah rujukan santri/santriwati, dengan defenisi sebagai berikut:

a. Gerakan Jumat Bersih yaitu kegiatan membersihkan lingkungan pesantren oleh warga pondok pesantren yang dilakukan pada setiap hari Jumat.

b. Kawasan bebas rokok adalah adanya penetapan daerah-daerah yang tidak boleh ada warga pesantren ataupun pengunjung yang melakukan aktivitas merokok di lingkungan pesantren.

c. Kebersihan perorangan adalah tindakan pemeliharaan kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisiknya dan psikisnya, misal: kebersihan tangan, kebersihan rambut, kebersihan kuku, kebersihan pakaian, dan kebersihan mulut dan gigi.

d. Dana sehat adalah iuran yang dikeluarkan oleh warga pesantren untuk pelaksanaan poskestren.

e. Sampah tidak berserakan berhubungan dengan penyediaan sarana dan prasarana agar sampah yang ada tidak dibuang sembarangan yaitu dengan cara menyediakan tempat sampah.

f. Jumlah rujukan santri/santriwati adalah banyaknya kegiatan merujuk santri dan mayarakat pondok pesantren yang mengidap penyakit tertentu ke fasilitas rujukan untuk mencegah penyakit berkembang lebih lanjut.


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan metode pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih mendalam tentang pelaksanaan program pelayanan kesehatan masyarakat khususnya masyarakat pondok pesantren, dalam hal ini poskestren.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Ar-raudhatul Hasanah Medan Provinsi Sumatera Utara, dengan pertimbangan bahwa jumlah warga pesantren ± 3026 orang. Selain itu pesantren tersebut memiliki fasilitas poskestren yang sudah berlangsung selama lebih kurang tiga tahun.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah selama 16 minggu terhitung sejak bulan November 2012 sampai Februari 2013 (survei pendahuluan dan penelitian).

3.3 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive, yaitu teknik yang dilakukan untuk memilih informan yang bersedia dan mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Informan dalam


(63)

penelitian ini berjumlah 32 orang, yang terdiri dari 24 orang informan santri dan santriwati, 1 orang informan ustadz/ustadzah, dan 1 orang informan karyawan pesantren yang dalam hal ini bertindak sebagai pengguna poskestren. Selanjutnya adalah para pejabat dan staf yang berhubungan dengan pelaksanaan program (Staf Bina Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Staf UKS Dinas Kesehatan Kota Medan, Petugas UKS Puskesmas Simalingkar, Kepala Bidang Kesejahteraan Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah, Ketua Poskestren Ar-Raudhatul Hasanah dan petugas kesehatan Poskestren Ar-Raudhatul Hasanah).

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan dengan berpedoman pada panduan wawancara dan alat bantu yang telah dipersiapkan. Pengumpulan data juga dilakukan dengan Diskusi Kelompok Terarah (DKT). Data sekunder diperoleh dari profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, profil Dinas Kesehatan Kota Medan, profil Puskesmas Simalingkar, dan profil kesehatan pondok pesantren, dan dokumen-dokumen dalam bentuk laporan kegiatan program dan dokumen kebijakan penyelenggaraan program.

3.5 Triangulasi

Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, yaitu dengan memilih informan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.


(1)

c. Menurut anda pentingkah memotong kuku? d. Berapa kali dalam sebulan anda memotong kuku?

e. Mengapa kita dianjurkan menggunakan alas kaki/sendal/sepatu?

f. Sebutkan keuntungan dan kerugian jika anda membersihkan Tangan dan Kaki! (penyakit)

g. Adakah sesuatu yang menghambat anda untuk membersihkan Tangan dan Kaki? Sebutkan!

7. Kebersihan Tempat Tidur

a. Menurut anda pentingkah menjaga kebersihan Tempat Tidur? Mengapa? b. Pernahkah anda menjemur tempat tidur anda? Jika pernah berapa kali

dalam sebulan anda menjemur tempat tidur anda?

c. Sebutkan keuntungan dan kerugian jika anda membersihkan Tempat Tidur! (penyakit)

d. Adakah sesuatu yang menghambat anda untuk membersihkan Tempat Tidur? Sebutkan!

D. SAMPAH

1. Apakah di setiap sudut atau ruangan kelas terdapat tempat membuang sampah?

2. Berapa hari sekali sampah dibuang ke tempat pembuangan akhir dan biasanya pada pukul berapa?

3. Mengapa sampah harus dibersihkan?

4. Siapa yang bertugas membersihkan sampah yang ada dihalaman? Apakah ada petugas khusus yang dipekerjakan oleh pihak pesantren?


(2)

E. RUJUKAN KESEHATAN

1. Bagaimana jika ada santri/santriwati yang mengalami penyakit yang parah, apakah di bawa ke rumah sakit terdekat atau bagaimana?

2. Seberapa sering kegiatan merujuk ke rumah sakit terdekat dilakukan? 3. Penyakit apa yang sering dirujuk ke rumah sakit terdekat?


(3)

(4)

(5)

(6)