Ciri-ciri Karakter yang Baik
Seseorang yang memiliki hati nurani sudah pasti mempunyai kesadaran yang tinggi mengenai perilaku bermoral. Hati nurani
memiliki dua aspek yaitu sisi kognitif pengetahuan tentang apa yang baik dan sisi emosional merasa wajib melakukan yang baik.
42
Banyak orang yang mengetahui tentang hal yang benar namun merasa tidak memiliki kewajiban untuk melakukan sesuatu dengan
pengetahuan kebenarannya tersebut. Misalnya saja orang mengetahui untuk selalu berbuat jujur dalam setiap keadaan namun masih saja ada
orang yang melakukan penipuan. Bagi seseorang yang berpegang pada hati nurani, mereka akan
berkomitmen terhadap nilai-nilai moral dalam kehidupannya, karena nilai-nilai tersebut mengakar kuat dalam diri mereka, bahkan mereka
tidak akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai moral tersebut, mereka merasa keluar dari karakter apabila mereka melakukan
hal yang bertentangan dengan nilai moral. Oleh sebab itu sangat diharapkan sekali pendidikan karakter yang diterapkan dalam sekolah
dapat menyentuh hati nurani anak. Wahfiudin seorang pakar pendidikan islam berpendapat bahwa mendidik anak harus menyentuh dimensi
moral yang bermuara dalam hati nurani karena pada dasarnya manusia itu digerakkan oleh hati nuraninya.
43
2. Penghargaan diri
Jika seseorang mampu memandang positif dirinya ia akan cenderung memperlakukan orang lain secara positif pula. Begitu juga
jika seseorang kurang menghargai dirinya maka akan sulit baginya untuk memberikan rasa hormat kepada orang lain.
Penghargaan diri yang tinggi tidak serta merta selalu memunculkan karakter yang baik. Hal ini terjadi jika penghargaan diri tidak sama
42
Dhama Kesuma dkk. Pendidikan Karakter Kajian Teroi dan Praktik di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya 2012. h. 75
43
Rahmat Rosyadi. PendidikanIslam dalam PembentukanKarakter Anak Usia Dini Jakarta: Raja GRafindo Persada 2013. h.13
sekali berhubungan dengan karakter baik, misalnya kekayaan, kondisi fisik, popularitas atau kekuasaan
44
. Hal ini yang menjadi tantangan bagi pihak sekolah dalam membantu siswa untuk mengembangkan
penghargaan diri yang berdasarkan karakter baik, misalnya tanggung jawab, kedisiplinan, kejujuran serta keyakinan terhadap diri mereka
untuk menjadi orang baik. 3.
Empati Empati adalah memahami dan mengerti perasaan orang lain.
45
Empati memungkinkan seseorang keluar dari dirinya dan masuk dalam diri orang lain seperti seakan-akan dialah yang mengalaminya.
Masyarakat Indonesia saat ini sedang terjadinya penurunan rasa empati. Semakin banyak remaja yang melakukan kriminalitas yang mengarah
pada tindakan-tindakan brutal. Mereka pada dasarnya memiliki rasa empati terhadap sesuatu yang mereka ketahui dan peduli, namun
mereka tidak dapat menunjukkan rasa empati mereka terhadap orang yang menjadi korban dari kekerasannya.
Misalnya kasus tawuran pelajar yang terjadi karena membela sekolah atau teman satu kelompok.
Inilah yang menjadi tugas para pendidik untuk membangun empati yang mampu melihat sampai kebalik perbedaan dan merespon pada
sesama manusia. Untuk menanamkan rasa empati pada anak bisa dilakukan dengan mengajak anak untuk saling membantu satu sama
lain, misalnya meminjamkan pensil kepada teman sebangku yang tidak membawanya atau saling bekerja sama untuk membersihkan kelas.
4. Mencintai kebaikan
Bentuk karakter yang paling tinggi diperlihatkan dengan sikap tulus pada kebaikan.
46
Ketika seseorang mencintai yang baik maka dengan senang hati ia akan melakukan kebaikan dengan suka rela tanpa dibuat-
buat.
44
opcit. Ajat Sudrajat. h. 51
45
Opcit., Rahmat Rosyadi. h. 66
46
Opcit., Dharma Kesuma dkk. h. 76
Setiap manusia sudah memiliki potensi mencintai kebaikan dalam dirinya sejak lahir yang harus dilakukan hanya mengembangkan
potensi yang sudah ada tersebut melalui pengalaman-pengalaman yang bermakna serta lingkungan yang mendukung baik di lingkungan
keluarga, sekolah maupun di lingkungan masyarakat. 5.
Kontrol diri Emosi dapat mengalahkan akal. Itulah mengapa control diri
merupakan pekerti moral yang penting. Seseorang memerlukan control diri untuk kebaikan moral. Kontrol diri juga diperlukan untuk
mengekang keterlenaan diri terhadap sesuatu. Di dalam Islam sendiri kontrol diri atau emosi menjadi salah satu wasiat dari nabi Muhammad
SAW yang diriwayatkan oleh Bukhori “Sesungguhnya ada seorang laki-
laki berkata kepada Nabi shallallaahu alaihi wasallam: “Berilah aku sebuah wasiat” Maka Rasullah bersabda: “Janganlah engkau
emosimarah- marah” Nabi saw mengulang-ulang perkataan itu
beberapa kali yaitu ucapan “jangan engkau selalu marah-marah” [HR. Bukhori]
47
dalam hadis lain dikatakan “Jangan marah maka bagimu surga”. Hal ini menunjukkan bahwasanya menahan emosi memiliki
banyak sekali keuntungan dan bermuara pada kebaikan baik dunia maupun akhirat surga.
6. Kerendahan hati
Rendah hati berarti sikap menyadari keterbatasan kemampuan dan ketidaksempurnaan diri sehingga terhindar dari sifat keangkuhan
sombong.
48
Rendah hati merupakan sikap pertangahan dari sombong dan rendah diri. Jika seseorang memiliki kerendahan hati ia akan
bersedia menggunakan potensi yang Allah berikan mata, telinga, hati untuk melihat kebenaran walaupun kebenaran itu datang dari orang
yang lebih muda darinya.
47
Syaikh Yahya Bin Syarifuddin An Nawawi. 40 Terjemah Hadits Arbain Nawawy dalam Judul Asli “Arba’in an-Nawawy Syaikh Yahya Bin Syarafuddin an-Nawawy Fil Ahaadiitsis
Shahiihah an- Nabawiyyah” diterjemahkan oleh H.M. Mundar Jakarta: Wangsamerta. h. 34
48
Lanny Oktavia dkk. Pendidikan KarakterBerbasis Tradisi Pesantren. Jakarta: ReneBook 2014. h. 252
Kerendahan hati merupakan sisi yang efektif dari pengetahuan diri. Kerendahan hati dan pengetahuan diri merupakan sikap berterus terang
bagi kebenaran dan keinginan untuk memperbaiki kelemahan diri.
49
Untuk membangkitkan moral feeling anak diperlukan lebih dari sekedar tataran teoritis yang diajarkan dikelas namun lebih kepada
pemberian teladan kepada anak-anak karena moral feeling merupakan penguatan aspek emosi anak untuk menjadi manusia yang berkarakter.
Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan sendiri oleh anak agar tujuan dari penguatan sikap ini bisa
tercapai secara maksimal. c.
Moral Acting tindakan moral Morl Acting atau tindakan moral merupakan hasil dari dua bagian
karakter lainnya, yaitu moral knowing dan moral feeling. Apabila seseorang memiliki kualitas moral knowing dan moral feeling intelektual
dan emosi maka sangat dimungkinkan orang tersebut melakukan tindakan yang menurut pengetahuan dan perasaan mereka benar. Dalam suatu
keadaan, terkadang seseorang mengetahui apa yang harus dilakukan, dan merasa harus melakukannya, namun belum bisa menerjemahkan perasaan
dan pikiran tersebut dalam tindakan. Oleh sebab itu untuk memahami apa itu sebenarnya moral acting dan apa yang sebenarnya menggerakkan atau
bahkan menghalangi seseorang untuk melakukan tindakan bermoral, mari kita lihat lebih jauh dalam tiga aspek karakter lainnya, yaitu kompetensi,
kehendak dan kebiasaan. 1.
Kompetensi Kompetensi moral adalah kemampuan untuk mengubah
pertimbangan dan perasaan moral kedalam tindakan yang efektif.
50
Misalnya untuk memecahkan suatu konflik maka diperlukan keahlian- keahlian
praktis, seperti
mendengarkan, mengkomunikasikan
49
Opcit. Ajat Sudrajat. h. 52
50
opcit. Thomas Lickona, h. 86
pendapat dengan tanpa menyinggung perasaan pihak lain, dan dapat mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak.
2. Kehendak
Kehendak dibutuhkan untuk menjaga emosi agar tetap terkendali oleh akal. Kehendak yang kuat untuk melakukan perilaku bermoral
dibutuhkan untuk
mendahulukan kewajiban
dibandingkan kesenangan semata. Kehendak yang kuat merupakan inti dari
dorongan moral. 3.
Kebiasaan Dalam banyak hal sesuatu yang dilakukan secara terus menerus
akan menjadi suatu kebiasaan yang mendarah daging, dan kebiasaan itu akan menjadi karakter dalam diri seseorang. Begitu juga untuk
dalam menanamkan karakter yang baik akan dimulai dengan kebiasaan yang baik pula. William Bennett mengatakan bahwa orang-
oarang yang memiliki karakter yang baik bertindak dengan sungguh- sungguh, loyal, berani, berbudi dan adil tanpa banyak tergoda oleh
hal-hal sebaiknya.
51
Untuk alasan inilah sebagai pendidik moral, anak-anak harus diberi kesempatan untuk membangun kebiasaan-kebiasaan baik, dan
banyak berlatih untuk menjadi orang baik dalam kondisi apapun. Dengan begitu mereka akan terbiasa melakukannya sehingga nantiya
akan menjadi suatu kebiasaan kuat yang mendarah daging dan tak akan tergoda dengan hal-hal yang buruk yang bersifat kesenangan
sesaat. Setelah moral knowing dan moral feeling terwujud maka moral
acting sebagai outcome akan muncul dengan mudah dalam diri anak sebagai perwujudan dari akhlak atau karakter yang baik. Seperti yang
dikatakan oleh Imam al-Gazali bahwa akhlak iadalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan berbgai macam perbuatan dengan mudah
51
William Bennet, The Teacher, the Curriculum, and Values Education Development dalam Mary Louise MCBee, Dalam Thomas Lickona Pendidikan Karakter.. h. 87
tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan.
52
Maka ketiga tahapan moral harus disuguhkan kepada anak melalui cara-cara yang logis, rasional dan
demokratis sehingga perilaku yang berkarakter benar-benar timbul dan mendarah daging dalam diri anak bukan hanya topeng anak berperilaku
baik jika diawasi.