Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai Estimasi Model

BAB IV GAMBARAN UMUM

4.1. Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai

Karakter demografi petani kedelai yang dibahas dalam penelitian ini mencakup jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan. Berdasarkan hasil pengolahan data sekunder survei SOUT kedelai yang dilaksanakan oleh BPS pada tahun 2010 diperoleh informasi untuk wilayah Pulau Jawa sebanyak 90,08 persen petani kedelai adalah laki-laki dan 9,92 persennya perempuan. Dari segi usia, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 lebih dari setengah 52,48 petani kedelai telah berusia 50 tahun atau lebih. Hanya 1,8 persen petani kedelai di Pulau Jawa yang berusia kurang dari 30 tahun, selanjutnya ada 14,93 persen petani berusia diantara 30-39 tahun, dan 30,7 persen berusia diantara 40-49 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kaum muda tidak terlalu tertarik untuk melakukan usaha budi daya tanaman kedelai. Gambar 4.1. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut kelompok umur 15-29 tahun 1,89 30-39 tahun 14,93 40-49 tahun 30,70 50+ tahun 52,48 38 Tingkat pendidikan petani merupakan salah satu indikator demografi yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan petani dan tingkat pengetahuanketerampilan petani dalam menerapkan teknologi budi daya tanaman kedelai. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar petani kedelai berpendidikan sekolah dasar 46,66 dan tidak tamat sekolah dasar 37,94. Data ini menunjukkan bahwa budi daya kedelai di Pulau Jawa banyak dilakukan oleh mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah, sedangkan penduduk yang memiliki pendidikan tinggi nyaris tidak tertarik sama sekali terhadap usaha ini. Gambar 4.2. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan

4.2. Gambaran Umum Usaha Tani Kedelai

Gambaran umum tentang usaha tani kedelai di Pulau Jawa tahun 2010 merupakan sebuah deskripsi tentang input produksi dan informasi lainnya yang berkaitan dengan usaha tani kedelai. Tabel 4.1 menyajikan deskripsi singkat dari rata-rata penggunaan faktor produksi yang dipelajari dalam penelitian ini. Tidak tamat SD 37,94 SD 46,66 SLTP 9,72 SLTA 4,68 D1 sd S3 1,00 39 Tabel 4.1. Rata-rata penggunaan input produksi di Pulau Jawa tahun 2010 Variabel Pulau Jawa Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur 1 2 3 4 5 6 Luas panenm 2 2.522,46 2.445,28 2.420,30 1.004,94 2.769,44 Benih kghektar 57,88 45,20 56,76 54,65 58,23 Urea kghektar 163,34 217,81 75,98 86,20 158,40 TSP kghektar 78,97 88,62 38,56 41,13 69,62 KCl kghektar 4,70 6,19 1,10 2,13 4,89 Tenaga Kerja OHhektar 162 113 200 234 183 Sumber: Hasil olahan

4.2.1. Lahan

Kedelai merupakan jenis tanaman pangan yang dapat diusahakan pada lahan sawah maupun lahan bukan sawah. Sebanyak 47,56 persen rumah tangga usaha tani kedelai di Pulau Jawa mengusahakan kedelai pada lahan sawah, dan 52,44 persen mengusahakannya pada lahan bukan sawah. Kedelai di Pulau Jawa pada umumnya 80,53 diusahakan rumah tangga pada lahan milik sendiri. Kemudian sebanyak 9,47 persen rumah tangga mengusahakan kedelai pada lahan sewa, dan sebanyak 10 persen pada lahan bebas sewa dan lainnya. Rata-rata luas panen petani kedelai di Pulau Jawa tahun 2010 ialah seluas 2.522,46 m 2 dengan standar deviasi 1.770,62. Luas panen yang paling rendah ialah sebesar 250 m 2 dan yang tertinggi ialah 18.000 m 2 . Berdasarkan data ini bisa dilihat bahwa perbedaan pada luas panen kedelai memiliki rentang yang jauh antara nilai paling kecil dan paling besar. Berdasarkan Gambar 4.3, lebih dari setengah 58,37 petani kedelai di Pulau Jawa melakukan usahanya dengan luas panen kurang dari 2.500 m 2 . Hanya 40 sedikit 1,16 petani yang luas panennya mencapai luas satu hektar atau lebih. Jika luas panen ini dianggap merepresentasikan komponen modal dalam usaha tani kedelai, maka dapat disimpulkan bahwa usaha tani kedelai di Pulau Jawa mayoritas dilakukan oleh petani dengan modal kecil. Gambar 4.3. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut kelompok luas panen

4.2.2. Benih

Penggunaan varietas benih sangat menentukan produktivitas kedelai yang diusahakan. Rumah tangga sebenarnya diarahkan untuk menggunakan benih dengan produktivitas tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan bibit unggul untuk di Pulau Jawa sudah cukup tinggi. Sebanyak 72,74 persen rumah tangga usaha tani kedelai menggunakan bibit unggul dan 27,26 persen menggunakan benih lokal. Namun berdasarkan sertifikasi benih yang digunakan, ternyata penggunaan benih yang bersertifikat masih di bawah 50 persen. 50 100 Persentase Petani Kedelai Menurut Kelompok Luas Panen 2.500 m2 58,37 2.500-4.999 m2 31,03 5.000-7.499 m2 8,07 7.500-9.999 m2 1,38 =10.000 m2 1,16 41 Sebanyak 53,96 persen rumah tangga masih menggunakan benih yang tidak bersertifikat, dan 46,04 persen sisanya menggunakan benih bersertifikat. Rata-rata jumlah benih yang digunakan ialah sebanyak 57,88 kghektar. Penggunaan benih paling rendah sebanyak 5 kghektar dan tertinggi ialah 160 kghektar. Dari segi angka rata-rata jumlah benih yang digunakan, penggunaan benih dalam usaha tani kedelai di Pulau Jawa sudah cukup baik karena telah berada dalam kisaran angka yang ideal yaitu 50-75 kghektar. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa lebih dari separuh 50,83 petani kedelai di Pulau Jawa menggunakan benih dalam jumlah yang tepat. Gambar 4.4. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah benih yang digunakan

4.2.3. Pupuk

Rata-rata jumlah pupuk urea yang digunakan ialah sebanyak 163,34 kghektar. Penggunaan pupuk urea bervariasi mulai dari yang tidak menggunakan sampai yang tertinggi sebesar 601,23 kghektar. Berdasarkan angka rata-rata 50 100 Persentase Petani Kedelai Menurut Jumlah Benih yang Digunakan 25 kgha 4,55 25-49,99 kgha 25,51 50-75 kgha 50,83 75,01-100 kgha 18,32 100 kgha 0,79 42 penggunaan pupuk urea ini sebenarnya penggunaan pupuk urea oleh petani telah melebihi dosis yang ideal yaitu 50-75 kghektar. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa lebih dari setengah 71,22 petani kedelai menggunakan pupuk urea dengan dosis lebih dari 75 kghektar, dan hanya 9,54 persen yang menggunakannya pada dosis 50-75 kghektar. Namun di luar dua kelompok besar itu juga ternyata masih ada 11,41 persen petani yang tidak menggunakan pupuk urea. Gambar 4.5. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah pupuk urea yang digunakan Rata-rata jumlah pupuk TSPSP36 yang digunakan ialah sebanyak 78,79 kghektar. Penggunaan pupuk TSPSP36 bervariasi mulai dari yang tidak menggunakan sampai yang tertinggi sebesar 300 kghektar. Tidak seperti penggunaan pupuk urea, rata-rata penggunaan pupuk TSPSP36 pada tanaman kedelai telah cukup baik. Rata-rata penggunaan pupuk TSPSP36 oleh petani di Pulau Jawa telah berada pada kisaran dosis yang tepat yaitu 50–100 kghektar. 50 100 Persentase Petani Kedelai Menurut Jumlah Pupuk Urea yang Digunakan Tidak menggunakan 11,41 50 kgha 7,83 50-75 kgha 9,54 75,01-100 kgha 12,21 100 kgha 59,01 43 Walaupun angka rata-rata penggunaan pupuk TSPSP36 telah berada pada kisaran dosis yang tepat, tetapi berdasarkan data pada Gambar 4.6 ternyata sebenarnya petani yang menggunakan pupuk TSPSP36 pada dosis yang tepat hanya sebanyak 17,53 persen. Kelompok yang paling besar ialah kelompok petani kedelai yang tidak menggunakan pupuk TSPSP36 37,58. Jika persentase petani yang tidak menggunakan pupuk TSPSP36 ini dijumlahkan dengan 9,08 persen petani yang menggunakan pupuk TSPSP36 dalam dosis kurang dari 50 kghektar, maka akan didapat sekitar 46,66 persen petani kedelai yang menggunakan pupuk TSPSP36 kurang dari dosis yang seharusnya digunakan. Gambar 4.6. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah pupuk TSPSP36 yang digunakan Rata-rata jumlah pupuk KCl yang digunakan ialah sebanyak 4,70 kghektar. Penggunaan pupuk KCl bervariasi mulai dari yang tidak menggunakan sampai yang tertinggi sebesar 300 kghektar. 50 100 Persentase Petani Kedelai Menurut Jumlah Pupuk TSPSP36 yang Digunakan Tidak menggunakan 37,58 50 kgha 9,08 50-100 kgha 17,53 100,01-150 kgha 14,43 150 kgha 21,38 44 Gambar 4.7. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah pupuk KCl yang digunakan Berbeda dengan tingkat penggunaan pupuk urea dan TSPSP36, rata-rata penggunaan pupuk KCl oleh petani di Pulau Jawa sangat rendah. Dapat dilihat pada Gambar 4.7, sebagian besar petani tidak menggunakan pupuk KCl dalam usahanya. Hal ini mengakibatkan angka penggunaan KCl masih berada di bawah dosis yang dianjurkan 50–100 kghektar.

4.2.4. Pestisida

Ada beberapa hal yang bisa mengurangi tingkat produksi usaha tani kedelai, salah satu hal diantaranya ialah serangan hama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada cukup banyak rumah tangga usaha kedelai di Pulau Jawa yang mengalami serangan hama. Sebanyak 69,38 persen rumah tangga usaha kedelai di Pulau Jawa mengalami serangan hama. 50 100 Persentase Petani Kedelai Menurut Jumlah Pupuk KCl yang Digunakan Tidak menggunakan 95,76 50 kgha 1,54 50-100 kgha 0,7 100,01-150 kgha 0,57 150 kgha 1,43 45 Gambar 4.8. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut tingkat serangan hama yang dialami Namun dari 69,38 persen rumah tangga tersebut hanya 9,04 persen yang mengalami serangan hama pada tingkatan yang berat, sisanya 26,14 persen mengalami serangan hama pada tingkatan sedang dan 34,19 persen mengalami serangan hama pada tingkatan ringan Gambar 4.8. Pengendalian hama dengan secara kimiawi melalui penggunaan pestisida ialah cara yang paling banyak dilakukan oleh petani. Pada rumah tangga usaha yang tanaman kedelainya terkena serangan hama sebanyak 81,92 persen melakukan upaya pengendalian hama secara kimiawi. Rata-rata jumlah pestisida yang digunakan ialah sebanyak 700,20 cchektar. Penggunaan pestisida bervariasi mulai dari yang tidak menggunakan sampai yang tertinggi sebesar 11.200 cchektar. Berdasarkan Gambar 4.9 ada 41,65 persen petani kedelai yang tidak menggunakan pestisida. Untuk petani yang menggunakan pestisida, paling banyak berada kelompok penggunaan pestisida di bawah 500 cchektar 18,05 dan 500-999,99 cchektar 16,52. Hal ini sesuai dengan data pada Gambar 4.8 bahwa sebagian besar petani yang mengalami gangguan hama mengalami gangguan hama dalam intensitas ringan sehingga hanya memerlukan penggunaan pestisida dalam jumlah yang lebih sedikit. Tidak terkena serangan 30,62 ringan 34,19 berat 9,04 sedang 26,14 Terkena serangan hama 69,38 46 Gambar 4.9. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah pestisida yang digunakan

4.2.5. Tenaga Kerja

Rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan ialah sebanyak 162,16 OHhektar. Jumlah penggunaan tenaga kerja paling sedikit ialah 32,01 OHhektar dan tertinggi 319,83 OHhektar. Rata-rata jumlah tenaga kerja dalam usaha tani kedelai di Pulau Jawa ini ternyata lebih sedikit dari angka rata-rata jumlah tenaga kerja di Indonesia 183 OHhektar.

4.2.6. Pembiayaan dan Bantuan Usaha

Pembiayaan memegang peranan yang cukup penting dalam suatu usaha termasuk usaha tani kedelai. Modal yang digunakan petani untuk usaha tani kedelai dapat berasal dari modal milik sendiri, pinjaman dengan bunga, dan pinjaman tanpa bunga. Sebagian besar 92,97 rumah tangga usaha tani kedelai di Pulau Jawa menggunakan modal sendiri. Sementara rumah tangga yang 50 100 Persentase Petani Kedelai Menurut Jumlah Pestisida yang Digunakan Tidak menggunakan 41,65 500 ccha 18,05 500-999,99 ccha 16,52 1000-1999,99 ccha 11,7 = 2000 ccha 12,09 47 memanfaatkan permodalan dari pinjaman dengan bunga hanya sebanyak 3,50 persen, dan yang menggunakan pinjaman tanpa bunga sebanyak 3,53 persen. Bantuan untuk usaha tani kedelai merupakan salah satu bentuk dukungan yang diharapkan akan bisa meningkatkan produksi kedelai. Jenis bantuan usaha yang sudah cukup banyak diterima petani ialah bantuan benih dan pupuk. Sebanyak 39,58 persen petani kedelai menerima bantuan usaha berupa benih gratis, dan 7, 83 persen lainnya menerima subsidi harga untuk pembelian benih. Untuk pupuk, ada 51,10 persen petani yang menerima bantuan pupuk dalam bentuk subsidi harga dan 1,79 persen petani memperoleh bantuan pupuk secara gratis. Tabel 4.2. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jenis bantuan usaha yang diterima Jenis Bantuan Gratis Subsidi hargabunga Tidak menerima bantuan Total 1 2 3 4 5 Benih 39,58 7,83 52,59 100,00 Pupuk 1,79 51,10 47,11 100,00 Pestisida 0,76 2,55 96,69 100,00 Pembiayaan 0,16 0,51 99,33 100,00 Sumber: Hasil olahan. Berbeda dengan benih dan pupuk, ternyata tidak banyak bantuan pestisida dan pembiayaan usaha tani yang diterima petani kedelai. Ada sebanyak 96,69 persen petani kedelai yang tidak menerima bantuan pestisida baik itu dalam bentuk bantuan gratis atau subsidi harga. Begitu juga halnya dengan pembiayaan usaha tani, sebanyak 99,33 persen petani kedelai menyatakan tidak memperoleh bantuan, baik itu dalam bentuk pemberian dana cuma-cuma atau subsidi bunga pinjaman. 48

4.2.7. Harga

Sepanjang tahun 2010, harga produsen kedelai di Indonesia terus mengalami perubahan. Dari Tabel 4.3 terlihat bahwa harga kedelai yang paling rendah terjadi pada bulan Maret Rp 656.927kuintal, sedangkan harga tertinggi terjadi pada bulan Desember Rp 691.594kuintal. Kenaikan harga tertinggi terjadi pada bulan Agustus saat harga kedelai di tingkat produsen mengalami kenaikan 2,09 persen. Sedangkan penurunan harga yang paling tinggi terjadi pada bulan Maret saat harga kedelai di tingkat produsen mengalami penurunan 1,38 persen. Secara keseluruhan sepanjang tahun 2010 harga produsen kedelai mengalami kenaikan 3,18 persen. Secara rata-rata harga produsen kedelai tahun 2010 adalah Rp 671.267kuintal atau sekitar Rp 6.700kilogram. Harga ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kedelai impor yang harganya sekitar Rp 5.500kilogram. Tabel 4.3. Harga produsen kedelai di Indonesia tahun 2009-2010 Rpkuintal Bulan 2009 2010 Perkembangan harga tahun 2010 Bulanan MoM Tahunan YoY 1 2 3 4 5 Januari 642.462 669.476 -0,12 4,20 Februari 642.600 666.102 -0,50 3,66 Maret 643.963 656.927 -1,38 2,01 April 656.179 661.189 0,65 0,76 Mei 662.393 659.675 -0,23 -0,41 Juni 666.719 662.705 0,46 -0,60 Juli 667.077 664.232 0,23 -0,43 Agustus 668.724 678.120 2,09 1,41 September 677.411 679.488 0,20 0,31 Oktober 672.203 683.989 0,66 1,75 November 671.484 681.709 -0,33 1,52 Desember 670.277 691.594 1,45 3,18 Sumber: BPS diolah, 2011 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Estimasi Model

Fungsi produksi Cobb-Douglas untuk usaha tanaman kedelai diperoleh melalui penyusunan model regresi linier berganda dari variabel-variabel input dan output yang telah ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural. Logaritma natural dari enam variabel input luas panen, benih, pupuk urea, pupuk TSPSP36, pupuk KCl, dan tenaga kerja dijadikan sebagai variabel bebas dalam model regresi, dan logaritma natural dari variabel output produksi dijadikan sebagai variabel tak bebas dalam model regresi. Pengolahan data untuk mendapatkan model dari fungsi tersebut dilakukan dengan perangkat lunak SPSS versi 16. Tabel 5.1 Hasil estimasi koefisien fungsi produksi pertanian kedelai Variabel Koefisien t-hitung sig. Collinearity Statistics B Std. Error Tolerance VIF 1 2 3 4 5 6 7 Konstanta -1,167 0,07 -16,602 0,00 0,239 4,188 Ln_luas panen 0,717 0,012 59,269 0,00 0,724 1,381 Ln_benih 0,265 0,012 22,581 0,00 0,239 4,187 Ln_urea 0,028 0,003 9,687 0,00 0,854 1,170 Ln_tsp 0,022 0,003 7,3 0,00 0,864 1,157 Ln_kcl 0,043 0,009 4,964 0,00 0,982 1,018 Ln_tenaga kerja 0,090 0,009 9,934 0,00 0,239 4,188 Keterangan: 1. Variabel tak bebas = Ln_produksi 2. R 2 = 0,764 3. F-hitung = 1475.438; sig. = 0,00 4. Durbin-Watson = 1,963 Sumber: Diolah dari output SPSS. 50 Berdasarkan hasil pengolahan data, semua variabel bebas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel tak bebas tabel 5.1. Karena semua variabel memiliki pengaruh yang signifikan, maka semua variabel tersebut dapat dimasukkan ke dalam model. Bentuk model regresi linier dari fungsi produksi Cobb-Douglas untuk usaha tanaman kedelai dengan enam variabel bebas ialah: 珪契 姿 = 伐層, 層掃挿 + 宋, 挿層挿 珪契 姉 層 + 宋, 匝掃捜 珪契 姉 匝 + 宋, 宋匝掻 珪契 姉 惣 + 宋, 宋匝匝 珪契 姉 想 + 宋, 宋想惣 珪契 姉 捜 + 宋, 宋操宋 珪契 姉 掃 + 侍 5.1 Keterangan: y = produksi kedelai kg x 1 = input luas panen m 2 x 2 = input benih kg x 3 = input pupuk urea kg x 4 = input pupuk TSPSP36 kg x 5 = input pupuk KCl kg x 6 = input tenaga kerja OH b 1 +b 2 +b 3 +b 4 +b 5 +b 6 = 1,165.

5.2. Pengujian Asumsi Regresi