Biaya Input Petani Petani

dapat diperoleh dalam jangka waktu yang singkat dan berkala, berbeda dengan menanam pohon yang hasilnya dapat dinikmati dalam jangka waktu yang lama. Hasil hutan pohon sengon yang ditebang dapat digunakan untuk dipakai sendiri maupun menjual hasil hutan tersebut. Dari 25 orang responden petani, dimana sebanyak 23 responden lebih menjual hasil hutannya dalam bentuk pohon berdiri, sedangkan 2 responden lainnya menggunakan hasil hutannya untuk dipakai sendiri. Petani hutan rakyat perlu mengeluarkan sejumlah biaya untuk dapat memperoleh hasil hutan, baik biaya yang dikeluarkan dalam bentuk uang secara langsung maupun tidak langsung. Biaya yang dikeluarkan secara tidak langsung maksudnya adalah waktu dan tenaga yang telah dikorbankan oleh petani untuk dapat memperoleh hasil hutan. Waktu dan tenaga tersebut dinyatakan sebagai biaya yang harus dikeluarkan. Besarnya biaya tersebut dapat diperoleh dengan mengkonversikan waktu ke upah yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu kegiatan dikonversi dengan waktu kerja tenaga kerja jamhari dan upah tenaga kerja Rphari.

5.2.1.1 Biaya Input Petani

Beberapa biaya input yang dikeluarkan oleh petani, yaitu biaya pajak lahan, biaya penyediaan alat, biaya bibit, biaya pelubangan, biaya penanaman, biaya pupuk, biaya pembersihan lahan, biaya pemeliharaan lahan, biaya pemberantasan hama, biaya pemasaran, biaya tebang, dan biaya angkut. Adapun penjelasan untuk masing-masing komponen biaya input yang dikeluarkan oleh petani, yaitu: 1. Biaya pengadaan bibit, lubang, tanam Asal bibit pohon sengon dari 25 responden petani yang diwawancarai berasal dari bibit cabutan, bibit hasil penyemaian biji-bibit, bibit beli, dan bibit yang tumbuh sendiri. Bibit cabutan yaitu bibit yang tumbuh sendiri pada lahan karena biji yang jatuh dari pohon induknya atau biji terbawa angin yang dibiarkan tumbuh kemudian dipindah-pindahkan agar terpelihara dengan baik, dimana masyarakat menyebutnya dengan istilah bibit petet. Bibit cabutan diperoleh dengan tidak mengeluarkan biaya dalam bentuk uang secara langsung, tetapi mengorbankan waktu dan tenaga untuk dapat memperoleh sejumlah bibit tersebut. Waktu dan tenaga yang dikorbankan tersebut dinyatakan sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh petani, yang dalam perhitungannya dilakukan dengan mengkonversikan waktu ke upah yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu kegiatan dikonversi dengan waktu kerja tenaga kerja jamhari dan upah tenaga kerja Rphari. Informasi mengenai waktu kerja dan upah tenaga kerja yang diperoleh dari masing-masing responden petani berbeda-beda. Informasi tersebut didasarkan pada pengalaman petani apabila petani tersebut pernah menggunakan tenaga kerja dalam pengelolaan hutannya dari upah yang pernah dibayarkan kepada tenaga kerja, sedangkan apabila petani tersebut tidak pernah menggunakan tenaga kerja maka informasi yang disampaikan petani didasarkan pada informasi yang diketahui petani tersebut mengenai upah pasaran tenaga kerja di desa tersebut maupun informasi yang diketahui dari sesama petani. Perhitungan biaya untuk bibit hasil penyemaian yang dilakukan responden petani, dimana bijinya berasal dari kegiatan mengumpulkan biji pada lahan hutan adalah dengan mengkonversi waktu ke upah seperti halnya dengan perhitungan bibit cabutan yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan biji hingga biji tersebut bersih dari kulitnya. Proses penyemaian dilakukan dengan cara merendam biji dengan air panas selama beberapa menit sampai air panas tersebut dingin, namun lamanya proses perendaman disesuaikan dengan kondisi biji. Biji hasil rendaman kemudian dipindahkan ke polibag, dimana polibag telah terisi media tanah, sekam, pupuk kandang, dan pupuk kimia. Selain merendam biji dengan air panas, proses penyemaian juga dapat dilakukan dengan membakar biji secara bersamaan dengan rumput hasil pembersihan lahan. Tidak ada lamanya waktu untuk proses pembakaran. Hasil pembakaran dibiarkan pada lahan hingga tumbuh semai. Biasanya semai tumbuh setelah 2 minggu dari proses pembakaran. Selanjutnya semai tersebut dipindahkan ke polibag yang sudah terisi media. Setelah 2 bulan, semai yang dipindahkan ke polibag akan tumbuh menjadi bibit yang selanjutnya bibit tersebut dipindahkan ke tanah untuk ditanam. Dalam proses penyemaian, terdapat beberapa kegiatan lainnya yang perlu dikonversikan ke upah selain kegiatan mengumpulkan biji, yaitu kegiatan mempersiapkan media untuk polibag, memindahkan biji hasil rendaman atau pembakaran pada polibag yang telah terisi media, selanjutnya memindahkan semai yang telah menjadi bibit pada tanah. Untuk perlakuan pada benih lamanya benih direndam atau dibakar, dan lamanya waktu tumbuh dari benih hingga menjadi semai selanjutnya hingga menjadi bibit yang siap tanam tidak dikonversikan ke upah karena tidak ada waktu dan tenaga yang dikorbankan, namun hanya lamanya proses yang terjadi pada benih. Perhitungan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk bibit beli yaitu dengan mengalikan harga per satuan bibit dengan jumlah bibit yang dibeli. Harga per satuan bibit sengon bervariasi mulai dari Rp 800bibit hingga Rp 1.500bibit, sedangkan untuk bibit sengon yang tumbuh sendiri tidak ada biaya yang dikeluarkan karena bibit hanya dibiarkan tumbuh tanpa adanya waktu atau tenaga yang dikorbankan untuk memperoleh bibit tersebut. Sama halnya dengan bibit cabutan dan bibit hasil penyemaian, dimana untuk memperoleh besarnya biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pembuatan lubang dan kegiatan penanaman yaitu dengan mengkonversikan waktu ke upah. 2. Biaya pemupukan Pupuk yang digunakan dalam kegiatan pemupukan, yaitu pupuk kandang dan pupuk kimia. Untuk pupuk kandang dapat diperoleh dengan mengambil dari kandang sendiri maupun membeli pupuk kandang. Pupuk kandang yang diperoleh dari kandang sendiri yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengambil pupuk kandang untuk sejumlah pohon yang ditanam yang disesuaikan dengan takaran pupuk untuk setiap pohon dan berapa kali pupuk diberikan, yang kemudian dikonversikan dengan upah dan jam kerja tenaga kerja sehingga diperoleh biaya yang dikeluarkan. Sedangkan pupuk kandang beli besarnya biaya yang dikeluarkan yaitu dengan mengalikan harga pupuk per karung dengan jumlah karung yang dibutuhkan untuk sejumlah pohon yang ditanam yang disesuaikan dengan takaran pupuk dan berapa kali pemberian pupuk. Berapa kali pemberian pupuk masing-masing petani berbeda-beda sampai pada umur pohon tertentu. Sama halnya dengan pupuk kandang beli, besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pupuk kimia yaitu dengan mengalikan harga pupuk kimia per kilogram dengan jumlah kilogram yang dibutuhkan untuk sejumlah pohon yang ditanam yang disesuaikan dengan takaran pupuk dan berapa kali pupuk diberikan. Pupuk kimia yang digunakan, yaitu TS, urea, dan poska. Dalam penggunaan pupuk kimia, ada petani yang hanya menggunakan urea, urea dicampur poska, urea dicampur TS, TS dicampur poska, maupun ketiga-tiganya dari pupuk tersebut. Berdasarkan informasi responden petani, pupuk TS mempunyai fungsi untuk memperkuat pohon dan mempercepat pertumbuhan pohon. Urea mempunyai fungsi untuk penyubur daun, tetapi jika pupuk urea diberikan pada musim kemarau akan menyebabkan daun pada pohon menjadi merah. Poska mempunyai fungsi yang sama dengan pupuk TS, namun dalam prosesnya pupuk poska lama untuk diserap oleh tanah dan pohon sedangkan TS lebih cepat diserap oleh tanah dan pohon. Penggunaan pupuk baik pupuk kandang maupun pupuk kimia didasarkan pada masing-masing petani. Terdapat petani yang menggunakan pupuk kandang terlebih dahulu untuk selanjutnya pupuk kimia, ada yang menggunakan pupuk kimia terlebih dahulu selanjutnya pupuk kandang, ada yang hanya menggunakan pupuk kandang, dan ada yang hanya menggunakan pupuk kimia. Sebagian besar petani lebih memilih menggunakan pupuk kandang ketika awal tanam untuk selanjutnya pupuk kimia, karena pohon ketika baru ditanam belum kuat untuk menerima rangsangan zat-zat kimia, maka untuk awal tanam lebih cocok menggunakan pupuk kandang yang merupakan pupuk alami. Dalam pemberian pupuk kimia maupun pupuk kandang yaitu diberikan pada piringan pohon. Pupuk kandang perlu didiamkan terlebih dahulu kurang lebih 2 minggu di kebun atau pada lubang tanam yang telah dibuat supaya pupuk tersebut dingin sebelum digunakan. Biaya total yang dikeluarkan untuk pemupukan yaitu dengan menjumlahkan biaya untuk pupuk yang digunakan pupuk kandang maupun pupuk kimia dengan biaya untuk kegiatan pemberian pupuk yang dikonversikan ke upah. Petani yang pohon sengonya tumbuh sendiri tidak ada biaya pupuk yang dikeluarkan, karena petani hanya membiarkan pohon tumbuh. 3. Biaya pembersihan lahan Luasan hutan rakyat untuk beberapa petani di Desa Sadeng mempunyai luas lahan kurang dari 0,25 hektar, namun tetap dikatakan hutan rakyat karena status kepemilikannya merupakan lahan milik. Hardjanto 2000 menyatakan bahwa hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang memenuhi luasan sesuai dengan definisi hutan, dimana minimal harus 0,25 hektar. Hal tersebut disebabkan karena rata-rata pemilikan lahan di Jawa sangat sempit. Kegiatan pembersihan lahan merupakan kegiatan penyiapan lahan untuk kegiatan penanaman. Kegiatan pembersihan lahan yang dilakukan oleh petani, yaitu kegiatan pembersihan dari tumbuhan pengganggu seperti rumput, alang- alang, dan semak belukar. Kegiatan pembersihan lahan dapat dilakukan secara manual maupun secara mekanis. Kegiatan pembersihan yang dilakukan secara manual, yaitu dengan menggunakan parang, golok, cangkul, dan kored. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pembersihan lahan secara manual yaitu dengan mengkonversikan waktu ke upah berdasarkan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk dapat melakukan kegiatan tersebut untuk luas lahan total. Sedangkan kegiatan pembersihan lahan yang dilakukan secara mekanis adalah dengan penyemprotan. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pembersihan lahan secara mekanis yaitu biaya untuk pembelian obat semprot rambo, root up yang habis dikeluarkan seluas lahan total dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan penyemprotan. Pohon sengon yang tumbuh sendiri tidak ada kegiatan pembersihan lahan yang dilakukan, karena pohon tidak sengaja ditanam tetapi hanya dibiarkan tumbuh. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan pembersihan lahan seluas lahan dari masing-masing petani tergantung dari kondisi lahan petani tersebut, yaitu kondisi lahan ringan maupun berat dan disesuaikan juga dengan produktifitas kerja yang dicurahkan oleh orang yang melakukan kegiatan tersebut. 4. Biaya pemeliharaan lahan Kegiatan pemeliharaan lahan merupakan kegiatan lanjutan dari kegiatan pembersihan lahan. Kegiatan pemeliharaan lahan yang dilakukan, yaitu membersihkan lahan dari rumput, menyiangi, kored babat, dan menggemburkan tanah. Kegiatan pemeliharaan lahan dilakukan untuk mendukung pertumbuhan pohon yang ada pada lahan tersebut khususnya sengon untuk meningkatkan kualitas pohon, karena didukung dari terpeliharanya lahan. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pemeliharaan lahan yaitu dengan mengkonversikan waktu ke upah berdasarkan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk dapat melakukan kegiatan tersebut untuk luas lahan total. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan pemeliharaan lahan seluas lahan dari masing-masing petani tergantung dari kondisi lahan petani tersebut, yaitu kondisi lahan ringan maupun berat, jenis kegiatan pemeliharaan yang dilakukan petani, dan disesuaikan juga dengan produktifitas kerja yang dicurahkan oleh orang yang melakukan kegiatan tersebut. Pemeliharaan lahan juga dapat dilakukan dengan penyemprotan, maka untuk memperoleh besarnya biaya yang dikeluarkan untuk penyemprotan yaitu dengan menambahkan biaya untuk pembelian obat semprot rambo yang habis dikeluarkan untuk seluas lahan total dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan penyemprotan. Pemeliharaan dilakukan sampai pohon sengon yang ditanam tersebut ditebang karena kondisi lahan adalah agroforestry yang secara tidak langsung lahan terpelihara secara rutin karena petani melakukan pemeliharaan pada tanaman pertaniannya, yang mengakibatkan sengon terpelihara secara baik sampai pohon sengon tersebut ditebang. Seharusnya pemeliharaan yang dilakukan pada sengon hanya untuk 1 tahun pertama. Petani yang pohon sengonnya tumbuh sendiri dan petani tersebut tidak melakukan pemeliharaan lahan, maka tidak ada biaya pemeliharaan lahan yang dikeluarkan. Petani hanya membiarkan pohon tumbuh pada lahan kemudian ditebang. 5. Biaya pemberantasan hama Beberapa petani mengeluarkan biaya untuk melakukan penyemprotan obat hama. Biaya yang dikeluarkan untuk obat hama, yaitu sebagai upaya penanggulangan dan pencegahan pohon terhadap serangan hama agar pertumbuhan pohon tidak terganggu dan dapat meningkatkan kualitas pohon. Hanya beberapa petani yang menyemprotkan obat hama pada pohon sengonnya. Obat hama yang digunakan petani, yaitu dalam bentuk obat hama cair dan obat hama serbuk. Obat hama diberikan pada sejumlah pohon sengon yang ditanam yang disesuaikan dengan takaran dan berapa kali pemberian sehingga diperoleh biaya untuk pembelian obat hama, baik obat hama cair repkor maupun obat hama serbuk antraksol. Pemberian obat hama dilakukan dengan penyemprotan. Obat hama biasanya diberikan hanya untuk 1 tahun pertama. Biaya total yang dikeluarkan untuk pemberantasan hama yaitu dengan menjumlahkan biaya pembelian untuk obat hama yang digunakan obat hama cair maupun obat hama serbuk dan biaya untuk kegiatan penyemprotan. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penyemprotan yaitu dengan mengkonversikan waktu ke upah. 6. Biaya penyediaan alat Beberapa alat yang biasanya digunakan petani dalam mengelola hutan, yaitu cangkul, parang arit, kored, golok, garpu, dan semprotan. Harga alat yang digunakan merupakan harga alat pada waktu petani membeli alat tersebut. Biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing alat yaitu dengan mengkonversi harga masing-masing alat tersebut dengan hari kerja efektif haritahun sehingga diperoleh biaya untuk masing-masing alat Rptahun. Hari kerja efektif yang ditetapkan yaitu 200 haritahun. Petani yang tidak melakukan pembersihan lahan dan pemeliharaan lahan, maka tidak ada biaya penyediaan alat yang dikeluarkan. 7. Biaya pajak lahan Bentuk lahan digolongkan menjadi dua, yaitu lahan kering kebun dan lahan basah sawah. Lokasi lahan masing-masing petani berada pada blok yang berbeda-beda. Penggolongan blok didasarkan atas kestrategisan suatu tempat dengan jalan yang telah ditetapkan sebelumnya. Blok dibedakan ke dalam 4 blok, yaitu blok I, II, III, IV. Blok I merupakan blok yang strategis atau dekat dengan jalan dan selanjutnya blok 4 merupakan blok yang jauh dari jalan. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak NJOP yang dikenakan pada masing- masing petani berbeda-beda. Hal tersebut disesuaikan dengan bentuk lahan petani baik kebun maupun sawah dan blok dimana lahan tersebut berada. Besarnya NJOP yang dikenakan untuk masing-masing blok yaitu untuk NJOP kebun untuk blok I sebesar Rp 27.000m²tahun, blok II sebesar Rp 14.000m²tahun, blok III sebesar Rp 10.000m²tahun, dan blok IV sebesar Rp 7.150m²tahun. Sedangkan NJOP sawah untuk blok I sebesar Rp 36.000m²tahun, blok II sebesar Rp 27.000m²tahun, blok III sebesar Rp 20.000m²tahun, dan blok IV sebesar Rp 14.000m²tahun. Pajak yang dikenakan pada masing-masing petani didasarkan pada NJOP yang ditetapkan, dimana biaya pajak untuk luas lahan total yang dikenakan kepada petani adalah dengan mengalikan luas total m² dengan NJOP Rpm²tahun dan 0,11 tarif pajak. Jika pajak yang dikenakan pada petani dari luas total kurang dari Rp 10.000tahun maka pajak yang dibayarkan oleh petani bukan sebesar pajak yang dikenakan tetapi sebesar Rp 10.000tahun, sedangkan jika pajak yang dikenakan pada petani lebih dari Rp 10.000tahun maka pajak yang dibayarkan oleh petani sebesar pajak yang dikenakan tersebut. Terdapat beberapa petani yang awalnya lahan dalam bentuk sawah berubah fungsi menjadi kebun yang disebabkan oleh kekeringan, maka NJOP yang dibayarkan yaitu seharga NJOP sawah karena awalnya lahan dalam bentuk sawah. Besarnya pajak yang dibayarkan sejumlah sengon yang ditebang untuk petani yang asal bibitnya dari pohon sengon yang tumbuh sendiri yaitu dengan mengalikan besarnya pajak yang dibayarkan untuk luas total dengan umur sengon saat ditebang. Hal tersebut disebabkan karena petani yang pohon sengonnya tumbuh sendiri tetap membayar pajak seluas lahan total yang dimiliki petani, karena pohon sengon yang tumbuh sendiri tersebut berada pada lahan dimana petani mengeluarkan biaya atas pajak untuk lahannya, namun tidak adanya jarak tanam sehingga tidak diketahuinya luas lahan sengon sehingga biaya pajak yang dibayarkan sejumlah sengon yang ditebang merupakan biaya dari pajak yang dibayarkan seluas lahan total. 8. Biaya pemasaran Biaya pemasaran dikeluarkan oleh petani yang menjual hasil hutan seperti biaya untuk menelepon tengkulak langganan. Sebagian besar responden petani yang menjual hasil hutan tidak mengeluarkan biaya untuk memasarkan hasil hutan tersebut. Hal ini dikarenakan pembeli tengkulak yang mendatangi petani untuk membeli pohon. 9. Biaya tebang dan biaya angkut Besarnya biaya tebang dan biaya angkut dikeluarkan oleh petani yang menggunakan sendiri hasil hutannya, dengan membayar biaya penebangan untuk 1 hari yang berkisar antara Rp 200.000 - Rp 250.000. Biaya tebang tersebut sudah beserta biaya sewa alat tebang chainsaw, bahan bakar, dan upah penebang. Sedangkan besarnya biaya angkut yang dikeluarkan yaitu dengan membayar secara borongan untuk dapat mengangkut sejumlah kayu hasil tebangan menuju tempat yang ditetapkan, namun ada pula petani yang mengangkut sendiri hasil tebangannya sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengolah hasil hutan yaitu hanya biaya untuk penebangan. Berdasarkan penjelasan komponen biaya input petani, berikut ini adalah besarnya biaya input yang dikeluarkan oleh petani yang menjual hasil hutannya yang disajikan pada Tabel 1 dan besarnya biaya input yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan sendiri hasil hutannya yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 1 Biaya input petani yang menjual hasil hutannya Komponen Biaya Biaya Input Rpm³ Biaya Tetap Rpm³ Biaya Variabel Rpm³ Biaya Total Rpm³ Pajak Lahan 54.314 54.314 Penyediaan Alat 843 843 Bibit, Lubang, Tanam 3.343 3.343 Pupuk 4.471 4.471 Pembersihan Lahan 2.558 2.558 Pemeliharaan Lahan 19.207 19.207 Hama 1.725 1.725 Pemasaran 909 909 Jumlah 55.157 32.214 87.371 Biaya input yang dikeluarkan tersebut merupakan biaya input dari 23 orang responden petani yang menjual hasil hutannya, untuk perhitungannya disajikan pada Lampiran 7. Tabel 2 Biaya input petani yang menggunakan sendiri hasil hutannya Komponen Biaya Biaya Input Rpm³ Biaya Tetap Rpm³ Biaya Variabel Rpm³ Biaya Total Rpm³ Pajak Lahan 12.616 12.616 Penyediaan Alat 1.611 1.611 Bibit, Lubang, Tanam 2.778 2.778 Pupuk 431 431 Pembersihan Lahan 2.222 2.222 Pemeliharaan Lahan 17.778 17.778 Hama - - Biaya Tebang 185.738 185.738 Biaya Angkut 74.627 74.627 Jumlah 14.227 283.574 297.800 Keterangan: - = Tidak ada biaya yang dikeluarkan Biaya input yang dikeluarkan tersebut merupakan biaya input dari 2 orang responden petani yang menggunakan sendiri hasil hutannya, untuk perhitungannya disajikan pada Lampiran 8. Komponen biaya input yang dikeluarkan oleh petani yang menjual hasil hutannya pada dasarnya sama dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan sendiri hasil hutannya, namun yang membedakan, yaitu biaya pemasaran, biaya tebang, dan biaya angkut. Biaya pemasaran dikeluarkan oleh petani yang menjual hasil hutannya untuk memasarkan hasil hutan, tetapi sebagian besar petani di Desa Sadeng tidak mengeluarkan biaya pemasaran untuk memasarkan hasil hutannya karena pembeli hasil hutan yang mendatangi petani. Sedangkan biaya tebang dan angkut dikeluarkan oleh petani yang menggunakan sendiri hasil hutannya, untuk biaya tebang dan biaya angkut bagi petani yang menjual hasil hutannya ditanggung oleh pembeli hasil hutan tengkulak. Pohon sengon yang ditebang oleh petani yang menggunakan sendiri hasil hutannya diolah menjadi berbagai macam produk, seperti deplang, balok, galar, kaso, dan papan. Produk tersebut digunakan oleh petani untuk memperbaiki rumah.

5.2.1.2 Harga Jual Petani