62
Tabel 17. Perkembangan dana bantuan langsung masyarakat PUAP tahun 2008 di Provinsi Jawa Barat, per 31 Desember 2011
No. KabupatenKota
Jumlah Desa Gapoktan
Realisasi BLM PUAP
Rp. 000 Perkembangan
Dana sd 2011 Rp. 000
Peningkatan 1.
Bandung 17
1.700.000 2.330.140
37,06 2.
Bandung Barat 56
5.600.000 6.322.865
12,91 3.
Bekasi 20
2.000.000 2.155.663
7,78 4.
Bogor 25
2.500.000 2.715.155
8,61 5.
Ciamis 29
2.900.000 3.733.423
28,74 6.
Cianjur 42
4.200.000 4.159.258
-0,97 7.
Cirebon 35
3.500.000 3.811.726
8,91 8.
Garut 35
3.500.000 4.321.622
23,47 9.
Indramayu 35
3.500.000 3.850.000
10,00 10.
Karawang 35
3.500.000 3.547.817
1,37 11.
Kuningan 33
3.300.000 3.450.000
4,54 12.
Majalengka 81
8.100.000 8.251.000
1,86 13.
Purwakarta 20
2.000.000 2.366.958
18,34 14.
Subang 35
3.500.000 3.931.157
12,32 15.
Sukabumi 49
4.900.000 5.251.757
7,18 16.
Sumedang 35
3.500.000 3.760.295
10,41 17.
Tasikmalaya 19
1.900.000 2.209.059
16,27 18.
Kota Banjar 6
600.000 660.588
10,09 19.
Kota Depok 5
500.000 545.255
9,05 20.
Kota Tasikmalaya 1
100.000 122.762
22,76 21.
Kota Sukabumi 8
800.000 895.327
11,91
Jumlah 621
62.100.000 68.391.827
10,13
Sumber: BPTP Jawa Barat 2013
Tabel 18. Perkembangan dana bantuan langsung masyarakat 2009 di Provinsi Jawa Barat, per 31 Desember 2011
No. KabupatenKota
Jumlah Desa Gapoktan
Realisasi BLM PUAP
Rp. 000 Perkembangan
Dana sd 2011 Rp. 000
Peningkatan 1.
Bandung 28
2.800.000 3.500 000
25.00 2.
Bandung Barat 31
3.100.000 4.301.817
38.77 3.
Bekasi 15
1.500.000 1.841.980
22.80 4.
Bogor 23
2.300.000 3.000.000
30.43 5.
Cianjur 101
10.100.000 11.179.000
10.68 6.
Ciamis 23
2.300.000 3.580.938
55.69 7.
Cirebon 34
3.400.000 4.969.687
46.17 8.
Garut 28
2.800.000 3.371.552
20.41 9.
Indramayu 28
2.800.000 3.600.000
28.57 10.
Karawang 23
2.300.000 3.540.325
53.93 11.
Kuningan 29
2.900.000 3.093.000
6.66 12.
Majalengka 79
7.900.000 8.693.575
10.05 13.
Purwakarta 15
1.500.000 2.427.495
61.83 14.
Subang 57
5.700.000 8.639.490
51.57 15.
Sukabumi 37
3.700.000 4.845.625
30.96 16.
Sumedang 60
6.000.000 9.715.436
61.92 17.
Tasikmalaya 58
5.800.000 7.963.197
37.30 18.
Kota Banjar 6
600.000 964.860
60.81 19
Kota Cimahi 6
600.000 758.425
26.40 20.
Kota Depok 8
800.000 1.200.202
50.03 21.
Kota Sukabumi 2
200.000 271.752
35.88 22.
Kota Tasikmalaya 11
1.100.000 1.250.000
13.64
Jumlah 702
70.200.000 92.708.356
32,06
Sumber: BPTP Jawa Barat 2013
63
D. Pembentukan dan Perkembangan LKM-A
Tujuan pembentukan LKM-A adalah mengenalkan dan membiasakan anggota untuk menabung dan berlaku produktif, menyediakan kebutuhan modal,
membudayakan pengelolaan ekonomi rumah tangga dengan tertib, membangun sikap hidup hemat, cermat dan bijaksana dalam penggunaan uang serta
membangun jiwa wirausaha. Sesuai pedum, bahwa pembentukan LKM-A baru dapat dilaksanakan pada tahun ketiga, dimana tahun pertama merupakan usaha
simpan pinjam, tahun kedua Unit Permodalan Gapoktan UPG. Pada dasarnya pembentukan LKM-A yang sesunguhnya di dalam Gapoktan tidaklah mudah,
mengingat pengurus Gapoktan masih disibukan dengan berbagai adimistrasi dalam Gapoktan itu sendiri.
LKM-A sendiri dibentuk oleh Gapoktan, dan kedudukannya sama dengan seksi-seksi lainnya yang mendukung Gapoktan dalam hal pengelolaan dana.
Seperti yang sudah dikemukakan dilatar belakang, bahwa Gapoktan penerima dana BLM PUAP tahun 2008 -2011 lingkup Provinsi Jawa Barat, sudah berhasil
menumbuhkembangkan LKM-A sebanyak 151 LKM-A dari 2.703 desa Gambar 1, jumlah ini masih sangat sedikit, hanya 5,3 pertumbuhannya. Jika dilihat dari
peraturan yang ada di Pedum PUAP, idealnya pada tahun ketiga, Gapoktan penerima dana BLM PUAP seharusnya sudah membentuk LKM-A.
Berititik tolak dari uraian tersebut, menurut Hermawan dan Andrianyta 2012 bahwa faktor yang menghambat tumbuh dan berkembangnya LKM-A
terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup beberapa aspek, antara lain pengurus belum mencapai realisasi penyaluran dana,
penggalangan dana belum berjalan dengan baik, penguasaan sistem pembukuan masih lemah. Ditambah pula pencairan dana ke petani yang dilakukan oleh
Gapoktan terlambat, Gapoktan masih kurang memahami cara pembuatan laporanpengisian blangko laporan yang tersedia dan lembaga keuangan mikro,
meskipun bimbingan telah diberikan. Faktor internal yang juga menghambat yakni ketua poktan tidak membagikan dana seluruhnya ke anggota karena takut
anggotanya tidak mau membayar bahkan ada pengurus Gapoktan yang beranggapan jika LKM-A terbentuk maka peran dari Gapoktan itu sendiri akan
hilang. Disamping itu kurangnya keterampilan atau keahlian dalam hal pembukuan yang sesuai dengan standar lembaga keuangan resmi.
Di sisi lain, faktor eksternal yang dihadapi meliputi beberapa aspek diantaranya terdapat pemahaman yang salah terhadap dana BLM PUAP. Sebagai
contoh ada kecenderungan masyarakatpetani saat ini menganggap apapun bentuk bantuan adalah gratis tidak perlu dikembalikan seperti halnya BLT. Lagipula,
terdapat penjadwalan ulang Rencana Usaha Anggota RUA dalam penggunaan dana oleh petani dan masalah jarak yang jauh diikuti oleh sarana transportasi yang
kurang memadai sehingga pembinaan Penyelia Mitra Tani PMT menjadi terkendala.
Upaya pemecahan masalah tersebut membutuhkan peran aktif dari berbagai pihak, terutama pemerintah khususnya Kementerian Pertanian. Oleh
sebab itu, perlu diambil langkah-langkah dalam rangka perbaikan program ke depan. Langkah-langkah perbaikan diantaranya adalah mempercepat waktu
pengajuan usulan penerima program dari tahun sebelum pelaksanaan, atau memperpendek proses seleksi calon penerima bantuan sehingga pencairan
64 bantuan dapat dilakukan lebih cepat sesuai dengan masa tanam petani.
Selanjutnya, melaksanakan pemantauan secara berkelanjutan melalui kunjungan dan laporan dari lapangan, mengevaluasi pelaporan penyaluran dana secara
berkala.
Langkah berikutnya adalah melaksanakan pembinaan dan pendampingan terhadap Gapoktan pelaksana program PUAP khususnya dalam rangka
menumbuhkembangkan LKM-A. Selanjutnya adalah memberikan pembinaan dan meluruskan paradigma petani anggota dan pengurus Gapoktan tentang dana
PUAP bukanlah BLT meningkatkan peran penyuluh lapangan dan PMT dalam pengelolaan dana, realisasi dana, pelaporan keuangan, serta pendampingan
teknologi. Tidak kalah penting adalah mengedepankan penguatan kelembagaan kelompok tani melalui beragam kegiatan bersama dalam seluruh rangkaian baik
apresiasi LKM-A maupun apresiasi teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan dalam pelaksanaan pengelolaan
keuangan PUAP dan peningkatan keterampilan di bidang teknologi yang berkaitan dengan usaha produktif di lokasi PUAP.
Diawal berdirinya LKM-A di Jawa Barat memiliki aturan main sebagai berikut: 1 LKM-A berasal dari unit otonom simpan pinjam yang berada pada
Gapoktan, 2 pengelola LKM-A dipilih dalam rapat anggota diwakili oleh pengurus Poktan dan Gapoktan, 3 pengelola LKM-A tidak boleh dirangkap oleh
pengurus Gapoktan, dan 4 struktur LKM-A ditentukan dalam rapat anggota.Gapoktan membuat surat penunjukan tentang pengelolaan LKM-A.
Adapun LKM-A tahap pembentukan awal seperti yang disajikan pada Gambar 7 dan perkembangannya pada Gambar 8.
Gambar 7. Struktur LKM-A Tahap Awal Berdiri
Sumber: Kementerian Pertanian 2013
Gambar 8. Perkembangan Struktur LKMA di Jawa Barat
Sumber: Kementerian Pertanian 2013 MANAJER
KASIR
ADMINISTRASI PEMBUKUAN
MANAJER KASIR
SEKSI PENGGALANGAN DANA
SEKSI ADMINISTRASI PEMBUKUAN
SEKSI ADMINISTRASI PEMBUKUAN