29
2.1.3.1 Istri
Tokoh tambahan dalam novel ini adalah istri. Dia mendapat porsi penceritaan lebih sedikit dibandingkan dengan Aku atau Ayah. Namun,
kehadirannya sebagai tokoh dalam novel ini memberi efek keterasingan bagi tokoh Aku.
2.1.3.2 Penokohan Istri
Istri tokoh Aku adalah seorang perempuan berdarah Sunda. Di awal cerita dia nampak menunjukkan resistensi ketika harus ikut suaminya ke
Blora untuk menjenguk ayahnya yang sakit. Ia juga mengatakan agar tidak terlalu lama berada di Blora. Ketika berdiskusi dengan suaminya dia
menunjukkan minat yang kecil untuk tinggal di Blora lebih lama. Beginilah percakapan antara istri dengan Aku :
“Jangan terlalu lama di Blora,” kata isteriku. Kupandang isteriku itu. Aku rasai keningku jadi tebal
oleh kerut mirut. Dan aku menjawab pendek : “Kita
melihat keadaanya dulu”. Sebentar bayangan kenangan pad
a ayah hilang. “Barangkali kalau terlalu lama, aku terpaksa pulang dahulu.” Toer, 1999:8
Ketika sampai di Blora, beberapa kali Istri tokoh Aku menunjukkan ketidaknyamanannya tinggal di Blora. Bahkan dalam perjalanan menuju
Blora ia menunjukkan rasa tidak antusias. Beberapa kali cerita atau pemandangan menarik yang ditunjukkan tokoh Aku tak membuatnya
bergairah. ‘Lihatlah jurang itu. Alangkah dalam’ Kupandang
istriku. Ia membuka tapuk matanya. Dan kemudian tapuk mata itu turun pula dan tertutup kembali. Aku
mengeluh. Ingin aku memperkenalkan keindahan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
daerahku dengan jurang dan hutannya, dengan kijang dan monyetnya. Ya, ingin sekali Toer, 1999:15.
Tokoh Aku beberapa kali mencoba untuk mencairkan hati istrinya, namun beberapa usahanya tidak membuat situasi hati istrinya berubah. Sang
istri tetap belum menunjukkan ketertarikannya akan perjalanan itu. Kupandang isteriku. Berkata “Lihatlah, betapa cantiknya
hutan itu.” Diam-diam isteriku menjengukkan kepalanya ke luar jendela. Kemudian kepalanya ditariknya lagi dan
ia bersandaran di pojok bangku kereta Toer, 1999:15.
Sesampainya di Blora dia beberapa kali membicarakan topik untuk kembali ke Jakarta. Namun, ia akhirnya tetap tinggal di Blora sampai
akhirnya Ayah meninggal.
2.2 Latar 2.2.1 Latar Waktu
Latar waktu yang ada dalam tokoh ini adalah Indonesia pada pasca kemerdekaan Indonesia. Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal
17 Agustus 1945. Jika melihat surat di awal cerita tertanggal 17 Desember 1949, itu artinya cerita ini mengambil latar waktu sekitar empat tahun sesudah Indonesia
merdeka. Dengan demikian cerita ini berlatar sekitar zaman Revolusi. Secara lebih khusus Indonesia memasuki masa Revolusi pada tahun 1945-
1950. Itu artinya tahun 1949 yang menjadi latar novel ini berada di tahun-tahun penghujung Revolusi. Jika lebih lanjut kita melihat perjalanan Aku ke Blora dan
kenanganannya tentang perang maka bisa disimpulkan pula latar waktu novel ini adalah masa perjuangan Revolusi. Ricklefs 2010,428 menyebutkan bahwa ada
kelompok yang mengangkat senjata untuk mempetahankan kemerdekaan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI