52
Blora ini, aku harus mengedari Jakarta dulu dan mendapatkan hutang. Sungguh tidak praktis kehidupan seperti itu.
” Toer, 1999:4.
Aku secara eksplisit menyebut kalau selain presiden dan menteri tidak mungkin bisa mendapatkan listrik dengan mudah. Pernyataan ini menempatkan
orang yang punya jabatan tinggi sebagai lawan yang tidak seimbang. Lebih lagi, orang-orang yang punya kuasa untuk memberikan listrik bukanlah orang yang
mudah memberikan perhatian. Ini dikarenakan agar bisa menambah tiga puluh atau lima puluh watt peru menyogok dua atau tiga ratus rupiah.
4.3 Akses Kesehatan adalah Hal yang Tidak Mungkin
Konflik utama yang menggerakkan alur cerita novel ini adalah Ayah tokoh Aku sakit keras. Ayah yang merupakan tokoh nasionalis tetap tidak bisa
menghindarkan diri dari kemiskinan dengan nasionalisme. Keadaan sakit yang ditambah dengan kondisi ekonomi melarat menjadikan masalah menjadi lebih
rumit. Tokoh Aku sesampainya di Blora melihat kondisi Ayahnya yang
memprihatinkan. Ayahnya memang berada di rumah sakit yang lebih tepat disebut sebagai sebuah tempat perawatan sederhana. Rumah sakit itu terletak di pelosok
dengan fasilitas kesehatan yang tidak terlalu memadai. Ayah terserang penyakit TBC yang semestinya ia harus dirawat di
sanatorium. Tokoh Aku dan adik-adiknya tahu akan keberadaan sanatorium ini, namun tidak mungkin untuk mendapat akses ke sana. Sanatorium bisa memberikan
fasilitas yang lebih lengkap untuk merawat penyakit TBC. Penyebab Ayah tidak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
dirawat di sana adalah satu : mahal. Orang-orang menjawab demikian ketika orang sakit paru-paru tidak dirawat di sanatorium.
Kalau ada orang menjawab, jawabannya hanya begini: “Ongkos di sanatorium mahal sekarang” dan kalau tidak
begitu jawabannya ialah: “sanatorium? Sanatorium sudah penuh oleh pedagan. Kalau engkau jadi pegawai, kalau
bukan pegawai
tinggi, jangan
sekali-kali berani
mengharapkan mendapat tempat di sanatiorium .” Toer,
1999:60 Tokoh Ayah memang sempat mendapat tawaran untuk menjadi anggota
perwakilan daerah. Dengan menjadi anggota DPD tentu uang Ayah akan lebih banyak dan bisa untuk mengakses fasilitas di sanatorium. Akan tetapi, idealisme
Ayah membuatnya menolak tawaran itu. Begini salah satu adik Aku menceritakan jawaban Ayah :
Aku tidak tahu. Hanya saja ayah bilang begini, “Perwakilan rakyat? Perwakilan rakyat hanya panggung sandiwara. Dan
aku tidak suka menjadi badut – sekalipun badut besar.” Dan
ayah tetap menolak. Ayah pun pernah mendapat tawaran jadi koordinator pengajaran untuk mengatur pengajaran untuk
seluruh daerah Pati. Tapi ayah menolak juga dan bilang, “tempatku bukan di kantor. Tempatku ada di sekolahan.” Ya,
barangkali pendirian seperti itu juga menyebabkan ayah tak mau meneruskan jadi pengawas sekolah, dan kembali menjadi
guru Toer, 1999:61.
Sebagai bagian dari kaum proletar tentu idealisme Ayah ini membuatnya harus berhadapan dengan risiko keterbatasan ekonomi. Dan itulah yang
membuatnya tidak bisa mendapat akses penuh terhadap layanan kesehatan. Ayah yang sakit dengan ekonomi di bawah menjadi masalah yang semakin
menggelisahkan tokoh Aku. Kesehatan yang menjadi modal dasar kesejahteraan tidak dapat diakses dengan mudah oleh tokoh Aku.
54
Akses kesehatan zaman itu tidak bisa dibandingkan seperti sekarang. Guru yang berstatus sebagai PNS punya asuransi kesehatan yang lebih mudah sekarang.
Ayah sebagai guru tidak punya akses semacam itu. Bahkan, gajinya yang belum dibayar pun terungkap ketika suatu pagi perawat datang untuk meminta gaji.
Pagi itu seorang juru rawat yang semalam kena dinas jaga malam datang ke rumah kamu dan menyerahkan selembar
kwitansi – minta
voorschot
3
gaji untuk bulan Maret Bulan itu adalah bulan Mei. Kwitansi itu adalah dari Ayah. Aku tak
mengeri mengapa
voorschot
untuk bulan Maret yang dipintanya. Dan di kala hal ini kutanyakan pada paman, ia
mengatakan : “Sejak kita merdeka, guru belum dibayar. Hampir setengah tahun ini.” Toer, 1999:69
Kesulitan akses ini karena memang tidak adanya uang. Uang yang digantungkan dari gaji, sementara hampir setengah tahun gaji guru belum
dibayarkan. Dengan demikian, meskipun Ayah adalah guru -pekerjaan yang dianggap mulia- itu tak menjamin ia mendapat akses kesehatan yang lebih baik.
Marx mengatakan bahwa yang menentukan posisi kelas adalah akses terhadap alat produksi. Dalam hal ini, alat produksi tidak hanya terbatas pada mesin produksi
saja tetapi juga fasilitas kesehatan. Inilah mengapa akses kesehatan menjadi hal yang tidak mungkin bagi kaum proletar. Hal ini disebabkan akses kesehatan
merupakan alat produksi yang sangat sulit diakses oleh kaum proletar.
4.4 Relasi dengan Sesama adalah Relasi Ekonomi