Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra dalam bentuk apapun tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial yang melingkupinya. Hal ini berlaku pula untuk salah satu bentuk karya sastra yaitu novel. Peristiwa-peristiwa yang menjadi penggerak alur sebuah novel merupakan refleksi dan representasi dari realita yang terjadi dalam bentuk masyarakat. Penyajian ini bisa dalam bentuk yang sangat konvensional sampai yang sangat eksperimental. Pramoedya Ananta Toer adalah salah satu pengarang yang menganut aliran realisme sosial secara konsisten Kurniawan, 2003:103. Realita sosial yang ada di dalam novelnya menghadirkan apa yang terjadi dalam masyarakat tempat ia hidup. Salah satu novelnya yang berbicara tentang masyarakat secara nyata adalah Bukan Pasar Malam . Novel ini menceritakan kehidupan masyarakat Indonesia pada masa setelah kemerdekaan Indonesia. Meskipun demikian, Pram bukanlah sosok penulis dengan ideologi yang matang begitu saja. Pemikiran dan ketertarikannya dalam bidang sastra, sejarah dan politik pun mengalami pasang surut Farid, 2008:1. Dia dikenal sebagai sastrawan namun juga sebagai seorang yang tertarik dengan pencatatan sejarah. Di masa awal kemerdekaan dia mejadi orang yang cukup tegas mengkritisi revolusi. Maka dari itu, Bukan Pasar Malam adalah salah satu karya yang bermaksud untuk tujuan tersebut. Novel ini ditulis –diterbitkan pertama kali – pada tahun 1951 dan berbicara tentang situasi Indonesia pada sekitar revolusi. 2 Meskipun sudah memasuki masa kemerdekaan, masa transisi dirasakan berat oleh orang-orang pada masa itu. Kesenjangan sosial dan kemiskinan tetap menjadi permasalahan sehari-hari yang harus dihadapai oleh orang-orang Indonesia pada masa itu. Lebih lagi, orang-orang nasionalis pada masa itu merasa tidak cukup mendapatkan kebahagiaan seperti yang mereka dambakan semasa perjuangan kemerdekaan. Pramoedya memberikan konteks sosial tersebut untuk membungkus alur cerita dan peristiwa-peristiwa yang ia hadirkan dalam novel Bukan Pasar Malam . Jika dibaca secara lebih mendalam, akan terlihat bagaimana Pramoedya sebagai penulis mencurahkan ideologinya mengenai kelas sosial, terutama proletariat dalam novel ini. Proletariat digambarkan secara detil tentang kehidupan dan dunianya. Adanya kesenjangan ekonomi menyentuh bagian terdalam dari sebuah kehidupan manusia, termasuk relasi antara dirinya dengan keluarganya. Pilihan-pilihan sebuah keluarga proletar nampak bukan karena karsa mereka, namun lebih karena memang situasi yang menjepit mereka. Hal yang perlu diingat adalah bahwa karya ini ditulis pada tahun 1951. Pada masa itu Pramoedya Ananta Toer masih mengakui diri tidak terlibat dalam partai dan ideologi apapun. Dia bahkan berusaha mengambil jarak dari politik Farid, 2008. Meski demikian, benih-benih ideologi kiri sebenarnya sudah mulai tampak seperti yang nampak dalam novel Bukan Pasar Malam. Novel-novel yang juga sezaman dengan novel Bukan Pasar Malam di antaranya Perburuan 1950, Keluarga Gerilya 1950, Cerita dari Blora 1951, Mereka yang Dilumpuhkan 1951. Novel-novel ini merupakan bagian dari perjalanan Pram sebagai penulis termasuk ideologi yang dia bawa dalam setiap 3 tulisan. Merujuk apa yang ditulis oleh Hilmar Farid maka novel-novel tersebut ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer ketika dia belum terpengaruh oleh ideologi kiri. Dengan menampilkan masyakarat dan membicarakan kehidupannya, sebuah novel mengantar pembacanya untuk berefleksi tentang masyarakatnya sendiri. Selain itu, representasi sosial yang terdapat dalam sebuah novel bisa memberi pemahaman lebih mendalam mengenai apa yang terjadi dalam sebuah masyarakat dengan konteks sosial dan waktu tertentu. Dalam penelitian sastra, sosiologi sastra menjadi teori yang digunakan untuk meneliti hubungan antara karya sastra dengan masyarakat. Karl Marx, yang kemudian dikenal teorinya sebagai Marxisme, membagi masyarakat menjadi dua kelas sosial, yaitu kelas borjuis dengan proletar Marx, 1948:2 Dengan teori ini maka dapat dilihat cara kelas sosial direpresentasikan dalam sebuah novel. Secara lebih spesifik bisa dilihat pengarang menampilkan ideologi borjuis dan proletar dalam novelnya. Selain membagi masyarakat ke dalam kelas borjuis dan proletar, Marx 1848:2 juga menyebutkan dampak dari adanya kelas sosial tersebut. Dampak tersebut terutama memengaruhi cara orang saling berelasi dalam masyarakat. Adanya kapitalisme membuat relasi menjadi sekadar relasi ekonomi. Struktur masyarakat yang feodal dan relasi hormat menghormati bergeser menjadi relasi terbatas pada interaksi ekonomi atau kapital, sehingga kelas-kelas dalam masyarakat menjadi lebih sederhana namun tajam dan terbagi dalam dua kelas yaitu borjuis dan proletariat. Dalam relasi dan singgungan antara kedua kelas ini akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 membuat tiap-tiap kelas bereaksi. Baik kelas proletar maupun borjuis pada akhirnya akan memiliki cara pandang dan berpikir masing-masing. Penelitian ini secara khusus akan melihat ideologi proletar dihadirkan oleh Pramoedya Ananta Toer dalam novel Bukan Pasar Malam. Novel yang mengambil latar pasca kemerdekaan Indonesia ini secara dominan menggambarkan kehidupan kaum proletar setelah Indonesia merdeka, khususnya di akhir masa Revolusi yaitu akhir tahun 1949 menuju 1950 Ricklefs, 2005:428. Dengan mengetahui kehidupan kaum proletar pada masa itu kita bisa lebih memahami keadaan Indonesia pada masa itu. Lebih lagi akan bisa dipahami cara kaum proletar berpikir, merasa, dan bertindak dalam kehidupannya dalam konteks sosial tersebut. Setelah itu, bisa direfleksikan bagaimana kondisi masyarakat Indonesia pada masa ini.

1.2 Rumusan Masalah