Konteks Sosial Pramoedya Ananta Toer

43 Penting untuk dicatat pula bagaimana kehidupan kaum nasionalis yang memperjuangkan kemerdekaan. Ayah, sebagai pejuang kemerdekaan, tidak bisa menikmati kemerdekaan yang telah diperjuangkan. Sekalipun ia tetap bangga menjadi seorang nasionalis sampai akhir hidupnya, namun kenyataannya ia tetap mati dalam ketidaksejahteraan. Konteks sosial inilah yang menjadi bungkus cerita novel Bukan Pasar Malam.

3.3 Konteks Sosial Pramoedya Ananta Toer

Seperti yang telah disebutkan dalam bagian pendahuluan, Pramoedya Ananta Toer bukanlah sosok stagnan yang berhenti pada suatu ideologi. Sebagai seorang penulis, ideologi dan pemikirannya pun bergerak, berubah serta berkembang. Ada pendapat yang mengelompokkan karya Pram menjadi dua bagian besar. Pertama karya Pram sebagai mahakarya dengan kritik sosial yang kental. Kedua, karya Pram yang cenderung seperti pamflet yang digunakan untuk menyerang lawannya Farid, 2008:1. Latar sosial Pram adalah seorang penulis yang tidak terlibat dalam organisasi atau partai tertentu. Hilmar Farid memberikan istilah unattached intelectual untuk sikap seperti ini. Itu artinya seorang intelektual yang tidak terkait dengan partai atau organisasi massa tertentu. Tidak hanya tidak terlibat, Pram bahkan bersikap sedikit menjauhi politik Farid, 2008:1 Pada tahun 1950 Pram pernah bekerja di penerbit Balai Pustaka. Dia juga membuka kantor agen sastra dan fitur bernama “Duta” yang bertahan sampai sekitar tahun 1954 Farid, 2008:1. Dengan demikian, ideologi kiri yang selama ini begitu melekat pada Pram –hingga buku-bukunya dilarang – bukanlah sebuah produk yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44 sekali jadi. Pramoedya sebagai penulis mengalami proses yang cukup panjang. Bahkan Farid juga menyatakan bahwa apa yang ditulis oleh Pram pada tahun 1950- an bernada sama seperti penulis pada itu yang menunjukkan reaksi atas revolusi. Karya-karyanya dari zaman ini seperti kebanyakan penulis sezamannya adalah potret dari keadaan Indonesia segera sesudah perang yang sarat dengan kritik sosial, ungkapan kekecewaan terhadap revolusi dan patriotisme yang kadang tergelincir menjadi angkuh dan sewenang-wenang Farid, 2008 dalam Pramoedya Ananta Toer dan Historiografi Indonesia;Pramoedya dan Blok Intelektual Kiri . Kebenaran bahwa Pramoedya mengalami proses pembentukan pemikiran kiri dikonfirmasi oleh dirinya sendiri dalam sebuah wawancara. Hal ini termasuk juga keterlibatannya dalam PKI dan LEKRA. Pram mengatakan bahwa ia tidak pernah belajar Marxisme secara formal, bahkan dia tidak pernah dalam acara resmi PKI. Alasannya, dia tidak punya bahan untuk berbicara. Pernah datang ke acara PKI ? Nggak. Nggak punya materi, nggak pernah belajar. Cuma sepotong-sepotong dari koran aja. Ya, saya pernah mencoba membaca dalam bahasa Belanda Sirait,2011:42. Dari jawaban Pramoedya tersebut nampak sekali dia bukanlah penganut Marxis radikal. Ini membuktikan bahwa citra yang dibangun selama ini bahwa dia penganut komunis dengan pemikiran kiri yang kuat tidak dapat dibenarkan sepenuhnya. Lebih lanjut, gagasan kiri baru memberi pengaruh pada Pram ketika dia ikut beberapa kali dalam kegiatan LEKRA. Itu pun terjadi pada tahun 1958 atau 1959 ketika dia diundang oleh LEKRA dalam sebuah pertemuan di Solo. Tahun berapa tuh .. ‘58 atau ’59. Waktu ada kongres Lekra di Solo saya diundang. Sambil jalan-jalan saya datang aja. Sampai di sana saya diminta memberi sambutan. Saya kasih sambutan. Sudah itu saya tidur aja di hotel. Di Akhir kongres ternyata saya diangkat sebagai anggota pleno. Nggak pernah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45 merangkak dari bawah tahu-tahu langsung nangkring, he... he.... Sirait,2011:51 Poin yang disampaikan Pram adalah bahwa dia tidak secara sukarela bergabung dengan Lekra – apalagi berambisi untuk itu. Dia bergabung dengan Lekra karena diundang dan diangkat menjadi anggota Pleno. Bukti ini memperkuat bahwa gagasan dan ideologi kiri belum kuat dalam diri Pram sebelum tahun 1958 atau 1959. Berkaitan dengan novel Bukan Pasar Malam yang terbit 1951, Pram mungkin belum terpengaruh gagasan kiri. Namun, benih pemikiran kiri bisa ditemukan dalam karya ini. Khusus mengenai Bukan Pasar Malam, A. Teeuw dalam penilaiannya sama sekali tidak menyinggung ideologi kiri. Novel ini menurutnya ditulis tidak lama setelah perjalanan Pram ke Blora sekita Mei 1950 Teeuw, 1980:234. Teeuw juga menambahkan bahwa yang membuatnya kagum adalah cara Pramoedya menampilkan situasi yang suram dan suasana yang kacau yang menjadi tempat hidup masyarakat zaman itu. 46

BAB IV IDEOLOGI PROLETAR TOKOH UTAMA DALAM NOVEL