C. Feminists
, yaitu perempuan modern yang mandiri yang beranggapan bahwa perempuan dapat berperan sejajar
bahkan lebih baik dari pria Kuswandi, 2008: 68. Penggelompokkan perempuan berdasarkan pola perilaku dan
sikap, memang tidak pernah ada kesamaan pendapat tentang penilaian keberadaan perempuan sebagai obyek iklan TV. Masing-masing
kelompok mempunyai penilaian dan argumentasi sendiri. Namun, di kelompok mana pun perempuan itu berada, tetap saja perempuan
selalu berperan sebagai pengguna user serta pembeli buyers yang mempunyai posisi vital dalam menentukan pola konsumsi kebutuhan
hidup sehari-hari, khususnya kebutuhan rumah tangga Kuswandi, 2008: 69.
2.1.5 Pencitraan Perempuan
Media, di satu pihak, telah berhasil menyebarkan ke seluruh tubuh sosial nilai pembebasan dan kesetaraan sehingga lebih banyak
orang menyadari akan haknya; di lain pihak, media juga gencar menyebarkan dan menawarkan nilai hedonis. Maka, tidak
mengherankan bahwa harapan yang diletakkan pada media untuk menjadi pelopor budaya yang berkualitas, akhirnya jatuh dalam hal
pemberitaan hal yang remeh, gosip selebritis, dan kriminalitas. Bahkan berbagai bentuk iklan semakin memacu konsumsi. Dan sudah menjadi
rahasia umum, bila keprihatinan utama media adalah keuntungan, yang
tentu saja perlu dihiasi dengan pernik-pernik idealisme kemanusiaan. Keuntungan hanya mungkin kalau punya pengaruh. Maka,
mempengaruhi dan membentuk citra bergeser menjadi obsesi media. Pencitraan mendiskualifikasikan kategori kebenaran sehingga tidak
bisa lagi dibedakan antara realitas, representasi, simulasi, kepalsuan dan hiperrealitas J. Baudrillad, 1981:17.
Dalam konteks penelitian iklan permen sukoka ini, pencitraannya lebih berorientasi pada simbol kehidupan yang sengaja
dibangun oleh pengiklannya. Alasannya karena pencitraan tersebut merupakan suatu gambaran yang sengaja dibangun oleh pihak para
pengiklan dan media untuk mempengaruhi cara manusia mengorganisasikan citranya tentang lingkungan dan dari pencitraan
inilah yang mempengaruhi cara manusia berperilaku. Oleh sebab itu, tidak heran bila langkah strategi pesan dari pengiklan disebut dengan
strategi citra merek atau brand image. Dalam strategi citra merek terdapat bentuk strategi yaitu strategi differensiasi. Maksudnya adalah
sampai di mana produk atau brand tersebut mampu membangun image khusus, unik, atau berbeda pada masyarakat tontonan
http:google.co.idlogika-waktupendek-media .
Selain itu, menurut Tamrin Amal Tomagola Ph.D, M.A., sosiolog Universitas Indonesia, mengatakan bahwa eksploitasi
perempuan dalam iklan harus terus dipersoalkan, karena telah melanggengkan kemapanan dari subsistem dan struktural yang
sebenarnya tidak memberikan tempat setara, dan tidak adil antara perempuan dan laki-laki serta menutup kemungkinan memunculkan
potensi-potensi dari perempuan Kuswandi, 2008:69. Untuk memperkuat argumentasinya, sosiolog ini
membuktikan lewat hasil penelitiannya, tentang perempuan. Dalam penelitian itu terungkap ada lima citra yang melekat dari seorang
perempuan dalam setiap obyek iklan, yaitu: 1.
Citra Pigura: Dalam citra ini perempuan digambarkan sebagai
makhluk yang halus dan memikat. Untuk itu ia harus menonjolkan ciri biologis, seperti buah dada, pinggul maupun
ciri keperempuanan yang dibentuk budaya, seperti rambut panjang, betis ramping dan mulus.
2. Citra Pilar:
Dalam citra ini perempuan digambarkan sebagai pilar pengurus rumah tangga. Pengertian budaya yang
dikandungnya adalah bahwa lelaki dan perempuan itu sederajat, tetapi kodratnya berbeda. Sehingga wilayah kegiatan
dan tanggung jawabnya adalah di dalam rumah tangga. Sebagai pengurus rumah tangga, perempuan berkewajiban atas
keindahan fisik rumah, suami, pengelolaan sumber daya rumah tangga financial maupun SDM termasuk di dalamnya ialah
anak-anak. 3.
Citra Peraduan: Dalam citra ini, perempuan diasumsikan
sebagai obyek pemuasan nafsu laki-laki, khususnya pemuasan
seksual. Seluruh kecantikkan alamiah dan buatan perempuan disediakan untuk dikonsumsi laki-laki melalui kegiatan
menyentuh, memandang dan mencium. Iklan jenis ini, ingin memberi kesan bahwa perempuan merasa dirinya presentable,
acceptable, dihargai, dan dibutuhkan laki-laki. Dalam jenis iklan permen sukoka ini menggunakan asosiasi untuk
membangun persamaan pandangan tentang perlunya sentuhan dan rabaan laki-laki dengan jenis produk yang ditawarkan
dalam iklan. Sehingga akan memunculkan sebuah penganalogian rasa susu yang terdapat dalam kandungan
permen tersebut dengan rasa sentuhan payudara wanita ketika sedang mengendarai sepeda motor, ia secara otomatis teringat
pada sentuhan rasa yang dikandung dalam permen sukoka dengan payudara wanita, dan sebaliknya pada saat ada sentuhan
payudara dari pasangannya, ia akan teringat pada Permen Sukoka.
4. Citra Pinggan:
Dalam citra ini digambarkan bahwa setinggi apa pun pendidikan maupun penghasilan kerja perempuan
kewajibannya adalah di dapur. Tetapi berkat kemajuan teknologi, kekuatan perempuan di dapur tidak berat lagi. Jadi
pembagian kerja secara seksual antara perempuan dan pria, kini berubah secara drastis. Ciri menarik dari jenis iklan ini ialah
dalam body copy, nyaris tidak ada suggestive information, yang
ada adalah property produk tertentu. Justru yang diberikan sangat metodis, seolah-olah mengatakan bahwa dengan cara do
it your self, kegiatan dapur tidak jauh berbeda dengan dunia pabrik. Dengan gaya ini, maka akan timbul ilusi psikologis
bagi perempuan. 5.
Citra Pergaulan : Dalam citra ini perempuan digambarkan
sebagai makhluk yang dipenuhi dengan kekhawatiran tidak memikat, tidak menawan, tidak bisa dibawa ke tempat umum
dan sebagainya. Iklan ini mengesankan bahwa perempuan sangat ingin diterima oleh lingkungan sosial tertentu. Untuk
dapat diterima, perempuan harus memiliki penampilan fisik yang menarik seperti bentuk lekuk tubuh, aksentuasi tertentu
dengan menggunakan kosmetik atau aksesori yang selaras, sehingga bisa tampil anggun. Ini artinya, kaum perempuan
dianjurkan untuk membuat statement tentang kepribadiannya melalui hal-hal fisik seperti pakaian, perihasan sehari-hari
Kuswandi, 2008 : 69.
2.1.6 Pendekatan Semiotik dalam Iklan Televisi