40
kelompok usia kehamilan 37 minggu lebih tinggi dibanding usia kehamilan 37
minggu. National  Institute  for  Health  and  Clinical  Excellence  2011  dan
Zanardo,  et  al.  2007  merekomendasikan  SC  elektif  direncanakan  pada  usia kehamilan  39  minggu  untuk  mengurangi  risiko  ketidakmatangan  paru  bayi  yang
dilahirkan. Hal ini dikarenakan risiko morbiditas pernapasan meningkat pada bayi yang dilahirkan dengan SC, tapi risiko ini menurun secara signifikan setelah usia
kehamilan 39 minggu. Karakteristik  pasien  berdasarkan  riwayat  SC  dikelompokkan  atas  ada
tidaknya riwayat SC pada pasien. Pada Tabel IV dapat diketahui bahwa sebanyak
33,3  pasien  sebelumnya  pernah  menjalani  operasi  sesar.  Pada  penelitian  ini tidak dijabarkan berapa kali operasi sesar pada pasien yang memiliki riwayat SC.
Deskripsi  karakteristik  ini  hanya  ingin  menunjukkan  karakteristik  pasien  yang dianalisis dalam evaluasi DRPs.
B. Pola Penggunaan Antibiotika Profilaksis
Pada  Standar  Pelayanan  Medis  Obstetri  Ginekologi  untuk  Bedah Caesarea  RS  Panti  Rini  Yogyakarta  tahun  2011,  tidak  tercantum  prosedur
penentuan  golongan  dan  jenis  antibiotika,  dosis, rute,  waktu  pemberian,  maupun durasi  pemberian  antibiotika  profilaksis.  Berdasarkan  hasil  wawancara  dengan
dokter pemberi resep, tidak ada acuan khusus yang digunakan oleh dokter maupun rekomendasi  dari  apoteker  dalam  penentuan  hal-hal  yang  terkait  pola  peresepan
41
antibiotika profilaksis tersebut. Peresepan antibiotika profilaksis dilakukan secara empiris dan berdasarkan keahlian dokter penulis resep.
Antibiotika profilaksis yang paling efektif digunakan sebagai antibiotika profilaksis  adalah  cefazolin  yang  merupakan  sefalosporin  generasi  I  ASHP,
2013.  Rekomendasi  lainnya  yang  dapat  digunakan  adalah  sefalosporin  generasi II, salah satunya yaitu cefuroxime Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011.
Cefuroxime  menjadi  antibiotika  profilaksis  yang  paling  banyak  diterima  oleh pasien  SC  di  RS  Panti  Rini  Yogyakarta  dengan  presentase  40,8.  Pilihan
antibiotika  profilaksis  yang  diterima  pasien  SC  di  RS  Panti  Rini  Yogyakarta
periode Januari-Juni 2014 dapat dilihat pada Tabel V.
Menurut  salah  satu  dokter  penulis  resep,  selain  bukti  empiris,  yang menjadi  pertimbangan  dalam  pemilihan  antibiotika  profilaksis  untuk  SC  adalah
hasil skin test uji alergi. Banyak pasien yang saat di uji alergi memberikan hasil negatif  alergi  terhadap  cefuroxime.  Dokter  tersebut  menambahkan,  cefuroxime
sering  dipilih  karena  mampu  mengatasi  bakteri  yang  biasa  menginfeksi  pada bekas  luka  sayatan  operasi  sesar.  Cefazolin  tidak  menjadi  pilihan  pertama  oleh
dokter  pemberi  resep  dengan  alasan  harganya  yang  lebih  tinggi  dibanding cefuroxime. Harga  cefazolin per vial 1g  yaitu sekitar Rp 85.000,00, sedangkan
harga  cefuroxime  per  vial  750  mg  yaitu  sekitar  Rp  45.000,00-Rp  60.000,00 MIMS, 2015.
Selain golongan sefalosporin, antibiotika jenis ampicillin juga digunakan pada  beberapa  kasus  14,8.  Ampicillin  diketahui  memiliki  efikasi  yang  sama
dengan antibiotika  golongan sefalosporin  generasi  I dan  II.  Golongan antibiotika
42
tersebut  merupakan  spektrum  luas  yang  memiliki  aktifitas  baik  terhadap  bakteri Gram negatif maupun bakteri Gram positif, namun ampicillin memiliki spektrum
yang  lebih  sempit.  Ampicillin  tidak  menjadi  pilihan  utama  karena  tidak  dapat mengatasi  bakteri  yang  memproduksi  enzim  betalaktamase  yang  dapat
menyebabkan  bakteri  menjadi  resisten  terhadap  antibiotika  golongan  ini. Penggunaan  ampicillin  akan  lebih  efektif  bila  dikombinasikan  dengan  golongan
inhibitor beta-laktamase seperti, klavulanat dan sulbaktam Hauser, 2013.
Tabel V. Antibiotika Profilaksis yang Diterima Pasien SC di RS Panti Rini Yogyakarta Periode Januari-Juni 2014.
Golongan Jenis
Jumlah  Kasus n=27
Persentase Tunggal
Sefalosporin generasi II Sefalosporin generasi III
Penicillin Cefuroxime
Cefotaxime Aminopenicillin
11 2
4 40,8
7,4 14,8
Kombinasi 2 Antibiotika Sefalosporin generasi I +
Metronidazol Sefalosporin generasi II +
Metronidazol Sefalosporin III +
Metronidazol Penicillin + Metronidazol
Kombinasi 3 Antibiotika Sefalosporin generasi II +
metronidazole + sefalosporin generasi III
Cefazolin + Metronidazol
Cefuroxime + Metronidazol
Cefotaxime + Metronidazol
Ceftriaxon + Metronidazol
Aminopenicillin + metronidazol
Cefuroxim + Metronidazol +
Cefditoren 1
2 3
2 1
1 3,7
7,4 11,1
7,4 3,7
3,7
Pada  beberapa  kasus,  pasien  menerima  cefotaxime  yang  merupakan sefalosporin generasi III. Aktivitas cefotaxime kurang aktif terhadap kokus Gram
postif  dibanding  dengan  sefalosporin  generasi  I,  tapi  lebih  aktif  terhadap
43
Enterobacteriaceae,  termasuk  strain  yang  memproduksi  beta-laktamase.  Tidak dianjurkan menggunakan sefalosporin generasi III dan IV, golongan karbapenem,
dan  golongan  kuinolon  untuk  profilaksis  bedah  Menteri  Kesehatan  Republik Indonesia, 2011. Karena kemampuannya  yang tidak sesuai untuk mencegah dan
mengatasi  bakteri  yang  biasa  mengkontaminasi  pada  prosedur  bedah,  maka sefalosporin  generasi  III  tidak  digunakan  sebagai  profilaksis  bedah  Hauser,
2013.  Sefalosporin  generasi  III  yang  kurang  aktif  dibanding  cefazolin  dalam mengatasi  staphylococci  dan  memiliki  spektrum  yang  lebih  lebar  untuk
mikroorganisme  pada  bedah  elektif  mengakibatkan  penggunaannya  sebagai profilaksis  dapat  meningkatkan  risiko  resistensi.  Alasan  lain  yang  menyebabkan
sefalosporin  generasi  III  tidak  digunakan  sebagai  profilaksis  yaitu  karena harganya yang lebih mahal McEvoy, 2005.
Sebagian besar pasien menerima terapi kombinasi antibiotika profilaksis. Kombinasi  dua  antibiotika  kebanyakan  berupa  kombinasi  sefalosporin  dengan
metronidazol. Kombinasi  dua  dan  tiga  antibiotika  bertujuan  untuk  memperluas
spektrum aktifitas. Metronidazol diberikan bila dicurigai terdapat bakteri anaerob yang mengkontaminasi Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011.
Kombinasi  metronidazole,  doxycycline,  klindamisin,  atau  azithromisin dengan sefalosporin dan ampicillin memperluas spektrum aktifitas yang melawan
bakteri  yang  biasanya  ditemukan  di  endometrium  dan  daerah  bedah.  Dengan pemberian kombinasi ini, risiko infeksi setelah operasi SSI maupun endomtritis
dan  lama  tinggal  di  rumah  sakit  lebih  rendah  dibanding  pemberian  sefalosporin generasi I atau II secara tunggal ASHP, 2013.
44
Antibiotika  profilaksis  untuk  pasien SC di  RS Panti Rini  diberikan baik
melalui intravena maupun oral. Dapat dilihat pada Tabel VI., pola rute pemberian
antibiotika profilaksis pada pasien SC di RS Panti Rini periode Januari-Juni 2014 menunjukkan bahwa hampir semua pasien menerima antibiotika profilaksis secara
intravena.  Antibiotika  profilaksis  yang  diberikan  secara  intravena  yaitu  sebagian cefuroxime,  sebagian metronidazole,  cefotaxim, ampicillin, cefditoren, cefazolin,
dan  ceftriaxon.  Pemberian  secara  intravena  dinilai  ideal  karena  antibiotika  akan lebih cepat  terdistribusi  dalam serum  dan jaringan dibanding per oral. Selain  itu,
antibiotika akan mudah mencapai konsentrasi yang tinggi dalam darah dan lokasi sayatan  ASHP,  2013.  Umumnya,  antibiotika  profilaksis  yang  diberikan  secara
oral  adalah  antibiotika  yang  dikombinasikan  dengan  antibiotika  lain  yang diberikan secara intravena. Antibiotika profilaksis yang diberikan secara oral yaitu
metronidazole 5 kasus dan cefuroxime 1 kasus.
Tabel VI. Pola cara pemberian antibiotika profilaksis pada pasien SC di RS Panti Rini Yogyakarta periode Januari-Juni 2014
Antibiotika Profilaksis Cara
Pemberian Jumlah
Kasus Persentase
Cefuroxime, cefotaxim, ampicillin, cefditoren, cefazolin, dan ceftriaxon ,
metronidazole
Metronidazole, cefuroxime
Intra vena Per oral
26 6
96,3 22,2
Catatan: Dalam  satu  kasus  bisa  terdapat  lebih  dari  satu  jenis  antibiotika  dengan  cara
pemberian yang berbeda-beda.
Pada  Tabel  VII.  disajikan  dosis  antibiotika  profilaksis  yang  diterima
pasien SC di  RS Panti Rini Yogyakarta periode Januari-Juni  2014. Dapat  dilihat bahwa semua antibiotika profilaksis diberikan dengan dosis berulang, bukan dosis
tunggal.  Untuk  menjamin  kadar  puncak  yang  tinggi  serta  dapat  berdifusi  dalam
45
jaringan  dengan  baik,  maka  diperlukan  antibiotika  dengan  dosis  yang  cukup tinggi.  Pada  jaringan  target  operasi  kadar  antibiotika  harus  mencapai  kadar
hambat  minimal  hingga  2  kali  lipat  kadar  terapi  Menteri  Kesehatan  Republik Indonesia, 2011.
Tabel VII. Pola dosis antibiotika profilaksis pada pasien SC di RS Panti Rini Yogyakarta periode Januari-Juni 2014
Jenis Dosis
Cefuroxime iv Cefuroxime oral
Cefotaxime iv Ampicillin iv
Cefditoren iv Cefazolin iv
Ceftriaxon iv Metronidazol oral
Metronidazol infus 1g 2xhari
250 mg 2xhari 1g 2xhari
1,5g 3xhari 200 mg 2xhari
1 g 2xhari 1 g 2xhari
500 mg 3xhari 1 plb 500 mg 3xhari
Rekomendasi waktu pemberian antibiotika profilaksis  yaitu  30-60 menit sebelum  operasi  ASHP,  2013.  Antibiotika  profilaksis  untuk  pasien  SC  di  RS
Panti  Rini  ada  yang  mulai  diberikan  sebelum  operasi,  saat  operasi,  dan  setelah operasi. Pola waktu pemberian untuk pasien SC di RS Panti Rini periode Januari-
Juni 2014 disajikan pada Gambar 2. Dari  Gambar  2.  dapat  diketahui  bahwa  antibiotika  profilaksis  pada
pasien  SC  paling  banyak  diberikan  pada  saat  operasi  dan  61-120  menit  setelah operasi.  Pada  pasien  yang  menerima  antibiotika  profilaksis  setelah  operasi
menunjukkan  kurangnya  efektifitas  antibiotika  profilaksis  dalam  melindungi pasien  dari  infeksi  bakteri  selama  operasi  berlangsung  hingga  selesai  sehingga
risiko  terjadinya  infeksi  meningkat.  Bila  pemberian  antibiotika  profilaksis  yang terlalu awal juga dapat menyebabkan konsentrasi antibiotika yang tidak memadai
46
dalam  jaringan.  Efektifitas  antibiotika  dalam  melindungi  pasien  dari  bakteri penyebab infeksi menjadi berkurang sehingga risiko terjadinya infeksi postpartum
pun meningkat ASHP, 2013; Sullivan, et al., 2007.
Pada  kasus  7,  pasien  diberikan  kombinasi  cefuroxime,  cefditoren,  dan metronidazole.  Dari  rekam  medik,  diketahui  bahwa  kombinasi  ketiganya
diberikan  bersamaan  yaitu  12  jam  setelah  operasi.  Pemberian  kombinasi  3 antibiotika dengan dosis tinggi dalam waktu bersamaan ini tidak lazim. Sehingga
ada  kemungkinan  bahwa  ada  catatan  rekam  medik  khususnya  informasi  tentang waktu pemberian yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Rekomendasi  durasi  pemberian  antibiotika  profilaksis  yaitu  24  jam setelah operasi ASHP, 2013. Pola durasi pemberian antibiotika profilaksis pada
pasien  SC  di  RS  Panti Rini  periode  Januari-Juni  2014  disajikan  pada  Gambar  3.
Durasi  pemberian  antibiotika  profilaksis  yang  sesuai  dengan  rekomendasi  hanya sebesar  7,4.  Sebagian  besar  antibiotika  profilaksis  diberikan  selama  24-48  jam
60 menit
60 menit
Gambar 2. Pola waktu pemberian antibiotika profilaksis pada pasien SC di RS Panti Rini Yogyakarta periode Januari-Juni 2014
Catatan: Dalam satu kasus bisa terdapat lebih dari satu jenis antibiotika dengan waktu
pemberian yang berbeda-beda.
7,4 3,7
3,7 25,9
33,3 22,2
33,3 3,7
25,9 20
40 60
80
240 menit
240-121 menit
120-61 menit
£ 60 menit
Saat Operasi
£ 60 menit
61-120 menit
121-240 menit
8-12 jam
Persent ase
k asus
Waktu pemberian dosis pertama
240 menit Saat Operasi
8-12 jam Sesudah  operasi
Sebelum  operasi
47
70,4.  Durasi  pemberian  antibiotika  profilaksis  yang  panjang  berisiko meningkatkan  resistensi.  Selain  itu,  penghentian  antibiotika  setelah  24  jam  akan
mencegah  penambahaan  biaya  pengobatan  yang  harus  dikeluarkan  oleh  pasien
ASHP, 2013; Bhattachan, Baral, and Gauchan, 2013.
C. Evaluasi Drug Related Problems DRPs