48
Tabel VIII. Jenis DRPs Penggunaan Antibiotika Profilaksis pada Kasus SC di RS Panti Rini Yogyakarta Periode Januari-Juni 2014
Jenis DRPs Nomor Kasus
Jumlah Kasus
Obat tidak diperlukan Obat tidak efektif
Dosis kurang Dosis berlebih
Butuh tambahan obat Efek samping obat
7 3, 10, 20, 21, 23, 24, 27
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17, 18,19,20,21,22,23,24,25,26,27
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17, 18,19,20,21,22,23,24,25,26,27
1,2,4,5,11,13,14,15,17,18,19,22,25,26 3,6,7,8,9,10,13,16,20,21,23,24,27
1 7
27 27
14 13
1. Obat tidak diperlukan
Obat tidak diperlukan dapat terjadi jika obat yang diberikan tidak sesuai dengan  indikasi  pada  saat  itu,  pemakaian  obat  kombinasi  yang  seharusnya  tidak
diperlukan, kondisi yang lebih cocok mendapat terapi non farmakologi, meminum obat dengan tujuan untuk mencegah efek samping obat lain yang seharusnya dapat
dihindari,  dan  penyalahgunaan  obat.  Antibiotika  profilaksis  diindikasikan  untuk prosedur  bedah  yang  mempunyai  risiko  tinggi  terjadinya  infeksi  setelah  bedah,
salah  satunya  yaitu  prosedur  SC.  Pada  penelitian  ini,  sebagian  besar  antibiotika diberikan  sesuai  indikasi.  Hal  ini  dikarenakan  pasien  yang  menjadi  subjek
penelitian  seluruhnya  mendapat  antibiotika  yang  memang  diindikasikan  sebagai profilaksis  sebelum  menjalani  operasi  sesar.  Namun  terdapat  1  kasus  kasus  7
dengan  DRPs  obat  tidak  diperlukan  karena  pemakaian  obat  kombinasi  yang seharusnya  tidak  diperlukan.  Pada  kasus  ini  pasien  mendapat  kombinasi
cefuroxime  sefalosporin  generasi  II,  cefditoren  sefalosporin  generasi  III,  dan metronidazole.  Penggunaan  kombinasi  ini  tidak  tepat  karena  penggunaan
49
cefuroxime  iv  dengan  dosis  tunggal  1,5  gram  yang  dikombinasikan  dengan metronidazole sudah cukup sebagai profilaksis Lamont, et al., 2011.
2. Obat tidak efektif
Obat  tidak  efektif  disebabkan  karena  ada  antibiotika  profilaksis  yang lebih  efektif  dibanding  antibiotika  yang  diterima  oleh  pasien.  Antibiotika
profilaksis  yang  paling  efektif  digunakan  sebagai  antibiotika  profilaksis  adalah cefazolin  yang  merupakan  sefalosporin  generasi  I  ASHP,  2013.  Rekomendasi
lainnya yang dapat digunakan adalah sefalosporin generasi II dan ampicillin yang diketahui  memiliki  efikasi  yang  sama  dengan  antibiotika  golongan  sefalosporin
generasi I dan II Hauser, 2013; Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pada  kasus  3,  7,  10,  20,  21,  23,  24,  dan  27,  pasien  mendapatkan
sefalosporin generasi III yaitu cefotaxim, ceftriaxone, dan cefditoren. Sefalosporin generasi  III  ini  tidak  direkomendasikan  untuk  digunakan  sebagai  profilaksis
Menteri  Kesehatan  Republik  Indonesia,  2011.  Hal  tersebut  dikarenakan kemampuan sefalosporin generasi III tidak sesuai untuk mencegah dan mengatasi
bakteri  yang biasa mengkontaminasi pada prosedur bedah Hauser, 2013. Selain itu,  kekurangan  sefalosporin  generasi  III  sebagai  profilaksis  bedah  dibanding
sefalosporin  generasi  I  dan  II  adalah  harganya  yang  lebih  mahal,  memiliki spektrum  yang  lebih  lebar  untuk  mikroorganisme  pada  bedah  elektif,  dan
penggunaannya  sebagai  profilaksis  dapat  meningkatkan  risiko  resistensi McEvoy,  2005.  Karena  itu,  penggunaan  cefotaxim,  ceftriaxone,  dan  cefditoren
tidak tepat, sehingga direkomendasikan untuk menggantinya dengan cefazolin.
50
Pemilihan  sefalosporin  generasi  III  sebagai  antibiotika  profilaksis  yang ditemukan  pada  penelitian  ini  cukup  banyak.  Oleh  karena  itu,  perlu  dilakukan
dikonfirmasi  terkait  pola  sensivitas  kuman  dan  tingkat  risiko  keparahan  infeksi pada pasien yang bersangkutan.
3. Dosis kurang