17
namun juga meningkatkan risiko resistensi bakteri, biaya yang dikeluarkan, lama tinggal dan jumlah kunjungan rumah sakit Ongom and Kijjambu, 2013.
1. Prinsip penggunaan
Agar hasil terapi antibiotika profilaksis bedah dapat maksimal, maka penggunaannya sebaiknya mengikuti prinsip-prinsip penggunaan antibiotika
sebagai profilaksis berdasarkan pedoman dan penelitian-penelitian terdahulu. Secara umum, prinsip penggunaan antibiotika profilaksis menurut Anderson, et al.
2014 dan Doherty and Way 2006 adalah sebagai berikut: a.
Antibiotika yang dipilih efektif mampu mengatasi tipe kontaminasi yang terkait.
b. Penggunaan antibiotika hanya digunakan pada prosedur dengan risiko infeksi.
c. Pemberian antibiotika harus sesuai dosis dan waktu pemberian. Antibiotika
diberikan dalam waktu 1 jam sebelum pembedahan 2 jam diperbolehkan untuk vankomisin dan fluoroquinolon.
d. Dosis dihentikan dalam waktu 24 jam setelah operasi, sebelum terjadi risiko
munculnya efek samping yang lebih besar dibanding keuntungannya. Pemberian dosis lebih dari 24 jam setelah operasi berkontribusi terhadap
terjadinya resistensi bakteri. e.
Dosis dapat diulang bila prosedur operasi terlalu panjang atau adanya kehilangan darah yang berlebihan selama operasi. Dosis diulang jika sudah
mencapai 2 kali waktu paruh antibiotika.
18
Antibiotika yang digunakan untuk profilaksis dipilih yang paling aman dan efektif sesuai prosedur bedah. Dasar pemilihan jenis antibiotika untuk tujuan
profilaksis menurut Kanji and Devlin 2008 dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 2011, yaitu:
a. Sesuai dengan sensitivitas dan pola bakteri patogen terbanyak pada prosedur
operasi. Bakteri ini dapat berasal dari endogen dari flora normal pasien sendiri atau eksogen dari kontaminasi selama prosedur bedah.
b. Spektrum sempit untuk mengurangi risiko resistensi bakteri.
c. Toksisitas rendah.
d. Tidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap pemberian obat anestesi.
e. Bersifat bakterisidal.
f. Harga terjangkau.
Pada beberapa kondisi, pasien diberikan antibiotika lebih dari satu jenis jenis yang disebut antibiotika kombinasi. Tujuan dari pemberian antibiotika
kombinasi yaitu memberi efek sinergis dengan meningkatkan aktivitas antibiotika pada infeksi spesifik, dan memperlambat serta mengurangi risiko timbulnya
bakteri resisten. Antibiotika kombinasi dapat memperluas spektrum aktifitas sehingga dapat mengatasi infeksi yang disebabkan oleh polibakteri. Antibiotika
kombinasi juga diberikan dengan indikasi abses intraabdominal, hepatik, infeksi campuran aerob dan anaerob, dan sebagai terapi empiris pada infeksi berat
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Kombinasi antibiotika yang bekerja pada target yang berbeda dapat
meningkatkan atau mengganggu keseluruhan aktivitas antibiotika. Penggunaan
19
antibiotika bersamaan dengan antibiotika lainnya dapat menimbulkan atau meningkatkan toksisitas yang bersifat aditif atau superaditif. Untuk mendapatkan
kombinasi rasional dengan hasil efektif, diperlukan pengetahuan jenis infeksi serta data mikrobiologi terkait antibiotika Cunha, 2010.
Agar terapi profilaksis optimal, maka antibiotika profilaksis harus diberikan dalam dosis yang adekuat. Dosis yang digunakan adalah dosis
maksimum. Dosis minimum tidak efektif karena tidak mampu mencapai konsentrasi dalam darah yang dibutuhkan saat pembedahan dimulai. Administrasi
harus diulang intraoperatif jika operasi masih berlangsung 2 kali waktu paruh antibiotika profilaksis yang digunakan setelah dosis pertama untuk memastikan
antibiotika masih cukup adekuat untuk mencegah infeksi sampai pada proses penutupan luka. Pemberian ulang antibiotika juga diindikasikan bila saat operasi
terjadi kehilangan darah yang berlebihan yaitu berkisar antara 1000-1500 mL ASHP, 2013; Ongom and Kijjambu, 2013.
Diperlukan penyesuaian dosis berdasarkan berat badan pasien, atau indeks massa tubuh BMI khususnya untuk pasien obesitas. Dengan pemberian
antibiotika dengan dosis yang sama, konsentrasi antibiotika pada serum pasien dengan BMI yang tinggi lebih rendah dibanding pada pasien dengan BMI yang
lebih rendah. Untuk pasien dengan BMI yang tinggi perlu mendapat dosis ganda. Penyesuaian ini diperlukan pada pasien dengan BMI 35 ASHP, 2013; SOGC,
2010. Pemilihan jenis, serta waktu dan durasi pemberian antibiotika profilaksis
untuk kasus SC perlu mendapatkan perhatian khusus. Hal tersebut tidak hanya
20
mempertimbangkan risiko keamanan ibu melainkan juga keamanan janinbayi. Faktor lain yang menjadi perhatian adalah terkait dosis, rute pemberian, dan
adanya resistensi dan atau alergi terhadap antibiotika yang digunakan. Faktor- faktor tersebut berkaitan dengan farmakodinamik dan farmakokinetik dari tiap
antibiotika Ongom and Kijjambu, 2014; Doherty and Way, 2006. Profilaksis yang efektif harus bisa mengantarkan antibiotika pada daerah
sayatan sesaat sebelum terjadi kontaminasi. Kadar antibiotika profilaksis dalam darah dan jaringan harus mencapai kadar hambat minimum KHM untuk
mencegah terjadinya infeksi saat dan selama pembedahan. Ada dua rekomendasi waktu pemberian antibiotika profilaksis yang berbeda pada kasus SC. Beberapa
penelitian menunjukkan sebaiknya waktu pemberian antibiotika profilaksis ditunda, bukan sebelum operasi dimulai seperti pada prosedur operasi lainnya,
tetapi baru diberikan segera setelah tali pusar dipotong. Alasan utama penundaan administrasi adalah menghindari penekanan flora normal pada bayi yang baru
lahir yang bisa mendorong terjadinya resistensi bakteri. Timbul pula kekhawatiran bahwa antibiotika tersebut berpotensi menutupi infeksi neonatal, sehingga
evaluasi sepsis pada neonatal menjadi sulit. Data yang lebih modern mendukung administrasi antibiotika profilaksis sebelum sayatan bedah untuk melindungi
pasien terhadap risiko infeksi. Hasil penilaian terapi cefazolin 2 g dosis tunggal sebagai profilaksis yang diberikan sebelum prosedur SC dan yang diberikan
setelah tali pusar dipotong memberikan perbedaan yang tidak signifikan ASHP, 2013, Ongom and Kijjambu, 2013.
21
Antibiotika profilaksis pada SC sebaiknya diberikan 30-60 menit sebelum operasi dimulai. Pemberian antibiotika profilaksis yang terlalu awal
dapat menyebabkan konsentrasi antibiotika tidak memadai dalam jaringan saat dan selama operasi berlangsung. Efektifitas antibiotika dalam melindungi pasien
dari bakteri penyebab infeksi pun menjadi berkurang sehingga risiko terjadinya infeksi postpartum akan meningkat. Begitu pula pada pasien yang baru menerima
antibiotika profilaksis setelah operasi. Tidak ada antibiotika profilaksis yang dapat melindungi pasien dari infeksi bakteri selama operasi berlangsung hingga selesai
ASHP, 2013; Sullivan, et al., 2007. Rekomendasi durasi pemberian antibiotika profilaksis yaitu maksimal 24
jam setelah pembedahan. Hal ini dikarenakan belum ditemukan bukti mendukung bahwa perpanjangan durasi antibiotika profilaksis memberikan manfaat yang baik.
Kekhawatiran justru muncul karena durasi yang panjang terkait dengan munculnya resistensi ASHP, 2013.
2. Klasifikasi antibiotika