Sumber I Have Bagi Informan.

Grotberg 1994, dalam Desmita, 2005 bahwa hal-hal tersebut menjadi bagian dari kualitas pribadi yang mempengaruhi sumber I Am. Grotberg 1995 menyatakan pula bahwa remaja yang resilien perhatian terhadap hal yang terjadi pada orang lain dan mengekspresikan perhatiannya melalui tindakan maupun kata-kata. Remaja resilien juga bangga terhadap apa yang dapat ia lakukan dan ia capai. Kekuatan pribadi lainnya yang ada pada setiap informan yaitu memiliki harapan serta keinginan yang kuat. Keinginan dan harapan tiap informan sangat bervariasi, seperti informan pertama yang ingin membantah stereotip buruk orang lain terhadap anak korban perceraian, ingin cepat menikah dan memiliki anak. Sedangkan informan kedua lebih mengharapkan hubungan orangtuanya tetap baik serta informan ketiga yang berharap tidak meniru perilaku ayahnya. Hal ini didukung oleh pernyataan Grotberg 1994, dalam Desmita, 2005 bahwa harapan-harapan ini berkaitan dengan perasaan, sikap dan keyakinan pribadi yang menjadi kekuatan pribadi pada masing-masing informan. Selain itu, sikap informan dalam berelasi dengan orang lain juga mendukung pembentukan resiliensi, seperti memperlakukan orang lain sebagai teman dan mau membantu orang lain. Hal tersebut menunjukkan sikap mencintai serta adanya kepedulian pada orang lain sebagai kekuatan pribadi informan Grotberg, 1994, dalam Desmita, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2005. Sedangkan kualitas pribadi yang tidak muncul pada semua informan yakni sikap orang lain dalam berelasi dengan informan. Selanjutnya, keyakinan akan kemampuan diri sendiri dan keyakinan bahwa orang lain memandang diri secara positif. Berdasarkan pernyataan Grotberg 1994, dalam Desmita, 2005 bahwa kualitas- kualitas tersebut menunjukkan adanya keoptimisan pada informan, dimana keoptimisan menjadi faktor protektif dalam diri remaja. Selain itu, menurut Smith dan Carlson 1997, kepercayaan diri dan keoptimisan juga menjadi faktor proteksi. Rutter dalam Smith Carlson, 1997 juga menyatakan bahwa anak yang resilien menunjukkan kepercayaan akan kemampuannya dalam melakukan suatu hal.

4. Sumber I Can Bagi Informan.

Berdasarkan hasil penelitian, keterampilan-keterampilan sosial dan interpersonal yang ada pada seluruh informan ialah mampu memahami perasaan yang muncul serta dapat mengatasi perasaan tersebut. Grotberg 1995 menyatakan bahwa remaja resilien dapat mengenali perasaannya, memberi penamaan terhadap emosi tersebut serta mengekspresikan dalam kata maupun perilaku yang tidak mengganggu perasaan tersebut dan tepat bagi orang lain maupun diri sendiri. Selain itu, semua informan memiliki kemampuan mengatasi masalah dan memiliki berbagai cara untuk mengatasinya. Menurut pernyataan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Rutter dalam Smith Carlson, 1997 bahwa anak yang resilien menunjukkan kapasitas untuk memecahkan masalah. Fergusson dan Lynskey 1996 juga menyatakan bahwa remaja yang resilien lebih memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah daripada sebayanya yang tidak resilien. Cara-cara yang informan pertama lakukan antara lain menghindar terlebih dahulu, lalu mencari solusi dan menyalurkan perasaan melalui hal atau kegiatan yang positif, begitupun dengan informan kedua. Namun informan kedua dan ketiga lebih mengatasi masalah dengan cara menerima dan mensyukuri hal yang terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Smith dan Carlson 1997 bahwa penerimaan menjadi faktor proteksi. Berdasarkan hasil penelitian, informan lebih banyak menggunakan emotion focused coping atau secondary passive coping. Hal ini sesuai dengan pernyataan Smith dan Carlson 1997 dimana remaja lebih banyak mengunakan emotion focused coping, seperti mengubah pandangan atau harapan dan meregulasi emosi. Lebih lanjut, tiap informan mampu memahami keadaan yang terjadi maupun kondisi yang dialami oleh orangtuanya. Beberapa keterampilan lain yang muncul tetapi tidak pada setiap informan, antara lain kemampuan secara akademik maupun non akademik, mampu beradaptasi serta membedakan baik buruk suatu hal. Menurut pernyataan Rutter dalam Smtih Carlson, 1997 bahwa intelegensi berhubungan dengan resiliensi remaja. Fergusson dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lynskey 1996 juga menyatakan bahwa remaja yang resilien menunjukkan intelegensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sebayanya yang tidak resilien. Selanjutnya, terlihat pula upaya untuk mengubah sesuatu serta adanya tujuan dalam berhubungan dengan lawan jenis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rutter dalam Smtih Carlson, 1997 bahwa orientasi dalam hidup dan pemahamaan diri menjadi karakteristik yang penting pada remaja yang resilien. Selain itu, Grotberg 1995 menyatakan bahwa remaja resilien dapat menemukan seseorang yang dapat ia mintai bantuan maupun berbagi perasaan dan keprihatinan.