BAB III PERMASALAHAN HUKUM YANG TIMBUL
DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE DAN UPAYA HUKUMNYA
A. Masalah-Masalah Hukum dalam Transasksi E-commerce 1.
Masalah Pilihan Hukum Yang Diterapkan Di Dalam Transaksi E-Commerce
Kajian hukum tentang pilihan hukum yang akan diterapkan atas suatu kontrak e-commerce tidak dapat diterapkan secara terpisah dari kajian yurisdiksi.
Dalam kasus-kasus kontrak penerapan hukum dan kewajiban para pihak secara umum untuk pertama-tama ditentukan oleh hukum negara yang dipilih para
pihak. Disini, otonomi para pihak sangat menentukan hukum mana yang akan diberlakukan atas hubungan hukum yang terjadi.
Seperti halnya dengan sistem peraturan umum perundang-undangan untuk Indonesia yang biasa dikenal dengan Algamene Bepalingen van
Wetgebiong voor Indonesia AB dalam pasal 18 menyatakan bahwa bentuk tiap tindakan hukum akan diputus oleh pengendalian menurut perundang-undangan
dari negeri atau tempat dimana tindakan hukum itu dilakukan.
101
Lalu sekarang timbul pertanyaan, bahwa pada umumnya bahwa penawaran yang tercantum dan homepage atau situs tidak secara jelas
dicantumkan baik forum maupun pilihan hukum terjadi ketika tidak ada pilihan hukum yang efektif, maka hak dan kewajiban para pihak dapat ditentukan oleh
101
M. Arsyad Sanusi, Transaksi Bisnis dalam E-commerce : Studi Tentang Permasalahan Hukum dan Solusinya, dalam Jurnal Hu Ius Quia Iustum, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia, 2002,, hlm. 17.
Universitas Sumatera Utara
hukum lokal negara dengan mempertimbangkan hukum-hukum yang memiliki signifikansi terdekat dengan masalah para pihak.
102
Sejalan dengan pandangan hukum tentang forum shooping sebagaimana terurai dalam kajian tentang forum permasalahan prosedural. Ridwan
Khairandy menyatakan bahwa The Proper Law of the Contract adalah suatu sistem hukum yang dikehendaki oleh para pihak, atau jika kehendak itu tidak
dinyatakan dengan tegas, atau tidak dapat diketahui dari keadaan sekitarnya maka proper law bagi kontrak tersebut adalah sistem hukum yang memiliki kaitannya
yang paling kuat dan nyata dalam transaksi yang terjadi.
103
Dalam menetapkan hukum yang berlaku diketahui dari kehendak para
pihak yang mengadakan perjanjian. Disini pengadilan pertama melihat isi kontrak apakah ada pilihan hukum yang dinyatakan secara tegas, dan kalau ternyata ada
maka pengadilan kemudian melakukan dugaan hukum dengan melihat istilah- istilah yang digunakan dalam perjanjian dan keadaan di sekitarnya dengan
memperhatikan petunjuk dan semua unsur-unsur obyektif dan subyektif dalam kontrak yang bersangkutan guna mengetahui titik beratnya untuk pada akhirnya
menentukan pilihan hukum yang akan diterapkan. Lebih lanjut Ridwan Khairandy dan Nandang Sutrisno serta Thontowi
mengemukakan teori the most characterostic connection yang oleh Sudargo Gautama dianggap sebagai teori paling baik untuk menyelesaikan permasalahan
pilihan hukum dalam kontrak. Pada esensinya, teori ini menyatakan bahwa pilihan hukum berada pada kewajiban untuk melakukan prestasi yang paling
102
Ibid.
103
Ridwan Khairandy, Hukum Perdata International, Yogyakarta: Gama Media, 2001, hlm. 116.
Universitas Sumatera Utara
karakteristik merupakan tolak ukur untuk penentuan hukum yang akan dipergunakan dalam mengatur perjanjian.
104
Di samping masalah hubungan yang paling signifikan, ada beberapa hal lagi yang perlu untuk dipertimbangkan dan diperhatikan, antara lain, tempat
pembuatan kontrak, tempat negosiasi kontrak, tempat pelaksanaan kontrak, lokasi atau tempat obyek kontrak termasuk subyek kontrak, dan domisili, kebangsaan,
residen serta tempat perusahaan dan tempat usaha para pihak. Pertanyaan hukum substansi yang mana yang akan diterapkan dalam
kasus kontrak barulah jelas ketika pengadilan secara tepat menentukan bahwa terdapat yurisdiksi yang jelas bagi pihak dan permasalahan yang diajukan. Proses
semacam ini disebut dengan proses yang berkarakteristik prosedural dan tradisional.
Sebagai contoh yaitu sebagai berikut: Pihak A berada di Newyork dan pihak B berada di Indonesia, sedangkan kontraknya berada di Virgina. Lalu
terjadilah sebuah sangketa hukum dan A menggugat B di Newyork. Pengadilan Newyork mengemukakan yurisdiksi hukum yang tepat untuk diterapkan, yaitu
Virginia atau sebagai alternatif, adalah California. Jadi yurisdiksi yang layak dan pilihan hukum yang bisa diterapkan bisa jadi lebih dari satu yurisdiksi.
105
Menurut pendapat penulis dalam hal ini transaksi e-commerce memang sangat rentan terhadap permasalahan-permasalahan hukum terutama mengenai
pilihan hukum choise of law apabila transaksi dilakukan antara negara. Oleh
104
Ibid.
105
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
karena itu perlu penanganan yang serius dan sempurna oleh para ahli hukum dan pelaku bisnis sehingga manajemen aktifitas perdagangan dapat melihat suatu
kepastian hukum yang sangat erat kaitannya dengan kejelasan yurisdiksi. Tanpa adanya manajemen aktifitas perdagangan yang baik, tentu saja kepastian hukum
dan masalah yurisdiksi akan menjadi kendala dan rintangan yang akan dihadapi. Sementara itu di Indonesia dalam memperoleh informasi dan melakukan
transaksi bisnis melalui internet sekarang telah dilindungi melalui suatu peratutan perundangann yang ada yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-undang ini dibuat akibat dari begitu banyaknya cara kita memperoleh informasi dan melakukan transaksi bisnis di
dalam dunia maya. Akibatnya banyak orang yang sering menyalah gunakan penggunaan informasi dan bertransaksi secara elektonik ini, oleh karena itu
dibutuhkan sesuatu aturan perundang-undangan untuk melindunginya. Transaksi elektronik saat ini sudah sering dilakukan karena orang begitu
ingin praktisnya. Sebagai contohnya seseorang ingin membeli tas pada masa kini, maka orang tersebut tidak perlu keluar rumah untuk pergi ke Toko Tas. Cukup
didepan Komputer yang sudah terhubung dengan jaringan Internet orang tersebut dapat membeli tas. Dengan melihat spesifikasi dan harga tas yang diinginkan
maka dengan menekan tombol klik saja orang itu sudah dapat memesan tas yang diinginkan. Proses pembayarannya dilakukan dengan sistem transfer antar
rekening bank dan tas pun dikirim ke alamat tujuan setelah proses pembayaran selesai. Proses transaksi seperti inilah yang di lindungi dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan penjelasan umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pemanfaatan Teknologi Informasi,
media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas borderless dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara
signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan
kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional
digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan
perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi
law of information technology, hukum dunia maya virtual world law, dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang
dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global Internet dengan memanfaatkan teknologi
informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual.
Universitas Sumatera Utara
Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, danatau transaksi secara elektronik,
khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak
komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi danatau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah
sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca
dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam
merancang instruksi tersebut. Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem
informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses,
menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah
perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi
tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia
dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak,
Universitas Sumatera Utara
prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan
communication. Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama
memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai
perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses
kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya
pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting,
mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat
rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun
bisa demikian kompleks dan rumit. Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena
transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik e- commerce telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika telematika berkembang terus tanpa dapat dibendung,
Universitas Sumatera Utara
seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber cyber space, meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan
atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika
cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang
berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah
melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen
elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas. Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian
hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan
untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan
dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi
informasi menjadi tidak optimal.
2. Digital Signature Sebagai Alat Bukti