menetapkan hari sidang atau selambat-lambatnya 7 tujuh hari sebelum sidang dimulai KUHAP Pasal 144.
60
Dalam hukum acara pidana salah satu tugas penuntut umum adalah melakukan penggabungan perkara. Pada umumnya tiap-tiap perkara diajukan
tersendiri dalam sidang pengadilan, namun apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan penuntut umum menerima berkas perkara dari penyidik ia
dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dlam satu surat dakwaan.
c. Voeging dan Splitsing
1. Penggabungan Perkara Voeging
61
c. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini
penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan. Menurut pasal 141 KUHAP dijelaskan tentang kemungkinan-
kemungkinan penggabungan perkara pidana :“Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila pada
waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara dalam hal:
a. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap
penggabungannya; b. Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain
60
Kitab Undang-Undang Hukum Acara pidana KUHAP Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.
61
Suryono sutarto, op. cit.,halaman. 99
Universitas Sumatera Utara
Dalam suatu tindak pidana dianggap mempunyai sangkut paut hubungan dengan yang lain, apabila tindak pidana tersebut dilakukan:
i. Oleh lebih seorang yang bekerja sama dan dilakukan pada saat bersamaan ii. Oleh lebih dilakukan dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda, akan
tetapi merupakan merupakan pelaksanaan dari kesepakatan tindak pidana yang dibuat oleh mereka.
iii. Oleh seorang atau lebih dengan maksud mendapatkan alat yang digunakan melakukan tindak pidana lain atau menghindarkan diri dari pemidanaan
karena tindak pidana lain.
62
Pada dasarnya pemisahan berkas perkara disebabkan faktor pelaku tindak pidana. Sesuai dengan bunyi Pasal 142
2. Pemisahan Perkara Splitsing
63
62
Ibid., Halaman. 99-100
63
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
: “Dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat
beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 141, penuntut umum dapat melakukan
penuntutan terhadap masing-masing terdakwa secara terpisah.” Apabila terdakwa terdiri dari beberapa orang, penuntut umum dapat
memisah berkas perkara menjadi beberapa berkas sesuai dengan jumlah terdakwa, sehingga :
i. Berkas yang semula diterima penuntut umum dari penyidik, dipecah menjadi dua atau beberapa perkas perkara.
Universitas Sumatera Utara
ii. Pemisahan dilakukan apabila dalam kasus pidana tersebut terdirir beberapa orang pelaku. Dengan pemisahan berkas tersebut, masing-masing tersangka
didakwa dengan satu surat dakwaan. iii.Pemeriksaan perkara dalam persidangan dilakukan dalam satu persidangan.
Masing-masing terdakwa diperiksa dalam persidangan yang berbeda. iv. Pada umumnya, pemisahan berkas perkara sangat penting, apabila dalam
perkara tersebut kurang barang bukti dan saksi.
64
Sebagai ilustrasi, contoh kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah, yang menurut Mahkamah Agung dalam putusannya terhadap kasus pembunuhan
Marsinah MA Reg. No. 1174Pid.1974 menyatakan bahwa tidak dibenarkan terdakwa bergantian dijadikan saksi. Alasannya : “... para saksi adalah para
terdakwa bergantian dalam perkara yang sama dengan dakwaan yang sama yang dipecah-pecah bertentangan dengan hukum acara pidana yang menjujung tingga
hak asasi manusia.” Maka dengan pemecahan berkas perkara menjadi beberapa perkara yang
berdiri sendiri antara seorang terdakwa dengan terdakwa lainnya, masing-masing dapat dijadikan sebagai saksi secara timbal balik. Sedangkan apabila mereka
digabungkan dalam satu berkas dan pemeriksaan sidang pengadilan, antara satu dengan lainnya tidak dapat dijadikan saksi.
65
Bergantian menjadi saksi itu bukanlah saksi mahkotakroongetuide. Saksi mahkota berarti salah seorang terdakwa paling ringan kesalahannya dijadikan
64
M. Yahya harahap. 2000. Pembahasan Permasalahn dan Penerapan KUHAP penyidikan dan penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika. Halaman. 431
65
Andi hamzah, Op.cit., Halaman. 166
Universitas Sumatera Utara
menjadi saksi, jadi seperti diberi mahkota, yang tidak akan dijadikan terdakwa. Hal ini dibolehkan berdasarkan adigium, bahwa jaksa adalah dominus litis dalam
penuntutan terdakwa.
66
d. Penghentian dan Penyampingan Penuntutan