Penghentian dan Penyampingan Penuntutan

menjadi saksi, jadi seperti diberi mahkota, yang tidak akan dijadikan terdakwa. Hal ini dibolehkan berdasarkan adigium, bahwa jaksa adalah dominus litis dalam penuntutan terdakwa. 66

d. Penghentian dan Penyampingan Penuntutan

Dalam Pasal 140 ayat 2 KUHAP dijelaskan bahwa dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan. Di bidang Penuntutan ini hukum acara pidana mengenala dua asas, yaitu asas Legalitas dan asas Oportunitas. Adapun yang dimaksud asas Legalitas adalah bahwa apabila terjadi suatu tindakan pidana maka sudah menjadi kewajiban penutu umum untuk melakukan penuntutan ke pengadilan bagi pelaku tindak pidana tersebut. Sebagai lawanya adalah asas oportunitas, yang menghendaki meskipun bukti-bukti yang dikumpulkan cukup untuk menjerat tersangka ke pengadilan namun penuntut umum berpendapat bahwa akan lebih banyak kerugian daripada keuntungan untuk kepentingan umum dengan menuntut tersangka daripada meuntutnya, maka penuntut umum wajib untuk mengenyampingkannya seponeren 67 Asas oportunitas tersebut sekarag dicantumkan dalam Pasal 35 huruf c Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang 66 Ibid Halaman. 167 67 Suryono sutarto, op. cit., Halaman. 102 Universitas Sumatera Utara mengeyampingkan perkara demi kepentingan umum. Didalam pasal itu dijelaskan yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat luas. Dalam hal itu suatu perkara pidana dapat pula dihentikan penututannya oleh penuntut umum karena berpendapat tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa itu bukan merupakan tindakan pidana atau perkara tersebut ditutup demi hukum. Adapun yang dimaksud perkara ditutup demi hukum ialah mislanya karena adanya pencabuta pengaduan dlam delik aduan Pasal 75 KUHP, ne bis in idem Pasal 76 KUHP, terdakwa meninggal dunia Pasal 77 KUHP, perkara sudah kadaluwarsa Pasal 78 KUHP. 68 a. Dalam penyampingan perkara yang bersangkutan memang cukup alasan dan bukti untuk diajukan dan diperiksa ke muka sidang pengadilan. Akan tetapi perkara yang cukup fakta dan bukti ini sengaja dikesampingkan dan tidak dilimpahkan ke sidang pengadilan oleh penutut umum atas alasan demi “kepentingan umum” slanjutnya `dikatakan mengeyampingan perkara ini merupakn pelaksanaan asas oportunitas dan hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat badan negara yang bersangkutan dnegan masalah tersebut. Selain itu dalam penyampingan Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik perbedaan antara pengeyampingan perkara seponeren dan enghentian perkara sebagai berikut: 68 Ibid.,Halaman. 105 Universitas Sumatera Utara perkara apabila sudah dilakuakn penyampingan perkara maka tidak ada alasan untuk mnegajukan perkara kembali ke muka sidang pengadilan. 69 v. Umpamanya ditemukan buti baru sehingga denga bukti baru tersebuat dapat diharapkan untuk menghukum terdakwa. b. Sedang pada penghentian penuuntutan alasanya bukan didasarakan pada kepentingan umum akan tetapi semata-mata didasarkan kepada alasan dan kepentingan hukum itu sendiri. i. Perkara yang bersangkutan tidak mempunyai pembuktian yang cukup, sehingga jika perkaranya diajukan ke sidang pengadilan maka diduga kuat bahwa terdakwa akan dibebaskan oleh hakim. ii. Apa yang dituduhkan pada tersangka bukan merupakan suatu tindak pidana kejahatan atau pelanggaran. iii. Alasan ketiga dalam penghentian penuntutan ialah atas dasar perkara ditutup demi hukum. iv. Perkara yang dihentiakan penuntutunya, masih memungkinkan perkaranya dilimpahkan ke muka sidang pengadilan. 70

4. Pemeriksaan dalam sidang pengadilan

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Illegal Logging (Pembalakan Liar) Sebagai Kejahatan Kehutanan Berdasarkan Undang-Undang No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan

7 155 148

Pemalsuan Surat Dalam Perkawinan Dihubungkan Dengan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Dan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974

0 30 80

Implementasi Hukum Pidana Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Pembalakan Liar (Illegal Logging) Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlin

0 18 106

PERANAN PERUM PERHUTANI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN (KPH ) CEPU DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENEBANGAN HUTAN SECARA LIAR (ILLEGAL LOGGING ) DI TINJAUAN DARI UNDANG - UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KERUSAKA

0 2 16

PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA PERUSAKAN HUTAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN | AFANDI | Legal Opinion 6225 20586 1 PB

0 0 15

UU NO 18 2013 Pencegahan Perusakan Hutan

0 0 60

BAB II UPAYA PENCEGAHAN PERUSAKAN HUTAN A. Upaya-Upaya yang dapat dilakukan dalam Mencegah Perusakan Hutan - Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

0 0 19

EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA PENEBANGAN LIAR DI KABUPATEN BANGKA SKRIPSI

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN - Efektivitas undang-undang nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan dalam penegakan tindak pidana penebangan liar di Kabupaten Bangka - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 16