Pencegahan perusakan hutan yang dilakukan oleh korporasi

1. Pencegahan perusakan hutan yang dilakukan oleh korporasi

Korporasi adalah kumpulan orang dan\atau kekayaan yang terorganisasi, baik yang berupa badan hukum maupun yang bukan badan hukum. 19 Bagi korporasi yang melakukan pembakaran hutan harus benar-benar memperhatikan hutan seperti apa yang akan dibakar, apakah merupakan hutan dalam mencegahan kebakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi memang bukan hal yang mudah untuk di hentikan, perlu penanganan yang serius karena kejahatan ini adalah kejahatan yang tersetruktur, dalam mencegah pembakaran hutan ini perlu suatu peraturan khusus, karena pembakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi bukanlah dalam bidang yang kecil namun sangat banyak merusak hutan, lahan tersebut banyak digunakan untuk membangun pabrik atau pemanfaatan kayu untuk bahan bangunan. Untuk mencegah perusakan yang dilakukan oleh korporasi ini dapat melalui penerapan peraturan yang tegas, sehingga apabila ada satu korporasi yang melakukn kejahatan langsung di tindak secara adil agar dapat di jadikan contoh untuk korporasi lain yang ingin mecoba-coba untuk melakukan kejahatan yang sama, namun masalah yang sering kita lihat adalah banyaknya pelaku kejahatan perusakan hutan yang masih saja dapat lari dari jeratan hukum. Pembentukan Undang-Undang tentang kehutan dapat mencegah terjadinya perusakan hutan, apabila telah ada peraturan yang tegas yang mengatur tentang kehutan, semua masyarakat yang sering melakukan kejahatan kehutan akan berpikir kembali dalam melakukan aksinya. 19 Undang-Undang Nomoir 18 Tahun 2013, tentang P3H ,Pasal 22 Universitas Sumatera Utara lindung atau tidak. Cara untuk mencegah perusakan hutan yang di lakukan oleh korporasi bisa dilihat dari melakukan evalusi kepada semuan pihak yang mempunyai izin, dari evalusi tersebut dapat di simpulkan mana yang telah menyalahi aturan, dan tidak sesuai dengan izin yang diberikan sehingga pemerintah dapat mencabut izin meraka. Selain itu dalam rangka pencegahan perusakan hutan, pemerintah membuat kebijakan berupa : a. Koordinasi dalam lintas sektor dalam pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan; b. Pemenuhan kebutuhan sumber daya aparatur pengamanan hutan c. Insentif bagi para pihak yang berjasa dalam menjaga kelestarian hutan d. Peta penunjukan kawasan hutan dan\atau koodinat geografis sebagai dasar yuridis batas kawasan hutan; dan e. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. 20 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, yang memperkenalkan tanggung jawab pidana korporasi corporate criminal liability, merupakan senjata ampuh untuk memerangi kebakaran hutan yang sebagian besar disebkan oleh kegiatan perkebunan. Berdasarkan Undang-undang ini, korporasi dapat dijatuhi hukuman pidana apabila dalam melakukan kegiatannnya korporasi melanggar ketentuan substantif. 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang P3H, Pasal 6 Universitas Sumatera Utara Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan pada korporasi yang melakukan perusakan dan pencemaran lingkungan berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 1997 adalah sanksi denda, yaitu sepertiga lebih berat dari pelaku individual. Disamping pidana denda, korporasi juga dapat di kenakan tindakan tata tertib berupa : 1. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana ; danatau 2. penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan atau 3. perbaikan akibat tindak pidana; danatau 4. mewajibkan mengerjakan apa yang dilakukan tanpa hak; danatau 5. meniadakan apa yang dilakukan tanpa hak;atau 6. menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun. Sanksi pidana juga dapat dijatuhkan kepada mereka yang memimpin korporasi factual leader dan yang memberi perintah instruction giver untuk melakukan tindakan pidana lingkungan atau kedua-duanya secara berbarengan . sanksi yang dijatuhkan kepada mereka bukan karena perbuatan fisiknyata, tetapi berdasarkan fungsi yang diembannya di perusahaan atau korporasi. Atas dasar prtimbangan itu, factual leader dan instruction giver diistilahkan sebagai functional perpetrator yang dianggab sebagai physical perpetrator yang dikenakan pada subjaak hukum natural person badan hukum. Factual perpetrator ini juga bukan merupakan penyertaan participant dalam tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 55 KUHP yang memberikan ancaman hukuman pada orang yang melakukan pleger, yang menyeruh melakukan done plager, yang turut melakukan madeplager, dan yang membujuk uiloker. Pelaku penyertaan dalam Universitas Sumatera Utara pasal 55 KUHP ini merupakan pelaku yang digolongkan sebagai physical perpetrator. Untuk menentukan pertanggung jawaban pidana criminal liability dari factual leader, maka penentuanya dapat digunakan teori berdasarkan kreteria Slavenbrug sebagai berikut : 1. Pemimpin organisasikorporasi merupakan fungsionaris yang dapat menghentikan atau mencegah perilaku pidana kedudukannya cukup kuat, baik secara de jure maupun de facto. 2. Pemimpin tersebut memahami bahwa terdapat kemungkinan yang cukup bahwa pelanggaran sangat mungkin terjadi. 21 21 Sukanda Husni, S.H. LL.M. op.cit. Halaman. 87 Pertanggung jawaban korporasi ini, salah satu persoalan yang kompleks adalah menyangkut pembuktian kesalahan, baik sengaja maupun kelapaan, sebab pembuktian bentuk-bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan korporasi di bidang ekonomi sangat sulit dan kompleks, oleh karena itu, mengingat fungsi hukum pidana sebagai social defence yang pada hakekatnya merupakan bagian integral dalam pencapian tujuan kesejahteraan masyarakat, maka dalam rangka pembuktian tindak pidana korporasi, maka konsep strict liability dan vicarious liability harus dipertimbangkan untuk diadopsi dalam KUHPidana Indonesia yang akan datang disamping asas mens rea atau suatu pengecualian asas kulpabilitas, khususnya dalam mempertanggung jawabkan korporasi sebagai pembuat tindak pidana. Universitas Sumatera Utara Penempatan korporasi sebagai subjek hukum pidana di dukung oleh beberapa pakar, diantaranya Andi Zainal Abidin, yang mengemukakan bahwa pembuat delik yang merupakan korporasi itu, oleh rolling dimasukkan sebagai functioneel dedarschaap. Oleh karena korporasi dalam dunia modern mempunyai peranan penting dalam kehidupan ekonomi yang mempunyai banyak fungsi seperti, pemberi kerja, produsen, penentu harga, pemakai devisa, dan lain- lain.pelaku fungsional disini yang dimaksud adalah pelaku yang tidak melakukan tindak pidana secara fisik, misalnya tindakan korporasi yang dilakukan oleh pegawainya menjadikan korporasi bertanggung jawabatas tindakan tersebut. Mardjono Reksodiputro menyebutkan ada tiga sistem pertanggung jawaban pidana korporasi sebagai subjek tindak pidana, yakni sebagai berikut : 1. Pengurus korporasi sebagai pembuat, maka penguruslah yang bertanggung jawab. 2. Korporasi sebagai pembuat, maka pengurus yang bertanggung jawab 3. Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggung jawab. 22 Sebelum tahun 1985, yaitu ketika kehutanan diatur dengan Undang- undang No. 5 Tahun 1967, tidak ada kententuan yang melarang pembakaran Dengan ini sudah cukup jelas bagi meraka baik perorangan atau korporasi yang melakuakan tindak pidana. Sehingga meraka tidak punya alasan lagi, dengan penjelan ini akan membuat meraka untuk berpikir kembali dalam menjalankan kegiatan yang melanggar peraturan atau tindak pidana.

2. Kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Illegal Logging (Pembalakan Liar) Sebagai Kejahatan Kehutanan Berdasarkan Undang-Undang No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan

7 155 148

Pemalsuan Surat Dalam Perkawinan Dihubungkan Dengan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Dan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974

0 30 80

Implementasi Hukum Pidana Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Pembalakan Liar (Illegal Logging) Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlin

0 18 106

PERANAN PERUM PERHUTANI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN (KPH ) CEPU DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENEBANGAN HUTAN SECARA LIAR (ILLEGAL LOGGING ) DI TINJAUAN DARI UNDANG - UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KERUSAKA

0 2 16

PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA PERUSAKAN HUTAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN | AFANDI | Legal Opinion 6225 20586 1 PB

0 0 15

UU NO 18 2013 Pencegahan Perusakan Hutan

0 0 60

BAB II UPAYA PENCEGAHAN PERUSAKAN HUTAN A. Upaya-Upaya yang dapat dilakukan dalam Mencegah Perusakan Hutan - Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

0 0 19

EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA PENEBANGAN LIAR DI KABUPATEN BANGKA SKRIPSI

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN - Efektivitas undang-undang nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan dalam penegakan tindak pidana penebangan liar di Kabupaten Bangka - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 16