Hal ini adalah untuk syarat bagi seorang ibu harus belum menikah dengan lelaki lain, jika telah menikah dengan lelaki lain maka gugurlah
haknya menjadi hadhin,kecuali suaminya ayah tiri rela untuk melakukan hadhanah tersebut.
e. Tidak Murtad Tidak kembali kepada agama semulanya dengan keluar dari agama
Islam, karena bagaimanapun anak yang diasuh harus seiman dengan orang yang mengasuhnya.
Bertempat tinggal yang sama dengan anak yang diasuh Menurut ulama Hanafiyah bila yang melakukan pindah tempat adalah
ayah maka ibu lebih berhak atas Hadhanah, tetapi bila ibu yang pindah ke tempat dilaksanakan perkawinan maka ibu yang berhak tetapi bila
pindah ke tempat lain maka ayahlah yang berhak.
4. Dasar Hukum Hadhanah
Para ulama menetapkan bahwa pemeliharaan anak hukumnya wajib, sebagaimana wajibnya memeliharanya selama berada dalam ikatan
perkawinan, adapun dasarnya menurut Alqur’an adalah : a. Berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 233, yaitu hak untuk melindungi
anak ketika masih berada dalam kandungan dan hendaklah menyusuinya, dan kewajiban seorang ayah membiayai anak yang
masih kecil dan juga istri.
Universitas Sumatera Utara
b. Berdasarkan surat Luqman ayat 12-19 dan surat Al-Mujadillah58 ayat 11, yaitu hak untuk diberi pendidikan ajaran, pembinaan, tuntutan
dan akhlak yang benar. c. Berdasarkan surat An-nisa 4 ayat 2, 6, 10, yaitu hak untuk mewarisi
harta kekayaan orang tuanya. d. Berdasarkan surat Al-Qashas ayat 12 yaitu hak untuk mendapatkan
nafkah dari orang tuanya. e. Berdasarkan surat At-Tahrim ayat 6 yaitu kewajiban orang tua untuk
menyiapkan putra-putrinya sehat, kuat baik psikis maupun fisik. f. Berdasarkan hadist riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar,
dalam pertanggungjawaban terhadap kesejahteraan dan kesehatan anak Nabi saw, menjelaskan : “ Setiap kamu adalah penanggung jawab dan
akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang dipercayakan kepadanya, seorang laki-laki bertanggungjawab atas kehidupan
keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban kepadanya. Dan seorang isteri bertanggung jawab atas harta benda dan anak-anak
suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban kepadanya.
77
Sedangkan dalam konteks hukum di Indonesia hadhanah disebut sebagai pemeliharaan anak yang diatur dalam Undang-Undang sebagai
berikut yaitu ; a. Menurut pasal 104 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
berbunyi “ Suami dan Isteri yang mengikatkan diri dalam perkawinan,
77
Huzaenah Tahido Yanggo, Op.Cit, hal 197
Universitas Sumatera Utara
dan hanya karena itupun terikatlah mereka dalam suatu perjanjian bertimbal balik akan memelihara dan mendidik sekalian anak
mereka.
78
b. Menurut pasal 105 Kompilasi Hukum Islam, dalam hal terjadi perceraian ;
79
1 Pemeliharaan anak yang belum mummayiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.
2 Pemeliharaan anak yang sudah mummayiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibu sebagai pemegang hak
pemeliharannya. 3 Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
c. Menurut bab II pasal 2 sampai dengan pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak yang mengatur hak-hak
anak.
80
d. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam pasal 45 menyebutkan : kedua orang tua wajib memelihara dan
mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya, dan kewajiban itu sampai anak tersebut kawin atau dapat berdiri sendiri, dan kewajiban itu terus
berlaku meskipun kedua orang tua telah bercerai.
81
78
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet xxv. Jakarta ; Pradya Paramita, 1992, hal 23
79
Pasal 105 Instruksi Presiden Republik Indonesia Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam
80
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1974 Tentang Kesejahteraan Anak
81
Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Universitas Sumatera Utara
C. Sebab-sebab Timbulnya Hadhanah dan Akibatnya
Pada prinsipnya masalah hadhanah tidak dipermasalahkan jik kedua orang tua melaksanakan tanggung jawabnya dengan kerjasama dan jika terjadi
perceraian tidak mempermasalahkan pada siapa anak tinggal, Kedua orang tua bertanggung jawab atas pemeliharaan anak yang dilahirkan dalam perkawinan
yang sah. Akan tetapi suatu ketika, sebagai manusia mempunyai berbagai
permasalahan dan keterbatasan sehingga terjadi persoalan dalam masalah hadhanah. Adapun sebab timbulnya masalah hadhanah adalah :
1. Apabila kedua orang tuanya tidak mampu menunaikan kewajiban pemeliharaan terhadap anaknya atau kedua orang tua meninggal dunia.
Hal ini dapat diketahui dari isyarat yang terkandung dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 98 ayat 3 yang berbunyi :
“Pengadilan agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak
mampu”.
82
Pasal ini memberikan pengertian, bahwa salah satu penyebab timbulnya masalah hadhanah adalah karena kedua orang tua si anak tidak mampu
menjalankan kewajibannya dalam memelihara anak yang lahir dalam perkawinan.
Menurut Pasal 49 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa kekuasaan orang tua dapat dicabut atau dialihkan apabila ada alasan-alasan
82
Pasal 98 ayat 3 Kompilasi Hukum Islam
Universitas Sumatera Utara
yang berikut : 2 Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya
terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke
atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal :
a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya. b. la berkelakuan buruk sekali
3 Meskipun orang tua dicabut kekuasaanya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak
tersebut.
Ketentuan yang mengatur tentang kuasa asuh orang tua terhadap anaknya juga terdapat dalam pasal 10 Undang-Undang klesejahteraan Anak nomor 4
tahun 1979 yang menyebutkan :
83
1 Orang tua yang terbukti melalaikan tanggung jawabnya dalam mewujudkan kesejahteraan anak baik secara jasmani , rohani maupun
sosial sehingga mengabaikan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat dicabut kuasanya sebagai orang tua
terhadap anaknya. Dalam hal ini ditunjuk orang atau badan sebagai walinya.
2 Pencabutan kuasa asuh dalam ayat 1 tidak menghapuskan kewajiban orang tua yang bersangkutan untuk membiayai sesuai dengan
kemampuan Penghidupannya dalam pemeliharaan dan pendidikan anaknya.
3 Pencabutan dan pengembalian kuasa asuh orang tua ditetapkan dengan keputusan hakim.
4 pelaksanaan ketentuan ayat 1, 2, 3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
M.Yahya Harahap menjelaskan bahwa orang tua yang melalaikan kewajiban terhadap anaknya yaitu meliputi ketidakbecusan si orang tua itu
atau sama sekali tidak mungkin melaksanakannya sama sekali, boleh jadi disebabkan karena
83
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
dijatuhi hukuman penjara yang memerlukan waktu lama, sakit udzur atau gila dan bepergian dalam suatu jangka waktu yang tidak
Universitas Sumatera Utara
diketahui kembalinya. Sedangkan berkelakuan buruk meliputi segala tingkah laku yang tidak senonoh sebagai seorang pengasuh dan pendidik yang
seharusnya memberikan contoh yang baik.
84
Jika diperhatikan secara teliti, ketentuan dalam Kompilasi memang lebih tegas daripada dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974,
karena dalam Kompilasi Hukum Islam konsennya adalah bagi orang Islam, maka penunjukkan Pengadilan Agama dalam penyelesaian masalah yang
timbal akibat dari perwalian adalah dalam rangka kepastian hukum. Contohnya seorang orang tua
yang tidak pernah memberikan anaknya nafkah dan kehidupan yang layak yang dikarenakan orang tua tersebut berada di dalam penjara atau tidak pernah
diketahui keberadaannya.
Kendati demikian, bukan berarti tidak ada kaitan antara hadhanah dengan perwalian. Dalam kasus seorang anak yang tidak lagi memiliki orang tua, atau
memiliki orang tua namun dipandang tidak cakap untuk merawat anak, maka keberadaan perwalian menjadi sebuah keniscayaan.
Oleh sebab itu di dalam KHI dijelaskan bahwa, perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan suatu
perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tuanya dan masih hidup tetapi tidak cakap
melakukan perbuatan hukum. Dan keterangan tersebut dapat diketahui bahwa urutan pemeliharaan yang
pertama sekali adalah pihak ibu, dari pihak ibu nenek dst ke atas. Diberikan hak prioritas kepada ibu karena ia yang melahirkan dan menyusukan serta ia
84
M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, Medan : CV. Rajawali, 1986, hal. 216
Universitas Sumatera Utara
lebih cakap dalam hal mengasuh dan merawat anak. Ibu lebih sabar dan dapat menahan hati dalam merawat anak, dibandingkan dengan bapak tidak. Oleh
karena itu maka didahulukan ibu daripada bapak dalam urusan mengasuh dan merawat anak, untuk kebaikan masa depan anak.
Apabila urutan pihak ibu tidak ada atau tidak memungkinkan, maka pemeliharaan itu beralih kepada pihak bapaknya dan seterusnya sampai ke
atas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat urutan-urutan sebagai berikut :
85
1 Ibu anak tersebut. 2
Nenek dari pihak ibu dan terus ke atas 3
Nenek dari pihak ayah 4
Saudara kandung anak perempuan tersebut 5
Saudara perempuan seibu 6
Saudara perempuan seayah 7
Anak perempuan dari saudara perempuan sekandung 8
Anak perempuan dari saudara perempuan seayah 9
Saudara perempuan ibu yang sekandung dengannya 10 Saudara perempuan ibu yang seibu dengannya bibi
11 Saudara perempuan ibu yang seayah dengannya bibi 12 Anak perempuan dari saudara perempuan seayah.
13 Anak perempuan dari saudara laki-laki seibu. 14 Anak perempuan dari saudara laki-laki seibu.
15 Anak perempuan dari saudara laki-laki seayah. 16 Bibi yang sekandung dengan ayah.
17 Bibi yang seibu dengan ayah. 18 Bibi yang seayah dengan ayah.
19 Bibinya lbu dari pihak ibunya. 20 Bibinya ayah dari pihak ibunya.
21 Bibinya ibu dari pihak ayahnya
22 Bibinya ibu dari pihak ayah. Jika anak tersebut mempunyai kerabat perempuan dari kalangan mahram
diatas, atau ada tetapi tidak dapat mengasuhnya, maka pengasuh anak itu beralih kepada kerabat laki-laki yang masih mahramnya atau memilih
hubungan darah nasab dengannya sesuai dengan urutan masing-masing
85
Syeikh Hasan Ayyub, Fiqh Keluarga, Jakarta Timur : Darat-Tauji wa An-Nashr Al- Islamiya, 1999, hal.395
Universitas Sumatera Utara
dalam persoalan waris. Dan pengasuhan anak itu beralih kepada :
86
1 Ayah kandung anak itu.
2 Kakek dari pihak ayah dan terus keatas.
3 Saudara laki-laki sekandung
5 Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.
4 Saudara laki-laki seayah.
6 Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah.
7 Paman yang sekandung dengan ayah.
8 Paman yang seayah dengan ayah
9 Pamanya ayah yang sekandung
10 Pamannya ayah yang seayah dengan ayah.
Jika tidak ada seorangpun kerabat dari mahram laki-laki tersebut, atau ada tetapi bisa mengasuh anak, maka hak pengasuhan anak itu beralih kepada
mahram-mahramnya yang laki-laki selain kerabat dekat 1 Saudara laki-laki seibu
Ayah ibu kakek yaitu:
2 Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu. 3 Paman yang seibu dengan ayah
4 Paman yang sekandung dengan ibu.
Selanjutnya jika anak tersebut tidak mempunyai kerabat sama sekali, maka hakim yang akan menunjuk seorang wanita yang sanggup dan patut mengasuh
serta mendidiknya.
5 Paman yang seayah dengan ibu.
87
Penunjukan wali dilakukan sebisa mungkin berasal dari keluarga anak dibawah umur tersebut, yang oleh Undang-Undang ditetapkan wali tersebut
haruslah telah dewasa, berpikiran sehat, berkelakuan adil, jujur dan bertindak baik.
88
Akan tetapi meskipan demikian wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua
86
Ibid, hal.396
87
Ibid, hal. 395
88
Pasal 51 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
yang menjalankan kekuasaan orang tua, yang dilakukan sebelum orang tua si anak tersebut meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2
dua orang saksi.
89
Setelah ditunjuk, wali akan mempunyai kewajiban untuk mengurus anak yang di bawah penguasaannya beserta harta benda anak dibawah umur yang
berada dalam pengasuhannya tersebut dengan sebaik-baiknya dan dengan menghormati agama serta kepercayaan anak tersebut.
90
Terhadap harta kekayaan si anak yang berada dibawah kekuaasaannya, wali mempunyai
kewajiban untuk:
91
1. Membuat daftar harta benda anak tersebut secara jelas dan rinci. 2. Mencatat semua perubahan yang terjadi atas harta benda anak yang
berada di bawah perwaliannya. 3. Mempertanggung jawabkan segala perhitungan dan kegiatan akibat
dan kelalaian dan kesalahan wali 4. Dilarang memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap
yang dimiliki anak yang berada dibawah kekuasaan wali, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.
Selama melaksanakan kekuasaannya, wali tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anak
tersebut, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.
92
Jika terjadi kerugian yang ditimbulkan akibat kelalaian dan kesalahannya, maka wali
dapat dituntut untuk bertanggung jawab terhadap harta si anak yang berada di bawah perwaliannya tersebut.
93
Alasan lain dari penunjukkan wali, termasuk wewenangnya untuk mengalihkan barang kekayaan anak yang berada dalam perwaliannya, hanya
89
Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahim 1974 tentang Perkawinan
90
Pasal 51 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
91
Pasal 51 ayat 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
92
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
93
Pasal 51 ayat 5 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
diperbolehkan jika kepentingan anak menghendakinya Pasal 48 jo.Pasal 52 UU Nomor 1 Tahun 1974. Apabila dalam, kenyataannya, wali yang ditunjuk
tidak melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik atau dengan indikasi-indikasi tertentu kelihatan beritikad tidak baik, maka hak perwaliannya dapat dicabut.
Prosedur dan tatacaranya dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Pengadilan atau Pengdilan Agama untuk mencabutnya. Menurut Pasal 53
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 : 1 Wali dapat dicabut kekuasaanya, dalam hal-hal yang tersebut di
dalam Pasal 49 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. 2 Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 pasal ini, oleh Pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali.
Dalam Kompilasi Hukum Islam, ketentuan Pasal 53 Undang-Undang Perkawinan Nomor I Tahun 1974 dikuatkan dalam Pasal 109 yang
menyebutkan bahwa Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seorang atau badan hukum dan memindahkannya kepada pihak lain atas
permohonan kerabatnya bila wali tersebut pemabuk, penjudi, pemboros, gila dan atau melalaikan atau menyalahgunakan hak dan wewenangnya sebagai
wali demi kepentingan orang yang berada di bawah perwaliannya. Jika terjadi pencabutan kekuasaan seorang wali karena ia melalaikan
kewajibannya atau ia berkelakuan tidak baik, hakim dengan keputusannya dapat menunjuk orang lain menjadi wali atas anak yang berada di bawah
perwaliannya. Hal ini dilakukan Hakim apabila si anak tidak lagi mempunyai keluarga yang lain atau apabila Hakim memandang keluarga si anak tidak
layak menjadi seorang wali karena alasan-alasan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Seorang yang ditunjuk oleh Pengadilan Agama untuk menjadi wali dan ia menerima penunjukan tersebut wajib menjalankan kekuasaan perwaliannya
untuk kepentingan si anak dengan sebaik-baiknya. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perwalian ini
mempunyai beberapa asas. Pertama asas tidak dapat dibagi-bagi, kedua asas persetujuan dari keluarga, ketiga orang-orang yang dipanggil menjadi wali
atau yang diangkat menjadi wali.
94
2.Perceraian antara Ayah dan Ibu Anak
Perceraian yang menjadi sentral kajian dalam tulisan ini adalah cerai hidup yang terjadi antara suami isteri, sebab keduanya baik syah maupun ibu dari si
anak merasa lebih berhak dan lebih pantas memelihara anaknya. Hal ini disebabkan karena masing-masing pihak merasa lebih sayang
kepada anaknya, dan masing-masing pihak merasa tidak percaya kepada pihak lainnya, atau masing-masing pihak merasa dialah yang lebih mampu
memberikan kebutuhan kehidupan si anak, maka masing-masing pihak mempertahankan alasannya agar dipandang lebih berhak untuk melaksanakan
hadhanah atas anak yang mereka miliki. Apabila terjadi perceraian antara suami isteri, baik dengan jalan talaq,
khulu’ atau fasakh sedang keduanya mempunyai anak, laki-laki atau perempuan yang masih berumur kurang dari tujuh tahun, maka anak itu
dipelihara dan diasuh oleh ibunya karena dialah yang penyayang dan sesuai untuk mengasuh anak. Dan kemudian itu ibu dari ibu dan demikian itulah
94
R.Subekti dalam Soedharyo Soimin, Hukum orang dan Keluarga, Jakarta : Sinar Grafika, 2002, hal 55.
Universitas Sumatera Utara
seterusnya sampai ke atas.
95
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 memang tidak secara tegas menyebutkan siapa yang harus memelihara anak apabila terjadi
perceraian antara suami istri. Di dalam Pasal 41 Undang-Undang tersebut hanya dijelaskan kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak.
Apabila terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak, keputusan akan ditetapkan oleh pengadilan. Tidak ditetapkan suatu ketegasan mengenai siapa
yang seharusnya memelihara anak setelah terjadinya perceraian dapat menyebabkan timbulnya perselisihan antara bekas suami istri mengenai
pemeliharaan anak sehingga anak akan menjadi objek rebutan antara kedua orang tua.
Sesuai dengan makna dan rumusan Undang-Undang, bahwa untuk nenentukan hak perwalian, hak pemeliharaan anak yang harus diperhatikan
adalah demi kepentingan hukum anaknya. Jadi hakim harus benar-benar memperhatikan kepentingan anak apabila anak tersebut dipelihara oleh ibunya
atau bapaknya harus mempunyai jaminan kehidupan sosial dan kesejahteraan yang lebih baik untuk kehidupan dimasa yang akan datang.
96
D. Karakter Hadhanah pada Putusan Pengadilan Agama Medan
Dalam memutuskan perkara Hadhanah hakim menggunakan Kompilasi
95
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakara : AI-Hidayah, 1968, hal. 146.
96
Berdasarkan hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Medan, Haspar Pulungan, pada tanggal 30 Mei 2013.
Universitas Sumatera Utara
Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 sebagai dasar dalam menyelesaikan masalah. Setiap perkara yang masuk khususnya
mengenai hadhanah berbeda-beda pokok perkaranya yang menyebabkan putusan hadhanah itu memiliki karakter yang berbeda dalam setiap putusan.
Dalam hal ini karakter hadhanah pada putusan di Pengadilan Agama Medan dapat dibagi yaitu :
97
1. Kondisi anak