Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

6. Edi Sucipto, NIM ; 002105006 ; Magister Hukum ; judul Tesis ; “Hadhanah Setelah terjadi Perceraian Menurut kompilasi Hukum Islam dan Penerapannya di Pengadilan Agama Medan”. Adapun yang menjadi permasalahannya adalah sebagai berikut : a. Bagaimana ketentuan Hadhanah dalam Kompilasi Hukum Islam ? b. Bagaimana penerapan penyelesaian Hadhanah di Pengadilan Agama Medan ? c. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya kelalaian orang tua atas tanggung jawab terhadap Hadhanah anak ?

M. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat mengenai sesuatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis. Kerangka teori merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis menjadi landasan, acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan, 6 sedangkan teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. 7 6 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Adiyta Bakti, 2004, hal. 72-73 7 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: CV. Bandar Maju, 1994, hal. 27 Universitas Sumatera Utara Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut: 8 a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta; b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta; c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang diuji kebenarannya Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori dalam suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori merupakan simpulan dari rangkaian sebagai fenomena menjadi sebuah penjelasan. 9 Adapun kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum yang didukung oleh teori kemaslahatan. Dalam pandangan Thomas Aquinas, suatu hukum disebut adil jika hukum tersebut dapat berfungsi efektif dalam menjamin atau melindungi hak-hak subjek yang diaturnya, termasuk yang diatur dalam hukum positif, keadilan merupakan kehendak yang kekal diantara satu satu orang dan sesamanya untuk membertikan segala sesuatu yang menjadi haknya, defenisi ini memberikan gambaran hubungan antara “hak dan keadilan” hak yang dimiliki setiap manusia. 10 8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Pres, 1981, hal. 121 9 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hal. 134. 10 E.Sumaryono, Etika Hukum Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas, Cetakan Kelima, Yogyakarta : Kanisius, 2002, hal 255 Universitas Sumatera Utara Dalam keadaan yang demikian kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjalankan peraturan secara konsisten cara dan memperlakukan seseorang atau masyarakat dengan adil, maka peraturan hukum akan sangat membantu anggota masyarakat karena hukum diterapkan secara pasti dan konsisten. Menurut Jan Michiel Otto, untuk menciptakan kepastian hukumnya harus memenuhi syarat-syarat, yaitu : 11 a. ada aturan hukum yang jelas dan konsisten. b. instansi pemerintah menerapkan aturan hukum secara konsisten, tunduk dan taat terhadapnya. c. masyarakat menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan hukum tersebut. d. hakim-hakim yang mandiri, tidak berpihak dan harus menerapkan aturan hukum secara konsisten serta jeli sewaktu menyelesaikan sengketa hukum. e. Putusan pengadilan secara konkret dilaksanakan. Menurut Satjipto Rahardjo, kepastian hukum merupakan fenomena psikologi daripada hukum. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam Undang-Undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim yang satu dengan yang lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan. 12 Menurut Ulama mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa hak Hadhanah itu menjadi hak ibu sehingga ia dapat saja menggugurkan haknya, tetapi menurut jumhur ulama, hadhanah itu menjadi hak bersama antara orang tua dan anak dan menurut Wahbah al-zuhaily, hak hadhanah adalah hak berserikat antara ibu, ayah dan anak maka jika terjadi 11 Jan Michiel Otto, “Reele Rechtszekerheidin Ontwikkelingslanden”, Terjemahan Tristam Moeliono, Kepastian Hukum yang Nyata di Negara Berkembang, Cetakan Pertama, Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia KHN-RI, 2003, hal 5 12 Ibid Universitas Sumatera Utara pertengkaran maka yang didahulukan adalah hak atau kepentingan si anak. 13 Disinilah letak dari pekerjaan hakim untuk menemukan hukum didalam upaya melakukan penegakan hukum yang sangat tergantung pada fakta-fakta hukum, bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak yang berperkara, serta menganalisis kasus dari pihak yang berperkara untuk menemukan kepastian hukum dalam hal menentukan pihak yang lebih berhak dalam mengasuh anak. Berdasar pendapat ini juga teori kepastian hukum digunakan untuk memberikan kepastian dalam hal penyelesaian sengketa hadhanah. Teori maslahat secara etimologi kata jamaknya Mashalih berarti sesuatu yang baik, yang bermanfaat dan merupakan lawan dari keburukan atau kerusakan. Maslahat kadang-kadang disebut dengan istilah yang berarti mencari yang benar.Esensi maslahat adalah terciptanya kebaikan dan kesenangan dalam kehidupan manusia serta terhindar dari hal-hal yang dapat merusak kehidupan umum. 14 Al-Ghazali menyatakan bahwa mashlahat adalah menarik manfaat atau menolak mudharat, dan artinya secara istilah pemeliharaan tujuan maqashid syara’ yakni agama, akal, keturunan dan harta Segala sesuatuyang mengandung nilai pemeliharaan atas pokok yang lima adalah mashlahat. 15 13 Abdul Aziz Dahlan, Ensklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ikhtiar Barui Van Hoepe, 1999, hal 415 14 M.Hasballah Thaib, Tajdid, Reaktualisasi dan Elastisitas Hukum, Medan: USU Pers, 2002, hal 27 15 Jamaluddin, Analisis hukum perkawinan terhadap Perceraian dalam Masyarakat Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara, Medan: Disertasi sekolah pasca sarjana Universitas Sumatera Utara, 2008, hal 23 Universitas Sumatera Utara Menurut M. Hasballah Thaib, 16 Mengacu kepada kepentingan dan kualitas kemaslahatan itu, para ahli mengklasifikasikan teori al-mashlahat kepada tiga jenis yaitu: mashlahat yang dimaksud adalah kemashlahatan yang menjadi tujuan syara’ bukan kemaslahatan yang semata-mata berdasarkan keinginan hawa nafsu manusia. Sebab disadari sepenuhnya bahwa tujuan dari syariat hukum tidak lain adalah untuk merealisir kemaslahatan bagi manusia dari segala segi dan aspek kehidupan mereka di dunia dan terhindar dari berbagai bentuk yang dapat membawa kepada kerusakan. 17 Kedua, mashlahat hajiyah, yaitu kemaslahatan yang keberadaannya dibutuhkan dalam menyempurnakan lima kemaslahatan pokok tersebut yang berupa keringanan demi untuk mempertahankan dan Pertama maslahat dharuriyah, yaitu kemaslahatan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia di dunia dan di kemaslahatan ini berkaitan dengan lima kebutuhan pokok, yang disebut dengan Al-Mashalh Al- Kharusah, yaitu 1 memelihara agama, 2 memelihara jiwa, 3 memelihara akal, 4 memelihara keturunan dan 5 memelihara harta. Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kelima unsur pokok di atas adalah bertentangan dengan tujuan syara’.Karena itu, tindakan tersebut dilarang tegas dalam agama. 16 Ibid, Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa mashlahat adalah pandangan mujtahid tentang perbuatan yang mengandung kebaikan yang jelas dan bukan perbuatan yang berlawanan dengan hukum syara’, Selanjutnya lihat Nasroen Haroen, Ushul Fiqh Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997, hal. 126 17 Kutbudin Aibak, Metodologi Pembaharuan Hukum Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008, hal 192-194 Universitas Sumatera Utara memelihara kebutuhan dasar basic need manusia. Misalnya, rukhshah berupa kebolehan berbuka puasa bagi orang yang sedang musafir, kebutuhan terhadap makan untuk mempertahankan kelangsungan hidup, menuntut ilmu untuk mengasah otak dan akal, berniaga untuk mendapatkan harta. Semua ini disyariatkan untuk mendukung pelaksanaan kebutuhan lima pokok tersebut. Ketiga, mashlahat tahsiniyyah, yaitu kemaslahatan yang bersifat pelengkap komplementer berupa keleluasaan yang dapat memberikan nilai plus bagi kemaslahatan sebelumnya. Kebutuhan dalam konteks ini perlu dipenuhi dalam rangka memberi kesempurnaan dan keindahan bagi manusia. Teori kemaslahatan digunakan untuk mewujudkan kebaikan dan menghindari keburukan karena pada dasarnya tujuan hukum dalam islam harus berdasarkan kemaslahatan, karena masyarakat mengharapkan pelaksanaan hukum dan keputusan hakim dalam menyelesaikan masalah harus dapat memberi manfaat bagi masyarakat, dalam hal ini keputusan hakim harus dapat memberi manfaat bagi para pihak yang bersengketa hadhanah dan bagi anak yang dimaksud dalam permasalahan hadhanah tersebut, karena pada dasarnya kewajiban melakukan hadhanah adalah tanggung jawab bersama kedua orang tua. Kedudukan anak dalam pandangan Islam, yakni anak adalah titipan Allah SWT kepada orang tua, masyarakat, bangsa dan negara sebagai pewaris dari ajaran Islam. Pengertian ini memberikan hak yang harus Universitas Sumatera Utara diakui, di yakini dan di amanatkan. 18 Ketentuan ini ditegaskan dalam Al Quran surat Al-isra 17 ayat 31 yang artinya dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang amat besar.” 19 Oleh karena itu, upaya pengimplementasian hak-hak anak merupakan tanggung jawab semua pihak, dalam hal ini dapat di lakukan dengan mewujudkan pendidikan anak dalam keluarga secara paripurna internalisasi keluarga, meningkatkan peran serta masyarakat serta mengoptimalkan integrasi hak-hak anak dalam kebijakan publik yang akomodatif dan kontributif. Akumulasi ketiga institut ini secara sinergik merupakan syarat dalam memberikan hasil dan daya guna masa depan anak. 20 Perhatian terhadap anak sudah lama ada sejalan dengan peradaban manusia sendiri yang semakin hari semakin berkembang. anak adalah putra kehidupan, masa depan bangsa dan negara. Oleh karena itu, anak memerlukan pembinaan bimbingan khusus agar dapat berkembang fisik, mental dan spiritual secara maksimal. 21 Undang-Undang Nomor. 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak pada pasal 2 merumuskan hak-hak anak sebagai berikut: 22 18 Imam Jauhari, Op.Cit, hal. 98-99 19 Al Quran dan terjemahannya, 1987, Departemen Agama RI, Jakarta, hal. 428-429. 20 Majda El Muhtaj, Memahami Integrits Hak-hak Anak dan Implementasinya Suatu upaya antisipasi dan Proteksi Hukum terhadap Tindakan Kekerasan Terhadap Anak, Medan: Pusat Kajian dan Perlindungan Anak PKPA, 2001, hal. 25. 21 Darwin Prinst, Hukum Anak Indonesia, Bandung : Cipta Adiyta Bakti, 1997, hal. 4 22 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Universitas Sumatera Utara a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarga maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. b. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang baik. c. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah di lahirkan. d. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan yang wajar Perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas keputusan pengadilan. 23 Untuk melakukan perceraian harus ada alasan yang cukup, bahwa antara suami isteri tersebut tidak dapat hidup rukun sebagai suami isteri 24 Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar melakukan perceraian dimuat dalam memori penjelasan Pasal 19 Peraturan Pemerintah PP Nomor 9 Tahun 1975 yaitu: . 25 a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, penjudi dan lain- lain sebagainya yang sukar disembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain, selama 2 dua tahun berturut-turut tanpa ijin pihak lain atau tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 23 Pasal 38 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan 24 Ibid pada pasal 39 ayat 2 25 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan. Universitas Sumatera Utara d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri. f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Hukum Islam juga mengatur alasan perceraian yaitu : 26 a. Suami melanggar taklik talak. b. Terjadi peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan antara suami dan isteri di dalam rumah tangga. Dari alasan perceraian diatas dapat juga menentukan pihak yang berhak dalam pengasuhan anak, walaupun ketentuannya anak dibawah umur tetap ibu yang mempunyai hak dalam pengasuhan anak. Hadhanahkafalah pengasuhan anak-anak hukumnya wajib karena menelantarkan mereka akan menyebabkan mereka binasa. Selain wajib, hadhanahkafalah juga berkaitan dengan hak kerabat anak karena kerabat anak itu memiliki hak atas pengasuhannya. Jadi, pengasuhan hadhanahkafalah itu berkaitan dengan hak sekaligus kewajiban. Pengasuhan itu adalah hak setiap anak dan setiap orang yang telah diwajibkan oleh Allah untuk mengasuhnya. 27 26 Pasal 116 huruf g Kompilasi Hukum Islam 27 Abd. Al’Adzim Ma’ani dan Ahmad aal-Gundur, Hukum-hukum dari Al-Quran dan Hadist, secara Etimologi, Sosial dan Syariat, Terjemahan Usman Sya’roni, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003, hal. 77. Universitas Sumatera Utara Hak pengasuhan itu tidak diberikan kepada orang yang dapat menelantarkan anak, karena hal secara pasti akan membahayakan anak tersebut. Karena itu, pengasuhan anak tidak diberikan kepada anak kecil atau orang yang kurang akalnya atau idiot al-ma’tuh. Sebab, mereka sendiri memerlukan orang lain yang mengasuh mereka. 28 Menurut J.Prins, Undang-Undang menetapkan bahwa kewajiban untuk memelihara anak-anak dan pendidikan mereka terletak baik pada ayah maupun pada ibu. Perselisihan tentang kekuasaan orang tua diputuskan oleh hakim. Ayah secara tegas dibebani kewajiban menanggung semua biaya hidup dan pendidikan, hanyalah kalau ayah tidak mampu, hakim dapat mewajibkan si ibu ikut serta menanggung biayanya. Tidak diragukan bahwa disini telah dijelaskan suatu asas yang sah dan penting menurut hukum, pada yurisprudensilah diserahkan pelaksanaannya secara praktis. 29 Secara syar’i, menurut Al-Anshari, al-hadanah adalah tarbiyah anak-anak bagi orang yang memiliki hak pengasuhan. Menurut ulama Syafiyah, al-hadhanah adalah tarbiyah atas anak kecil dengan apa yang menjadikannnya baik. Menurut ulama Hanabilah, al-hadhanah adalah: menjaga jiwa anak-anak, membantu dan memenuhi makanan, pakaian dan tempat tidurnya, dan membersihkan badannya. Sa’di Abu Habib memilih defenisi syar’i al-hadhanah dengan batasan pemeliharaan dan pendidikan siapa saja yang tidak bisa mengurus dirinya sendiri, dengan apa yang bisa 28 Ibid, hal 78 29 J.Prins, Tentang Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982, hal 70 Universitas Sumatera Utara menjadikannya baik dan melindunginya dari apa saja yang membahayakannya, meski orang itu sudah besar tapi gila. 30 Abu Yahya Zakaria al-Anshari mengatakan.“Al-Hadhanah itu berakhir pada anak kecil dengan kemampuannya melakukan pembedaan. Adapun setelahnya sampai baliq maka disebut Tamyiz, begitulah yang dilakukan al-Mawardi. Namun, yang lain berkata bahwa itu juga disebut hadhanah. Al Hadhanah adalah menjaga merawat orang yang tidak bisa mengurus urusannya sendiri dan mendidiknya dengan apa yang bisa menjadikannya baik. 31 Dari ikatan-ikatan kekeluargaan dapatlah timbul berbagai hubungan, di dalam mana orang yang satu diwajibkan untuk pemeliharaan atau alimentasi terhadap orang yang lain. 32 Dalam hal perkawinan yang akibatnya terlahirnya anak, maka kedudukan anak serta bagaimana hubungan antara orang tua dengan anaknya itu menimbulkan persoalan sehingga memang dirasakan perlunya aturan-aturan hukum yang mengatur tentang pola hubungan antara mereka. Menurut R.I Suhartini.C, Demi pertumbuhan anak yang baik, orang tua harus memenuhi kebutuhan jasmani seperti makan, minum, dan tidur. Kebutuhan keamanan dan perlindungan, kebutuhan untuk dicintai oleh orang tuanya, kebutuhan harga diri adanya penghargaan dan kebutuhan menyatakan diri baik secara tertulis maupun secara lisan 33 30 Slamet Abidin, Fiqih Munakahat, Bandung: Pustaka Setia, 1999, hal. 157 31 Ibid 32 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1980, hal. 34 33 R.I. Suhartini. C, Hukum Perkawinan Nasional, Medan: Zahir Trading Co, 1986, hal 123 Universitas Sumatera Utara M.Yahya Harahap menyebutkan bahwa yang di maksud dengan pemeliharaan anak adalah: a. Tanggung jawab orang tua untuk mengawasi, memberikan pelayanan yang semestinya serta mencukupi kebutuhan hidup anak. b. Pemeliharaan yang berupa pengawasan, pelayanan serta pencukupan nafkah anak tersebut adalah bersifat kontinue terus menerus sampai anak itu dewasa. 34 Jika terjadi perselisihan atas hak pengasuhan maka ditetapkan sesuai dengan prioritas berikut jika nomor diatasnya tidak ada atau bukan al-hadhanah berpindah ke nomor berikutnya: a. Ibu, lalu nenek ibunya Ibu, terus ke atas dari yang terdekat. Mereka semua berkedudukan sebagai Ibu. b. Ayah, lalu nenek Ibunya ayah, kemudian kakek ayahnya ayah, lalu nenek buyut ibunya kakek, dan seterusnya, meskipun mereka bukan ahli waris. c. Saudara-saudara perempuan, mulai dari perempuan seayah-seibu, lalu seayah, kemudian seibu. d. Saudara laki-laki seayah-seibu, lalu seayah, kemudian anak-anak laki- laki dari keduanya saudara seayah-seibu dan saudara seibu, Al- hadhanah tidak boleh diserahkan kepada saudara laki-laki seibu. e. Para bibi dari pihak Ibu al-khalat. Lalu para bibi dari pihak ayah al’amat f. Paman dari ayah Ibu, lalu paman dari pihak ayah. Al-hadhanah tidak boleh diserahkan kepada paman dari pihak Ibu. 34 Ibid, hal 123 Universitas Sumatera Utara g. Para bibi al-khalat-nya Ibu dari pihak Ibu, lalu para bibi al-khalat nya ayah dari pihak Ibu, kemudian para bibi al-‘amatnya ayah dari pihak ayah. h. Al-hadhanah tidak diserahkan kepada pihak-pihak tersebut, karena mereka semua mengalir dari pihak Ibu, dan tidak berhak mengasuh anak. 35 Batas usia anak berkaitan dengan hak memilih ini dikembalikan kepada hakim sesuai dengan pendapat para ahli. sesuai dengan kondisi fisik dan mental anak yang berbeda-beda. Al-Hadhanah berakhir hingga anak itu sudah tidak lagi memerlukan pengasuhan dan perawatan. Pada kondisi demikian, kondisinya berubah menjadi perwakilan. Dalam kondisi ini, perwalian hanya menjadi hak kerabat yang muslim.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dengan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional. 36 Menurut Burhan Ashofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari 35 Udin Abdullah, Hak Istri dan Kasih Sayang Suami, Bandung: Mujahid Press, 2005, hal. 56. 36 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998, hal. 31. Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Jatuhnya Hak Hadhanah Kepada Orang Tua Laki-Laki Karena Perceraian Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama. (Studi Pada Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1521/Pdt.G/2011/PA.Mdn)

1 59 103

Pelaksanaan Eksekusi Sengketa Hadhanah Di Pengadilan Agama Cikarang

3 11 115

Pelaksanaan eksekusi sengketa hadhanah di pengadilan agama Cikarang

0 10 115

Murtad Sebagai Penghalang Hadhanah (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 1700/Pdt. G/2010/PAJT)

1 29 206

JATUHNYA HAK HADHANAH KEPADA ORANG TUA LAKI-LAKI KARENA PERCERAIAN BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. (STUDI PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MEDAN NO. 1521Pdt.G2011PA.Mdn) SKRIPSI

0 0 8

BAB II KARAKTER HADHANAH PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MEDAN DARI TAHUN 2010-2012 1. Perceraian Dan Akibat Hukum Terhadap Anak a. Perceraian - Analisis Hadhanah Pada Putusan Hadhanah Di Pengadilan Agama Medan (Studi Putusan Pengadilan Agama Medan Tahun 20

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang - Analisis Hadhanah Pada Putusan Hadhanah Di Pengadilan Agama Medan (Studi Putusan Pengadilan Agama Medan Tahun 2010-2012)

0 1 32

Analisis Hadhanah Pada Putusan Hadhanah Di Pengadilan Agama Medan (Studi Putusan Pengadilan Agama Medan Tahun 2010-2012)

0 2 14

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA TENTANG HAK HADHANAH PADA MANTAN SUAMI (Studi di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjung Karang )

0 0 12

Analisis putusan pengadilan agama tentang hak hadhanah pada mantan suami:studi di pengadilan agama kelas 1A Tanjung Karang - Raden Intan Repository

0 0 30